Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH ETIKA SOSIAL SEJARAH PERKEMBANGAN ETIKA SOSIAL

Di susun oleh : Nama NIM Fak/Prodi : Yoga Ady Sugama : 07111002085 : FISIP/Sosiologi

FAKULTAS FISIP UNIVERSITAS SRIWIJAYA INDRALAYA 2012

Pendahuluan
Semangat dalam mengkaji sebuah disiplin ilmu sudah semestinya didahului dengan pengetahuan tentang asal kemunculan ilmu tersebut atau kajian secara historis. Hal ini dilakukan dengan tujuan proses pemahaman secara sistematis. Sehingga, kerancuan pemahaman dapat dihindari. Pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan di dunia semakin maju. Salah satu disiplin ilmu adalah di bidang filsafat. Salah satu cabang ilmu filsafat yang mempelajari problematika kesusilaan dan moralitas manusia adalah filsafat moral atau yang biasa disebut dengan Etika. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan A.C. Ewing (2003: 13), Etika atau filsafat moral berhubungan dengan nilai-nilai dan konsep tentang seharusnya. Franz Magnis Suseno (1987: 14), mengatakan bahwa secara historis Etika sebagai usaha Filsafat lahir dari keambrukan tatanan moral di lingkungan kebudayaan Yunani 2500 tahun lalu. Karena pandangan-pandangan lama tentang baik dan buruk tidak lagi dipercaya, para filosof mempertanyakan kembali norma-norma dasar bagi kelakuan manusia. Yunani menjadi tempat pertama kali disusunnya cara-cara hidup yang baik ke dalam suatu sistem dan dilakukan penyelidikan tentang soal tersebut sebagai bagian filsafat. Berkat pertemuannya dengan para pedagang dan kaum kolonis dari berbagai Negara, orang-orang Yunani yang sering mengadakan perjalanan ke luar negeri itu menjadi sangat tertarik akan kenyataan bahwa terdapat berbagai macam kebiasaan, hukum, tata kehidupan, dan lain-lain. Bangsa Yunani mulai bertanya: Apakah miliknya, hasil pembudayaan Negara tersebut benar-benar lebih tinggi? Karena tiada seorang pun dari Yunani yang akan mengatakan sebaliknya, maka kemudian diajukanlah pertanyaan, Mengapa begitu? kemudian diselidikinya semua perbuatan manusiawi, dan lahirlah cabang baru dari filsafat, yakni filsafat moral (filsafat kesusilaan) atau etika (W. Poespoproddjo,1999: 18). Banyak pengarang yang membuat hukum moral sama seperti kebiasaan, konvensi atau yang disebut mores. Dalam pandangan ini, segala hal akan menjadi baik atau buruk bila sesuai dengan anggapan masyarakat atau opini umum. Pandangan itu sebenarnya

bukan baru. Sejak abad V sebelum Masehi, Aristipus telah berpendapat bahwa tidak ada hal yang secara intrinsic baik atau buruk, tetapi suatu hal itu baik atau buruk karena dibuat begitu oleh hukum atau kebiasaan (W. Poespoproddjo,1999: 19). Pada tahun-tahun belakangan ini, semakin banyak filsuf menaruh minat pada etika terapan, yaitu etika yang menangani masalah-masalah moral seperti yang ada, bukannya menangani teori moral yang abstrak semata-mata (Virginia Held, 1991: 9). Banyak pertanyaan tak terjawab memenuhi benak para pengkaji Filsafat Islam: mengapa studi etika tidak mendapatkan porsi layaknya studi-studi lain?. Bagaimana mungkin etika, yang merupakan objek kajian paling dekat dengan agama, tak mendapat cukup perhatian dari para pemikir Islam?. Di dalam tulisan ini, kami mencoba untuk memaparkan sejarah perkembangan Etika, dari sejak periode Yunani, periode abad pertengahan, periode Bangsa Arab, dan terakhir periode abad Modern. PENGERTIAN ETIKA Dalam pergaulan hidup bermasyarakat, bernegara hingga pergaulan hidup tingkat internasional di perlukan suatu system yang mengatur bagaimana seharusnya manusia bergaul. Sistem pengaturan pergaulan tersebut menjadi saling menghormati dan dikenal dengan sebutan sopan santun, tata krama, protokoler dan lain-lain.

Maksud pedoman pergaulan tidak lain untuk menjaga kepentingan masing-masing yang terlibat agara mereka senang, tenang, tentram, terlindung tanpa merugikan kepentingannya serta terjamin agar perbuatannya yang tengah dijalankan sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan hak-hak asasi umumnya. Hal itulah yang mendasari tumbuh kembangnya etika di masyarakat kita. Menurut para ahli maka etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk.

Perkataan etika atau lazim juga disebut etik, berasal dari kata Yunani ETHOS yang berarti norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang baik, seperti yang dirumuskan oleh beberapa ahli berikut ini : 1. Drs. O.P. SIMORANGKIR : etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik. 2. Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat : etika adalah teori tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari seg baik dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal. 3. Drs. H. Burhanudin Salam : etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan prilaku manusia dalam hidupnya. Etika dalam perkembangannya sangat mempengaruhi kehidupan manusia.

Etika memberi manusia orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya melalui rangkaian tindakan sehari-hari. Itu berarti etika membantu manusia untuk mengambil sikap dan bertindak secara tepat dalam menjalani hidup ini. Etika pada akhirnya membantu kita untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang perlu kita lakukan dan yang pelru kita pahami bersama bahwa etika ini dapat diterapkan dalam segala aspek atau sisi kehidupan kita, dengan demikian etika ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian sesuai dengan aspek atau sisi kehidupan manusianya. Ada dua macam etika yang harus kita pahami bersama dalam menentukan baik dan buruknya prilaku manusia : 1. ETIKA DESKRIPTIF, yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap dan prilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika deskriptif memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang prilaku atau sikap yang mau diambil. 2. ETIKA NORMATIF, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola prilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam hidup ini

sebagai sesuatu yang bernilai. Etika normatif memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan. Etika secara umum dapat dibagi menjadi : o ETIKA UMUM, berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar

bagaimana manusia bertindak secara etis, bagaimana manusia mengambil keputusan etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolak ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika umum dapat di analogkan dengan ilmu pengetahuan, yang membahas mengenai pengertian umum dan teori-teori. o ETIKA KHUSUS, merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus. Penerapan ini bisa berwujud : Bagaimana saya mengambil keputusan dan bertindak dalam bidang kehidupan dan kegiatan khusus yang saya lakukan, yang didasari oleh cara, teori dan prinsip-prinsip moral dasar. Namun, penerapan itu dapat juga berwujud : Bagaimana saya menilai perilaku saya dan orang lain dalam bidang kegiatan dan kehidupan khusus yang dilatarbelakangi oleh kondisi yang memungkinkan manusia bertindak etis : cara bagaimana manusia mengambil suatu keputusan atau tidanakn, dan teori serta prinsip moral dasar yang ada dibaliknya.

ETIKA KHUSUS dibagi lagi menjadi dua bagian : Etika individual, yaitu menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri. Etika sosial, yaitu berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia sebagai anggota umat manusia. Perlu diperhatikan bahwa etika individual dan etika sosial tidak dapat dipisahkan satu sama lain dengan tajam, karena kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan sebagai anggota umat manusia saling berkaitan.

Etika sosial menyangkut hubungan manusia dengan manusia baik secara langsung maupun secara kelembagaan (keluarga, masyarakat, negara), sikap kritis terhadpa pandangan-pandangana dunia dan idiologi-idiologi maupun tanggung jawab umat manusia terhadap lingkungan hidup. Dengan demikian luasnya lingkup dari etika sosial, maka etika sosial ini terbagi atau terpecah menjadi banyak bagian atau bidang. Dan pembahasan bidang yang paling aktual saat ini adalah sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Sikap terhadap sesama Etika keluarga Etika profesi Etika politik Etika lingkungan Etika idiologi

SISTEM PENILAIAN ETIKA : Titik berat 1. penilaian etika sebagai suatu ilmu, adalah pada perbuatan baik atau jahat, susila atau tidak susila. 2. Perbuatan atau kelakuan seseorang yang telah menjadi sifat baginya atau telah mendarah daging, itulah yang disebut akhlak atau budi pekerti. Budi tumbuhnya dalam jiwa, bila telah dilahirkan dalam bentuk perbuatan namanya pekerti. Jadi suatu budi pekerti, pangkal penilaiannya adalah dari dalam jiwa; dari semasih berupa angan-angan, cita-cita, niat hati, sampai ia lahir keluar berupa perbuatan nyata. 3. Burhanuddin Salam, Drs menjelaskan bahwa sesuatu perbuatan di nilai pada 3 (tiga) tingkat : a. Tingkat pertama, semasih belum lahir menjadi perbuatan, jadi masih berupa rencana dalam hati, niat.

b. Tingkat kedua, setelah lahir menjadi perbuatan nyata, yaitu pekerti. c. Tingkat ketiga, akibat atau hasil perbuatan tersebut, yaitu baik atau

buruk.

Dari sistematika di atas, kita bisa melihat bahwa ETIKA PROFESI merupakan bidang etika khusus atau terapan yang merupakan produk dari etika sosial. Kata hati atau niat biasa juga disebut karsa atau kehendak, kemauan, wil. Dan isi dari karsa inilah yang akan direalisasikan oleh perbuatan.

Dalam hal merealisasikan ini ada (4 empat) variabel yang terjadi : a. b. c. d. Tujuan baik, tetapi cara untuk mencapainya yang tidak baik. Tujuannya yang tidak baik, cara mencapainya ; kelihatannya baik. Tujuannya tidak baik, dan cara mencapainya juga tidak baik. Tujuannya baik, dan cara mencapainya juga terlihat baik.

1. Etika periode Yunani Penyelidikan para ahli Filsafat tidak banyak memperhatikan masalah Etika. Kebanyakan dari mereka melakukan penyelidikan mengenai alam. Misalnya; bagaimana alam ini terjadi? Apa yang menjadi unsur utama alam ini? dan lain-lain. Sampai akhirnya datang Sophisticians ialah orang yang bijaksana yang menjadi guru dan tersebar ke berbagai negeri. Socrates dipandang sebagai perintis Ilmu Akhlak. Karena ia yang pertama berusaha dengan sungguh-sungguh membentuk perhubungan manusia dengan ilmu pengetahuan. Dia berpendapat akhlak dan bentuk perhubungan itu, tidak menjadi benar kacuali bila didasarkan ilmu pengetahuan. (Ahmadamin, 1975: 45) Faham Antisthenes, yang hidup pada 444-370 SM. Ajarannya mengatakan ketuhanan itu bersih dari segala kebutuhan, dan sebaik-baik manusia itu yang berperangai dengan akhlak ketuhanan. Maka ia mengurangi kebutuhannya sedapat

mungkin, rela dengan sedikit, suka menanggung penderitaan, dan mengabaikannya. Dia menghinakan orang kaya, menyingkiri segala kelezatan, dan tidak peduli kemiskinan dan cercaan manusia selama ia berpegangan dengan kebenaran. Pemimpin aliran ini yang terkenal adalah Diogenes, wafat pada 323 SM. Dia memberi pelajaran kepada kawan-kawannya untuk menghilangkan beban yang dilakukan oleh ciptaan manusia dan peranannya. (H.A. Mustofa, 1999: 42). Setelah faham Antisthenes ini, lalu datang Plato (427-347 SM). Ia seorang ahli Filsafat Athena, yang merupakan murid dari Socrates. Buah pemikirannya dalam Etika berdasarkan teori contoh. Dia berpendapat alam lain adalah alam rohani. Di dalam jiwa itu ada kekuatan bermacam-macam, dan keutamaan itu timbul dari perimbangan dan tunduknya kepada hukum. (Ahmadamin, 1975: 47). Pokok-pokok keutamaan itu adalah Hikmat kebijaksana, keberanian, keperwiraan, dan keadilan. Hal ini merupakan tiang penegak bangsa-bangsa dan pribadi. Seperti yang kita ketahui bahwa, kebijaksanaan itu utama untuk para hakim. Keberanian itu untuk tentara, perwira itu utama untuk rakyat, dan adil itu untuk semua. Pokokpokok keutamaan itu memberikan batasan kepada manusia dalam setiap perbuatannya, agar ia melakukan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya. Kemudian disusul Aristoteles (394-322 SM), dia adalah muridnya plato. Pengukutnya disebut Peripatetis karena ia memberi pelajaran sambil berjalan atau di tempat berjalan yang teduh. (H.A. Mustofa, 1999: 44). Aristoteles berpendapat bahwa tujuan akhir dari yang dikehendaki manusia mengenai segala perbuatan adalah bahagia. Namun pengertiannya tentang konsep bahagia itu lebih luas dan lebih tinggi. Menurutnya, untuk mendapatkan kebahagiaan, seseorang itu hendaklah mempergunakan kekuatan akal dengan sebaik-baiknya. Aristoteles menciptakan teori serba tengah. Tiap-tiap keutamaan adalah tengah-tengah, di antara dua keburukan. Misalnya; dermawan adalah pertengahan antara boros dan kikir. Keberanian adalah pertengahan antara membabi-buta dan takut. Pada akhir abad ke tiga M, tersiarlah agama Nasrani di Eropa. Agama tersebut merubah fikiran manusia dan membawa pokok-poko akhlak tersebut dalam Taurat.

Memberi pelajaran kepada manusia, bahwa Tuhan adalah sumber segala akhlak. Tuhan yang membuat patok yang harus kita pelihara dalam hubungan kitaa dengan orang lain. Dan Tuhan juga yang menjelaskan tentang arti baik dan jahat. (Ahmaddamin, 1975). Baik menurut arti yang sebenarnya adalah kerelaan Tuhan Allah, dan melaksanakan segala perintahnya. Menurut ahli Filsafat Yunani, pendorong untuk melakukan perbuatan baik ialah pengetahuan atau kebijaksanaan. Sedangkan menurut Agama Nasrani, bahwa yang mendorong perbuatan baik adalah cinta kepada Allah, dan iman kepada-Nya. 2. Etika Abad Pertengahan Pada abad pertengahan, Etika bisa dikatakan dianiaya oleh Gereja. Pada saat itu, Gereja memerangi Filsafat Yunani dan Romawi, dan menentang penyiaran ilmu dan kebudayaan kuno. (H.A.Mustofa, 1999: 45). Gereja berkeyakinan bahwa kenyataan hakikat telah diterima dari wahyu. Dan apa yang terkandung dan diajarkan oleh wahyu adalah benar. Jadi manusia tidak perlu lagi bersusah-susah menyelidiki tentang kebenaran hakikat, karena semuanya telah diatur oleh Tuhan. Ahli-ahli Filsafat Etika yang lahir pada masa itu, adalah paduan dari ajaran Yunani dan ajaran Nasrani. Di antara mereka yang termasyur adalah Abelard (10791142 SM), seorang ahli Filsafat Prancis. Dan Thomas Aquinas (1226-1270 SM), seorang ahli Filsafat Agama dari Italia. (Ahmaddamin, 1975).

3. Etika Periode Bangsa Arab Bangsa Arab pada zaman jahiliah tidak mempunyai ahli-ahli Filsafat yang mengajak kepada aliran atau faham tertentu sebagaimana Yunani, seperti Epicurus, Zeno, Plato, dan Aristoteles. Hal itu terjadi karena penyelidikan ilmu tidak terjadi kecuali di Negara yang sudah maju. Waktu itu bangsa Arab hanya memiliki ahli-ahli hikmat dan sebagian ahli

syair. Yang memerintahkan kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran, mendorong menuju keutamaan, dan menjauhkan diri dari kerendahan yang terkenal pada zaman mereka. (H.A. Mustofa, 1999: 46). Namun sejak kedatangan Islam, agama yang mengajak kepada orang-orang untuk percaya kepada Allah, sumber segala sesuatu di seluruh alam. Allah memberikan jalan kepada manusia jalan yang harus diseberangi. Allah juga menetapkan keutamaan seperti benar dan adil, yang harus dilaksanakannya, dan menjadikan kebahagiaan di dunia dan kenikmatan di akhirat, sebagai pahala bagi orang yang mengikutinya. :Di antara ayat Al-Quran yang berbicara mengenai Etika adalah Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. ( QS. An-Nahl: 90) Jadi Bangsa Arab pada masa itu, telah puas mengambil etika dari agama dan tidak merasa butuh untuk menyelidiki mengenai dasar baik dan buruk. Oleh karena itu, agama banyak menjadi dasar buku-buku yang di lukiskan dalam etika. Seperti buku karya Al-Ghazali dan Al-Mawardi. Yang termasyur melakukan penyelidikan tentang akhlak dengan berdasarkan ilmu pengetahuan adalah Abu Nasr Al-Farabi, yang meninggal pada tahun 339 H. demikian juga Ikhwanus Sofa, di dalam risalah brosurnya, dan Abu Ali ibnu Sina (370428 H). mereka telah mempelajarai Filsafat Yunani, terutama pendapat mengenai akhlak. (Ahmaddamin, 1975). Penyelidik Bangsa Arab yang terbesar mengenai Etika adalah Ibnu Maskawayh, yang wafat pada 421 H. dia mencampurkan ajaran Plato, Aristoteles, Galinus dengan jaran Islam. Ajara Aristoteles banyak termasuk dalam kitabnya, terutama dalam penyelidikan tentang jiwa. (Ahmad Mahmud Shubhi, 1992: 17). 4. Etika Periode Abad Modern

Pada akhir abad lima belas, Eropa mulai bangkit. Ahli pengetahuan mulai menyuburkan Filsafat Yunani Kuno. Begitu juga dengan Italia, lalu berkembang ke seluruh Eropa. Pada masa ini, segala sesuatu dikecam dan diselidiki, sehingga tegaklah kemerdekaan berfikir. Dan mulai melihat segala sesuatu dengan pandangan baru, dan mempertimbangkannya dengan ukuran yang baru. Discartes, seorang ahli Filsafat Prancis (1596-1650), termasuk pendiri Filsafat baru. Untuk ilmu pengetahuan, ia menetapkan dasar-dasar sebagai berikut: 1. Tidak menerima sesuatu yang belum diperiksa akal dan nyata adanya. Dan apa yang tumbuhnya dari adat kabiasaan saja, wajib ditolak. 2. Di dalam penyelidikan harus kita mulai dari yang sekecil-kecilnya, lalu meningkat ke hal-hal yang lebih besar. 3. Jangan menetapkan sesuatu hukum akan kebenaran suatu hal sehingga menyatakan dengan ujian. (H.A. Mustofa, 1999: 51).. Namun di antara ahli-ahli ilmu pengetahuan bangsa Jerman yang merupakan pengaruh besar dalam akhlak ialah Spinoza (1770-1831), Hegel (1770-1831) juga Kant (1724-1831).

DAFTAR PUSTAKA A.C.Ewing, 2003, Persoalan-Persoalan mendasar Filsafat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ahmaddamin, 1975, Etika (Ilmu Akhlak), Jakarta: Bulan Bintang Ahmad Mahmud Shubhi, 1992, Filsafat Etika, Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta. Franz Magnis Suseno, 1987, Etika Dasar: Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral, Yogyakarta: Kanisius. H. A. Mustofa, 1999, Akhlak Tasawuf, Bandung: CV. Pustaka Setia. Virginia Held, 1991, Etika Moral: Pembenaran Tindakan Sosial, Jakarta: Penerbit Erlangga. W. Poespoproddjo, 1999, Filsafat Moral: Kesusilaan dalam Teori dan Praktek, Bandung: Pustaka Grafika

Anda mungkin juga menyukai