Anda di halaman 1dari 41

ETNOGRAFI

PAPUA
DOSEN PENGAMPUH MATA KULIAH
MAXIMILIANA DASMEDASE, S.Sos
PERKEMBANGAN ETNOGRAFI PAPUA
Etnografi tidak terlepas dari sejarah perkembangan Antropologi
sebagai sebuah disiplin ilmu, yang telah menapaki perjalanan
panjang sebagai sebuah disiplin ilmu yang mempelajari manusia
dan budaya serta perubahan dan perkembangannya. Pada
umumnya para antropolog sependapat bahwa antropologi
muncul sebagai suatu cabang keilmuan yang jelas batasannya
pada sekitar pertengahan abad ke-19, tatkala perhatian orang
pada evolusi manusia berkembang. Antropologi sebagai disiplin
akademik baru dimulai tidak lama setelah itu, ketika pengakatan
pertama antropolog profesional di universitas, museum, dan
kantor-kantor pemerintahan. Namun, tidak ada keraguan bahwa
gagasan antropologi sudah ada jauh sebelumnya.
ANTROPOLOGI TERDIRI DARI BEBERAPA BAGIAN

01 Antropologi Biologi
kajian mengenai biologi manusia,
khususnya dalam kaitannya
02 Arkeologi
perbandingan ciri-ciri anatomis dari temuan
fosil, hubungan temuan tersebut dengan
dengan antropologi yang habitanya, mencari dan membangun alasan
dikonsepkan secara luas-suatu akademik mengenai struktur masyarakat
prehistori
ilmu mengenai manusia)

03 Antropologi linguistik
kajian rnengenai bahasa
terutama terkait dengan
04 Antrpologi Budaya
cabangilmu antropologi
yang hendak menyoroti
keanekaragamannya kebudayaan manusia
secara perbandingan
Pengertian Etnografi

Cabang antropologi budaya yang menyibukkan diri dengan


pelukisan-pelukisan kebiasaan dalam berbagai masyarakat itu
dikenal sebagai etnograft (etno: bangsa; grafi : pelukisan)
(Ihromi, 2006 : xi). Maka, dapat dijelaskan secara sederhana
bahwa etnografi adalah salah satu cabang ilmu antropologi
budaya yang mendeskripsikan, melukiskan, dan
menggambarkan suku-suku bangsa di dunia dan
kebudayaannya. Etnografi berarti lukisan, gambaran. Atau
deskripsi tentang suku bangsa.
Definisi etnografi menurut beberapa ahli
adalah sebagai berikut
“Richards” Etnografi adalah kajian
tentang kehidupan dan kebudayaan suatu
masyarakat atau etnik,
misalnya tentang adat istiadat, kebiasaan,
hukum, seni, religi dan bahasa. Kajian
perbandingan tentang kebudayaan dari
berbagai masyarakat atau kelompok.

“Koentjaraningrat” Etnografi adalah suatu


deskripsi mengenai kebudayaan suatu
suku bangsa.
Etnografi adalah ilmu tentang unsur-unsur
atau masalah-masalah kebudayaan suku
bangsa dan masyarakat penduduk suatu
daerah diseluruh dunia secara
komprehensif dan tujuan mendapat
pengertian tentang sejarah dan proses
evolusi serta penyebaran kebudayaan
didunia.
Maka dapat dikatakan bahwa
Etnografi Papua adalah upaya-
upaya memberikan deskripsi,
lukisan dan gambaran secara
umum tentang berbagai aspek
kebudayaan manusia Papua
dalam kehidupan suku
bangsanya.

Etnografi Papua dapat digunakan


sebagai salah satu alat atau
metode untuk mengungkapkan
berbagai persoalan dalam
kehidupan masyarakat Papua
dan upaya-upaya alternatif
menyelesaikan berbagai
persoalan-persoalan sosial budaya
masyarakat di Tanah Papua.
SEJARAH PAPUA
Irian Barat atau Papua adalah provinsi Indonesia yang terletak di ujung barat Indonesia. Berdirinya Papua
bermula dari Konferensi Meja Bundar (KMB) yang diselenggarakan pada 27 Desember 1949.

Nugini Belanda mengacu pada wilayah Papua atau Irian Barat yang sementara itu adalah wilayah luar negeri
dari Kerajaan Belanda tahun 1949.

Dalam Sidang Umum PBB bulan September 1961, Menteri Luar Negeri Belanda Joseph Marie Antoine Hubert Luns
mengajukan usulan agar Papua atau Irian Barat berada di bawah PBB. Namun, usulan tersebut ditolak oleh
Majelis Umum PBB. Presiden Soekarno kemudian membentuk Komando Mandala untuk merebut Papua pada 2
Januari 1962. Ia menunjuk Mayor Jenderal Soeharto sebagai komandan dari operasi militer tersebut.

Pepera 1969 Pada 15 Agustus 1962, disepakati Perjanjian New York yang menyatakan Belanda akan menyerahkan
kekuasaannya atas Papua kepada United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA).

Kemerdekaan Pada 1 Oktober 1962, Belanda menyerahkan otoritas administrasi Papua kepada UNTEA. Akhirnya,
pada 31 Desember 1962, kekuasaan de jure Indonesia atas tanah Papua dimulai, di bawah pengawasan PBB.
Bendera Belanda juga diganti dengan bendera sang Saka Merah Putih. Tanggal 1 Mei 1963, Papua diberikan
sepenuhnya kepada Indonesia.
●sejarah yang ada tentang Irian dimulai pada abad VII. Pada abad tersebut diberitakan
bahwa pedagang Sriwijaya telah sampai di daerah ini dan menyatakan Irian Jaya termasuk
wilayah Kerajaan Sriwijaya yang mereka beri nama “ Jenggi “.

●Daerah pertuanan Kerajaan Jawa Timur ( Majapahit ) diantaranya disebut “Ewanin” adalah
nama lain dari “Onim” daerah dekat Fak-Fak dan “Seran” adalah nama lain dari “Kowiai”
daerah dekat Kaimana.

●arti kata “Irian”, terdapat beberapa arti menurut bahasa-bahasa penduduk Irian, misalnya
dalam bahasa Biak Numfor berarti “Tanah Panas” ( Iri =Tanah, An = Panas ); dalam bahasa
Serui berarti “tanah Air” ( Iri = Tiang, Pokok, An = Bangsa ); dalam satu bahasa suku di
Merauke, Irian berarti “Bangsa Utama” ( Iri = Angkat, Junjung, An = Bagsa ). Sementara itu,
pada masa perjuangan pembebasan Irian Barat dari tangan penjajah Belanda, kata “Irian”
diartikan sebagai : “Ikut Republik Indonesia Anti Nederland”.

●Sedangkan nama Irian Jaya, baru digunakan sejak 1 Maret 1973 berdasarkan Peraturan
Pemerintah No. 5 Tahun 1973, sebelum daerah ini dikenal dengan nama Irian Barat sebagai
terjemahan langsung dari kata “West Irian”.
SEJARAH PERUBAHAN NAMA IRIAN JAYA MENJADI PAPUA
Perubahan Nama Irian Jaya menjadi Papua. Asal-usul nama Papua memiliki perjalanan yang panjang seiring dengan
interaksi antara bangsa asing dengan masyarakat Papua.

Pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda, wilayah ini disebut sebagai Nugini Belanda atau Nederlands Nieuw-
Guinea atau Dutch New Guinea.

Nama Irian Jaya terus digunakan secara resmi sampai terbitnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi
Khusus Papua. Berdasarkan UU No. 21 Tahun 2001, diamanatkan nama provinsi Irian Jaya diganti menjadi Papua.

Masuk tahun 2003, muncul berbagai protes mengenai penggabungan Papua Tengah dan Papua Timur. Akibatnya,
Papua dibagi menjadi dua provinsi oleh pemerintah Indonesia, di mana bagian Timur tetap memakai nama Papua,
sedangkan bagian Barat menjadi Provinsi Irian Jaya Barat (Papua Barat).

Gus Dur juga mengungkapkan keputusannya untuk mengubah nama Irian Jaya menjadi Papua. Beberapa alasannya
adalah menurut Gus Dur nama Irian kurang cocok, karena kata Irian berasal dari bahasa Arab yang artinya telanjang.
Alasan kedua, karena dalam tradisi orang Jawa, jika memiliki anak yang sakit-sakitan, sang anak akan diganti namanya
supaya segera sembuh. Sama halnya dengan Irian Jaya yang diganti menjadi Papua. Perubahan nama Irian Jaya menjadi
Papua merupakan salah satu cara Gus Dur untuk mengembalikan harkat serta martabat masyarakat Papua.
SEJARAH SUKU MERAUKE, RUMAH ADAT, BAHASA,
KEBUDAYAAN, PAKAIAN,KESENIAN DAN UPACARA ADAT

Kabupaten Merauke adalah salah satu kabupaten yang juga merupakan ibu
kota provinsi Papua Selatan, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di distrik
Merauke. Kabupaten ini adalah kabupaten terluas sekaligus paling Timur di
Indonesia. Di kabupaten ini terdapat suku Marind-anim.

Merauke didominasi oleh dataran rendah dengan rawa-rawa dan sungai besar
seperti Sungai Maro dan Sungai Bian.
Kabupaten Merauke adalah induk dari Kabupaten Boven Digoel, Asmat, dan
Mappi yang dimekarkan tahun 2002. Artinya, Kabupaten Merauke sebelum
tahun 2002 mencakup seluruh wilayah yang sekarang menjadi Provinsi Papua
Selatan.
SEJARAH MERAUKE

Merauke ditemukan pada tanggal 12 Februari 1902. Orang yang pertama yang
menetap di sana adalah para pegawai pemerintah Belanda.

Mereka mencoba untuk hidup berdampingan dengan masyarakat Merauke.


Mereka berjuang melawan berbagai tantangan di Merauke, termasuk adanya
pemburu kepala. Setelah beberapa tahun kemudian, tempat tersebut
mengalami pertumbuhan yang sangat cepat sehingga menjadi sebuah "kota".
Para wanita Eropa gemar memakai hiasan bulu dari burung Cenderawasih di
topi mereka.
Secara politis administratif, distrik Merauke sebelumnya merupakan pos
pemerintah Belanda yang digunakan sebagai tempat transit bagi para
republikan untuk menuju Boven Digoel.
ASAL MULA
Asal mula nama dari Merauke adalah “Ermasu” yang artinya “Tikungan Sungai”
sedangkan Kota Merauke berasal dari kata “Maro-Eke” yang artinya: “Itu Sungai
Maro” yang ditelinga orang Belanda saat itu didengar “Merauke” maka mulai dari
saat itu hingga sekarang nama tempat dimana kapal itu berlabuh disebut Merauke.

Pria Marind-Anim berpakaian untuk upacara adat di pantai selatan Belanda Nugini. Tahun 1920-an.
Marind Anim adalah salah satu suku bangsa yang mendiami wilayah Provinsi

Papua . Mereka berdiam dalam tiga daerah yaitu, Merauke, Okaba, dan Muting.

Sebagian dari anggota suku bangsa Marind Anim berdiam di daerah pantai

selatan di Laut Arafuru dan sebagian lainnya di pedalaman di hulu Sungai

Bian, Sungai Kumbe, Sungai Merauke. Di bagian hulu ini mereka berdiam di

tepi sungai atau di sekitar rawa-rawa.


SISTIM KEPERCAYAAN
Marind Anim adalah suku yang menjadi tuan rumah di tanah datar ini. Mereka menghuni empat
penjuru mata angin dengan tujuh marga besar, yaitu Gebze, Kaize, Samkakai, Ndiken, Mahuze,
Balagaize, dan Basik-basik.
Suku Marind atau Malind punya kepercayaan terhadap dema, yakni roh yang dipercaya bisa
menjelma sebagai apa pun di alam ini, baik manusia, binatang, tumbuhan, atau batu. Semua
alam semesta berasal dari dema.
Di Karena itu ada dema-dema alam yang dipuja selain dema-dema totemnya sendiri. Ada dema
yang memunculkan diri di hadapan manusia berbentuk manusia pula atau berbentuk
hewan. Ada yang disebut yorma (dema laut), wonatai (totem buaya), yawi (dema
kelapa) dan lain-lain. dema ini berupa kekuatan gaib dalam alam, atau berupa roh-roh orang mati.
Sebagian besar orang Marind Anim memeluk agama Katolik, dan selebihnya beragama Protestan.
Agama Katolik mulai diperkenalkan sejak tahun 1905 dan agama Protestan sejak tahun 1929.
Secara umum sistem kepercayaan leluhur tidak dengan sendirinya hilang. Sebagian mereka masih
percaya kepada dewa-dewa (dema) atau makhluk makhluk halus yang mempunyai kekuatan sakti
dan kekuasaan atas manusia. Dema diyakini sebagai pencipta alam serta pembawa adat bagi
manusia, yang dianggap sebagai dewa tertinggi yang disebut Wi Dema. Setiap boan juga
mempunyai dema yang sekaligus menjadi nenek moyangnya. Dema terwujud sebagai binatang,
tumbuh-tumbuhan yang berupa totem. Setiap boan harus menjaga dan memelihara totemnya
sebagai lambang yang suci. Kehidupan yang baik atau buruk, kebahagiaan atau kesengsaraan
selama masih hidup dan sesudah mati adalah karena kekuasaan Dema. Mereka juga mempunyai
pengetahuan dan kepercayaan bahwa adanya kehidupan itu disebabkan karena adanya jiwa (wih
atau bekai).
ADAT ISTIADAT
Seperti masyarakat pada umumnya, dalam menjalankan proses
kehidupannya, masyarakat Suku Marind juga memiliki ritual atau
acara-acara khusus, yaitu sebagai berikut :

• Bakar Batu, Ritual Masak Bersama-sama

Upacara adat Papua yang pertama adalah upacara bakar batu


yang menjadi salah satu bentuk syukur bagi masyarakat Papua

• Tanam Sasi, Upacara Adat Kematian oleh Suku Marind


Anim

Upacara adat tanam sasi adalah upacara adat kematian yang


berkembang di daerah Kabupaten Merauke dan dilaksanakan
oleh suku Marind atau suku Marind-Anim. Sasi adalah sejenis
kayu yang menjadi media utama dalam rangkaian upacara adat
kematian satu ini. Kayu sasi ditanam selama kurang lebih 40 hari
setelah kematian seseorang di daerah tersebut.
sagu sep
BAHASA SUKU MALIND

Orang Marind Anim memiliki bahasa


sendiri, yaitu bahasa Marind Anim. Bahasa
ini masih bisa dibagi atas beberapa dialek,
masing-masing dialek Imaz, dialek
Sangase, dan dialek Gawir. Para ahli
bahasa berpendapat, bahwa bahasa ini
mempunyai persamaan dengan bahasa di
daerah tengah Sungai Fly di Papua Nugini,
bahasa orang Jee-anim, dan bahasa
penduduk Kepulauan Kiwai di Selatan
Torres.
SENI DAN MAKAN KHAS

Tari Gatzi
merupakan salah satu tarian tradisional khas Suku
Marlind di Papua yang sampai sat ini masih kerap
dipentaskan dalam kegiatan-kegiatan tertentu.
Tifa Tarian Gatzi akan ditarikan dalam acara khusus
seperti kelahiran anak, pesta adat, dan juga sebagai
tarian penyambutan. Bahkan tarian ini juga
dilakukan dalam upacara adat seperti dalam acara
Tanam Sasi ataupun dalam pesta Tusuk Telinga.

Makanan khas suku Marind


Makanan yang paling populer adalah sagu sep
Sagu sep merupakan olahan tradisional khas suku
Marind di wilayah Merauke yang memiliki cita rasa
yang gurih dan terbuat dari sagu dicampur
dengan daging Babi/kelapa.
Tari Garzi
Pakaian Adat
pakaian adat khusus berbentuk rok rumbai dari serat daun sagu dan daun kelapa muda sebagai
penutup bagian bawah tubuh.

Tifa merupakan alat musik yang memiliki bentuk seperti gendang kecil atau dogdog. Selain itu
tifa juga dinilai sangat istimewa karena terbuat dari kayu susu. Kayu ini adalah kayu keras yang
hanya dapat ditemukan di wilayah hutan Papua Barat saja. Sedangkan bagian gendang dari tifa
terbuat dari kulit biawak atau rusa yang telah diolah hingga menghasilkan suara musik.
Rumah Adat

Rumah gotad (atau dikenal juga sebagai rumah bujang) adalah


sebuah rumah adat khas suku Marind yang berasal dari Kabupaten
Merauke, Papua Selatan. Rumah ini akan ditinggali oleh kaum laki-laki
sejak masa remaja sampai akhirnya menikah dan keluar. Di sekitar
rumah gotad juga ada beberapa rumah-rumah keluarga yang disebut
juga dengan nama "oram aha" atau rumah untuk kaum perempuan.
Senjata tradisional

Busur dan anak panah adalah salah satu senjata tradisional yang digunakan
untuk berburu babi hutan dan binatang lainnya. Busur dan anak panah juga
jadi senjata Papua yang selalu dibawa bersama tombak. Kegunaan lain dari
panah adalah sebagai alat perang. Perbedaannya terletak pada bahan yang
digunakan untuk mata panahnya.
SEJARAH SUKU ASMAT, RUMAH ADAT, BAHASA, KEBUDAYAAN,
PAKAIAN,KESENIAN DAN UPACARA ADAT

sebuah suku di Papua. Suku Asmat dikenal dengan hasil ukiran kayunya yang unik.Populasi suku
Asmat terbagi dua yaitu mereka yang tinggal di pesisir pantai dan mereka yang tinggal di bagian
pedalaman
Suku Asmat adalah sebuah suku di Papua. Suku Asmat dikenal dengan hasil ukiran kayunya yang
unik. Populasi suku Asmat terbagi dua yaitu mereka yang tinggal di pesisir pantai dan mereka yang
tinggal di bagian pedalaman. Kedua populasi ini saling berbeda satu sama lain dalam hal dialek,
cara hidup, struktur sosial dan ritual. Populasi pesisir pantai selanjutnya terbagi ke dalam dua bagian
yaitu suku Bisman yang berada di antara sungai Sinesty dan sungai Nin serta suku Simai. Suku
Asmat berada di antara Suku Mappi, Yohukimo Jayawijaya dan di antara berbagai macam suku
lainnya yang ada di Pulau Papua. Sebagaimana suku lainnya yang berada di wilayah ini. Suku
Asmat ada yang tinggal di daerah pesisir pantai dengan jarak tempuh dari 100 km hingga 300 km,
bahkan Suku Asmat yang berada di daerah pedalaman, dikelilingi oleh hutan heterogen yang berisi
tanaman rotan, kayu (gaharu) dan umbi-umbian dengan waktu tempuh selama 1 hari 2 malam
untuk mencapai daerah pemukiman satu dengan yang lainnya. Sedangkan jarak antara
perkampungan dengan kecamatan sekitar 70 km. Dengan kondisi geografis demikian, maka
berjalan kaki merupakan satu-satunya cara untuk mencapai daerah perkampungan satu dengan
lainnya.More Percentages
Dalam mitologi orang Asmat yang berdiam di Teluk Flaminggo misalnya,
dewa itu namanya Fumeripitsy. Ketika ia berjalan dari hulu sungau ke arah
laut, ia diserang oleh seekor buaya raksasa. Perahu lesung yang
ditumpanginya tenggelam. Sehingga terjadi perkelahian yang akhirnya ia
dapat membunuh buaya tersebut, tetapi ia sendiri luka parah. Ia kemudian
terbawa arus dan terdampar di tepi sungai Asewetsy, desa Syuru sekarang.

Untung ada seekor burung Flamingo yang merawatnya sampai ia sembuh


kembali; kemudian ia membangun rumah yew dan mengukir dua patung
yang sangat indah serta membuat sebuah genderang, yang sangat kuat
bunyinya. Setelah ia selesai, ia mulai menari terus-menerus tanpa henti, dan
kekuatan sakti yang keluar dari gerakannya itu memberi hidup pada kedua
patung yang diukirnya. Tak lama kemudian mulailah patung-patung itu
bergerak dan menari, dan mereka kemudian menjadi pasangan manusia
yang pertama, yaitu nenek-moyang orang Asmat.
SISTEM RELIGI KEPERCAYAAN

Dalam kepercayaan masyarakat Asmat, suku bangsa


Asmat sekarang ini merupakan keturunan dewa yang
turun dari dunia ghoib. Dewa-dewa itu turun ke bumi
dan mendarat di suatu tempat di pegunungan. Dari
sana mereka berpetualang dengan berbagai tantangan
menelusuri sungai hingga tiba di daerah mana suku
Asmat berdiam saat ini. Salah satu dewa yang dikenal
adalah Fuumeripitsy yang dianggap sebagai nenek
moyang suku Asmat di teluk Flaminggo.
Masyarakat Asmat mempercayai macam-macam roh yang digolongkan ke dalam 3 (tiga)
jenis, yaitu :

1. Arwah nenek moyang yang baik, yang disebut Yi – ow

2. Arwah nenek moyang yang jahat, yang disebut Osbopan

3. Arwah nenek moyang yang jahat akibat orang itu mati konyol disebut Dambin – ow
ADAT ISTIADAT SUKU ASMAT
Seperti masyarakat pada umumnya, dalam menjalankan proses
kehidupannya, masyarakat Suku Asmat juga memiliki ritual atau
acara-acara khusus, yaitu sebagai berikut :
1. Kehamilan selama proses ini berlangsung, bakal generasi
penerus dijaga dengan baik supaya dapat lahir dengan
selamat dengan bantuan ibu kandung atau ibu mertua.

2. PERNIKAHAN Pernikahan berlaku bagi suku Asmat yang


sudah berusia 17 tahun dan dilakukan oleh pihak orang tua
lelaki sesudah kedua belah pihak mencapai kesepakatan dan
melalui uji keberanian untuk membeli wanita dengan mas
kawinnya piring antik yang berdasarkan pada nilai uang
kesepakatan kapal perahu Johnson, jika ternyata ada
kekurangan dalam penafsiran harga perahu Johnson, maka
pihak pria wajib melunasinya dan selama masa pelunasan
pihak pria dilarang melakukan tindakan aniaya meskipun
sudah diperbolehkan tinggal dalam satu atap.
3. Kematian Bila kepala suku atau kepala adat

yang meninggal, maka jasadnya disimpan dalam

bentuk mumi dan dipajang di depan joglo suku ini,

tetapi bila masyarakat umum, jasadnya dikuburkan.

Proses ini dijalankan dengan iringan nyanyian

berbahasa Asmat dan pemotongan ruas jari tangan

dari anggota keluarga yang ditinggalkan.


BAHASA SUKU ASMAT
Pada masyarakat Asmat terdapat bahasa-bahasa yang oleh para ahli lingustik disebut
kelompok bahasa Language Of The Southern Division yakni bahasa-bahasa bagian selatan
Papua. Penggolongan bahasa tersebut telah dipelajari oleh C. L. Voorhoeve (1965) dan masuk
pada golongan filum bahasa-bahasa Papua Non-Melanesia. Bahasa-bahasa tersebut
digolongkan lagi berdasarkan wilayah orang Asmat yakni orang Asmat wilayah pantai atau
hilir sungai dan Asmat hulu sungai.

Secara khusus, para ahli linguistik membagi bahasa-bahasa tersebut yakni pembagian bahasa
Asmat hilir sungai menjadi bagian kelompok pantai barat laut atau pantai Flamingo seperti
bahasa Kaniak, Bisman, Simay, dan Becembub dan bagian kelompok Pantai Barat daya atau
Kasuarina seperti misal bahasa Batia dan Sapan. Pembagian bahasa Asmat hulu sungai
menjadi bagian kelompok Keenok dan Kaimok.
Untuk mengetahui bahasa masyarakat Asmat bisa dilakukan dengan
cara mengidentifikasi bahasa-bahasa sedunia pada rumpun,
subrumpun, keluarga, dan subkeluarga. Selain itu, upaya untuk
mengidentifikasi bahasa masyarakat Asmat bisa dilakukan dengan
cara melihat aspek fonetik, fonologi, sintaksis, morfologi dan semantik

bahsa Asmat.
PAKAIAN SUKU ASMAT
Selain terkenal dengan seni ukirnya, Suku Asmat juga mempunyai
pakaian tradisional yang khas. Seluruh bahan untuk membuat
pakaian tersebut berasal dari alam. Tidak salah bila menganggap
pakaian Suku Asmat adalah representasi kedekatan mereka
dengan alam raya.
Secara umum, pakaian adat pria dan perempuan Papua hampir
sama, hanya memakai sebuah bawahan seperti androk yang
terbuat dari rajutan daun sagu yang dibuat rapih menyerupai
anderok atau rok dan dipakai sebagai bawahan.
Pada bagian kepala, dikenakan penutup yang terbuat dari rajutan
daun sagu dan pada sisi bagian atasnya dipenuhi bulu bur
ung kasuari.

Suku Asmat memkai pakaian adat Rumbai-Rumbai, hanya untuk


menutupi bagian tertentu. Rumbai-Rumbai dibuat dari daun sagu.
KESENIAN SUKU ASMAT
Suku bangsa Asmat memiliki bidang seni ukiran terutama
ukir patung, topeng, perisai gaya seni patung Asmat,
meliputi :

1. Gaya A, Seni Asmat Hilir dan Hulu Sungai. Patung-patung


dengan gaya ini tersusun dari atas ke bawah menurut tata urut
silsilah nenek moyangnya. Contohnya, mbis yang dibuat jika
masyarakat akan mengadakan balas dendam atas kematian
nenek moyang yang gugur dalam perang melawan musuh.

2. Gaya B, Seni Asmat Barat Laut. Bentuk patung gaya ini lonjong
agak melebar bagian bawahnya. Bagian kepala terpisah dari
bagian lainnya dan berbentuk kepala kura-kura atau ikan. Kadang
ada gambar nenek moyang di bagian kepala, sedangkan hiasan
bagian badan berbentuk musang terbang, kotak, kepala burung
tadung,ular, cacing, dan sebagainya.

3. Gaya C, Seni Asmat Timur. Gaya ini merupakan ciri khusus gaya
ukir orang Asmat Timur. Perisai yang dibuat umumnya berukuran
sangat besar bahkan melebihi tinggi orang Asmat. Bagian
atasnya tidak terpisah jelas dari bagian lain dan sering dihiasi
garis-garis hitam dan merah serta titik-titik putih.
Kesenian yang berhubungan dengan upacara keagamaan atau

penghormatan kepada roh nenek moyang, yaitu :

1. Mbis adalah pembuatan tiang mbis atau patung nenek

moyang

2. Yentpojmbu adalah pembuatan dan pengukuhan rumah

Yew

3. Tsyembu adalah pembuatan dan pengukuhan perahu

lesung

4. Yamasy adalah upacara perisai

5. Mbipokumbu adalah upacara topeng


UKIRAN KAYU ATAU PATUNG
Suku Asmat juga sangat mahir dalam membuat ukiran kayu atau patung.
Meskipun ukirannya tak terpola dengan jelas, tapi setiap ukiran menggambarkan
kebesaran suku Asmat dan penghargaan yang besar kepada nenek moyang
mereka. Secara kasat mata, ukiran mereka bisa berbentuk perisai (dalam bahasa
Asmat disebut Gembes), manusia, atau perahu.

Seni ukir suku Asmat ini amat populer hingga mancanegara. Banyak wisatawan
yang mengagumi kesenian suku Asmat ini. Suku Asmat mengerti bahwa ukiran
mereka mempunyai nilai jual yang tinggi. Maka dari itu, banyak hasil ukirannya
mereka jual. Biasanya kisaran harganya dari mulai seratus ribu sampai dengan
jutaan rupiah. ”
TARI TOBE
Siapa yang tak tahu Tifa? Itulah alat musik tradisional
suku Asmat. Bentuknya bulat memanjang mirip seperti
gendang. Di permukaan tifa terdapat ukiran,
menggambarkan lambang yang diambil dari patung Bis.
Patung Bis merupakan patung yang dianggap sakral oleh
suku Asmat. Tifa ini biasa dimainkan untumengiringi
tarian tradisional suku Asmat, yakni Tari Tobe atau yang
disebut dengan Tari Perang.
Tari Tobe sering dimainkan saat ada upacara adat. Tarian
ini dilakukan oleh 16 orang penari laki-laki dan 2 orang
penari perempuan. Dengan gerakan yang melompat atau
meloncat diiringi irama tifa dan lantunan lagu-lagu yang
mengentak, membuat tarian ini terlihat sangat
CREDITS: This presentation template was bersemangat. Tarian ini memang dimaksudkan untuk
created by Slidesgo, including icons by Flaticon,
and infographics & images by Freepik mengobarkan semangat para prajurit untuk pergi ke
medan perang.
SENI MUSIK
Orang Asmat mempunyai alat musik khusus yang biasa dipakai dalam upacara penting. Alat
musik yang biasa dipakai oleh orang Asmat adalah ti’a yang terbuat dari selonor batang kayu
yang dilobangi. bentuknya bulat memang mirip seperti gendang. Pahatan ti’a berbentuk pola
leluhur atau binatang yangdikeramatkan. permukaan ti’a terdapat ukiran, menggambarkan
lambang yang diambil dari patung bis.

Patung bis adalah patung yang dianggap sakral oleh suku Asmat. Patung bis menggambarkan
rupa dari anggota keluarga yang telah meninggal. Pada bagian atas dibungkus dengan kulit kadal
dan kulit tersebut diikat dengan rotan yang tahan api. Ti’a biasanya diberi nama sesuai dengan
orang yang telah meninggal. Ti’a ini biasa diukir dan dipahat oleh setempat. Ti’a ini biasa
dimainkan untuk mengiringi tarian tradisional suku Asmat, yaitu Tari Tobe atau yang disebut
dengan Tari Perang
RUMAH ADAT SUKU ASMAT
Ada 2 macam rumah adat suku asmat yang mempunyai fungsi
dan peran masing-masing dalam kaitannya memelihara
kebudayaan suku asmat tersebut, yaitu:

1. Jew Suku asmat mempunyai rumah adat yang bernama jew


atau sering disebut dengan rumah bujang.Rumah adat jew ini
berbentuk rumah panggung dengan luas umumnya 10-15
meter namun ada juga yang panjangnya sampai 50 meter
dengan lebar belasan meter. Rumah jew ini mempunyai posisi
yang istimewa dalam struktur masyarakat suku
asmat,karena di bangun demi kepentingan khusus saat
melakukan kegiatan yang bersifat tradisional atau menurut
ketentuan adat. Rumah jew ini sebagai tempat
dibicarakannya atau didiskusikannya segala urusan yang
menyangkut kehidupan warga.Mulai dari rapat adat,tempat
membuat kerajinan tangan dan ukiran kayu,tempat
perencaan perang,hingga keputusan menyangkut desa
mereka sekaligus tempat tinggalnya para laki-laki bujang
suku asmat sehingga dikenal dengan rumah bujang oleh
masyarakat setempat.
Disamping itu rumah bujang ini berfungsi sebagai rumah keramat dan untuk upacara keagamaan

serta merupakan tempat yang dianggap sakral oleh masyarakat suku asmat. Sehingga ada beberapa

aturan adat yang harus dipelajari dan dipahami masyarakat asmat termasuk dalam syarat

pembangunannya. Rumah adat ini juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan alat senjata suku

asmat seperti tombak,panah untuk berburu,noken yaitu tas yang terbuat dari anyaman serat

tumbuhan.Konon tidak sembarang orang diperbolehkan untuk menyentuh noken yang disimpan

dalam rumah jew ini.Karena noken dipercaya dapat menyembuhkan berbagai penyakit dengan

syarat dan aturan tertentu. Ada beberapa hal yang menyangkut tentang rumah jew adat suku asmat

ini,yaitu:
1. Terbuat dari kayu yang selalu didirikan menghadap kearah sungai.
2. Umumnya memiliki luas 10×15 meter.
3. Tiang penyangganya memakai kayu besi yang kemudian diukir dengan seni ukir asmat.
4. Atap rumah terbuat dari daun sagu atau daun nipah yang telah dianyam.
5. Tidak memakai paku dalam pembangunannya tapi memakai tali dari rotan atau akar
tumbuhan.

2. Rumah tysem juga di sebut rumah keluarga,karena rumah ini berfungsi untuk tempat tinggal
mereka yang sudah berkeluarga.Biasanya terdapat 2 sampai 3 pasang keluarga yang menghuni
tysem yakni terdiri dari 1 keluarga inti senior dan 2 sampai 3 keluarga yunior.Jumlah anggota
keluarga inti masyarakat asmat biasanya terdiri dari 4 sampai 5 atau 8 sampai 10 orang. Rumah
adat tysem ini diletakan disekeliling rumah adat jew karena ukurannya yang lebih kecil yaitu
3x4x4 meter.Rumah tysem mempunyai kesamaan dengan rumah jew yakni berbentuk rumah
panggung dan dalam proses pembuatannya dengan tidak memakai materi bangunan berupa
paku karena bahan-bahan yang dipakai yaitu bahan alami yang terdapat dihutan.
SISTEM MATA PENCAHARIAN

Pada masyarakat yang tingkat peradaban


ataukebudayaan masih sederhana, mata
pencahariannya juga bersifat sederhana. Sistemmata
pencaharian meliputi : berbur dan meramu, bercocok
tanam di ladang,bercocok tanam dengan irigasi,
beternak dan mencari ikan. Beruburu dan meramu
merupakan bentuk matapencaharian yang tertua dan
terjadi di berbagai tempat di dunia.
Untukmeningkatkan hasil berburu biasanya dengan
teknik tertentu missalnya dengancara ilmu ghaib.
Di samping itu ada kebiasaan membagi hasil buruankepada kerabat maupun tetangga. Sisanya
diproses dan dijual kepada msyarakatluar dan ke pasar-pasar. Bercocok tanam di ladang
merupakan bentuk bercocoktanam tanpa irigasi, tetapi lambat laun diganti dengan bercocok tanam
menetap :bercocok tanam di ladang terdapat di daerah rimba tropik terutama di AsiaTenggara.

Bercocok tanam dengan irigasi timbul di berbagaidunia yang terletak di perairan sungai besar,
karena tanahnya subur. Beberapahal yang perlu diperhatikan yaitu masalah tanah, modal, tenaga
kerja danmasalah teknologi tentang irigasi, konsumsi, distribusi dan pemasaran.Berternak biasanya
dilakukan di daerah sabana, stepa dan gurun. Di Asia tengahmemelihara kuda, unta kambing dan
domba.

Anda mungkin juga menyukai