Anda di halaman 1dari 16

ABSTRAK Tujuan penelitian: Tujuan dari penelitian Saat ini adalah untuk mengetahui anatomi sinus maksilaris.

Isi dan jenis pasien dengan kebutuhan untuk penyimpanan implantasi maksilaris. Bahan-bahan dan metode: Data sinus maksilaris dari 101 pasien yang berurutan yang menggunakan spiral menghitung tomograpi (CT) melihat rencana implantasi yang preoperatif dimaxilla di bagian priodontologi, universitas Rumah Sakit, Kuleuven yang dievaluasi secara mendalam. Panjang tulang alveolar diukur pada gambaran menyilang antara ujung alveolar dan dasar sinus, paralel terhadap poros gigi. Untuk menjelaskan ukuran anterroposterior sinus maksilaris (AP) dan mediolateral (ML) diameter sinus diukur. Hasil: hasilnya menjelaskan bahwa panjang tulang alveolar lebih tinggi secara signifikan didalam daerah premolar sebagai perbandingan dengan daerah molar (N=46, p>0.01). usia menunjukan hubungan negatif terhadap dimeni tulang (R= 0.32, P=0.04). garis anterior dan posterior pada sinus-sinus besar hampir semuanya bertempat di premolar utama (49 %). Dan molar kedua 84 %. Daerahdaerah secara respek septa sinus maksilaris diidentifikasi 47 % pada antramaksilari hampir 2/3 66 % pasien menunjukan (lebih kecil 4 milimeter) yaitu mokosal utama mempertebal hampir disemua dasar sinus. Contoh terbaru tidak menjelaskan perbedaan yang signifikan (p<0.05) dalam dimensi sinus besar untuk subjek dentate dan edentulous.

Kesimpulan: gambaran silang bagian-bagiannya dapat digunakan untuk mengisi informasi yang lebih akurat pada morfologi, pariasi, dan jumlah tulang maksila yang berdekatan dengan sinus maksilaris. Katakunci: akar gigi, atrophy tulang alveolar; implantasi dental, sinus maksilaris, penghitungan tomography, spiral; gigi.

PENDAHULUAN Penggunaan implantasi oral untuk perawatan sebagian yang sama baik nya dengan keseluruhan pasien penderita edentulous telah meningkat dengan pesat. Saat ini banyak teknik pencitraan telah menjadi mudah untuk perencanaan yang utama pada oprasi implantasi mulut, masing-masing dengan kekuatan nya sendiri dan kelemahanya sendiri dan indikasi khusus.(1). Dalam beberapa kejadian pengunan tiga dimensi pencitraan dan membiarkan pembatasannya(2,3). Lebih jelasnya, dalam penempatan imlantasi masalah gigi pada

maxilautama dapat disebabkan oleh beberapa paktor. Masalah maalah yang sebelumnya tidak di ragukan lagi yaitu kelemahan kualiatas tulang. Pertimbangan bahwa oprsi evaluasi daar sinus besar yang di indikaikan sesuai dengan kasus tulang yang tidak cocok dibawah sinus maxilliary, sebuah pemahaman yang lebih dekat pada pariai anatomy terliha penting. Hal itu harus benar-benar harus

dupertimbangkan bahwa sinus maksilaris memiliki hubungan dekat dengan sumber dari maxillary molar dan bicuspid. Secara normal gigi apices dan dasar maxillary dipisahkan oleh tulang cortical, tapi beberapa gigi (seperti pada

maxillary molar yang pertama dan kedua) hanya dipisahkan dari dasar maxillary sinus oleh sebuah lapisan tebal mucosal (4-6). Jumlah maxillary sinus memiliki sebuah tendensi alami untuk menaikan selama hidup. Kehilangan gigi pada maxilla posterior dapat menghasilkan sebuah aliran deras alveoral pada tulang resorpsi yang disebabkan oleh tulang yang melekat membentuk kembali tulang alveolar. Dengan kata lain, sinus maxillary terus meluas oleh aktivitas osteoclas dalam membran Schneiderian, disebabkan pneumatisasi sinus oleh tulang resorb dalam beberapa bulan (7-8). Dikarenakan hubungan dekat antara gigi dan sinus maxillary, penularan periapical mungkin dihasilkan dalam reaksi reactiv mucosal yaitu dua kali seperti pada umumnya pada pasien dengan penyakit dental seperti pada populasi umum (9) dan catatan odontogenetik sintetis untuk kira-kira 10% sampai 12% pada semua kasus sinusitis maxillari (6). Kegagalan untuk mengenal gigi seperti yang diakibatkan oleh penyakit sinus dapat dihasilkan dengan tidak sempurna atau terapi yang tidak cukup dan kesalahan managemen pada situasi ini (5-9). Meskipun intervensi yang berkaitan dengan pembedahan melibatkan sinus maksilaris meningkat, rencana pembedahan berlanjut dengan menggunakan radiograf dua dimensi untuk penampilan gambar sinus maxillari (10-12). Mempertimbangkan anatomi pariable yang sesuai dengan tempat operasi termasuk didalamnya dasar sinus maxilary dan yang dekat dengan gigi posterior maxillary, observasi pada struktur tiga dimensi paling bermanfaat dalam hubungannya dengan implantasi operasi dan pencangkokan sinus. Karena seni dalam hal ini agak menakutkan (4). Akan tetapi tujuan dari penelitian ini adalah

untuk mendalami anatomi sinus maxillary menggunakan spiral dalam menghitung tomografi untuk mengisi informasi yang lebih akurat pada morfologi, pariasi, volume, dan sejumlah tulang maxila yang dekat dengan sinus. BAHAN-BAHAN DAN METODE Penghitungan sinus maksilaris tomografi (CT) data dari 101 pasien konseskutif (edentulous dan partially dentate). Mengunjungi bagian

prieondotologi rumah sakit, universitas katolik Leuven, Leuven, Belgium yang diberi tugas. Ketika 30 pasyien (14 permpuan, 16 laki-laki, yang berusia 20 70 tahun; usia utama 53.8 tahun). Mereka semua memberi informasi yang ditujukan pada sepiral maxilliary level bawah CT di pahami sebagai bagian dari persedur kelinis untuk rencana yang mendukung dalam hal penempatan pada maxillia. Spiral CT diambil oleh Somaton Plus Pembaca R CT (Siemen, Erlangen, Jerman) pada 120 k V, 165 m As, 500 um ukuran rekonstruksi voxel pada bagian radiologi universitas rumah sakit, University Chatolic Leuven, Leuven, Belgia. Rencana pada gigi tadi diletakan secara pararel pada piringan kerasa maxillia. Untuk sistem navigasi tugas komputer, prosedur membaca sistem rangkap digunakan untuk membiarkan model prostetik dijadikan gambar bersama dengan rekonstruksi tulang rahang.selanjutnya termasuk pada pembacaan pasyien dengan prostesis pembacaan dan beberapa radioopaque pemberi tanda termasuk

didalamnya, diikuti oleh pembacaan yang lainnya paa hanya prostesis. Susunan ini memudahkan pengidentifikasian tempat endentulous yang tepat dengan pengukuran linear standar pada tulang panjang pada level barisan gigi.

Pengukuran Dimensi Dibawah ini adalah sebuah gambaran tentang pengukuran pada spiral pasien CT penglihatan yang bekerja untuk eksplorasi anatomi sinus maxilarry, variasi dan volumenya. 1. Sedikit dan banyaknya tulang alveolar yang panjang diukur pada pencitraan bagian-bagian yang menyilang antara cress alveolar dan dasar sinus maxillary (gambar 1) sebagai pengukuran paralel pada tiap-tiap gigi atau penglihatan

prostesis atau penglihatan pada poros gigi. 2. Ukuran sinus maksilaris berdasar pada diameter anteroprosterior (AP) dan mediolateral (ML) pada sinus diukur (gambar 2) pada 5,10,15,dan 20 mm diatas adalah level yang paling cocok tentang dasar sinus maksilaris. 3. Penebalam mucosal sinus maksilaris dijelaskan sebagai kelanjutan daripada struktur jaringan lembut penebalannya lebih kecil dari 4 mm.

Gambar 1. Gambar yang menyilang menunjukan pngukuran pada tulang alveolar yang panjang dibawah sinus pada level gigi (prostetik): jarak antara dasar sinus maxillary (A) dan alveolar cress (B0) dianggap sebagai tulang panjang alveolar dibawah dasar sinus maxillary.

Semua ukuran dilakukan dengan menggunakan alat ukur yang akurat (sebuah pengukuran yang mendekati= 0.1 mm) pada tampilan software dengan menggunakan skin diagnostik (SGI, fremont,CA, USA). Ukuran-ukuran ditampilkan oleh dua peneliti D.X. dan R.J. (satu ahli operasi mulut dan satu ahli radiologis dentomaxilopasial, dan 10% ukuran-ukuran diulangi untuk mengetahui intra dan inter subjek yang berhubungan. Yang terbaru di sebut-sebut pariabel yang tidak signifikan, dengan keefesienan bervariasi di bawah ini 4% untuk para obsepator intra dan inter. Morfologi Assessment Sinus maksilaris juga dibebani oleh morpologi dengan mengetahui sebelum dan sesudah pemahaman pada sinus maxillaris, dalam hubungannya pada gigi yang resfektif atau dudukan gigi yang melekat dalam hal ini edentulisem. Rata-rata morpologi ini dikerjakan pada poros gigi, sagital dan helayan panoramik. Diwaktu yang sama kejadian septasinus tercatat pada poros gigi dan lapisan sagital. Beban morpologikal ini menjadikan penilaian umum pada mropologi sinus dan adanya asimetri (yang juga dikonfirmasikan secara dimensi, lihat paragraf sebelumnya). Pengukuran morfologi dilakukan bersama-sama oleh 2 peneliti (D.X, R.J) menggunakan tampilan yang sama dan layar diagnostik yang sama juga (SGI, fremont, Ca,USA).

Analisis Data dan Statistik Diatas disebutkan bahwa data ditarik dan dirata-ratakan untuk analisis selanjutnya. Variable deskriptif termasuk status gigi, sejumlah septa dalam sinus maxillary, lokasi dan jenis-jenis morpologi dari sinus yang respektif. Analisis statistik ditampilkan menggunakan paket statistik NCSS 2000 (Kaysville, Utah, USA). Data diuji secara normal yang disebut-sebut sebuah kebutuhan set data Skewed analisis yang tidak parametris. Statistik deskriptip digunakan untuk semua pengukuran linear. Selanjutnya Wilcoxon mencocokan dua tes yang diambil untuk analisis non parametris . Pearson menyusun hubungannya yang digunakan untuk menguji hubungan antara usia dan panjang tulang alveolar. Perbedaan tersebut dianggap sebagai signifikan statistik ketika nilai P kurang dari 0,05 .

Gambar 2. Helaian poros gigi seri menunjukan pengukuran dimensi sinus maxillaris: anteroprosterior (AP) dan mediolateral (ML) pengukuran ditaampilkan pada 5,10, 15, dan 20 mm diatas level yang paling cocok pada dasar sinus maxillaris

HASIL Pengukuran Dimensi 1. Panjang tulang alveolar dibawah dasar sinus maksilaris Bagian luar pengukuran tulang linear dalam edentulous dan pasien dentate partialis yang ditunjukan pada tabel 1 dan 2. Tidak ada perbedaan yang signifikan yang diobservasi antara dua grup (P < 0.05). analisis selanjutnya

mengidenfikasikan bahwa nilai keseluruhan panjang tulang alveolar lebih tinggi secara signifikan didaerah premolar daripada didaerah molar (N=46: P>0.01). selain itu, usia menunjukan hubungan yang negatif terhadap dimensi tulang (R=0.32, P=0,04). 2. Ukuran dari pada sinus maksilaris Dengan tujuan untuk menjelaskan ukuran sinus maksilaris, dimensi AP (panjang) dan ML (width) di jelaskan dan nilai keseluruhan dente partialis dan endentulous pada pasyien ditunjukan pada tabel 3. Dimensi AP dan ML pada sinus maksilari pada urutan 38 (SD 5.2) mm dan 23.5 (SD 5.1) mm secara respektif. Tidak ada perbedaan yang signipikan antara kedua grup dalan penguuaran AP dan ML (P>0.05). 3. lokasi dari penebalan mukosaldalam sinus maksilaris Data juga menunjukan bahwa hampir 2/3 pasyien (66%) menunjukan banyak (> 4 mm) penebalan mukosal, hampir semuanya berlikasi pada daar sinus maksilaris, dengan munculnya bengkak yang lengkap hanya ditemukan dalam

11% kasus. Lebih lanjut, 11 kasus mucosal penyimpanan kista disebelah kiri (n = 5) dan kanan (n = 6) sinus maxillary yang telah diteliti. Morfologi Assessments 1. Bagian sinus maksilaris Berdasarkan pada pembelajaran yang disampaikan, garis anterior sinus maxillary kebanyakan ditempatkan pada level daerah premolar dengan premolar menjadi 44.7 % dan 52.6 % untuk sebelah kiri dan kanan secara resfektiv. Akan tetapi78.8 % sinus kanan dan sinus kiri 89.55. Secara teratur terhadap daerah molar kedua (tabel 4). 2. Simetri sinus maksilaris Bentuk dan ukuran sinus maksilaris dapat berubah melalui kehidupan. Dalam penelitian ini setengah dari pasien (50%) menunjukan sebuah morfologi simetris. 1/3 (33%) pasien-pasien memiliki perbedaan-perbedaan pada beberapa barisan ketika para pasien mengingat kembali (17%) menunjukan sebuah morpologi asimitris yang tidak dominan. 3. Septa dalam sinus maksilaris Pemerataan satu atau lebih septa dalam keseuruhan penelitian populasi adalah 47%. Tidak ada hubungan yang ditemukan antara sejumlah septa dengan morfologi sinus. Akan tetapi, analisis statistik antara sejumlah septum dan dimensi AP menunjukkan bahwa dimensi AP lebih kecil dalam pasien tanpa

septum sebagai perbandingan terhadap pasien dengan bermacam-macam sinus septa, tapi hanya disisi kiri saja (P=0,04) (tabel 5).

PEMBAHASAN Hasil dari penelitian saat ini mendemontrasikan sebuah pertimbangan perbedaan dalam nilai keseluruhan tinggi tulang alveolar untuk dua grup pasien (edentulous dan partialisdentatre). Perbedaan yang ekstrim ditemukan ketika perbedaan daerah molar pertama dalam pasien yang mengidap edentulous (4.9 (SD 2.8) mm; peringkat 1.3-9 mm) terhadap daerah premolar kedua dalam subjek dentate (13.9 (SD 4.8) mm; peringkat 5-20.2 mm). Hal ini jelas bahwa setelah ekstrasi gigi seperti halnya perbedaan yang drastis dapat terjadi antara maxilla prosterior dengan yang tanpa gigi (padaperbedaan rata-rata 9 mm) karena penempatan implantasi gigi pasien ini membutuhkan prosedur ahli gigi preporosetik seperti halnya daerah alveolar atau penempelan dasar sinus dengan pencangkokan tulang. Walaupun ada susunan yang lebar pada dimensi sinus maksilaris dalam penelitian yang berbeda bahwa mungkin saja mengakibatkan efek yang mempengaruhi beraneka jenis manusia (13-17). Analisis sinus maksilaris dengan penunjukan resolusi yang tinggi Ct dalam penelitian ini dimensi AP dan Ml pada sinus maksilaris dalam susunan 38 (SD 5.2 mm) dan 23.5 (SD 5.1) mm secara resfektif. Walaupun Sharan at all (18) telah melaporkan penelarasan sinus maxillary setelah ekstrasi, akan tetapi dalam penelitian ini tidak ada pendaftaran atau ditemukan yang signifikan antara dimensi AP dan ML dalam dentate partialis dan pasien-pasien yang mengidap edentulous sama halnya Ariji at all. (19) juga ditemukan tidak ada Perbedaan yang signifikan dalam jumlah sinus maksilaris

pada dentate dan pasien-pasien nyang mengidap edentulous pada usia ayang sama. Karena hal ini harus dipertimbangkan pengukuran linear, yang digunakan pada penelitian saat ini, jangan menganggap secara utuh semuanya isi tiga dimensi sinus maksilaris. Hal ini penting bahwa penggunaan isi sinus mungkin lebih mirip dan bisa menghasilkan hasil yang berbeda. Penelitian yang lebih lanjut dibutuhkan untuk mempelajari kebiasaan sinus maksilaris dalam hubungannya dengan ekstrasi gigi, penempatan implantasi dan prosdur pencangkokan sinus. Dalam penelitian yang lebih lanjut masalah yang terjadi saat ini terhadap ukuran contoh yang tidak sama (30 edentulous, 71 dentate) harus juga disepakati. Penebalan mukosa yang signifikan diobservasi dalam 66% dalam penelitian grup dan hal ini sama dengan periapikal atau penyakit priodontal. Yang lain juga menemukan adanya infeksi restoratif bisa menghsasilkan penebalan mucosal pada dasar sinus maxillary (20.21). Extensi dari sinus maksilaris berpariasi dalam populasi. Dalam penelitiaan saat ini garis anterior berada pada daerah premolar dan bordser posterior berlokasi kebanyakan pada daerah molar yang ke dua. Tapi dibeberapa penelitian border posterior sinus maksilaris dalam molar ketiga dan daerah paru-paru yang telah dilaporkan. Dalam 83% pasien mofpologi simetris atau perbedaan yang kecil pada beberapa level dalam sinus maksilaris yang ditunjukan, ketika pengumpulan

pasien-pasien (17 %) menunjukan sebuah morfologi asimetris yang kurang dominan. Tidak ada banyak data yang menghususkan asimeti sinus maksilaris. Beberapa penelitian mempertimbangkan kartilasi tetangga atau struktur tulang sebagai sebuah faktor yang mempengaruhi dalam bentuk dan peluasan sinus paranasal. Retensi kista mukosa dalam sinus adalah hampir ditemukan karena kecelakaan sebagai sebuah gejala atau tanda klinis terbatas dan kebanyakan dari kista ini memiliki pergerakan yang spontan. (23). Dalam penelitian saat ini dibagian kanan terlihat sehelai yang kurang dominan tapi karena jumlah yang kurang memadai pada kista dalam populasi penelitian kami kita tidak dapat menggambarkan sebuah kesimpulan. Kehadiran jenis-jenis anatomik di dalam sinus maksilaris, seperti hal nya septa, dapat meningkatkan resiko perforasi membran sinus pada saat prosedur pergerakan sinus. (24). Pemerataan septa dalam penelitian kami adalah 47% dan panjang AP lebih lebar pada pasien yang lebih dari 1 septum ketika dibandingkan terhadap pasien tanpa septa. Kecelakaan antral septa itu bermacam-macam dari 16% sampai 69% dalam penelitian yang berbeda (19,25 hingga 28). Variasi yang banyak ini mungkin menunjukan pada sebuah variasi anatomical yang luas dalam penampilan sinus maksilaris dalam perbedaan penelitian populasi grup dan rasio endentulous terhadap pasien yang mengidap dentate. Bisa mempengaruhi pengeluaran karena secara etiologikal, antra septa menghasilkan kongensial

(dasar) dan septa yang kedua dibentuk dari pasien-pasien yang mengidap edentulous (19.29).

Hal ini terlihat jelas bahwa ada banyak jenis anatomi sinus maksilaris dan pencitraan tiga dimensi memberikan banyak informasi daripada film. Dalam penghormatan ini, Ct adalah sebuah pencitraan nilai untuk evaluasi tida dimensi struktur anatomi tapi mayoritas pengumpulan gambar ulang mengurangi biaya dan pengendalian radiasi. Nilai terbaru yang rendah membuat protokol protokol Ct mungkin terjadi akan tetapi kemampuan yang rendah dalam pencitraan sinus paranasal (30,31). Alternatifnya satu-satunya jalan saat ini yang diambil pencitraan Ct yaitu menawarkan sebuah teknik dipinggir kursi secara sederhana, dengan beban radiasi yang rendah dan mengurangi biaya (32). KESIMPULAN Dalam penelitian saat ini, nilai rata-rata lebih tinggi dalam tingginya tulang alveolar yang diobservasi di daerah premolar, ketika banyak tulang yang hilang terjadi pada individu-individu yang lebih tua. Batas posterior dan anterior sinus maxillary terletak pada premolar pertama dan molar kedua secara respektif. Hampir semua pasien (83%) menunjukan sistematis atau perbedaan kecil pada sinus morp[ologi dikedua sisinya, ketika hampir setengah subjek menunjukan septa sinus. Penebalan mucosal terlihat dalam 2/3 ( 66%) pada pasien yang semuanya hampir berada pada dasar sinus. Ucapan Terimakasih dan Pernyataan Kami ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya atas kerja dan projek oleh Profesor Johan van Cleynenbreugel, pusat pencitraan oral,

fakultas obat-obatan, universitas Leuven khatolik, Leuven, Belgium yang meninggal pada saat pembelajaran penelitian ini. Penulis menyatakan bahwa tidak ada konflik kepentingan.

Jurnal Spiral Computed Tomography Based Maxillary Sinus Imaging in Relation to Tooth Loss, Implant Placement and Potential Grafting Procedure
Diajukan untuk Memenuhi Tugas di Bagian Ilmu Penyakit THT-KL

Disusun oleh: Yuniar Pujiastuti (4151101117)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI 2011

Anda mungkin juga menyukai