Ke di akhir sakabeh jalma bakal baralik ka jalan Gusti Allah, rabul jiga siraru pada neangan jalan tapi
lolobana anu sasar ambruk kana jurang, mana kudu gancang-gancang geura neangan jalan pikeun
balik ka jalan Gusti Allah, teu aya hartina lamun urang balikna ka jalan Gusti Allah wujud buruk tanpa
daya.
Istilah Sunda
Penggunaan istilah Sunda saat ini diidentifikan dengan isti lah Jawa Barat, padahal secara
histori memiliki sejarah yang berbeda. Kedua istilah tersebut mengalami perubahan pe
ngertian dan penafsiran, sehingga sering terjadi kekeliruan dan keragu-raguan dalam
penggunaannya, terutama ketika istilah Sunda hanya dikonotasikan politis, dianggap sukuis
me, sehingga terpaksa istilah Sunda dalam pergaulan sosial dan budaya harus diganti dengan
sebutan Jawa Barat.
Istilah Sunda dalam catatan masa lalu diterapkan untuk me nyebutkan suatu kawasan, atau
gugusan kepulauan yang ter letak diwilayah lautan Hindia Sebelah Barat (Sunda besar dan
Sunda kecil), bahkan istilah Sunda digunakan untuk me nunjukan gugusan kepulauan tersebut
didalam peta dunia, kecuali di Indonesia. Istilah Sunda ditemukan pula di dalam prasasti dan
naskah sejarah, digunakan untuk menyebutkan batas budaya dan kerajaan, bahkan bukan
hanya terbatas di dalam yuridiksi penerintahan Jawa Barat saat ini, melainkan jauh kewilayah
Jawa Tengah, didalam Catatan Bujangga Ma nik (abad ke-16) disebut Tungtung Sunda.
Menurut Edi S. Ekadjati dalam pidato pengukuhan jabatan gu ru besarnya yang berjudul
SUNDA, NUSANTARA, DAN INDONE SIA SUATU TINJAUAN SEJARAH (1995:3–4)
memaparkan bahwa: Secara historis, Ptolemaeus, ahli ilmu bumi bangsa Yunani, merupakan
orang pertama yang menyebut Sunda sebagai na ma tempat. Dalam buku karangannya yang
ditulis sekitar tahun 150 Masehi ia menyebutkan bahwa ada tiga pulau yang dinamai Sunda
yang terletak di sebelah timur India (At mamihardja, 1958: 8). Kiranya berdasarkan informasi
dari Ptolemaeus inilah, ahli-ahli ilmu bumi Eropa kemudian meng gunakan kata Sunda untuk
menamai wilayah dan beberapa pulau yang terletak di sebelah timur India. Hal yang sama di
ungkapkan oleh seorang ahli geologi Belanda R.W. van Bem melen menjelaskan bahwa
Sunda adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menamai suatu daratan bagian barat laut
India Timur, sedangkan dataran bagian tenggaranya di na mai Sahul.
Menurut Gonda (1973: 345-346), pada mulanya kata SUD-DHA dalam bahasa Sansekerta
digunakan untuk menyebut kan sebuah gunung yang menjulang tinggi di bagian barat Pu lau
Jawa, dari jauh tampak putih bercahaya karena tertutup oleh abu yang berasal dari letusan
gunung tersebut. Gunung Sunda itu terletak di sebelah barat Gunung Tangkuban Para hu.
Kemudian nama tersebut diterapkan pula pada wilayah tempat gunung itu berada dan
penduduknya. Mungkin sekali pemberian nama Sunda bagi wilayah bagian barat Pulau Ja wa
terinspirasi oleh nama sebuah kota dan atau kerajaan di India yang terletak di pesisir barat
India antara kota pelabu han Goa dan Karwar (ENI, IV, 1921: 14-15). Selanjutnya, Sunda
dijadikan nama kerajaan di bagian barat Pulau Jawa yang beribukota di Pakuan Pajajaran,
sekitar Kota Bogor se karang. Kerajaan Sunda ini telah diketahui berdiri pada abad ke-7
Masehi dan berakhir pada tahun 1579 Masehi (Danasas mita dkk, 1984: 1-27; Danasasmita
dkk, IV, 1984; Djajadi niningrat, 1913: 75).
R. Mamun Atmamihardja, dalam bukunya Sejarah Sunda I (1956) mencatat beberapa arti
yang didasarkan pada berba gai kamus bahasa, yaitu :
Sanksakerta : - Sopan, bersinar, terang, putih;
- Nama Dewa Wisnu;
- Ksatriya Buta (daitya) dalam cerita Upa Sunda dan Ni Sunda
- Ksatriya Wanara dalam cerita Ramayana
- Nama Gunung di Bandung Utara
Kawi :
- Air, tumpukan, pangkat, waspada
Jawa:
- Bersatu; penyusun; dua (nama chandrasang kala)
- Unda - naik; Unda – terbang.
- Sunda :
- Saunda atau Saundana Lumbung Padi
- Sonda – bagus; indah; menyenangkan;
- Sonda – terkenal
- Sonda – laki laki tampan
- Sundara – nama Dewa Kamajaya
- Sundari – perempuan cantik
DATARAN SUNDA dikelilingi oleh sistem Gunung Sunda yang me lingkar (CIRCUM-
SUNDA MOUNTAIN SYSTEM) yang panjangnya se kitar 7000 km. Dataran Sunda itu
terdiri dari dua bagian uta ma, yaitu (1) bagian utara yang meliputi Kepulauan Filipina dan
pulau-pulau karang sepanjang Lautan Pasifik bagian ba rat dan (2) bagian selatan yang
terbentang dari barat ke ti mur sejak Lembah Brahmaputera di Assam (India) hingga Maluku
bagian selatan. Dataran Sunda itu bersambung deng an kawasan sistem Gunung Himalaya di
barat dan dataran Sa hul di timur (Bemmelen, 1949: 2-3).
Selanjutnya, sejumlah pulau yang kemudian terbentuk di da taran Sunda diberi nama dengan
menggunakan istilah Sunda pula, yakni KEPULAUAN SUNDA BESAR dan KEPULAUAN
SUNDA KECIL. Kepulauan Sunda Besar ialah himpunan pulau yang be rukuran besar yang
terdiri atas pulau-pulau: Sumatera, Jawa, Madura, dan Kalimantan. Adapun Kepulauan Sunda
Kecil me rupakan gugusan pulau-pulau: Bali, Lombok, Sumbawa, Flo res, Sumba, Timor
(Bemmelen, 1949: 15-16). Namun kemudi an istilah Sunda Besar dan Sunda Kecil tidak
dipakai lagi da lam percaturan ilmu bumi Indonesia.
Pendapat diatas tentunya mendekati paradigma masyarakat saat ini yang sedang mencari
jejak Benua Antlantis, seperti Stephen Oppenheimer, seorang Profesor dari Universitas
Oxford dan Arysio Santios, Profesor dari Brazil. Konon berda sarkan penemuan para ahli
Amerika dan Jepang, yang menga cu pada ciri ciri kehidupan dan genetika manusianya,
benua tersebut berada diwilayah yang saat ini disebut dataran Sunda. Didaerah ini pun
ditemukan jejak arkeolog peningga lan prasejarah, seperti Situs Gunung Padang yang berada
dibeberapa tempat, seperti Cianjur dan Ciwidey. Beluim lagi penemuan di Bukit Dago dan
Gunung Masigit. Terakhir digu nung lalakon.
Oppenheimer dalam diskusi bedah bukunya berjudul ‘Eden in The East’ di gedung LIPI,
Jalan Gatot Subroto, Jakarta Pu sat, Kamis 28 Oktober 2010, menyebutkan, bahwa : Sejarah
selama ini mencatat bahwa induk peradaban manusia mo dern itu berasal dari Mesir,
Mediterania dan Mesopotamia. Tetapi, nenek moyang dari induk peradaban manusia mo dern
berasal dari tanah Melayu yang sering disebut deng an Sundaland atau Indonesia. Apa
buktinya? “Peradaban agrikultur Indonesia lebih dulu ada dari peradaban agrikul tur lain di
dunia. Dalam perjalanan yang dilakukannya, Op penheimer dimulai dengan komentar tanpa
sengaja di sebu ah desa zaman batu di Papua Nugini. Dari situ dia mendapati kisah
pengusiran petani dan pelaut di pantai Asia Tenggara, yang diikuti serangkaian banjir pasca-
sungai es hingga me ngarah pada perkembangan budaya di seluruh Eurasia. Op penheimer
meyakini temuan-temuannya itu, dan menyim pulkan bahwa benih dari budaya maju, ada di
Indonesia. Buku ini mengubah secara radikal pandangan tentang pra sejarah.
Pada akhir Zaman Es, banjir besar yang diceritakan dalam kitab suci berbagai agama benar-
benar terjadi dan meneng gelamkan paparan benua Asia Tenggara untuk selamanya. Hal itu
yang menyebabkan penyebaran populasi dan tumbuh suburnya berbagai budaya Neolitikum
di Cina, India, Meso potamia, Mesir dan Mediterania Timur. Akar permasalahan dari
pemekaran besar peradaban di wilayah subur di Timur Dekat Kuno, berada di garis-garis
pantai Asia Tenggara yang terbenam. “Indonesia telah melakukan aktivitas pelayaran,
memancing, menanam jauh sebelum orang lain melakukan nya.” Oppenheimer
mengungkapkan bahwa orang-orang Poli nesia (penghuni Benua Amerika) tidak datang dari
Cina, tapi dari pulau-pulau Asia Tenggara. Sementara penanaman be ras yang sangat pokok
bagi masyarakat tidak berada di Cina atau India, tapi di Semenanjung Malaya pada 9.000
tahun lalu.
Pendapat ini tentunya menuai tanggapan dari berbagai pihak dari yang mendukung sampai
dengan yang tidak percaya, bahkan banyak pula para akhli Indonesia maupun para In
donesianis menyangkal pendapatnya. Persoalannya sekarang mampukah kita menemukan
jawaban atas pencarian terse but, atau hanya ‘bakutet’ seperti “monyet ngagugulung kala
pa ?”. Jika dikelak kemudian hari pertanyaan tersebut ter jawabkan, tentunya akan mampu
merubah peta kesejarahan dunia.
Kisah yang dimaksudkan Ekadjati tersebut sama dengan yang dimaksud Pleyte (1914), kisah
berdirinya kerajaan Sun da terdapat dalam naskah Kuna dan berbahasa Sunda Kuna. Pendiri
dari kerajaan Sunda adalah Terusbawa. Sedangkan eksistensinya ditemukan dalam naskah
Nagarakretabhumi (sumber sekunder), yang menjelaskan Terusbawa memerin tah pada tahun
591 sampai dengan 645 Saka, bertepatan dengan tahun 669/670 sampai dengan 723/724
Masehi.
Kisah berdirinya Sunda sebagai nama kerajaan di dalam Pustaka Jawadwipa I sarga 3
dikisahkan, sebagai berikut :
Telas karuhun wus hana ngaran deca Sunda tathapi ri sawaka ning rajya Taruma. Tekwan
ring usana kang ken ngaran kitha Sundapura. Iti ngaran purwapras tawa saking
Bharatanagari. (Sesungguhnya dahulu telah ada nama daerah Sunda tetapi menjadi bawahan
kerajaan Taruma. Pada masa lalu diberi nama (kota) Sundapura. Nama ini berasal dari negeri
India).
Generasi muda sekarang lebih memahami batas sunda bagi an timur adalah Cirebon.
Penafsiran demikian tidak dapat di salahkan, mengingat pada masa Belanda yuridiksi
Propinsi Ja wa Barat dibatasi hanya sampai Cirebon. Ekadjati dalam tuli sannya tentang
Sajarah Sunda mengemukakan, bahwa :
Tanah Sunda perenahna di beulah kulon hiji pulo anu ayeuna jenenganana Pulo Jawa. Ku
kituna eta weweng kon disebut oge Jawa Kulon. Ceuk urang Walanda mah West Java. Sacara
formal istilah West Java digunakeun ti mimiti taun 1925, nalika pamarentah kolonial nga
degkeun pamarentah daerah anu statusna otonom sarta make ngaran Provincie West Java.
Timimiti za man Republik Indonesia (1945) eta ngaran propinsi anu make basa Walanda teh
diganti ku basa Indonesia jadi Propinsi Jawa Barat’.
Wilayah Tarumanagara pada masa Purnawarman membawa hi 46 kerajaan daerah. Jika
dibentangkan dalam peta daerah tersebut meliputi jawa bagian barat (Banten hingga Kali Sera
yu dan Kali Brebes Jawa Tengah). Paska pemisahan Galuh secara praktis kerajaan Sunda
terbagi dua, sebelah barat Su ngai Citarum dikuasai Sunda (Terusbawa) dan sebelah Su ngai
Citarum bagian timur dikuasai Galuh (Wretikandayun). Penyatuan kembali Sunda dengan
Galuh dimasa lalu terjadi beberapa kali, seperti pada masa Sanjaya, Manarah, Niskala Wastu
Kancana dan Sri Baduga Maharaja.
Untuk menyelusuri batas budaya, ada beberapa versi yang dapat diacu : Pertama, berdasarkan
Naskah Bujangga Manik, yang mencatatkan perjalanannya pada abad ke-16, mengun jungi
tempat-tempat suci di Pulau Jawa dan Bali, naskah ter sebut diakui sebagai naskah primer,
saat ini disimpan di Per pustakaan Boedlian, Oxford University, Inggris sejak tahun 1627,
batas kerajaan Sunda di sebelah timur adalah sungai Cipamali (kali Brebes) dan sungai
Ciserayu (Kali Serayu) Ja wa Tengah. Dalam catatan Bujangga Manik disebutkan deng an
isitilah Tungtung Sunda, bahkan menurut Wangsakerta, : wilayah kerajaan Sunda mencakup
beberapa daerah Lam pung. Hal ini terjadi pasca pernikahan antara keluarga kera jaan Sunda
dan Lampung. Hanya saja Lampung dipisahkan dari bagian lain kerajaan Sunda oleh Selat
Sunda. Disisi lain nya. Sunda memang tidak membentuk kerajaannya sebagai kerajaan
Maritim.
Kedua, menurut Tome Pires (1513) dalam catatan perjalanan nya, yang kemudian dibukukan
dalam suatu judul Summa Oriental, menyebutkan batas wilayah kerajaan Sunda : ada juga
yang menegaskan, kerajaan Sunda meliputi setengah pulau Jawa. Sebagian orang lainnya
berkata bahwa kerajaan Sunda mencakup sepertiga pulau Jawa ditambah seperdela pannya
lagi. Keliling pulau Sunda tiga ratus legoa. Ujungnya adalah Cimanuk
KERAJAAN SUNDA
Di dalam buku Rintisan Penelusuran Masa Silam Sejarah Jawa Barat (RPMSJB), uraian
tentang kerajaan sunda nampak nya dibatasi sejak Maharaja Terusbawa sampai dengan Citra
ganda, atau sejak tahun 669 M sampai dengan tahun 1311 M. Hal ini dapat dipahami
mengingat pembahasan kerajaan-ke rajaan yang ada di tatar Sunda diuraikan tersendiri,
seperti Sunda, Galuh, Kawali dan Pajajaran.
Pembahasan kesejarahan ini jauh lebih luas dibandingkan dengan paradigma masyarakat
tradisional yang selalu mengait kan Sunda dengan simbol-simbol Pajajaran, atau kerajaan
Sunda terakhir. Jika budaya Sunda hanya dipahami hanya sebatas Pajajaran, dengan satu-
satunya raja yang terkenal, yakni Prabu Silihwangi, maka masyarakat ditatar Sunda akan
berpotensi untuk makin kehilangan jejak kesejarahannya. Masalahnya adalah, mampukah
masyarakat Sunda merubah paradigmanya untuk melemparkan kemasa yang lebih jauh
kebelakang melebihi jejak Pajajaran dan Siliwanginya ?.
Sebutan Sunda untuk nama kerajaan di Tatar Sunda yang me ngambil dari garis keturunan
Terusbawa agak kurang tepat jika dikaitkan dengan kesejarahan Sunda yang sebenarnya.
Istilah Sunda sudah dikenal sebelum digunakan oleh Terus bawa, bahkan prasasti Pasir
Muara yang menunjukan tahun 458 Saka (536 M) telah menyebutkan adanya raja Sunda.
Secara logika sangat wajar jika ditafsirkan bahwa istilah Sunda sudah digunakan sebelum
tahun tersebut, karena prasasti dimaksud tentunya tidak dibuat langsung bertepatan dengan
istilah Sunda ditemukan. Dan prasasti tersebut tidak menan dakan dimulainya entitas Sunda,
namun hanya menerang kan, bahwa memang telah ada penguasa Sunda yang berkuasa pada
waktu itu.
Istilah Tarumanagara dimungkinkan diterapkan untuk nama kerajaan Sunda yang berada di
tepi kali Citarum. Menurut be berapa versi, istilah Sunda digunakan ketika Ibukota Taru
managara dipindahkan ke wilayah Bogor. Jika saja ada kaitannya antara Tarumanagara
dengan Salakanagara, kemungki nan besar istilah Sunda juga sudah digunakan untuk nama ke
rajaan daerah atau jejak budaya manusia yang ada di dataran Sunda.
Istilah Sunda (Sundapura) sebelumnya pernah digunakan oleh Purnawarman sebagai pusat
pemerintahan. Tarumana gara berakhir pasca wafatnya Linggawarman (669 M). Terus bawa
adalah menantu Linggawarman menikah dengan Dewi Manasih, putrinya. Tarusbawa
dinobatkan dengan nama MA HARAJA TARUSBAWA DARMAWASKITA
MANUNGGAL JAYA SUNDA SEMBAWA. Dari sini para penulis sejarah Sunda pada
umum nya mencatat dimulainya penggunaan nama kerajaan Sunda
LETAK SUNDAPURA
Tentang letak Sundapura jika dikaitkan dengan prasasti Kam pung Muara dan Prasasti
Kebantenan menimbulkan perta nyaan. Karena bisa ditafsirkan, perpindahan ibukota Taruma
dari Sundapura telah terjadi sejak masa Suryawarman. Prasasti tersebut menurut Saleh
Danasasmita dibuat pada tahun 584, masa Tarumanagara, namun menurut para akhli lainnya
dibuat tahun 854, menunjukan pada masa Kerajaan Sunda. Letak prasasti Muara dahulu
termasuk berada diwilayah kerajaan Pasir Muara, raja daerah bawahan Tarumanagara
sehingga dimungkin prasasti tersebut peninggalan masa Tarumanagara.
PERPINDAHAN IBUKOTA
Pemindahan pusat pemerintahan ke Sundapura memiliki alasan, bukan karena Sundapura
adalah daerah asal Terusbawa, melainkan erat kaitannya dengan masalah pemerintahan.
Terusbawa menginginkan kembalinya kejayaan Tarumanagara sebagai mana pada masa
Purnawarman, yang memindah kan ibukota Tarumanagara ke Sundapura. Namun tidak mem
perhitungkan akibat politis dari pemindahan ibukota.
Pada saat itu kondisi Tarumanagara sudah tidak sekuat masa lalu. Tarumanagara pasca
meninggalnya Purnawarman pa mornya sudah mulai turun di mata raja-raja daerah, terutama
pasca kekacauan yang terjadi diintern istana. Banyak raja-raja daerah yang melakukan
pembangkangan, terutama yang berada di wilayah sebelah timur Citarum. Disisi lain nama
Sriwijaya dan Kalingga sudah mulai naik pamornya sebagai pesaing Tarumanagara. Dengan
pertimbangan ini Wretikandayun menyatakan Galuh membebaskan diri dari Sunda. Sejak
saat itu ditatar Sunda muncul dua kerajaan kembar, yakni Sunda dan Galuh.
Perbedaan Sunda dengan Galuh bukan hanya menyangkut masalah pemerintahan, bahkan
budayanya. Menurut Saleh Danasasmita, Sunda dengan Galuh memiliki entitas yang mandiri
dan ada perbedaan tradisi yang mendasar. Hal yang sama dikemu kakan Prof. Anwas
Adiwilaga, menurutnya Urang Galuh adalah Urang Cai sedangkan Urang Sunda dise but
sebagai Urang Gunung. Mayat Urang Galuh ditereb atau dilarung, sedangkan mayat Urang
Sunda dikurebkeun. Penya tuan tradisi tersebut diperkirakan baru tercapai pada abad ke-13,
dengan mengistilahkan penduduk dibagian barat dan timur Citarum (citarum = batas alam
Sunda dan Galuh) deng an sebutan “Urang Sunda”. Sebutan tersebut bukan hasil kese
pakatan para penguasanya, melainkan muncul dengan sendi rinya.
Pasca ditemukannya Prasasti Kawali 1, para ahli sejarah Sunda Kuna pada umumnya
berpebdapat, bahwa : “Dengan demi kian pengertian Galuh dan Sunda antara 1333 – 1482
Masehi harus dihubungkan dengan Kawali (ibukota Sunda dengan Galuh pasca bergabung
kembali) walaupun di Pakuan ada penguasa daerah. Keraton Galuh sudah ditinggalkan atau
fungsinya sebagai tempat kedudukan pemerintah pusat su dah berakhir. Sedangkan Kerajaan
Sunda Pra Kawali disebut-sebut hingga masa pemerintahan Citraganda.
Penggunaan istilah West Java secara resmi digunakan pada tahun 1925, ketika itu dibentuk
Province West Java, sedang kan Province Midden Jawa dan Oost Java dilakukan pada tahun
1926. Dari sejarah masa lalu orang Sunda menginginkan menggunakan istilah Sunda untuk
provinsi yang berada di Jawa Barat (Ekadjati, 2005, hal. 11). Upaya tersebut nam pak dimasa
lalu. Pertama, menyosialisasikan kepada masyarakat Pasundan tentang konsekwensi
dibentuknya provinsi itu, secara lisan maupun diwartakan di mass media. Kedua, mengajukan
permohonan kepada pemerintahan kolonial Hin dia Belanda, agar nama provinsi ini disebut
Pasundan, beribu kota di Bandung. Permohonan tersebut dipenuhi dan dikeluarkan penetapan
tentang pembentukan provinsi Pasundan, sebagaimana dimuat dalam Sttatsblad no. 25 dan
378 tahun 1925). Isi staatsblad tersebut menyatakan, bahwa ..... West Java, in
inheemschetalen aan te duiden als Pasoendan ....” (Jawa Barat, dalam bahasa orang pribumi
(bahasa Sunda) me nunjuk sebagai Pasundan. Namun mengenai ibukotanya masih tetap
menunjuk Provincie West Java beribukota di Batavia. Pada saat mewujudkan konsep negara
federal di Indonesia (1948-1949), nama negara bagian yang telah di persiapkan bernama
Pasundan, sekalipun pada saat persiapannya bernama Jawa Barat. Ketiga, Kongres Pemuda
Sunda (1956) mengeluarkan pernyataan (proklamasi), bahwa nama Jawa Barat diganti
dengan nama Sunda. Sebagai konsekwensinya nama Jawa Tengah menjadi nama Jawa Barat,
sedangkan nama Pulau Jawa diganti dengan nama Nusa Selatan.
Berdasarkan undang-undang yang berlaku, sejak tahun 1925 dan pasca Kemerdekaan, nama
Provinsi Jawa Barat masih tetap digunakan untuk wilayah Pulau Jawa Bagian Barat, akan
tetapi lama kelamaan perkembangan di masyarakat dan karya-karya tulisan juga
menggunakan istilah nama Jawa Barat, sehingga menjadi nama resmi. Istilah Sunda pada
akhirnya hanya digunakan untuk menunjukan orang dan budaya yang ada di Pulau Jawa
Bagian Barat. Jika saja nama Sunda digunakan untuk menunujuk wilayah, maka hanya di
tujukan untuk kondisi wilayah di masa lalu, atau batas budaya.
Istilah Sunda dalam catatan masa lalu diterapkan untuk menyebutkan suatu kawasan, yakni
Sunda besar dan Sunda kecil, sedangkan didalam prasasti dan naskah sejarah di gunakan
untuk menyebutkan batas budaya dan kerajaannya. Batas wilayah Sunda (Pasundan) didalam
Catatan Bujangga Manik (dibuat abad 16) disebut “Tungtung Sunda”. Batas yang melampaui
yuridiksi Jawa Barat sekarang, yakni di timur sampai dengan Cipamali. (***)Istilah Sunda
Penggunaan istilah Sunda saat ini diidentifikan dengan isti lah Jawa Barat, padahal secara
histori memiliki sejarah yang berbeda. Kedua istilah tersebut mengalami perubahan pe
ngertian dan penafsiran, sehingga sering terjadi kekeliruan dan keragu-raguan dalam
penggunaannya, terutama ketika istilah Sunda hanya dikonotasikan politis, dianggap sukuis
me, sehingga terpaksa istilah Sunda dalam pergaulan sosial dan budaya harus diganti dengan
sebutan Jawa Barat.
Istilah Sunda dalam catatan masa lalu diterapkan untuk me nyebutkan suatu kawasan, atau
gugusan kepulauan yang ter letak diwilayah lautan Hindia Sebelah Barat (Sunda besar dan
Sunda kecil), bahkan istilah Sunda digunakan untuk me nunjukan gugusan kepulauan tersebut
didalam peta dunia, kecuali di Indonesia. Istilah Sunda ditemukan pula di dalam prasasti dan
naskah sejarah, digunakan untuk menyebutkan batas budaya dan kerajaan, bahkan bukan
hanya terbatas di dalam yuridiksi penerintahan Jawa Barat saat ini, melainkan jauh kewilayah
Jawa Tengah, didalam Catatan Bujangga Ma nik (abad ke-16) disebut Tungtung Sunda.
Menurut Edi S. Ekadjati dalam pidato pengukuhan jabatan gu ru besarnya yang berjudul
SUNDA, NUSANTARA, DAN INDONE SIA SUATU TINJAUAN SEJARAH (1995:3–4)
memaparkan bahwa: Secara historis, Ptolemaeus, ahli ilmu bumi bangsa Yunani, merupakan
orang pertama yang menyebut Sunda sebagai na ma tempat. Dalam buku karangannya yang
ditulis sekitar tahun 150 Masehi ia menyebutkan bahwa ada tiga pulau yang dinamai Sunda
yang terletak di sebelah timur India (At mamihardja, 1958: 8). Kiranya berdasarkan informasi
dari Ptolemaeus inilah, ahli-ahli ilmu bumi Eropa kemudian meng gunakan kata Sunda untuk
menamai wilayah dan beberapa pulau yang terletak di sebelah timur India. Hal yang sama di
ungkapkan oleh seorang ahli geologi Belanda R.W. van Bem melen menjelaskan bahwa
Sunda adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menamai suatu daratan bagian barat laut
India Timur, sedangkan dataran bagian tenggaranya di na mai Sahul.
Menurut Gonda (1973: 345-346), pada mulanya kata SUD-DHA dalam bahasa Sansekerta
digunakan untuk menyebut kan sebuah gunung yang menjulang tinggi di bagian barat Pu lau
Jawa, dari jauh tampak putih bercahaya karena tertutup oleh abu yang berasal dari letusan
gunung tersebut. Gunung Sunda itu terletak di sebelah barat Gunung Tangkuban Para hu.
Kemudian nama tersebut diterapkan pula pada wilayah tempat gunung itu berada dan
penduduknya. Mungkin sekali pemberian nama Sunda bagi wilayah bagian barat Pulau Ja wa
terinspirasi oleh nama sebuah kota dan atau kerajaan di India yang terletak di pesisir barat
India antara kota pelabu han Goa dan Karwar (ENI, IV, 1921: 14-15). Selanjutnya, Sunda
dijadikan nama kerajaan di bagian barat Pulau Jawa yang beribukota di Pakuan Pajajaran,
sekitar Kota Bogor se karang. Kerajaan Sunda ini telah diketahui berdiri pada abad ke-7
Masehi dan berakhir pada tahun 1579 Masehi (Danasas mita dkk, 1984: 1-27; Danasasmita
dkk, IV, 1984; Djajadi niningrat, 1913: 75).
R. Mamun Atmamihardja, dalam bukunya Sejarah Sunda I (1956) mencatat beberapa arti
yang didasarkan pada berba gai kamus bahasa, yaitu :
Sanksakerta : - Sopan, bersinar, terang, putih;
- Nama Dewa Wisnu;
- Ksatriya Buta (daitya) dalam cerita Upa Sunda dan Ni Sunda
- Ksatriya Wanara dalam cerita Ramayana
- Nama Gunung di Bandung Utara
Kawi :
- Air, tumpukan, pangkat, waspada
Jawa:
- Bersatu; penyusun; dua (nama chandrasang kala)
- Unda - naik; Unda – terbang.
- Sunda :
- Saunda atau Saundana Lumbung Padi
- Sonda – bagus; indah; menyenangkan;
- Sonda – terkenal
- Sonda – laki laki tampan
- Sundara – nama Dewa Kamajaya
- Sundari – perempuan cantik
DATARAN SUNDA dikelilingi oleh sistem Gunung Sunda yang me lingkar (CIRCUM-
SUNDA MOUNTAIN SYSTEM) yang panjangnya se kitar 7000 km. Dataran Sunda itu
terdiri dari dua bagian uta ma, yaitu (1) bagian utara yang meliputi Kepulauan Filipina dan
pulau-pulau karang sepanjang Lautan Pasifik bagian ba rat dan (2) bagian selatan yang
terbentang dari barat ke ti mur sejak Lembah Brahmaputera di Assam (India) hingga Maluku
bagian selatan. Dataran Sunda itu bersambung deng an kawasan sistem Gunung Himalaya di
barat dan dataran Sa hul di timur (Bemmelen, 1949: 2-3).
Selanjutnya, sejumlah pulau yang kemudian terbentuk di da taran Sunda diberi nama dengan
menggunakan istilah Sunda pula, yakni KEPULAUAN SUNDA BESAR dan KEPULAUAN
SUNDA KECIL. Kepulauan Sunda Besar ialah himpunan pulau yang be rukuran besar yang
terdiri atas pulau-pulau: Sumatera, Jawa, Madura, dan Kalimantan. Adapun Kepulauan Sunda
Kecil me rupakan gugusan pulau-pulau: Bali, Lombok, Sumbawa, Flo res, Sumba, Timor
(Bemmelen, 1949: 15-16). Namun kemudi an istilah Sunda Besar dan Sunda Kecil tidak
dipakai lagi da lam percaturan ilmu bumi Indonesia.
Pendapat diatas tentunya mendekati paradigma masyarakat saat ini yang sedang mencari
jejak Benua Antlantis, seperti Stephen Oppenheimer, seorang Profesor dari Universitas
Oxford dan Arysio Santios, Profesor dari Brazil. Konon berda sarkan penemuan para ahli
Amerika dan Jepang, yang menga cu pada ciri ciri kehidupan dan genetika manusianya,
benua tersebut berada diwilayah yang saat ini disebut dataran Sunda. Didaerah ini pun
ditemukan jejak arkeolog peningga lan prasejarah, seperti Situs Gunung Padang yang berada
dibeberapa tempat, seperti Cianjur dan Ciwidey. Beluim lagi penemuan di Bukit Dago dan
Gunung Masigit. Terakhir digu nung lalakon.
Oppenheimer dalam diskusi bedah bukunya berjudul ‘Eden in The East’ di gedung LIPI,
Jalan Gatot Subroto, Jakarta Pu sat, Kamis 28 Oktober 2010, menyebutkan, bahwa : Sejarah
selama ini mencatat bahwa induk peradaban manusia mo dern itu berasal dari Mesir,
Mediterania dan Mesopotamia. Tetapi, nenek moyang dari induk peradaban manusia mo dern
berasal dari tanah Melayu yang sering disebut deng an Sundaland atau Indonesia. Apa
buktinya? “Peradaban agrikultur Indonesia lebih dulu ada dari peradaban agrikul tur lain di
dunia. Dalam perjalanan yang dilakukannya, Op penheimer dimulai dengan komentar tanpa
sengaja di sebu ah desa zaman batu di Papua Nugini. Dari situ dia mendapati kisah
pengusiran petani dan pelaut di pantai Asia Tenggara, yang diikuti serangkaian banjir pasca-
sungai es hingga me ngarah pada perkembangan budaya di seluruh Eurasia. Op penheimer
meyakini temuan-temuannya itu, dan menyim pulkan bahwa benih dari budaya maju, ada di
Indonesia. Buku ini mengubah secara radikal pandangan tentang pra sejarah.
Pada akhir Zaman Es, banjir besar yang diceritakan dalam kitab suci berbagai agama benar-
benar terjadi dan meneng gelamkan paparan benua Asia Tenggara untuk selamanya. Hal itu
yang menyebabkan penyebaran populasi dan tumbuh suburnya berbagai budaya Neolitikum
di Cina, India, Meso potamia, Mesir dan Mediterania Timur. Akar permasalahan dari
pemekaran besar peradaban di wilayah subur di Timur Dekat Kuno, berada di garis-garis
pantai Asia Tenggara yang terbenam. “Indonesia telah melakukan aktivitas pelayaran,
memancing, menanam jauh sebelum orang lain melakukan nya.” Oppenheimer
mengungkapkan bahwa orang-orang Poli nesia (penghuni Benua Amerika) tidak datang dari
Cina, tapi dari pulau-pulau Asia Tenggara. Sementara penanaman be ras yang sangat pokok
bagi masyarakat tidak berada di Cina atau India, tapi di Semenanjung Malaya pada 9.000
tahun lalu.
Pendapat ini tentunya menuai tanggapan dari berbagai pihak dari yang mendukung sampai
dengan yang tidak percaya, bahkan banyak pula para akhli Indonesia maupun para In
donesianis menyangkal pendapatnya. Persoalannya sekarang mampukah kita menemukan
jawaban atas pencarian terse but, atau hanya ‘bakutet’ seperti “monyet ngagugulung kala
pa ?”. Jika dikelak kemudian hari pertanyaan tersebut ter jawabkan, tentunya akan mampu
merubah peta kesejarahan dunia.
Data lain yang menyebutkan tentang istilah Sunda ditemu kan pula, dengan penjelasan:
“pemerintahan Suryawarman meninggalkan sebuah prasasti batu yang ditemjukan di kam
pung Pasir Muara (Cibungbulang) di tepi sawah kira-kira 1 kilometer dari prasasti telapak
gajah peninggalan Purnawar man. Prasasti ini berisi inskripsi sebanyak 4 baris. Bacaannya
(menurut Bosch) ;
ini sabdakalanda juru pangambat i kawihaji panyca pasagi marsandeca barpulihkan haji su –
nda. (Ini tanda ucapan Rakryan Juru Pangambat dalam [tahun Saka] 458 [bahwa]
pemerintahan daerah dipulihkan kepada raja Sunda”.
Suryawarman di dalam sejarah tatar Pasundan tercatat seba gai raja Tarumanagara ketujuh.
Diperkirakan memerintah pada tahun 457 sampai dengan tahun 483 Saka, bertepatan dengan
tahun 536 sampai dengan tahun 561 masehi, sedang kan tahun 458 Saka bertepatan dengan
536 masehi atau abad ke enam masehi. Sampai saat ini tidak kurang dari 20 buah jumlah
prasasti yang ditemukan di wilayah Jawa Barat sekarang.
Kisah yang dimaksudkan Ekadjati tersebut sama dengan yang dimaksud Pleyte (1914), kisah
berdirinya kerajaan Sun da terdapat dalam naskah Kuna dan berbahasa Sunda Kuna. Pendiri
dari kerajaan Sunda adalah Terusbawa. Sedangkan eksistensinya ditemukan dalam naskah
Nagarakretabhumi (sumber sekunder), yang menjelaskan Terusbawa memerin tah pada tahun
591 sampai dengan 645 Saka, bertepatan dengan tahun 669/670 sampai dengan 723/724
Masehi.
Kisah berdirinya Sunda sebagai nama kerajaan di dalam Pustaka Jawadwipa I sarga 3
dikisahkan, sebagai berikut :
Telas karuhun wus hana ngaran deca Sunda tathapi ri sawaka ning rajya Taruma. Tekwan
ring usana kang ken ngaran kitha Sundapura. Iti ngaran purwapras tawa saking
Bharatanagari. (Sesungguhnya dahulu telah ada nama daerah Sunda tetapi menjadi bawahan
kerajaan Taruma. Pada masa lalu diberi nama (kota) Sundapura. Nama ini berasal dari negeri
India).
Generasi muda sekarang lebih memahami batas sunda bagi an timur adalah Cirebon.
Penafsiran demikian tidak dapat di salahkan, mengingat pada masa Belanda yuridiksi
Propinsi Ja wa Barat dibatasi hanya sampai Cirebon. Ekadjati dalam tuli sannya tentang
Sajarah Sunda mengemukakan, bahwa :
Tanah Sunda perenahna di beulah kulon hiji pulo anu ayeuna jenenganana Pulo Jawa. Ku
kituna eta weweng kon disebut oge Jawa Kulon. Ceuk urang Walanda mah West Java. Sacara
formal istilah West Java digunakeun ti mimiti taun 1925, nalika pamarentah kolonial nga
degkeun pamarentah daerah anu statusna otonom sarta make ngaran Provincie West Java.
Timimiti za man Republik Indonesia (1945) eta ngaran propinsi anu make basa Walanda teh
diganti ku basa Indonesia jadi Propinsi Jawa Barat’.
Wilayah Tarumanagara pada masa Purnawarman membawa hi 46 kerajaan daerah. Jika
dibentangkan dalam peta daerah tersebut meliputi jawa bagian barat (Banten hingga Kali Sera
yu dan Kali Brebes Jawa Tengah). Paska pemisahan Galuh secara praktis kerajaan Sunda
terbagi dua, sebelah barat Su ngai Citarum dikuasai Sunda (Terusbawa) dan sebelah Su ngai
Citarum bagian timur dikuasai Galuh (Wretikandayun). Penyatuan kembali Sunda dengan
Galuh dimasa lalu terjadi beberapa kali, seperti pada masa Sanjaya, Manarah, Niskala Wastu
Kancana dan Sri Baduga Maharaja.
Untuk menyelusuri batas budaya, ada beberapa versi yang dapat diacu : Pertama, berdasarkan
Naskah Bujangga Manik, yang mencatatkan perjalanannya pada abad ke-16, mengun jungi
tempat-tempat suci di Pulau Jawa dan Bali, naskah ter sebut diakui sebagai naskah primer,
saat ini disimpan di Per pustakaan Boedlian, Oxford University, Inggris sejak tahun 1627,
batas kerajaan Sunda di sebelah timur adalah sungai Cipamali (kali Brebes) dan sungai
Ciserayu (Kali Serayu) Ja wa Tengah. Dalam catatan Bujangga Manik disebutkan deng an
isitilah Tungtung Sunda, bahkan menurut Wangsakerta, : wilayah kerajaan Sunda mencakup
beberapa daerah Lam pung. Hal ini terjadi pasca pernikahan antara keluarga kera jaan Sunda
dan Lampung. Hanya saja Lampung dipisahkan dari bagian lain kerajaan Sunda oleh Selat
Sunda. Disisi lain nya. Sunda memang tidak membentuk kerajaannya sebagai kerajaan
Maritim.
Kedua, menurut Tome Pires (1513) dalam catatan perjalanan nya, yang kemudian dibukukan
dalam suatu judul Summa Oriental, menyebutkan batas wilayah kerajaan Sunda : ada juga
yang menegaskan, kerajaan Sunda meliputi setengah pulau Jawa. Sebagian orang lainnya
berkata bahwa kerajaan Sunda mencakup sepertiga pulau Jawa ditambah seperdela pannya
lagi. Keliling pulau Sunda tiga ratus legoa. Ujungnya adalah Cimanuk
KERAJAAN SUNDA
Di dalam buku Rintisan Penelusuran Masa Silam Sejarah Jawa Barat (RPMSJB), uraian
tentang kerajaan sunda nampak nya dibatasi sejak Maharaja Terusbawa sampai dengan Citra
ganda, atau sejak tahun 669 M sampai dengan tahun 1311 M. Hal ini dapat dipahami
mengingat pembahasan kerajaan-ke rajaan yang ada di tatar Sunda diuraikan tersendiri,
seperti Sunda, Galuh, Kawali dan Pajajaran.
Pembahasan kesejarahan ini jauh lebih luas dibandingkan dengan paradigma masyarakat
tradisional yang selalu mengait kan Sunda dengan simbol-simbol Pajajaran, atau kerajaan
Sunda terakhir. Jika budaya Sunda hanya dipahami hanya sebatas Pajajaran, dengan satu-
satunya raja yang terkenal, yakni Prabu Silihwangi, maka masyarakat ditatar Sunda akan
berpotensi untuk makin kehilangan jejak kesejarahannya. Masalahnya adalah, mampukah
masyarakat Sunda merubah paradigmanya untuk melemparkan kemasa yang lebih jauh
kebelakang melebihi jejak Pajajaran dan Siliwanginya ?.
Sebutan Sunda untuk nama kerajaan di Tatar Sunda yang me ngambil dari garis keturunan
Terusbawa agak kurang tepat jika dikaitkan dengan kesejarahan Sunda yang sebenarnya.
Istilah Sunda sudah dikenal sebelum digunakan oleh Terus bawa, bahkan prasasti Pasir
Muara yang menunjukan tahun 458 Saka (536 M) telah menyebutkan adanya raja Sunda.
Secara logika sangat wajar jika ditafsirkan bahwa istilah Sunda sudah digunakan sebelum
tahun tersebut, karena prasasti dimaksud tentunya tidak dibuat langsung bertepatan dengan
istilah Sunda ditemukan. Dan prasasti tersebut tidak menan dakan dimulainya entitas Sunda,
namun hanya menerang kan, bahwa memang telah ada penguasa Sunda yang berkuasa pada
waktu itu.
Istilah Tarumanagara dimungkinkan diterapkan untuk nama kerajaan Sunda yang berada di
tepi kali Citarum. Menurut be berapa versi, istilah Sunda digunakan ketika Ibukota Taru
managara dipindahkan ke wilayah Bogor. Jika saja ada kaitannya antara Tarumanagara
dengan Salakanagara, kemungki nan besar istilah Sunda juga sudah digunakan untuk nama ke
rajaan daerah atau jejak budaya manusia yang ada di dataran Sunda.
Istilah Sunda (Sundapura) sebelumnya pernah digunakan oleh Purnawarman sebagai pusat
pemerintahan. Tarumana gara berakhir pasca wafatnya Linggawarman (669 M). Terus bawa
adalah menantu Linggawarman menikah dengan Dewi Manasih, putrinya. Tarusbawa
dinobatkan dengan nama MA HARAJA TARUSBAWA DARMAWASKITA
MANUNGGAL JAYA SUNDA SEMBAWA. Dari sini para penulis sejarah Sunda pada
umum nya mencatat dimulainya penggunaan nama kerajaan Sunda
LETAK SUNDAPURA
Tentang letak Sundapura jika dikaitkan dengan prasasti Kam pung Muara dan Prasasti
Kebantenan menimbulkan perta nyaan. Karena bisa ditafsirkan, perpindahan ibukota Taruma
dari Sundapura telah terjadi sejak masa Suryawarman. Prasasti tersebut menurut Saleh
Danasasmita dibuat pada tahun 584, masa Tarumanagara, namun menurut para akhli lainnya
dibuat tahun 854, menunjukan pada masa Kerajaan Sunda. Letak prasasti Muara dahulu
termasuk berada diwilayah kerajaan Pasir Muara, raja daerah bawahan Tarumanagara
sehingga dimungkin prasasti tersebut peninggalan masa Tarumanagara.
Perpindahan dan pembangunan istana Sunda dikisahkan oleh penulis Fragmen Carita
Parahyangan, sebagai berikut :
Diinyana urut Kadatwan, ku Bujangga Sedamanah nga ran Kadat wan Bima–Punta–
Narayana–Madura–Sura dipati. Anggeus ta tuluy diprebokta ku Maharaja Tarus bawa denung
Bujangga Sedamanah. (Disanalah bekas keraton yang oleh Bujangga Sedamanah diberi nama
Sri Kedatuan Bima-Punta – Narayana – Madura – Suradi pati. Setelah selesai dibangun lalu
diberkati oleh Maha raja Tarusbawa dan Bujangga Sedamanah.).
Berita yang layak dijadikan bahan kajian tentang pembangunan istana yang dilakukan
Tarusbawa juga tercantum di dalam Pustaka Nusantara II/3 halaman 204/205, isinya :
”Hana pwanung mangadegakna Pakwan Pajajaran la wan Kadtwan Sang Bima-Punta-
Narayanan-Madura-Suradipati ya ta Sang Prabu Tarusbawa”. (Adapun yang mendirikan
Pakuan Pajajaran beserta keraton Sang Bi ma–Punta–Narayana–Madura-Suradipati adalah
Maha raja Tarusbawa)
Istana sebagai pusat pemerintahan terus digunakan oleh raja-raja Sunda Pajajaran atau
Pakuan Pajajaran. Istilah Pakuan Pajajaran menurut Purbatjaraka (1921) berarti istana yang
berjajar Nama istana tersebut cukup panjang, tetapi berdiri masing-masing, dengan nama nya
sendiri, secara berurutan disebut Bima–Punta–Narayana-Madura-Suradipati (bangunan
keraton). Bangunan Keraton tersebut sama dengan yang dilaporkan oleh Gubernur Jendral
Camphuijs, tanggal 23 Desember 1687 kepada atasannya di Amsterdam. Laporan diatas
mendasarkan pada penemuan Sersan Scipio, pada tanggal 1 September 1697, tentang
penemuan pusat Kerajaan Pajajaran pasca dihancurkan pasukan gabungan Banten dan
Cirebon.
PERPINDAHAN IBUKOTA
Pemindahan pusat pemerintahan ke Sundapura memiliki alasan, bukan karena Sundapura
adalah daerah asal Terusbawa, melainkan erat kaitannya dengan masalah pemerintahan.
Terusbawa menginginkan kembalinya kejayaan Tarumanagara sebagai mana pada masa
Purnawarman, yang memindah kan ibukota Tarumanagara ke Sundapura. Namun tidak mem
perhitungkan akibat politis dari pemindahan ibukota.
Pada saat itu kondisi Tarumanagara sudah tidak sekuat masa lalu. Tarumanagara pasca
meninggalnya Purnawarman pa mornya sudah mulai turun di mata raja-raja daerah, terutama
pasca kekacauan yang terjadi diintern istana. Banyak raja-raja daerah yang melakukan
pembangkangan, terutama yang berada di wilayah sebelah timur Citarum. Disisi lain nama
Sriwijaya dan Kalingga sudah mulai naik pamornya sebagai pesaing Tarumanagara. Dengan
pertimbangan ini Wretikandayun menyatakan Galuh membebaskan diri dari Sunda. Sejak
saat itu ditatar Sunda muncul dua kerajaan kembar, yakni Sunda dan Galuh.
Perbedaan Sunda dengan Galuh bukan hanya menyangkut masalah pemerintahan, bahkan
budayanya. Menurut Saleh Danasasmita, Sunda dengan Galuh memiliki entitas yang mandiri
dan ada perbedaan tradisi yang mendasar. Hal yang sama dikemu kakan Prof. Anwas
Adiwilaga, menurutnya Urang Galuh adalah Urang Cai sedangkan Urang Sunda dise but
sebagai Urang Gunung. Mayat Urang Galuh ditereb atau dilarung, sedangkan mayat Urang
Sunda dikurebkeun. Penya tuan tradisi tersebut diperkirakan baru tercapai pada abad ke-13,
dengan mengistilahkan penduduk dibagian barat dan timur Citarum (citarum = batas alam
Sunda dan Galuh) deng an sebutan “Urang Sunda”. Sebutan tersebut bukan hasil kese
pakatan para penguasanya, melainkan muncul dengan sendi rinya.
Pasca ditemukannya Prasasti Kawali 1, para ahli sejarah Sunda Kuna pada umumnya
berpebdapat, bahwa : “Dengan demi kian pengertian Galuh dan Sunda antara 1333 – 1482
Masehi harus dihubungkan dengan Kawali (ibukota Sunda dengan Galuh pasca bergabung
kembali) walaupun di Pakuan ada penguasa daerah. Keraton Galuh sudah ditinggalkan atau
fungsinya sebagai tempat kedudukan pemerintah pusat su dah be
Di dieu... nalika simpé ngarobéda haté, lebah buruan harepan nu di pinuhan ku ipukan kahariwang.
Kuring nyéboran sirung-sirung kahéman malar tumuwuh ngareuy tur karembangan, najan di turusan
ku pamohalan.
Di dieu... Nalika mubyar layung pasosoré, mangsi asih maksa pikeun ngaguratkeun deui ungkara
kamélang, nu awor jeung ka sono ka Salira jungjunan. Najan sariak layung ampir wekasan. Kasilih
jangjang peuting nu ngadingding, mawa peteng moékan lampah. Tapi kadeudeuh salira lir sulintang
nu baranang maturan jempling nalika peuting suda hariring.
Di dieu... Dina lalangit ati, bulan kuring teu weléh mabra nyaangan, maturan panjangna impian.
Disaksian pucuk eurih tingarulang katebak angin katiga, munggaran muka lambaran tan
kotrétan, di hiji mumunggang.
"Néng."
"Kah."
Paguneman teu kalis pegat. Seuseut kecap kedal ucap.
Nalika munggaran, sukma kabetot tresna. Hésé nyurahan réngkak, inggis matak ticengklak,
puguh jiwa can sarasa.
Anjeun nu teu surti, can bisa nyungsi harti. Kuring nu datang nepungan, hésé-béléké muka
paguneman, ngajak anjeun lalayaran.
Lebah mumunggang nu sarua, nalika eurih karembangan, tur girimis mindeng nganjangan.
Nalika sukma anjeun ngaraksuk kana tiap rénghap, nyaksrak ka sakujur awak, ngabaruang
jiwa, minuhan lulurung sukma kuring. Nalika tresna anjeun nangkeup pageuh pangeusi ati,
ngabaeukeun deudeuh kuring ngarungrum kareueut kaasih anjeun. Harita rasa nyaliara,
ngaroncé anjeun kuring, dua ngahiji.
"Néng."
Taya walonan, da teu perlu paguneman. Wanci nu lingsir marengan usik, leuwih ngarti,
leuwih bisa nyurahan rasa cinta nu teu bisa dijéntrékeun ku réka ungkara.
Jungjunan...
Morérét mata poé teu matak ngarérab haté
Mentrang beurang panasna teu nembus sukma
Najan taya pikeun ngiuhan moal ieuh sumoréang
Sab beurang bakal wekasan
Jungjunan...
Taya basa hahalang anapon nu ngareuntaskeun jalan
Séba diri pikeun nyungsi
Séba raga geusan nepangan
Nalika mata poé lingsir, pan pasini tigin nganti
Jungjunan...
Satutas beurang amitan, kasilih sariak layung éndah lain pupulasan
Mangsa nu lawas diseja, wanci nu lami dianti, nya kiwari pisan ngancik
Umyang layung ngahibaran, tresna anu sinanglingan, nepungkeun sapasang harepan
Jungjunan...
Kingkin nalika nyungsi, honcéwang nalika nyorang, nambah bagja sasarengan
Pasosoré anu pasti, wanci anu sayakti, pasini nu teu weléh ngajadi
Najan ukur sakedapan, ngaguratkeun panineungan, mapaésan lambaran lalakon tan wekasan
SAJAK CINTA
Hasan Wahyu Atmakusumah
Kum!
*****
*****
*****
*****
*****
*****
*****
*****
*****
*****
*****
*****
*****
*****
*****
*****
*****
*****
*****
*****
*****
*****
*****
*****
*****
*****
*****
*****
*****
*****
*****
*****
*****
*****
Berakit-rakit ke hulu
Berenang-renang ke tepian
*****
*****
*****
*****
*****
*****
*****
*****
*****
*****
*****
*****
*****
*****
*****
*****
*****
*****
*****
*****
*****
*****
*****
*****
*****
*****
Anak kecil bermain layang-layang
*****
*****
*****
*****
*****
Si Buaya darat berkata dengan merdu
*****
*****
*****
*****
*****
Pasar baru berada di kota
*****
*****
*****
*****
Tong kosong
Nyaring bunyinya
*****
*****
*****
*****
*****
*****
*****
*****
*****
cowo: Mbak, bapaknya ahli perbintangan ya?? cewe: Ah.. tidak, memang kenapa?? cowo: Saya lihat
bintang dimata mbak… cowo: Maaf mba, jangan terlalu lama duduk dikursi itu, pindah dideket saya
saja cewe: Loh?? kenapa?? cowo: Takut dikerubungi semut.. soalnya mba manis.. cowo: “Mbak
punya obeng nggak?” cewe: “Hah? Gak Punya tuh.” cowo: “Tapi kalo nomor telepon punya,kan?”
cowo : “yank, pasti waktu kami lahir ujan gede banget ya?” cewe : “ih, mana aku tau, kan masih
bayi..,trus emang napa klo ujan gede banget?” cowo : “soalnya, khayangan menangisi satu2nya
bidadari mereka yg turun ke bumi” Cowo: “Sayang, kamu itu seperti sendok…” Cewe: “Kenapa?”
Cowo: “Karena kamu ngaduk-ngaduk perasaan aku…” boy : kamu suka minum kopi ya? girl: kenapa?
boy : aku ga bisa tidur selalu mikirin kamu Cowok: “Mbak punya uang koin ? Boleh minta ?” Cewek:
“Buat apa ?” Cowok: “Aku udah janji sama ibu kalau aku akan menelepon dia bila aku jatuh cinta”
Cowo: knapa malem ini gelap banget ya Cewe: mendung kali bang Cowo: kyknya nggak dech Cewe:
trus napa bang Cowo: soalnya bulannya sedang menerangi & menemaniku disini cowo: kemarin aku
liat ada 1000 bintang di langit (ngomong sama cwe) cewe: ah yang bener?? cowo: iya bener, tapi
sekarang tinggal 998 bintang… cewe: lho…kow bisa ilang dua? cowo: iya 2 bintang yang ilang itu
ternyata ada di dalam mata kamu (sambil liat matanya dalam2) cowo: bapak kamu maling ya? cewe:
ih….kow jahat sie bapak ku dibilang maling. kow gitu? cowo: iya soalnya kamu pintar banget mencuri
hatiku.. cowo : gw lage bingung neh cewe : bingung napa ?? cowo : iya bingung,aja..kok lo bisa ada
disini ya sekarang ..?? cewe : loh maksudnya ??? (tambah bingung juga ) cowo : iya, soalnya gw pikir
bidadari tuh adanya di kayangan, tapi kok bisa ada didepanku cewe: bang, kalo aye jadi bunga,
abang jadi apa? cowo: abang pengen jadi matahari neng… cewe: kok ga jadi kumbang sih bang??
cowo: kan bunga ga bisa hidup tanpa matahari neng… cewe: mmm,, kalo aye jadi bulan, abang jadi
apa? cowo: abang tetep pengen jadi matahari neng… cewe: kan matahari ma bulan ga bisa ketemu
bang?? cowo: kan bulan bisa bersinar karena sinar matahari neng.. cowo: Mbak ahli dekorasi interior
ya?? cewe: Nggak kok, kenapa?? cowo: Kalo mbak masuk ruangan, ruanganya jadi indah cowo:
Boleh nggak aku minta fotomu untuk membuktikan ke temanku kalo bidadari itu ada. cowo: Hei
nomer hapeku hilang...boleh nggak aku minta nomermu??? cowo: mbak, rasanya sakit gak?? cewe:
apanya?? cowo: saat kamu jatuh dari surga cowo: kamu gak cape?? cewe: apa?? cowo: kamu berlari-
lari dipikiranku “Jika ada 100 orang di dunia ini yg mencintaimu, aku termasuk diantara mereka.. Jika
ada 10 orang di dunia ini yg mencintaimu, salah satunya aku.. Jika tidak ada lagi yg mencintaimu di
dunia ini, berarti aku sudah meninggal dunia..” Tadi malam aku kirim bidadari untuk menjaga
tidurmu. Eh, dia buru-buru balik. Katanya, ‘Ah, masa bidadari disuruh jaga bidadari?’ — TOEENGG.
Kalau kamu nanya berapa kali kamu datang ke pikiranku, jujur aja, cuma sekali. abisnya, ga pergi2
sih! — Gubraak!! Sempet bingung jg, kok aku bisa senyum sendiri. Baru nyadar, aku lagi mikirin
kamu. — WAKS! Kalau suatu saat kamu hancurkan hatiku… akan kucintai kamu dengan kepingannya
yang tersisa. — Hoeeek! Berusaha melupakanmu, sama sulitnya dengan mengingat seseorang yang
tak pernah kukenal. — Hahaha nice one! Kalau kamu ajak aku melompat bareng, aku ngga bakalan
mau. Mending aku lari ke bawah, bersiap menangkapmu. — idih gepeng ntar! Aku pernah jatuhkan
setetes air mata di selat Sunda. Di hari aku bisa menemukannya lagi, itulah waktunya aku berhenti
mencintaimu. — jitak! Ga usah janjiin bintang dan bulan untuk aku, cukup janjiin kamu bakal selalu
bersamaku di bawah cahayanya. — Jreng.. gak kuku.. Kalau kamu nanya mana yg lebih penting buat
aku: hidupku atau hidupmu, aku bakal jawab hidupku. Eits, jangan marah dulu, karena kamulah
hidupku. — hahaha sakit perut.. Pertama ketemu, aku takut ngomong sama kamu. Pertama
ngomong sama kamu, aku takut kalau nanti suka sama kamu. Udah suka, aku makin takut kalau
jatuh cinta. Setelah sekarang cinta sama kamu, aku jadi bener2 takut kehilangan kamu. Kamu emang
menakutkan — gantung diri… Ketika hidup memberiku seratus alasan untuk menangis, kau datang
membawa seribu alasan untuk tersenyum. — getok pake kursi..!! Jika aku bisa jadi bagian dari
dirimu, aku mau jadi airmatamu, yang tersimpan di hatimu, lahir dari matamu, hidup di pipimu, dan
mati di bibirmu -– maksut loh?! Orang bilang bulan itu indah…tapi aku bilang tidak. Orang bilang
planet venus itu cantik…tapi menurut aku tidak. Aku bilang bumi itu indah dan cantik…karena ada
kamu. — lempar pake bedug ..!