Anda di halaman 1dari 5

FRAKTUR Gejala klasik fraktur yaitu adanya riwayat trauma, rasa nyeri dan bengkak di bagian tulang yang

patah, deformitas (angulasi, rotasi, diskrepansi), nyeri tekan, krepitasi, gangguan fungsi muskuloskeletal akibat nyeri, putusnya kontinuitas tulang, dan gangguan neurovaskular (De Jong, 2002). Klasifikasi fraktur Secara klinis, fraktur dibagi menurut ada tidaknya hubungan patah tulang dengan dunia luar, yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur terbuka memungkinkan masuknya kuman dari luar ke dalam luka. Patah tulang terbuka terbagi menjadi tiga derajat seperti pada tabel di bawah ini: Derajat I Luka Laserasi < 1 cm Kerusakan jaringan kurang berarti Luka bersih II Laserasi > 1 cm Tidak ada kerusakan jaringan yang hebat atau avulsi Ada kontaminasi III Luka lebar dan rusak hebat, atau hilangnya jaringan sekitar Kontaminasi hebat Kominutif, segmental, fragmen tulang ada yang hilang Dislokasi fragmen jelas Fraktur Sederhana, dislokasi fragmen minimal

Menurut garis frakturnya, patah tulang dibagi menjadi: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Fraktur komplet Fraktur inkomplet (fisura dan greenstick fracture) Fraktur transversa Fraktur oblik Fraktur spiral Fraktur kompresi

7. 8. 9.

Fraktur simpel Fraktur kominutif Fraktur segmental

10. Fraktur impaksi

Menurut lokasi patahannya, fraktur terbagi menjadi 1. 2. 3. Fraktur epifisis Fraktur metafisis Fraktur diafisis

Karena pada anak-anak masih ada lempeng pertumbuhan (lempeng epifisis), dapat terjadi fraktur pada lempeng tersebut yang olh Salter-Harris dibagi menjadi lima tipe: 1. Pada tipe I, terjadi pemisahan total lempeng epifisis tanpa adanya patah tulang. Sel-sel pertumbuhan lempeng epifisis masih melekat pada epifisis. Fraktur ini terajadi akibat adanya gaya potong pada bayi baru lahir atau anak-anak kecil. Fraktur ini cukup diatasi

dengan reduksi tertutup karena masih ada perlekatan periosteum yang intake. Prognosis biasanya baik bila direposisi dengan cepat. 2. Pada tipe II, garis fraktur berjalan di sepanjang lempeng epifisis dan membelok ke metafisis sehingga membentuk suatu fragmen metafisis seperti segitiga yang disebut tanda Thurston-Holland. Reposisi secepatnya tidak begitu sulit dilakukan. Bila reposisi terlambat, harus dilakukan tindakan pembedahan. 3. Pada tipe III, garis fraktur berjalan dari permukaan sendi menerobos lempeng epifisis lalu memotong sepanjang garis lempeng epifisis. Karena intraartikuler, fraktur ini harus direduksi secara kuat. Sebaiknya dilakukan operasi terbuka dan fiksasi interna dengan pin. 4. Pada tipe IV, juga merupakan fraktur intraartikuler yang garis frakturnya menerobos permukaan sendi ke epifisis, ke lapisan lempeng epifisis hingga ke sebagian metafisis. Pengobatannya adalah reduksi terbuka dan fiksasi interna karena fraktur tidak stabil akibat tarikan otot. 5. Pada tipe V, merupakan fraktur akibat hancurnya eifisis yang diteruskan ke lempeng epifisis. Biasanya terjadi pada sendi pergelangan kaki dan sendi lutut. Prognosis jelek karena dapat terjadi kerusakan sebagian atau seluruh lempeng pertumbuhan.

Macam-macam dislokasi tulang: 1. 2. Dislokasi ad latitudinem merupakan dislokasi dengan arah melintang Dislokasi ad longitudinem menyebabkan tulang tampak memanjang karena tarikan traksi terlalu besar 3. Dislokasi cum contractionem menyebabkan tulang tampak memendek, umunya disebabkan tarikan dan tonus otot. Sering ditemkan pada fraktur femur karena tarikan otot paha yang insersinya di tibia.

4.

Dislokasi ad peripheriam yang disebabkn karena rotasi

(De Jong, 2002).

Primary Survey (Prosedur A,B,C,D,E) 1. A (Airway) Yang pertama harus dinilai adalah kelancaran jalan nafas. Ini meliputi pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan fraktur benda asing, fraktur tulang wajah, fraktur mandibula atau maksila, fraktur laring atau trakea. Usaha untuk membebaskan airway harus melindungi vertebra servikal. Dalam hal ini dapat dimulai dengan melakukan chin lift atau jaw thrust, pada penderita yang dapat berbicara, dapat dianggap bahwa jalan nafas bersih, walaupun demikian penilaian ulang terhadap airway harus tetap dilakukan. Harus dilakukan segala usaha untuk menjaga jalan nafas dan memasang airway definitive bila diperlukan. Hal yang tidak kalah penting adalah mengenali kemungkinan gangguan airway yang dapat terjadi kemudian dengan melakukan re-evaluasi berulang terhadap airway (American College of Surgeons, 1997). 2. B (Breathing) Ventilasi yang baik meliputi fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan diafragma. Setiap komponen harus dievaluasi secara cepat. Dada penderita harus dibuka untuk melihat ekspansi pernafasan. Auskultasi dilakukan untuk memastikan masuknya udara ke dalam paru. Perkusi dilakukan untuk menilai adanya udara atau darah dalam rongga pleura. Inspeksi dan palpasi dapat memperlihatkan kelainan dinding dada yang mungkin mengganggu ventilasi (American College of Surgeons, 1997). 3. C (Circulation) a. Volume darah dan cardiac output Penemuan klinis dalam hitungan detik yang dapat memberikan informasi tentang keadaan hemodinamik yaitu tingkat kesadaran, warna kulit, dan nadi. Pada keadaan hipovolemi terjadi penurunan kesadaran, warna kulit dan ekstremitas pucat, serta nadi yang cepat dan kecil. b. Perdarahan Perdarahan luar harus dikelola dengan primary survey. Perdarahan eksternal dihentikan dengan penekanan pada luka. Spalk udara juga dapat digunakan untuk mengontrol perdarahan. Spalk harus tembus cahaya untuk mengawasi perdarahan (American College of Surgeons, 1997).

4. D (Disability) Dilakukan evaluasi terhadap keadaan neurologi secara cepat. Yang dinilai adalah tingkat kesadaran, serta ukuran dan reaksi pupil. Cara sederhana untuk menilai tingkat kesadaran adalah AVPU (Alert, Vocal, Pain, Unresponsive). GCS (Glasgow Coma Scale) dapat dilakukan untuk menggantikan AVPU. GCS adalah sistem scoring sederhana yang dapat meramal outcome penderita. Jika penilaian ini belum dilakukan pada primary survey, harus dilakukan di secondary survey pada saat pemeriksaan neurologis (American College of Surgeons, 1997). 5. E (Exposure) Penderita harus dibuka keseluruhan pakaiannya untuk memeriksa dan mengevaluasi penderita. Setelah pakaian dibuka, penting agar penderita tidak kedinginan. Harus dipakaikan selimut hangat, ruangan cukup hangat dan diberikan cairan IV yang sudah dihangatkan (American College of Surgeons, 1997).

Daftar pustaka: American College of Surgeons. 1997. Advanced Trauma Life Support. United States of America: First Impression. De Jong W. 2002. Buku Ajar Ilmu Bedah Cetakan 1 : Jakarta EGC.

Anda mungkin juga menyukai