Anda di halaman 1dari 9

mutiarazuhud.

com

http://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/05/10/tinjauan-kullu-bidah/

Mutiara Zuhud Letakkan dunia pada tanganmu dan akhirat pada hatimu
Kami sampaikan tanpa cinta dunia
Pengumpan: Tulisan Komentar

Tinjauan kullu bidah


10 Mei 2012 oleh mutiarazuhud | Marilah memahami hadits kullu bidah dengan ilmu balaghah dan nahwu

Bidah itu kata benda, tentu mempunyai sifat, tidak mungkin ia tidak mempunyai sifat, mungkin saja ia bersifat baik atau mungkin bersifat jelek. Sifat tersebut tidak ditulis dan tidak disebutkan dalam hadits di atas; Dalam Ilmu Balaghah dikatakan,

membuang sifat dari benda yang bersifat. Jadi jika ditulis lengkap dengan sifat dari bidah kemungkinannya adalah a. Kemungkinan pertama :

Semua bidah yang baik itu sesat (dholalah), dan semua yang sesat (dholalah) masuk neraka Hal ini tidak mungkin, bagaimana sifat baik dan sesat (dholalah) berkumpul dalam satu benda dan dalam waktu dan tempat yang sama, hal itu tentu mustahil. b. Kemungkinan kedua :

Semua bidah yang jelek itu sesat (dholalah), dan semua yang sesat (dholalah) masuk neraka
1 of 9 11/05/2012 4:07

mutiarazuhud.com

http://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/05/10/tinjauan-kullu-bidah/

Jadi kesimpulannya bidah yang sesat masuk neraka adalah bidah sayyiah (bidah yang jelek). Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda Jauhilah oleh kalian perkara baru, karena sesuatu yang baru (di dalam agama) adalah bidah , kullu bidah dholalah (HR Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, Tirmidzi & Hakim) Telah menceritakan kepada kami Yaqub telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Saad dari bapaknya dari Al Qasim bin Muhammad dari Aisyah radliallahu anha berkata; Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: Siapa yang membuat perkara baru dalam urusan kami ini yang tidak ada perintahnya maka perkara itu tertolak. Diriwayatkan pula oleh Abdullah bin Jafar Al Makhramiy dan Abdul Wahid bin Abu Aun dari Saad bin Ibrahim (HR Bukhari 2499) Dari Ibnu Abbas r.a. berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, sesungguhnya agama itu dari Tuhan, perintah-Nya dan larangan-Nya. (Hadits riwayat Ath-Thabarani) Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban (ditinggalkan berdosa), maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa larangan (dikerjakan berdosa)), maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamkan sesuatu (dikerjakan berdosa), maka jangan kamu pertengkarkan dia; dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincangkan dia. (Riwayat Daraquthni, dihasankan oleh an-Nawawi) Dari keempat hadits di atas dapat diketahui bahwa bidah yang sayyiah (jelek) adalah bidah dalam urusan agama atau urusan kami atau perkara syariat (segala perkara yang telah disyariatkanNya/diwajibkanNya) atau mengada-ada dalam urusan yang merupakan hak Allah taala menetapkannya yakni melarang sesuatu yang tidak dilarangNya, mengharamkan sesuatu yang tidak diharamkanNya, mewajibkan sesuatu yang tidak diwajibkanNya. Sedangkan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menyampaikan bahwa contoh atau suri tauladan atau perkara baru di luar perkara syariat , baik atau buruk, ke dalam sunnah hasanah atau sunnah sayyiah

Telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb telah menceritakan kepada kami Jarir bin Abdul Hamid dari Al Amasy dari Musa bin Abdullah bin Yazid dan Abu Adh Dhuha dari Abdurrahman bin Hilal Al Absi dari Jarir bin Abdullah dia berkata; Pada suatu ketika, beberapa orang Arab badui datang menemui Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dengan mengenakan pakaian dari bulu domba (wol). Lalu Rasulullah memperhatikan kondisi mereka yang menyedihkan. Selain itu, mereka pun sangat membutuhkan pertolongan. Akhirnya, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menganjurkan para sahabat untuk memberikan sedekahnya kepada mereka. Tetapi sayangnya, para sahabat sangat lamban untuk melaksanakan anjuran Rasulullah itu, hingga kekecewaan terlihat pada wajah beliau. Jarir berkata; Tak lama kemudian seorang sahabat dari kaum Anshar datang memberikan bantuan sesuatu yang dibungkus dengan daun dan kemudian diikuti oleh beberapa orang sahabat lainnya. Setelah itu, datanglah beberapa orang sahabat yang turut serta menyumbangkan sedekahnya (untuk diserahkan kepada orang-orang Arab badui tersebut) hingga tampaklah keceriaan pada wajah Rasulullah shallallahu alaihi

2 of 9

11/05/2012 4:07

mutiarazuhud.com

http://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/05/10/tinjauan-kullu-bidah/

wasallam. Kemudian Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda: Siapa yang melakukan satu sunnah hasanah dalam Islam, maka ia mendapatkan pahalanya dan pahala orang-orang yang mengamalkan sunnah tersebut setelahnya tanpa mengurangi pahala-pahala mereka sedikitpun. Dan siapa yang melakukan satu sunnah sayyiah dalam Islam, maka ia mendapatkan dosanya dan dosa orang-orang yang mengamalkan sunnah tersebut setelahnya tanpa mengurangi dosa-dosa mereka sedikitpun. (HR Muslim 4830) Hadits di atas diriwayatkan juga dalam Sunan An-Nasai no.2554, Sunan At-Tirmidzi no. 2675, Sunan Ibnu Majah no. 203, Musnad Ahmad 5/357, 358, 359, 360, 361, 362 dan juga diriwayatkan oleh yang lainnya. Arti kata sunnah dalam sunnah hasanah atau sunnah sayyiah bukanlah sunnah Rasulullah atau hadits atau sunnah (mandub) karena tentu tidak ada sunnah Rasulullah yang sayyiah, tidak ada hadits yang sayyiah dan tidak ada perkara sunnah (mandub) yang sayyiah Jadi arti kata sunnah dalam sunnah hasanah atau sunnah sayyiah adalah contoh atau suri tauladan atau perkara baru, sesuatu yang tidak dilakukan oleh orang lain sebelumnya Kesimpulannya, Sunnah hasanah adalah contoh atau suri tauladan atau perkara baru di luar perkara syariat yang tidak bertentangan dengan Al Quran dan Hadits , termasuk ke dalam bidah hasanah Sunnah sayyiah adalah contoh atau suri tauladan atau perkara baru di luar perkara syariat yang bertentangan dengan Al Quran dan Hadits , termasuk ke dalam bidah dholalah Imam Mazhab yang empat yang bertalaqqi (mengaji) dengan Salaf Sholeh, contohnya Imam Syai ~rahimahullah menyampaikan 313 1 )- ) -

Artinya ; Imam Syai ra berkata Segala hal yang baru (tidak terdapat di masa Rasulullah) dan bertentangan dengan Al-Quran, Al-Hadits, Ijma (sepakat Ulama) dan Atsar (Pernyataan sahabat) adalah bidah yang sesat (bidah dholalah). Dan segala kebaikan yang baru (tidak terdapat di masa Rasulullah) dan tidak bertentangan dengan pedoman tersebut maka ia adalah bidah yang terpuji (bidah mahmudah atau bidah hasanah), bernilai pahala. (Hasyiah IanathuthThalibin Juz 1 hal. 313). Contoh sunnah sayyiah (termasuk bidah dholalah) yakni perkara baru atau mencontohkan atau meneladankan perkara di luar perkara syariat yang bertentangan dengan Al Quran dan Hadits, perbuatan mempergunakan jejaring sosial facebook untuk bergunjing, menghasut, mencela, menghujat saudara muslim lainnya Contoh sunnah hasanah (termasuk bidah hasanah) perkara baru atau mencontohkan atau meneladankan perkara di luar perkara syariat yang tidak bertentangan dengan Al Quran dan Hadits, perbuatan mempergunakan jejaring sosial facebook untuk menyampaikan apa yang disampaikan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam atau sekedar mempergunakannya untuk membaca dan memahami uraian agama dalam rangka tholabul ilmi. Jadi kullu bidah menerima pengecualian pada bidah di luar perkara syariat yang tidak bertentangan dengan Al Quran dan Hadits

3 of 9

11/05/2012 4:07

mutiarazuhud.com

http://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/05/10/tinjauan-kullu-bidah/

Hal ini sesuai pula jika ditinjau dari ilmu nahwu Kalimat bidah ( ) di sini adalah bentuk ISIM (kata benda) bukan FIIL (kata kerja).

Dalam ilmu nahwu menurut kategorinya Isim terbagi 2 yakni Isim Marifat (tertentu) dan Isim Nakirah (umum). Nah.. kata BIDAH ini bukanlah 1. Isim dhomir 2. Isim alam 3. Isim isyaroh 4. Isim maushul 5. Ber alif lam yang merupakan bagian dari Isim Marifat. Jadi kalimat bidah di sini adalah Isim Nakiroh dan KULLU di sana berarti tidak ber-idhofah (bersandar) kepada salah satu dari yang 5 di atas. Seandainya KULLU ber-idhofah kepada salah satu yang 5 di atas, maka ia akan menjadi marifat. Tapi pada KULLU BIDAH, ia ber-idhofah kepada nakiroh. Sehingga dhalalah-nya adalah bersifat am (umum). Sedangkan setiap hal yang bersifat umum pastilah menerima pengecualian. Ulama yang sholeh, bersanad ilmu tersambung kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam seperti Imam Nawawi ra yang bermazhab Syai mengatakan .

Sabda Nabi Shallallahu alaihi wasallam, Kullu Bidah dlalalah ini adalah Amm Makhshush, kata-kata umum yang dibatasi jangkauannya. Jadi yang dimaksud adalah sebagian besar bidah itu sesat, bukan seluruhnya. (Syarh Shahih Muslim, 6/154). Hadits Kullu Bidah dlalalah berdasarkan ilmu atau menurut tata bahasanya ialah Amm Makhshush, artinya makna bidah lebih luas dari makna sesat sehingga setiap sesat adalah bidah akan tetapi tidak setiap bidah adalah sesat. Sebagian ulama berpendapat bahwa pengecualian itu pada perkara baru urusan dunia atau bidah duniawiyyah. Sangat keliru jika berpendapat bahwa bidah yang diperbolehkan atau bidah yang tidak masuk neraka adalah bidah urusan dunia (bidah duniawiyyah) karena bidah urusan dunia (bidah duniawiyyah) ada yang hasanah (baik) dan ada pula yang sayyiah (buruk). Tidak boleh kita mengeneralisir bahwa setiap bidah urusan dunia (bidah duniawiyyah) adalah boleh atau baik sebagaimana kaum sekulerisme menyalahgunakan hadits, wa antum alamu bi amri dunyakum, dan kamu sekalian lebih mengetahui urusan-urusan duniamu. (HR. Muslim 4358). Hal ini telah diuraikan dalam tulisan pada h p://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/05 /06/urusan-dunia/ (h p://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/05/06/urusan-dunia/) Bidah (perkara baru) urusan dunia atau bidah duniawiyyah harus pula ditetapkan kedalam hukum takli yang lima (haram, makruh, wajib, sunnah, dan mubah). Jika setiap akan melakukan perbuatan dan merujuk kepada hukum takli yang lima maka termasuk perbuatan merujuk dengan Al Quran dan Hadits. Perbuatan merujuk dengan Al Quran dan Hadits seperti itulah termasuk ke dalam dzikrullah
4 of 9 11/05/2012 4:07

mutiarazuhud.com

http://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/05/10/tinjauan-kullu-bidah/

(mengingat Allah) atau memandang Allah taala sebelum melakukan perbuatan, sebagaimana Ulil Albab, kaum muslim yang menggunakan lubb atau akal qalbu atau muslim yang menundukkan akal pikirannya kepada akal qalbu sebagaimana yang telah diuraikan dalam tulisan pada h p://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/01/29/tundukkan-akal-pikiran/ (h p://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/01/29/tundukkan-akal-pikiran/) Ulil Albab sebagaimana rman Allah yang artinya, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka (Ali Imran: 191). Allah menganugerahkan al hikmah (pemahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya Ulil Albab yang dapat mengambil pelajaran (dari rman Allah). (QS Al Baqarah [2]:269 ). Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan Ulil Albab (QS Ali Imron [3]:7 ) Jadi segala perbuatan atau segala urusan dunia yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam termasuk dalam perkara baru (bidah) di luar perkara syariat atau di luar apa yang telah disyariatkanNya (diwajibkanNya) jika bertentangan dengan Al Quran dan Hadits maka termasuk bidah dholalah dan jika tidak bertentangan dengan Al Quran dan Hadits maka termasuk bidah hasanah atau sunnah hasanah. Kesimpulam akhir adalah, Siapa yang melakukan sunnah hasanah yakni mencontohkan atau meneladankan atau membuat perkara baru (bidah) di luar perkara syariat yang tidak bertentangan dengan Al Quran dan Hadits maka ia mendapatkan pahalanya dan pahala orang-orang yang mengamalkan perbuatan tersebut setelahnya tanpa mengurangi pahala-pahala mereka sedikitpun. Dan siapa melakukan sunnah sayyiah yakni yang mencontohkan atau meneladankan atau membuat perkara baru (bidah) di luar perkara syariat yang bertentangan dengan Al Quran dan Hadits, maka ia mendapatkan dosanya dan dosa orang-orang yang mengamalkan perbuatan tersebut setelahnya tanpa mengurangi dosa-dosa mereka sedikitpun. Jadi para ulama yang sholeh yang membuat Ratib al Haddad, sholawat nariyah, sholawat badar, qasidah burdah, maulid barzanji atau orang yang pertama kali mengadakan peringatan Maulid Nabi maka ia akan mendapatkan pahalanya dan pahala-pahala dari orang-orang yang mengamalkannya. Perlu diketahui, contohnya kitab Barzanji ditulis oleh ulama yang sholeh dari keturunan cucu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang mendapatkan pengajaran agama dari orang tua-orang tua mereka terdahulu yang tersambung kepada lisannya Imam Sayyidina Ali ra yang mendapatkan pengajaran agama langsung dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yakni Sayid Jafar ibn Hasan ibn Abdul Karim ibn Muhammad ibn Sayid Rasul ibn Abdul Sayid ibn Abdul Rasul ibn Qalandar ibn Abdul Sayid ibn Isa ibn Husain ibn Bayazid ibn Abdul Karim ibn Isa ibn Ali ibn Yusuf ibn Mansur ibn Abdul Aziz ibn Abdullah ibn Ismail ibn Al-Imam Musa Al-Kazim ibn Al-Imam Jafar As-Sodiq ibn Al-Imam Muhammad Al-Baqir ibn Al-Imam Zainal Abidin ibn Al-Imam Husain ibn Sayidina Ali r.a. Sayyid Jafar adalah seorang mufti di Madinah , tentu kita tahu bagaimana kompetensi mufti

5 of 9

11/05/2012 4:07

mutiarazuhud.com

http://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/05/10/tinjauan-kullu-bidah/

pada zaman dahulu. Datuk-datuk Sayyid Jafar semuanya ulama terkemuka yang terkenal dengan ilmu dan amalnya, keutamaan dan keshalihannya. Beliau mempunyai sifat dan akhlak yang terpuji, jiwa yang bersih, sangat pemaaf dan pengampun, zuhud, amat berpegang dengan Al-Quran dan Sunnah, wara, banyak berzikir, sentiasa bertafakkur, mendahului dalam membuat kebajikan bersedekah,dan pemurah. Semasa kecilnya beliau telah belajar Al-Quran dari Syaikh Ismail Al-Yamani, dan belajar tajwid serta membaiki bacaan dengan Syaikh Yusuf As-Soidi dan Syaikh Syamsuddin Al-Misri. Antara guru-guru beliau dalam ilmu agama dan syariat adalah : Sayid Abdul Karim Haidar Al-Barzanji, Syeikh Yusuf Al-Kurdi, Sayid Athiyatullah Al-Hindi. Sayid Jafar Al-Barzanji telah menguasai banyak cabang ilmu, antaranya: Shoraf, Nahwu, Manthiq, Maani, Bayan, Adab, Fiqh, Usulul Fiqh, Faraidh, Hisab, Usuluddin, Hadits, Usul Hadits, Tafsir, Hikmah, Handasah, Arudh, Kalam, Lughah, Sirah, Qiraat, Suluk, Tasawuf, Kutub Ahkam, Rijal, Mustholah Sebaliknya mereka yang melarang peringatan Maulid Nabi, Ratib al Haddad, sholawat nariyah, sholawat badar, qasidah burdah, maulid barzanji menjadikan mereka terjerumus menjadi ahli bidah yakni mengada ada dalam urusan agama atau mengada ada dalam urusan kami atau mengada ada dalam perkara syariat (segala perkara yang telah disyariatkanNya/diwajibkanNya) atau mengada-ada dalam urusan yang merupakan hak Allah taala menetapkannya yakni melarang sesuatu yang tidak dilarangNya. Firman Allah Azza wa Jalla yang artinya, Katakanlah! Tuhanku hanya mengharamkan hal-hal yang tidak baik yang timbul daripadanya dan apa yang tersembunyi dan dosa dan durhaka yang tidak benar dan kamu menyekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak turunkan keterangan padanya dan kamu mengatakan atas (nama) Allah dengan sesuatu yang kamu tidak mengetahui. (QS al-Araf: 32-33) Dalam hadits Qudsi , Rasulullah bersabda: Aku ciptakan hamba-hambaKu ini dengan sikap yang lurus, tetapi kemudian datanglah syaitan kepada mereka. Syaitan ini kemudian membelokkan mereka dari agamanya, dan mengharamkan atas mereka sesuatu yang Aku halalkan kepada mereka, serta mempengaruhi supaya mereka mau menyekutukan Aku dengan sesuatu yang Aku tidak turunkan keterangan padanya. (Riwayat Muslim) Allah Azza wa Jalla berrman, Mereka menjadikan para rahib dan pendeta mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah. (QS at-Taubah [9]:31 ) Ketika Nabi ditanya terkait dengan ayat ini, apakah mereka menyembah para rahib dan pendeta sehingga dikatakan menjadikan mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah? Nabi menjawab, tidak, Mereka tidak menyembah para rahib dan pendeta itu, tetapi jika para rahib dan pendeta itu menghalalkan sesuatu bagi mereka, mereka menganggapnya halal, dan jika para rahib dan pendeta itu mengharamkan bagi mereka sesuatu, mereka mengharamkannya Pada riwayat yang lain disebutkan, Rasulullah bersabda mereka (para rahib dan pendeta) itu telah menetapkan haram terhadap sesuatu yang halal, dan menghalalkan sesuatu yang haram, kemudian mereka mengikutinya. Yang demikian itulah penyembahannya kepada mereka. (Riwayat Tarmizi) Demikianlah betapa halusnya hasutan atau ghazwul kri (perang pemahaman) yang dilancarkan oleh kaum Zionis Yahudi agar mereka memahami Al Quran dan Hadits dengan makna dzahir atau yang kami namakan pemahaman dengan metodologi terjemahkan saja berdasarkan arti bahasa (lughot) dan istilah (terminologi). Hal ini umum terjadi pada mereka yang memahami agama berlandaskan mutholaah , menelaah kitab dengan akal pikirannya sendiri. Dalam memahami Al Quran dan Hadits atau berpendapat atau berfatwa harus berdasarkan
6 of 9 11/05/2012 4:07

mutiarazuhud.com

http://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/05/10/tinjauan-kullu-bidah/

ilmu. Sanad ilmu yang tersambung kepada lisannya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan ilmu untuk memahami Al Quran dan Hadits. Mereka tidak memperhatikan ilmu-ilmu yang bersangkutan dengan bahasa arab itu seumpama nahwu, sharaf, balaghah (maani, bayan dan badi). Mereka tidak juga memperhatikan sifat lafadz-lafadz dalam al-Quran dan as-Sunnah itu yang beraneka ragam seperti ada lafadz nash, ada lafadz dlahir, ada lafadz mijmal, ada lafadz bayan, ada lafadz muawwal, ada yang umum, ada yang khusus, ada yang mutlaq, ada yang muqoyyad, ada majaz, ada lafadz kinayah selain lafadz hakikat dan lain lainnya. Begitupula dengan hasutan atau ghazwul kri (perang pemahaman) yang dilancarkan oleh kaum Zionis Yahudi agar mereka memahami Al Quran dan Hadits dengan makna dzahir selain dapat menjerumuskan mereka menjadi ahli bidah adalah menjurumuskan mereka kedalam kekufuran dalam itiqod. Imam Ahmad ar-Rifai (W. 578 H/1182 M) dalam kitabnya al-Burhan al-Muayyad, Sunu Aqaidakum Minat Tamassuki Bi Dzahiri Ma Tasyabaha Minal Kitabi Was Sunnati Lianna Dzalika Min Ushulil Kufri, Jagalah aqidahmu dari berpegang dengan dzahir ayat dan hadis mutasyabihat, karena hal itu salah satu pangkal kekufuran. Imam besar ahli hadis dan tafsir, Jalaluddin As-Suyuthi dalam Tanbiat Al-Ghabiy Bi Tabriat Ibn Arabi mengatakan Ia (ayat-ayat mutasyabihat) memiliki makna-makna khusus yang berbeda dengan makna yang dipahami oleh orang biasa. Barangsiapa memahami kata wajh Allah, yad , ain dan istiwa sebagaimana makna yang selama ini diketahui (wajah Allah, tangan, mata, bertempat), ia kar (kufur dalam itiqod) secara pasti. Sayyidina Ali Ibn Abi Thalib ra berkata : Sebagian golongan dari umat Islam ini ketika kiamat telah dekat akan kembali menjadi orang-orang kar. Seseorang bertanya kepadanya : Wahai Amirul Mukminin apakah sebab kekufuran mereka? Adakah karena membuat ajaran baru atau karena pengingkaran? Sayyidina Ali Ibn Abi Thalib ra menjawab : Mereka menjadi kar karena pengingkaran. Mereka mengingkari Pencipta mereka (Allah Subhanahu wa taala) dan mensifati-Nya dengan sifat-sifat benda dan anggota-anggota badan. Dalam kitab ilmu tauhid berjudul Hasyiyah ad-Dasuqi ala Ummil Barahin karya Syaikh Al-Akhthal dapat kita ketahui bahwa Barangsiapa mengitiqadkan (meyakinkan) bahwa Allah Subhanahu wa Taala mempunyai tangan (jisim) sebagaimana tangan makhluk (jisim-jisim lainnya), maka orang tersebut hukumnya Kar (orang yang kufur dalam itiqod) Barangsiapa mengitiqadkan (meyakinkan) bahwa Allah Subhanahu wa Taala mempunyai tangan (jisim) namun tidak serupa dengan tangan makhluk (jisim-jisim lainnya), maka orang tersebut hukumnya Aashin atau orang yang telah berbuat durhaka kepada Allah Subhanahu wa Taala Itiqad yang benar adalah itiqad yang menyatakan bahwa sesungguhnya Allah Subhanahu wa Taala itu bukanlah seperti jisim (bentuk suatu makhluk) dan bukan pula berupa sifat. Tidak ada yang dapat mengetahui Dzat Allah Subhanahu wa Taala kecuali Dia Salaf yang sholeh mengatakan : :

7 of 9

11/05/2012 4:07

mutiarazuhud.com

http://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/05/10/tinjauan-kullu-bidah/

Dan Walid bin Muslim berkata: Aku bertanya kepada Auzaiy, Malik bin Anas, Sufyan Tsauri, Laits bin Saad tentang hadits-hadits yang di dalamnya ada sifat-sifat Allah? Maka semuanya berkata kepadaku: Biarkanlah ia sebagaimana ia datang tanpa tafsir Imam Sufyan bin Uyainah radhiyallahu anhu mengatakan:

Setiap sesuatu yang Allah menyifati diri-Nya dengan sesuatu itu, maka tafsirannya adalah bacaannya (tilawahnya) dan diam daripada sesuatu itu. Sufyan bin Uyainah radhiyallahu anhu ingin memalingkan kita dari mencari makna dzahir dari ayat-ayat sifat dengan cukup melihat bacaannya saja, tafsiruhu tilawatuhu: tafsirannya adalah bacaannya. Bacaannya adalah melihat dan mengikuti huruf-perhurufnya, bukan maknanya, bukan tafsiruhu tarifuhu. Terhadap lafazh-lafazh ayat sifat kita sebaiknya tidak mengitiqodkan berdasarkan maknanya secara dzahir karena akan terjerumus kepada jurang tasybih (penyerupaan), sebab lafazh-lafazh ayat sifat sangat beraroma tajsim dan secara badihi (otomatis) pasti akan menjurus ke sana. Terhadap lafazh-lafazh ayat sifat , Imam Syai ~rahimahullah mengatakan Jawaban yang kita pilih tentang hal ini dan ayat-ayat yang semacam dengannya bagi orang yang tidak memiliki kompetensi di dalamnya adalah agar mengimaninya dan tidak secara mendetail membahasnya dan membicarakannya. Sebab bagi orang yang tidak kompeten dalam ilmu ini ia tidak akan aman untuk jatuh dalam kesesatan tasybh Keterjerumusan kekufuran dalam itiqod adalah hal yang dialami oleh ulama Ibnu Taimiyyah sebagaimana yang disampaikan oleh ulama-ulama terdahulu seperti dalam tulisan pada h p://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/07/28/semula-bermazhab-hambali/ (//mutiarazuhud.wordpress.com/2011/07/28/semula-bermazhab-hambali/) atau pada h p://mutiarazuhud.les.wordpress.com/2010/02/ahlussunnahbantahtaimiyah.pdf (h p://mutiarazuhud.les.wordpress.com/2010/02/ahlussunnahbantahtaimiyah.pdf) Bahkan karena kesalahpahamannya mengakibatkan Ibnu Taimiyyah wafat di penjara sebagaimana dapat diketahui dalam tulisan pada h p://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/04 /13/ke-langit-dunia (h p://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/04/13/ke-langit-dunia) Wassalam Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830 Ditulis dalam Islam, Umum | Bertanda Al Quran dan Hadits, bidah diluar perkara syariat yang tidak bertentangan, bidah yang baik, bidah yang jelek, Hadits, ilmu balaghoh, kullu bidah, nahwu, pengecualian, seluruh bidah sesat kecuali, sunnah hasanah, sunnah sayyiah, tinjauan | Tinggalkan sebuah Komentar Komentar RSS

Blog pada WordPress.com.

8 of 9

11/05/2012 4:07

mutiarazuhud.com

http://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/05/10/tinjauan-kullu-bidah/

Tema: MistyLook oleh Sadish.

9 of 9

11/05/2012 4:07

Anda mungkin juga menyukai