Anda di halaman 1dari 3

PERNYATAAN SIKAP BERSAMA

KOMITE NASIONAL PENDIDIKAN


( Federasi Guru Independen Indonesia (FGII), Paguyuban Pekerja Universitas Indonesia (PPUI), Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP), Front Mahasiswa Nasional (FMN), Forum Mahasiswa Peduli Pendidikan (FMPP) BSI, BEM FAI Universitas Islam Jakarta, FORMASI IISIP Jakarta, Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI), )

TOLAK RANCANGAN UNDANG-UNDANG PENDIDIKAN TINGGI (RUU PT)!

Berbagai masalah yang dihadapi rakyat akibat privatisasi dan komersialisasi pendidikan, seperti mahalnya biaya sekolah/kuliah, kesejahteraan tenaga/pekerja kependidikan, kurikulum pendidikan, mahalnya jalur masuk dan sebagainya, nyatanya belum menjadi perhatian pemerintah dan DPR. Dunia pendidikan pada era komersialisasi di bawah orde Neoliberal tidak membiarkan begitu saja ada wilayah pengelolaan pendidikan yang masih ditangani oleh negara. Dalam kacamata normatif kaum Neoliberal, pendidikan pun harus sepenuhnya dilepaskan dari tanggung jawab negara dalam pengelolaannya. Hal ini nampak dari gejala pembatalan Undang-Undang Badan Hukum Pendidkan (UU BHP) oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada Maret 20101 lalu yang ternyata tidak menghentikan niat pemerintah dan DPR RI untuk terus melakukan privatisasi dan komersialisasi pendidikan. Gejala paling kentara dari motif tersebut yaitu dibuktikan dengan dikeluarkannya Rancangan Undang-Undang Pendidikan Tinggi (RUU PT) yang rencananya akan segera disahkan DPR dalam beberapa bulan ini. Dalam RUU PT, apa yang ada dalam UU BHP hanya diubah istilahnya, tapi tidak mengubah maknanya. Lepasnya tanggung jawab negara dalam pembiayaan pendidikan, dalam bentuk pemisahan perguruan tinggi (PTN,
1

Dalam Keputusan MK RI NOMOR 11-14-21-126-136/PUU-VII/2009; diantaranya dinyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4965) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

PTS, dan PT BHMN), yang tercantum dalam UU BHP misalnya, masih dicantumkan dalam RUU PT dalam bahasa yang berganti baju.2 Dari aspek proses, seluruh proses pembuatan dan pembahasan tidak pernah melewati tahap-tahap pembuatan peraturan perundangan yang ada, termasuk tidak adanya diskusi publik yang diinisiasi oleh DPR RI. Satu-satunya mekanisme yang digunakan dalam pembuatan RUU tersebut hanyalah rapat dengar pendapat umum (RDPU). RDPU yang hanya melibatkan elit-elit kampus-kampus ternama, khususnya dari kampus-kampus yang selama 5-10 tahun terakhir sudah merasakan nikmatnya candu skema privatisasi pendidikan bernama Perguruan Tinggi Berbadan Hukum Milik Negara (PT BHMN) . Selain itu dari aspek rujukan hukum, dasar pembentukan RUU PT pun tidak jelas. Pasal 31 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi : Pemerintah menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang diatur dalam satu Undang-undang, mengamanatkan bahwa pendidikan nasional cukup diatur dalam satu undang-undang, dan undang-undang yang dimaksud adalah Undang-Undang no.20 tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas). UU Sisdiknas pun (dalam pasal 20, 21, 24, dan 25) tidak mengamanatkan pembentukan UU baru, melainkan mengamanatkan pembentukan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai payung hukum pendidikan. PP no.66 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan pun sudah dikeluarkan dan menghendaki agar Perguruan Tinggi BHMN (PT BHMN) berganti status menjadi Perguruan Tinggi Pemerintah (PTP). Namun, para pimpinan 7 PT BHMN tidak mau menyerahkan begitu saja kenikmatan yang telah dirasakan selama ini dengan mematuhi PP 66 tahun 2010 secara utuh. Dalam pertemuan para pimpinan institusi bentukan PP PT BHMN pada tanggal 1 Februari 2011 di Auditorium Fakultas Hukum UI disebutkan secara eksplisit bahwa para pimpinan tersebut sepakat untuk menunda pelaksanaan PP No.66 Tahun 2011. Penundaan pelaksanaan sebelum adanya aturan hukum yang baru (UU PT) hanya berarti satu hal, yaitu pembangkangan. Satu-satunya pasal yang diterima oleh 7 PT BHMN tersebut hanya pasal soal masa maksimal transisi 3 tahun. Penerimaan terhadap pasal tersebut
2

Dalam PASAL 1 Ayat (2), (3), (4) UU Badan Hukum Pendidikan: Badan Hukum Pendidikan Pemerintah (BHPP), Badan Hukum Pendidikan Pemerintah Daerah (BHPPD), Badan Hukum Pendidikan Masyarakat (BHPM) sementara itu, dalam RUU PT, dalam PASAL 1 Ayat (7) & (8), Perguruan Tinggi: Perguruan Tinggi Negeri (PTN), Perguruan Tinggi Swasta (PTS)

dilatarbelakangi oleh adanya hasrat agar dibuat sebuah Undang-Undang yang dapat menjadi payung hukum BHMN. Sangat tragis karena perguruan-perguruan tinggi ternama yang mengibarkan tinggi-tinggi mantra seperti good governance, demokrasi, partisipasi, transparansi, akuntabilitas, dan sebagainya ternyata malah membangkang terhadap apa yang telah digariskan oleh pemerintah. Garis yang telah diputuskan bahwa komersialisasi pendidikan adalah hal yang dilarang. Dampak yang akan ditimbulkan, jika RUU PT ini disahkan oleh DPR, tidak lain adalah semakin dijauhkannya akses pendidikan tinggi dari rakyat miskin, dari rakyat kelas menengah ke bawah. Selain juga bahwa negara akan dengan leluasa melepaskan tanggung jawabnya dalam pendidikan dengan dipisahkannya status perguruan tinggi (PTN, PTS, dan PT BHMN), dimana negara kemudian hanya (merasa) berkewajiban menanggung pembiayaan PTN dan tidak wajib untuk menanggung biaya pendidikan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) serta PT BHMN. Maka dari itu, kami, Komite Nasional Pendidikan menyatakan sikap :
1. Tolak pendidikan mahal! Tolak privatisasi dan komersialisasi pendidikan!

2. Tolak RUU PT! yang melegalkan privatisasi dan komersialisasi pendidikan!


3. Laksanakan UU Sisdiknas no. 20 tahun 2003 dan PP no. 66 tahun 2010

tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan! 4. Bentuk PP baru untuk payung hukum PTS!

Mari tekan DPR untuk tidak mengesahkan RUU PT dengan mengirimkan sms ke nomor ( no.anggota/panja RUU PT DPR): Saya menolak disahkannya RUU Pendidikan Tinggi! (nama, alamat, asal organisasi) Contact person :

Anda mungkin juga menyukai