Anda di halaman 1dari 11

BAB I PENDAHULUAN Sebelum berlakunya UU Nomor 5/1979 tentang Pemerintahan Desa, yang berkaitan dengan penghasilan atau imbalan

bagi Kepala Desa dan Perangkat/Pamong Desa, dikenal tanah bengkok. Ada bermacam-macam istilah dari tanah bengkok ini seperti tanah lungguh, tanah pangarem-arem, dan tanah bercatu. Tanah bengkok ini adalah tradisi yang diterapkan untuk menggaji Kepala Desa dan Perangkat/Pamong Desa yang telah berjalan lama sekali, dan tanah bengkok ini sebagai bentuk pengkaryaan atau kontra prestasi atau imbalan jasa orang yang menjadi Kepala Desa dan Perangkat/Pamong Desa lainnya, yang diharapkan dengan adanya tanah ini Kepala Desa dan perangkat/pamongnyamempunyai motivasi yang luas dalam membina dan mengurus kepentingan masayarakat Desa umumnya. Tanah bengkok, menurut Hukum Adat merupakan tanah jabatan kepala desa. Artinya dikenal ada hak keuntungan jabatan, ialah hak dari seorang perangkat/pamong desa untuk memetik hasil atas tanah jabatannya, selama ia memegang jabatan di suatu desa. Ia atau anak turunannya tidak boleh menjual atau menggadaikan tanah itu. Hak itu berakhir jika ia turun dari jabatannya atau selesai masa tugasnya dan jika ini terjadi, maka tanah itu kembali ke hak peraturan desa, tegasnya, berpindah ke tangan penggantinya. Dengan diberlakukannya UU 32/2004 dan PP 72/2005 diamanatkan bahwa Kepala Desa dan Perangkat Desa diberi penghasilan tetap melalui APBDesa. Sebagai tindak lanjut dari ketentuan perundang-undangan tentang Desa di atas,

maka di Kabupaten Purbalingga telah ditetapkan Perda 21/2007 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Desa dan Perangkat Desa. Pengaturan Penghasilan Kepala Desa dan Perangkat Desa dalam Perda 21/2007 dengan cara memberikan penghasilan tetap setiap bulan dan atau tunjangan lainnya sesuai dengan kemampuan desa yang ditetapkan dalam APBDesa, yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan Kepala Desa dan Perangkat Desa sehingga pada gilirannya akan meningkatkan kinerja pelaksanaan tugasnya. Prinsip-prinsip dasar kedudukan keuangan Kepala Desa dan Perangkat Desa antara lain bahwa penghasilan dibayarkan setiap bulan paling sedikit sesuai Upah Minimum Kabupaten (UMK), ditetapkan dalam APBDesa, di samping penghasilan tetap juga diberikan tunjangan dan tambahan penghasilan serta pemberian penghargaan pada saat purna tugas atau pensiun. Khusus bagi Kepala Desa yang habis masa jabatannya, maka diberikan bantuan dana kewirausahaan yang diharapkan dapat menciptakan semangat berwirausaha bagi mantan Kepala Desa yang telah purna tugas. Dengan adanya pengaturan hakhak keuangan Kepala Desa dan Perangkat Desa yang lebih baik, maka di samping akan meningkatkan kesejahteraan juga diharapkan akan meningkatkan kinerja dan profesionalitas. Oleh karena itu untuk merealisasikan hal ini setiap Pemerintahan Desa dituntut untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas dan profesionalitas pengelolaan potensi dan sumber daya desa yang dimilikinya. Untuk itu maka guna memberikan kesiapan kepada Pemerintah Kabupaten dan Desa dalam

mengimplementasikan Peraturan Daerah ini diberikan jangka waktu selama 2 (dua) tahun untuk mempersiapkan penataan perangkat regulasi dan sumber keuangan desa. Persiapan-persiapan tersebut dilaksanakan melalui beberapa tahapan

inventarisasi

potensi,

inventarisasi

alokasi

anggaran

dan

penyusunan

regulasi/petunjuk teknis/operasional baik di tingkat Kabupaten maupun Desa. Dalam masa transisi pengaturan kedudukan keuangan kepala desa dan perangkat desa dari aturan lama ke aturan baru, kebijakan yang ditempuh oleh Pemerintah Kabupaten Purbalingga sangat hati-hati dan diupayakan tidak menimbulkan gejolak. Oleh karena itu, pada tahapan ini masih diberlakukan pemberian penghasilan melalui bengkok, namun jumlah peghasilan bengkok tersebut dimasukkan/dicatat dalam APBDesa. Selain penghasilan yang berasal dari tanah kas desa/bengkok, kepada seluruh Kepala Desa dan Perangkat Desa diberi Tunjangan Penghasilan Aparat Pemerintah Desa (TPAPD) yang dibebankan pada APBD, dan khusus bagi desa-desa non bengkok/bengkok minim diberi Tunjangan Kesejahteraan Aparat Pemerintah Desa Non-Bengkok/Berbengkok Minim.

BAB II PERMASALAHAN

1. Apa yang di maksud dengan tanah bengkok dalam hokum adat di jawa barat ? 2. Bagaimana pengaturannya terhadap pemberian tanah bengkok bagi kepala desa di jawa barat ?

BAB III

PEMBAHASAN A. Pengertian Tanah Bengkok Secara umum, istilah tanah bengkok cukup popular dan dikenal oleh masyarakat kita. Namun tidak semua orang mengerti secara tepat apa yang dimaksud dengan tanah bengkok itu. Baik dari sisi pengaturannya maupun kepemilikannya. Dalam praktik di masyarakat, sengketa tanah bengkok ini cukup banyak terjadi. Seringkali tanah bengkok ini diperjualbelikan untuk kepentingan pribadi sehingga menjadi konflik. Sebenarnya, tanah bengkok adalah bagian dari tanah desa yang merupakan Tanah Kas Desa. Jadi tanah tersebut diperuntukkan bagi gaji pamong desa, yaitu: Kepala Desa dan Perangkat Desa. Mereka mempunyai hak untuk memperoleh penghasilan dari atas tanah yang diberikan oleh desa untuk memelihara kehidupan keluarganya dengan cara mengerjakan hasilnya dari hasil tanah itu karena jabatannya, jika di lain waktu yang bersangkutan tidak lagi menjabat sebagai pamong desa, maka tanah bengkok tersebut menjadi tanah kas desa. Menurut Permendagri No. 4 tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Kekayaan Desa, pada Pasal 2 dan pasal 3, Tanah bengkok yang merupakan Tanah Kas Desa adalah bagian dari Kekayaan Desa dan Kekayaan desa menjadi milik desa. Kekayaan desa tersebut dibuktikan dengan dokumen kepemilikan yang sah atas nama desa.

B.

Penagaturan Pengelolaan Tanah Bengkok

Di dalam PP No. 72 tahun 2005 pasal 7 di sebutkan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa mencakup: a. Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa; b. urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa; c. tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten / Kota; dan d. urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang undangan diserahkan kepada desa. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Kabupaten/Kota yang diserahkan pengaturannya kepada Desa adalah urusan pemerintahan yang secara langsung dapat meningkatkan pelayanan dan pemberdayaan masyarakat (Pasal 8). Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan penyerahan urusan yang menjadi kewenangan Kabupaten/Kota yang diserahkan pengaturannya kepada Desa diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dengan berpedoman pada Peraturan Menteri dan penyerahan urusan pemerintahan disertai dengan pembiayaannya(Pasal 9). Dalam hal ini yang dimaksud dengan Pemerintahan Desa adalah Pemerintah Desa (Kepala Desa dan Perangkat Desa) dan BPD (Badan Permusyawaratan Desa).Tugas Kepala Desa mencakup pengajuan rancangan peraturan desa, menetapkan peraturan desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD serta menyusun dan mengajukan rancangan peraturan desa mengenai APB Desa untuk dibahas dan ditetapkan bersama BPD. Dalam hal ini Tanah Bengkok yang merupakan bagian dari Kekayaan Desa dikelola dan dimanfaatkan oleh

Pemerintahan Desa untuk kepentingan masyarakat setempat berdasarkan Peraturan Bupati / Walikota. Di dalam Permendagri No. 4 tahun 2007 pasal 15 mengenai Pedoman Pengelolaan Kekayaan Desa disebutkanbahwaKekayaan Desa yang berupa tanah Desa tidak diperbolehkan dilakukan pelepasan hak kepemilikan kepada pihak lain, kecuali diperlukan untuk kepentingan umum. Pelepasan hak kepemilikan tanah desa dilakukan setelah mendapat ganti rugi sesual harga yang menguntungkan desa dengan memperhatikan harga pasar dan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).Pemberian ganti rugi berupa uang harus digunakan untuk membeli tanah lain yang lebih baik dan berlokasi di Desa setempat.Pelepasan hak kepemilikan tanah desa ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa. Keputusan Kepala Desa diterbitkan setelah mendapat persetujuan BPD dan mendapat ijin tertulis dari Bupati/Walikota dan Gubernur. Pemerintah Daerah memiliki kebijakan masing-masing di dalam mengelola tanah bengkok ini. Misalnya Kebijakah Pemkab Gorobogan seperti yang diulas di dalam suara merdeka.com para sekretaris desa (sekdes) di Kabupaten Grobogan yang diangkat menjadi PNS pada tahun 2010 akan menerima gaji dari status PNSnya ditambah 50% dari uang hasil pemanfaatan tanah bengkok. Menurut Sekda Grobogan H Sutomo HP didampingi Kabag Pemdes Agung Sutanto, keputusan itu tidak menyalahi aturan, karena di Kabupaten Grobogan sekdes tidak menerima dobel gaji. Sementara tambahan 50% dari uang hasil pemanfaatan tanah bengkok adalah sebagai tunjangan kinerja. Sementara itu, saat ini atau sebelum ada aturan baru, sekdes yang telah diangkat menjadi PNS masih berhak menggarap 50% dari

tanah bengkok yang pernah diberikan desa sebelum mereka diangkat menjadi PNS.Untuk tahun 2009, sekdes yang diangkat menjadi PNS boleh mengerjakan 50% tanah bengkok, karena berdasarkan Permendagri Nomor 4 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa, danSurat Edaran (SE) Mendagri tanggal 20 November 2008 Nomor 141/2325/SJ, disebutkan bahwa, sekretaris desa yang diangkat menjadi PNS masih bisa mengelola tanah bengkok sampai ada ketentuan yang mengatur lebih lanjut. Namun, aturan yang termaktub dalam SE Mendagri tersebut tidak berlaku lagi ketika terbit SE Mendagri Nomor 900/1303/SJ tertanggal 16 April 2009.

BAB IV PENUTUP
8

A. Kesimpulan
1. Tanah bengkok adalah bagian dari tanah desa yang merupakan Tanah Kas

Desa. Jadi tanah tersebut diperuntukkan bagi gaji pamong desa, yaitu: Kepala Desa dan Perangkat Desa. Mereka mempunyai hak untuk memperoleh penghasilan dari atas tanah yang diberikan oleh desa untuk memelihara kehidupan keluarganya dengan cara mengerjakan hasilnya dari hasil tanah itu karena jabatannya, jika di lain waktu yang bersangkutan tidak lagi menjabat sebagai pamong desa, maka tanah bengkok tersebut menjadi tanah kas desa. 2. Menurut Permendagri No. 4 tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Kekayaan Desa, pada Pasal 2 dan pasal 3, Tanah bengkok yang merupakan Tanah Kas Desa adalah bagian dari Kekayaan Desa dan Kekayaan desa menjadi milik desa.

B. Saran 1. Pemerintahan Desa merupakan unit terdepan dalam pelayanan kepada masyarakat serta menjadi tonggak utama untuk keberhasilan semua program baik yang dilaksanakan oleh Pemerintah (Pusat), Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Kabupaten. Oleh karena itu, kebijakan yang berorientasi kepada penguatan Desa adalah merupakan sesuatu keharusan yang tidak dapat ditunda dalam rangka mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat sebagai tujuan otonomi daerah.
9

2. Hal yang perlu disadari oleh semua jajaran aparat pemerintah di semua tingkatan adalah, bahwa tanggung jawab memajukan desa semata-mata bukan hanya tanggung jawab Pemerintah Kabupaten, namun juga tanggung jawab Pemerintah Provinsi dan Pusat. Desa adalah desanya Provinsi dan Kabupaten. Tanpa adanya desa, mustahil ada Provinsi dan Kabupaten, namun tanpa Provinsi dan Kabupaten, maka Desa tidak dapat berbuat banyak.

DAFTAR PUSTAKA

10

KOESNADI HARDJASOEMANTRI, Prof,Dr,SH,ML.Hukum Tata Lingkungan; Gadjah Mada University Press; Yogyakarta; 2000. PARLINDUNGAN,AP,Prof,Dr,SH. Komentar Atas Undang Undang Pokok Agraria; Mandar Maju; Bandung; 1998. Mr.TER HAAR BZN, Asas Asas dan Susunan Hukum Adat; Pradnya Paramita; Jakarta; 198

11

Anda mungkin juga menyukai