Anda di halaman 1dari 7

ESSAY KEWARGANEGARAAN

ASALUSUL KATA INDONESIA


Dosen Pengampu : Nurrochman S.Fil.,M.Hum



Disusun Oleh :
Nama : Iza Nur Meilia
NIM : 13670051

PRODI PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2013/2014

ASAL USUL KATA INDONESIA
Pada zaman purba kepulauan tanah air kita disebut dengan aneka nama.
Dalam catatan bangsa Tionghoa kawasan kepulauan kita dinamai Nan-hai atau
Kepulauan Laut Selatan. Berbagai catatan kuno bangsa India menamai kepulauan
ini Dwipantara, Kepulauan Tanah Seberang, nama yang diturunkan dari kata
Sansekerta, dwipa, yang berarti pulau dan antara yang berarti luar atau seberang.
Kisah Ramayana karya pujangga Valmiki yang termasyhur itu menceritakan
pencarian terhadap Sinta, istri Rama yang diculik Rahwana, sampai ke
Suwarnadwipa, Pulau Emas, yaitu Sumatra (sekarang) yang terletak di Kepulauan
Dwipantara.
Bangsa Arab menyebut tanah air kita Jazair al-Jawi, Kepulauan Jawa.
Nama Latin untuk kemenyan adalah benzoe, berasal dari bahasa Arab luban jawi
(kemenyan Jawa), sebab para pedagang Arab memperoleh kemenyan dari batang
pohon Styrax sumatrana yang dahulu hanya tumbuh di Sumatra.
Sebelum Nusantara menjadi nama resmi kepulauan negara kita pada masa
kerajaan Majapahit (1292-1478),namun berabad-abad selanjutnya nama Nusantara
tenggelam seiring runtuhnya kerajaan Majapahit, barulah pada tahun 1920-an
seorang berkebangsaan Belanda yang bernama Ernest Francois Eugene Douwes
Dekker yang dalam sejarah sebagai Dr. Setiabudi (1878-1950) salah seorang cucu
adik Multatuli, memperkenalkan nama Nusantara.
Nama Nusantara berasal dari dua kata bahasa Sanskerta, yaitu nusa yang
berarti pulau dan antara yang berarti luar. Nusantara digunakan untuk
menyebut pulau-pulau di luar Majapahit (Jawa). Perkataan Nusantara kita
dapatkan dari Sumpah Palapa Patih Gajah Mada yang diucapkan dalam upacara
pengangkatannya menjadi Patih Amangkubhumi Kerajaan Majapahit (tahun 1258
Saka/1336 M) yang tertulis di dalam Kitab Pararaton (Raja-raja):
Sira Gajah Mada Patih Amangkubhumi tan ayun amuktia palapa, sira Gajah
Mada, Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring
Gurun, ring Seran, Tajung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali,
Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa.
(Beliau Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa. Ia Gajah
Mada, Jika telah mengalahkan nusantara, saya (baru akan) melepaskan puasa.
Jika mengalahkan Gurun, Seran, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali,
Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru akan) melepaskan puasa.)
Gurun = Nusa Penida
Seran = Seram
Tajung Pura = Kerajaan Tanjungpura, Ketapang, Kalimantan Barat
Haru = Sumatra Utara (ada kemungkinan merujuk kepada Karo)
Pahang = Pahang di Semenanjung Melayu
Dompo = Dompu, sebuah daerah/kabupaten di pulau Sumbawa
Bali = Bali
Sunda = Kerajaan Sunda
Palembang = Palembang atau Kerajaan Sriwijaya
Tumasik = Singapura
Secara historis, kepulauan yang bermakna kepulauan seberang oleh Dr.
Setiabudi diberi pengertian nasionalistis dengan mengambil kata melayu asli
antara maka Nusantara kini memiliki arti yang baru yaitu nusa diantara dua
benua dan samudera sehingga Jawa pun termasuk dalam definisi Nusantara
modern. Dr. Setiabudi mengambil nama Nusantara dari kitab Pararaton yaitu,
kitab yang membahas sejarah para ratu Singosari hingga runtuhnya Majapahit
(Naskah kuno zaman Majapahit tersebut ditemukan di Bali akhir abad-19,
diterjemahkan J. LA Brandes dan diterbitkan oleh Nicholaas Johannes Krom pada
tahun 1920). Kemudian karena tahu asal-usul nama Nusantara adalah sebutan
bumi pertiwi dulu dan tidak mengandung kata India maka dengan cepat menjadi
populer dalam tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan untuk digunakan sebagai
pengganti nama Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie).
Sebelum nama Nusantara populer dimasa pergerakan kemerdekaan
Indonesia, pernah seorang pujangga asal Belanda yang bernama Eduard Douwes
Dekker (1820-1887) dengan nama samaran Multatuli menamakan Tanah Air kita
Insulinde (kepulauan Hindia) (latin insula = pulau) dalam bukunya MAX
HAVELOR tahun 1860, kemudian dipopulerkan oleh prof. P.J. Veth. Alasan
multatuli memberi nama Insulinde karena jijik mendengar nama Nederlandsch
Indie (Hindia Belanda) yang diberikan oleh Belanda. Beliau juga menggambarkan
bahwa kepulauan Negara kita laksana sabuk yang melingkari garis katulistiwa
ditretes intan jamrud.
Banyak dari bangsa-bangsa Eropa yang awam dengan benua Asia selalu
beranggapan bahwa Asia hanya terdiri dari Arab, Persia, India, dan Tiongkok.
Menurut mereka daerah yang terbentang luas antara Persia dan Tiongkok
semuanya adalah Hindia, Semenanjung Asia Selatan mereka sebut Hindia
Muka, dan dataran Asia Tenggara dinamakan Hindia Belakang sedangkan
kepulauan Tanah Air kita memperoleh nama kepulauan Hindia (Indische
Archipel, Indian Archipelago, Archipel Indian), pada zaman Belanda nama
resminya adalah Nederlandch Indie (Hindia Belanda).
Nama Hindia asal mulanya buatan Herodotus, seorang ahli ilmu sejarah
berkebangsaan Yunani (484-525SM) yang dikenal sebagai bapak ilmu sejarah.
Adapun nama Hindia ini baru digunakan untuk kepulauan ini oleh Polemeus (100-
178) seorang ahli ilmu bumi terkenal, dan nama Hindia ini menjadi terkenal
sesudah bangsa portugis dibawah pimpinan: Vasco da Gama mendapati kepulauan
ini dengan menyusuri sungai Indus.
Kemudian pada tahun 1847 terbitlah sebuah majalah tahunan di Singapura
dengan nama JOURNAL OF INDIAN ARCHIPELAGO AND EASTERN ASIA
(JIAEA), dikelola oleh James Richardson Logan (1819-1869) seorang lulusan
sarjana Edinburg (Inggris). Tahun 1849 George Samuel Windsor Earl (1813-
1865) yang berasal dari Inggris pun menggabungkan diri sebagai redaksi Majalah
JIAEA.
Dalam artikelnya Earl di majalah JIAEA volume 4 tahun 1850 menyatakan
pendapatnya bahwa sudah tiba waktunya untuk rakyat di kepulauan melayu
memiliki nama khusus (a distinctive name) sebab nama Hindia tidaklah cocok dan
sering mengundang kebingungan dengan sebutan India yang lain. Dalam judul
artikelnya Embracing Enquiries Into The Continental Relations of the Indo-
pacific Islanders, Earl menamakan penduduk India Belanda bagian barat yang
berasal dari Proto-Melayu (melayu tua) dan Neutero-Melayu (melayu muda)
sebagai indunesians dan Earl memilih nama untuk wilayah kepulauan Negara kita
dengan sebutan melayunesia (kepulauan melayu) daripada indunesians sebab
melayunesians sangat tepat untuk ras Melayu, apalagi bahasa melayu banyak
digunakan diseluruh kepulauan Negara kita.
James Richardson Logan tidak sependapat dengan Windson Earl, beliau
menulis artikelnya dalam majalah JIAEA volume 4 hal 252-347 dengan judul
THE ETHNOLOGY OF THE INDIAN ARCHIPELAGO yang membahas
tentang nama bagi kepulauan Negara kita yang oleh Belanda dan bangsa Eropa
disebut Indian Archipelago yang menurut Logan sangat panjang dan
membingungkan.
Melalui tulisan Logan tersebut untuk pertama kalinya nama Indonesia
muncul di dunia Internasional Mr. Earl Sugests the Ethnographical term
Indonesia, but rejects in favaour of Malayunesian, I prefer the purely geographical
term Indonesian, which is merely a shorter synonym for the Indian Island or the
Indian Archipelago. Selanjutnya Logan secara aktif dalam setiap karya-karya
tulisannya selalu memakai nama Indonesia sehingga banyak dari kalangan
ilmuwan bidang Ethnology dan Geografi yang mengikuti pendapat Logan
menyebut Indonesia pada kepulauan kita.
Logan memungut nama Indonesia yang dibuang oleh Earl, dan huruf U
(indunesia) digantinya dengan huruf O agar ucapannya lebih baik, maka lahirlah
sebutan INDONESIA sampai sekarang. Earl sendiri tidak suka memakai istilah
INDONESIA dengan alasan bahwa INDUNESIA (kepulauan Indonesia) bisa
juga digunakan untuk wilayah Ceylon (Srilanka) dan Maldevies (Maladewa). Earl
mengajukan dua pilihan nama Indonesia atau Melayunesia pada halaman 71,
artikelnya itu tertulis ..the in habitants of the Indian Archipelago or Malayan
Archipelago Would become respectively Indonesia or Malayunesians(majalah
JIAEA volume 4 tahun 1850, judul artikel On the leading characteristict of the
Papuan, Australian and malay-polynesian nations).
Seorang guru besar bidang ethnology universitas berlin yaitu Adolf
Bastian. Mempopulerkan nama Indonesia dengan menerbitkan sebuah buku
yang berjudul Indonesia Ordeer Die Inseln Des Malaysichien Archipel
sebanyak lima volume. Isi dari buku-buku tersebut membahas penelitiannya
ketika pengembaraannya ke Tanah Air kita, pada tahun 1864-1880.
Melalui buku Bastian tersebut nama Indonesia semakin populer
dikalangan sarjana, hingga pernah muncul suatu pendapat bahwa Adolf Bastian
adalah pencipta nama Indonesia, pendapat yang keliru tersebut tercantum dalam
Encyclopedie Van Nederland-Indie, tahun 1918 bahkan di Indonesia
dimasukkan dalam buku sejarah kebangsaan jilid I untuk SLTP dan yang
sederajat, penerbit Asia Afrika tahun 1969.
Selain Adolf Bastian prof. Van Vollen Hoven (1917) juga mempopulerkan
nama Indonesia sebagai ganti Indisch (India) begitu juga istilah Inlander
(pribumi) diganti sebutan Indonesier (orang Indonesia).
Orang pribumi yang mula-mula menggunakan istilah Indonesia adalah
Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Ketika dibuang ke Belanda pada
1913, beliau mendirikan sebuah biro pers dengan nama Indonesische Pers-
bureau. Nama Indonesisch (Indonesia) juga diperkenalkan sebagai pengganti
Indisch (Hindia) oleh Prof. Cornelis van Vollenhoven (1917).
Pada 1922, atas inisiatif Mohammad Hatta, seorang mahasiswa Handels
Hoogeschool (Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterdam, organisasi pelajar dan
mahasiswa Hindia di Negeri Belanda (yang terbentuk pad 1908 dengan nama
Indische Vereeniging) berubah nama menjadi Indonesische Vereeniging atau
Perhimpoenan Indonesia. Majalah mereka, Hindia Poetra, berganti nama menjadi
Indonesia Merdeka.
Bung Hatta menegaskan dalam tulisannya:
Negara Indonesia Merdeka yang akan datang (de toekomstige vrije
Indonesische staat) mustahil disebut Hindia Belanda. Juga tidak Hindia
saja, sebab dapat menimbulkan kekeliruan dengan India yang asli. Bagi kami
nama Indonesia menyatakan suatu tujuan politik, karena melambangkan dan
mencita-citakan suatu tanah air di masa depan, dan untuk mewujudkannya tiap
orang Indonesia (Indonesier) akan berusaha dengan segala tenaga dan
kemampuannya.
Di Indonesia, Dr. Sutomo mendirikan Indonesische Studie Club pada
1924. Tahun itu juga Perserikatan Komunis Hindia berganti nama menjadi Partai
Komunis Indonesia (PKI). Pada 1925, Jong Islamieten Bond membentuk
Nationaal Indonesische Padvinderij (Natipij). Itulah tiga organisasi di tanah air
yang mula-mula menggunakan nama Indonesia.
Akhirnya nama Indonesia dinobatkan sebagai nama tanah air, bangsa
dan bahasa pada Kerapatan Pemoeda-Pemoedi Indonesia 28 Oktober 1928, yang
kini dikenal dengan sebutan Sumpah Pemuda.
Pada Agustus 1939, tiga orang anggota Volksraad (Dewan Rakyat / parlemen
Hindia Belanda); Muhammad Husni Thamrin, Wiwoho Purbohadidjojo, dan
Sutardjo Kartohadikusumo, mengajukan mosi kepada Pemerintah Hindia Belanda
agar nama Indonesia diresmikan sebagai pengganti nama Nederlandsch-Indie.
Namun, Belanda menolak mosi ini.
Ketika pendudukan Jepang pada 8 Maret 1942, secara otomatis lenyaplah
nama Hindia Belanda. Lalu pada 17 Agustus 1945, seiring dengan proklamasi
kemerdekaan, lahirlah Republik Indonesia sebagai negara yang merdeka dan
berdiri sendiri tanpa penjajahan dari bangsa asing.

Anda mungkin juga menyukai