Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH

PENATAAN KOTA YANG BAIK UNTUK MENGATASI PERMASALAHAN KOTA DI INDONESIA

DISUSUN OLEH: NUR RATNA MUKTI NIM 21040110120022

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2010

A. PENDAHULUAN Sudah bukan rahasia lagi bahwa di Indonesia banyak sekali permasalahan-permasalahan perkotaan, terutama di kota-kota besar. Sebagai contoh di Jakarta, masalah yang dihadapi sangat kompleks, mulai dari banjir, kemacetan, sampai pada kemiskinan. Banyaknya penduduk yang datang, tanpa tersedianya lahan pemukiman yang cukup, membuat banyaknya perumahan perumahan di tempat-tempat yang sebenarnya tidak layak huni, seperti kolong jembatan. Banyak hal yang memicu permasalahan tersebut. Baik dari faktor eksternal dan faktor internal. Faktor internal antara lain pribadi masyarakatnya sendiri, yang kurang peka terhadap lingkungan dan sekitarnya. Faktor eksternal antara lain dari tata kota tersebut yang kurang sesuai dengan kondisi real di suatu kawasan dan yang tidak sesuai dengan prosedur yang telah disepakati mengenai tata ruang perkotaan.

B. ISI 1. Permasalahan Kota di Indonesia Kota merupakan pemukiman dengan wilayah yang luas dan mempunyai batas batas administratif, yang penduduknya padat, kompleks, heterogen dibandingkan dengan daerah di belakangnya serta bekerja pada sector non-agraris. Kota yang heterogen maksudnya adalah penduduk yang mendiami kota tersebut terdiri dari berbagai macam profesi, dari kalangan akar rumput sampai para pejabat dapat kita temui di suatu wilayah yang bernama kota. Hal tersebut yang menimbulkan permasalahan perkotaan, yaitu mengenai kependudukan. Ledakan penduduk adalah salah satu pokok permasalahannya, yang memacu timbulnya masalah lain. Menumpuknya jumlah penduduk perkotaan menimbulkan berbagai masalah dan mengganggu kemampuan pemerintah dalam menyediakan pelayanan umum yang mendasar. Ketidakmampuan ini menyebabkan penderitaan manusia dan kerusakan lingkungan, yang membuat sulit

mempertahankan pola pembangunan berkelanjutan. Masalah besar yang memprihatinkan pertumbuhan penduduk perkotaan adalah kemiskinan. Berbagai data menunjukkan bahwa angka kemiskinan di perkotaan mencapai 60 persen. Banyak penduduk miskin di kota yang menhuni rumah dan lingkungan kumuh yang tidak layak huni.

Selain itu, akibat urbanisasi yang tidak disertai dengan ketrampilan, muncul banyak pekerja yang bekerja di sector informal seperti pengamen, pedagang kaki lima yang tak jarang membuat kota menjadi kotor dan tak indah lagi. Pemerintah harus meningkatkan peran utamanya untuk meningkatkan pasokan tanah di perkotaan, menyesuaikan peraturan dan hukum untuk memenuhi kebutuhan dan memperbaiki kondisi tempat tinggal, meningkatkan kualitas infrastruktur. Sehingga, masih diperlukan perbaikan dalam banyak hal. Salah satunya dalam hal penataan ruang dan kota. Dampak dari rencana tata ruang di wilayah perkoaan yang tidak diikuti adalah kesemrawutan kawasan mengakibatkan berkembangnya kawasan kumuh yang berdampak kepada gangguan terhadap sistem transportasi, sulitnya mengatasi dampak lingkungan yang berimplifikasi kepada kesehatan, sulitnya mengatasi kebakaran bila terjadi kebakaran.

2.

Tata Kota di Indonesia Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang disusun secara nasional, regional dan lokal. Secara nasional disebut Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, yang dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi, dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tersebut perlu dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK). Tata ruang perkotaan lebih kompleks dari tata ruang perdesaan, sehingga perlu lebih diperhatikan dan direncanakan dengan baik. Kawasan/zona di wilayah perkotaan dibagi dalam beberapa zona sebagai berikut: 1. Perumahan dan permukiman 2. Perdagangan dan jasa 3. Industri 4. Pendidikan 5. Perkantoran dan jasa 6. Terminal 7. Wisata dan taman rekreasi 8. Pertanian dan perkebunan 9. Tempat pemakaman umum 10. Tempat pembuangan sampah

Sedangkan tata kota menurut Dinas Tata Kota DKI Jakarta adalah suatu upaya untuk mewujudkan tata ruang yang dapat mewadahi kegiatan seluruh warga secara berkesinambungan dan siap menghadapi tantangan globalisasi dunia. Namun Wakil Presiden Boediono mengakui tata ruang di kota-kota di Indonesia dibangun semrawut. Tidak ada rencana rasional mengenai tata ruang dan tata kota yang baik. Akhirnya yang terjadi, bukan hanya membangun untuk pembangunan, akan tetapi kesemrawutan pembangunan. Indonesia tidak punya tata ruang yang jelas dan kebijakan yang benar-benar baik. Seharusnya, ada tata ruang yang rasional yang bisa dilaksanakan dengan benar dan bukan yang di atas kertas. Sekarang ini, sejumlah daerah ada yang belum punya atau punya tata ruang, akan tetapi ada yang masih proses. Ada yang selesai dan rapih, akan tetapi tidak dilaksanakan dengan benar baik oleh penguasa maupun masyarakat. Adanya sejumlah hambatan dalam mewujudkan pembangunan di antaranya tata ruang dan tata kora, perizinan, lahan dan pendanaan. Dalam kehidupan masyarakat perkotaan yang dinamis, paling tidak kota kota memiliki fungsi-fungsi utama berikut ini : 1. 2. 3. 4. Sebagai tempat tinggal (wisma) Sebagai tempat pekerjaan (karya) Memiliki sistem lalu lintas yang baik (marga) Memiliki obyek-obyek rekreasi (suka)

3.

Belajar dari Negara Belanda Visi pemerintah Belanda untuk membuat rencana kota yang mengakomodir penggunaan ruang dalam jumlah terbatas namun menarik, enak ditinggali dan menciptakan masyarakat yang sejahtera patut diacungi jempol. Perencanaan Ruang di Belanda juga lebih memperhatikan sisi ekologi wilayah dimana dibuatkanya rencana ruang untuk wilayah sungai, hutan, serta pembangunan taman kota yang atraktirf. Dan yang tidak kalah penting adalah masyarakat diikutsertakan dalam setiap penyusunan dokumen perencanaan serta penegakan dokumen perencanaan yang telah disahkan. Hal-hal seperti itulah yang belum bisa diterapkan di Indonesia. Indonesia memang telah memiliki berbagai macam dokumen perencanaan mulai dari tingkat Nasional (Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, RTRW Nasional), Propinsi

(RTRW Propinsi) sampai tingkat Kabupaten/Kota (RTRW Kab/Kota) serta beberapa rencana zonasi / rencana detail (Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten/Kota, RDTR Kab/Kota). Namun sangat disayangkan konsep rencana ruang (rencana spasial) yang dipakai masih berorientasikan pertumbuhan ekonomi bukan pembangunan yang berkelanjutan. Dapat dilihat bahwa masih cukup banyak rencana tata ruang yang lebih mementingkan pembangunan kawasan industry atau kawasan ekonomi dibandingkan membangun taman kota, atau mempreservasi kawasan lindung seperti hutan, sungai dan danau. Indonesia pun belum dapat menciptakan suatu rencana tata ruang yang dapat menyatukan lintas wilayah (kota dan kabupaten). Ini dapat dilihat dari wilayah metropolitan Jabodetabek. Kita dapat melihat bahwa perencanaan ruang wilayah metropolitan Jabodetabek terkesan tidak terintegrasi antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Ini terlihat ketika musim hujan datang dan musibah banjir terjadi. Saling tuding penyebab banjir antara Jakarta dan Kota Bogor tentang penyebab banjir pun terjadi. Hal ini seharusnya tidak perlu terjadi jika hanya terdapat satu rencana tata ruang untuk wilayah metropolitan Jabodetabek. Pelibatan peran serta masyarakat dalam penyusunan rencana tata ruang pun masih sangat minim jika tidak ingin dibilang tidak ada. Padahal dalam UndangUndang Tata Ruang Nomor 26 Tahun 2007 Pasal 65 ayat 1 dan ayat 2 point a telah jelas-jelas disebutkan bahwa peran serta masyarakat dalam penataan ruang dilakukan dengan berpartisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang. Namun kenyataan yang ada saat ini masyarakat sebagai pemilik dan pengguna ruang tidak pernah dilibatkan secara aktif dalam penyusunan rencana tata ruang. Jangankan dilibatkan, untuk mengetahui rencana tata ruang yang telah dibuat pemerintah pun masyakarat mengalami kesulitan.

C. SIMPULAN Tata kota yang tidak baik akan menimbulkan efek yang tentu saja juga tidak baik. Secara garis besar ada dua kemungkinan penyelesaian: jangka pendek dan jangka panjang. Penyelesaian jangka pendek bergantung kepada asumsinya. Jika pemerintah masih mau mendengarkan usulan berbeda dari apa yang dilakukannya saat ini, penyelesaiannya bisa berupa penerapan konsep alternative, sementara pembangunan tanpa penggusuran (seperti dilakukan oleh Romo Mangun dkk. di pinggir Sungai Code, Yogyakarta, tahun 80-an). Jika sebaliknya, penyelesaiannya hanya bisa berupa

penyediaan

tempat-tempat

penampungan

sementara

(di

samping

perlawanan

berkelanjutan tentu saja). Sedangkan penyelesaian jangka panjangnya, tidak bisa tidak ialah pembinaan sistem perencanaan dan pembangunan kota sesuai dengan jiwa reformasi dan demokratisasi (sebagai amanat rakyat sejak jatuhnya Soeharto tahun 1998 lalu). Masyarakat harusnya mulai untuk mengubah paradigm kita mengenai penataan ruang. Kita tidak hanya memikirkan saat ini namun juga harus memikirkan ruang untuk generasi yang akan datang. Karena sesungguhnya ruang yang kita gunakan sekarang hanyalah titipan dari generasi yang akan datang. Tidak ada kata terlambat untuk berubah. Dan jangan malu untuk menimba ilmu dari negara kecil seperti Belanda.

D. DAFTAR PUSTAKA Prakoso, Ganang. 2010. Belajar Menata Kota Indonesia dari Belanda, dalam Catatan Galang. http://ganangprakoso.wordpress.com. Diunduh Minggu, 21 November 2010 pukul 20.30. http://www.kompas.com. 2010. Wapres Akui Tata Ruang Indonesia Semrawut, dalam Kompas. Diunduh Minggu, 21 November 2010 pukul 20.30. http://www.kolumnis.com. 2008. Dilema Tata Kota, dalam Artikel Internet. Diunduh Minggu, 21 November 2010 pukul 20.30. http://id.wikipedia.org. 2010. Tata Ruang, dalam Wikipedia. Diunduh Minggu, 21 November 2010 pukul 20.30 Khudori, Darwis. 2003. Tata Kota,dalam Jurnal Kampung Edisi 1. 2004. hlm. 1019. Jakarta. Dyayadi. 2008. Tata Kota Menurut Islam. Jakarta. 2008.

Anda mungkin juga menyukai