Anda di halaman 1dari 11

I.

Trauma tumpul mata Trauma mata oleh benda tumpul merupakan peristiwa yang sering terjadi. Kerusakan jaringan yang terjadi akibat trauma demikian bervariasi mulai dari yang ringan hingga berat bahkan sampai kebutaan. Untuk mengetahui kelainan yang ditimbulkan perlu pemeriksaan. Anamnesis Pada anamnesis kasus trauma mata ditanyakan mengenai proses terjadinya trauma, benda apa yang mengenai mata tersebut. Bagaimana arah datangnya benda yang mengenai mata itu, apakah dari depan, samping atas, samping bawah, atau dari arah lain dan bagaimana kecepatannya waktu mengenai mata. Perlu ditanyakan pula berapa besar benda yang mengenai mata dan bahan benda tersebut, apakah terbuat dari kayu, besi atau bahan lainnya. Apabila terjadi pengurangan penglihatan ditayakan apakah pengurangan penglihtan itu terjadi sebelum atau sesudah kecelakaan tersebut. Perlu ditanyakan pula kapan terjadi trauma itu. Apakah trauma tersebut disertai dengan keluarnya darah dan rasa sakit. Dan apakah sudah pernah mendapatkan pertolongan sebelumnya. Pemeriksaan pada kasus trauma mata dilakukan baik subyektif maupun obyektif. Pemeriksaan Subyektif Pada setiap kasus trauma, kita harus memeriksa tajam penglihatan karena hal ini berkaitan dengan pembuatan visum et repertum. Pada penderita yang ketajaman penglihatannya menurun, dilakukan pemeriksaan refraksi untuk mengetahui bahwa penurunan penglihatan mungkin bukan disebabkan oleh trauma tetapi oleh kelainan refraksi yang sudah ada sebelum trauma. Pemeriksaan Obyektif Pada saat penderita masuk ruang pemeriksaan, sudah dapat diketahui adanya kelainan di sekitar mata seperti adanya perdarahan sekitar mata, pembengkakan di dahi, dipipi, hidung dan lain-lainnya. Pemeriksaan mata perlu dilakukan secara sistematik dan cermat. Yang diperiksa [ada kasus trauma mata ialah : keadaan kelopak mata, kornea, bilik mata depan, pupil, lensa dan fundus, gerakkan bola mata, tekanan bola mata. Pemeriksaan segmen anterior dilakukan dengan sentolop loupe, slit lamp dan oftalmoskop. Kelainan akibat trauma tumpul mata diadakan pemeriksaan yang cermat, terdiri atas anamnesis dan

Kelainan orbita Jarang sekali ditemukan kelainan orbita akibat trauma tumpul. Apabila terjadi kelainan orbita, maka gejala yang mudah tampak ialah adanya eksoftalmos dan gangguan gerakan bola mata akibat perdarahan di dalam rongga orbita. Kadang-kadang subkonjungkitva. Fraktur rima orbita dapat diperkirakan pada perabaan yang terasa sebagai tepi orbita yang tidak rata. Fraktur di bagian dalam orbita, akan menyebabkan emfisem atau terjadi enoftalmos bahkan mungkin disertai kerusakan pada foramen optik dan mengenai saraf optik dengan akibat kebutaan. Untuk memastikan adanya keretakan tulang orbita dilakukan pemeriksaan radiologi orbita. Kelainan kelopak mata Trauma kelopak mata merupakan kejadian yang sering. Oleh karena longgarnya jaringan ikat subkutan, maka adanya hematom dan edema kelopak mata kadang-kadang menunjukkan gejala yang berlebihan dan menakutkan, sehingga mendorong penderita untuk lekas-lekas minta pertolongan dokter. Pada fraktur dasar tengkorak, perdarahan yang terjadi akan merembes sepanjang dasar orbita yang selanjutnya tampak sebagai hematom di kelopak mata atau perdarahan subkonjungtiva satu dua hari setelah terjadi trauma. Bila perdarahan terletak lebih dalam dan mengenai kedua kelopak dan berbentuk kacamata hitam yang sedang dipakai, maka keadaan ini disebut sebagai hematoma kacamata. Hematoma kacamata merupakan keadaan sangat gawat. Hematoma kacama mata terjadi akibat pecahnya arteri oftalmika yang merupakan tanda fraktur basis kranii. Pada pecahnya a. Oftalmika maka darah masuk kedalam kedua rongga orbita melalui fisura orbita. Akibat darah tidak dapat berbentuk gambaran hitam pada kelopak seperti seseorang memakai kacamata. Pada setiap trauma kelopak mata perlu dilakukan pemeriksaan yang teliti mengenai luas dan dalamnya lesi (luka), sebab lesi yang tampaknya kecil di kelopak mata kemungkinan disertai suatu lesi yang luas di dalam rongga orbita bahkan sampai ke dalam bola mata. Pada hematoma kelopak yang dini dapat diberikan kompres dingin untuk menghentikan perdarahan dan menghilangkan rasa sakit. Bila telah lama, untuk memudahkan absorbsi darah dapat dilakukan kompres hangat pada kelopak mata. juga terjadi hematom kelopak mata dan perdarahan

Kelainan konjungtiva Konjungtiva mengalami edema yang tidak menimbulkan gangguan penglihatan. Jaringan konjungtiva yang bersifat selaput lendir dapat menjadi kemotik pada setiap kelainannya, demikian pula akibat trauma tumpul. Bila kelopak terpajan ke dunia luar dan konjungtiva secara langsung kena angin tanpa dapat mengedip, maka keadaan ini telah dapat mengakibatkan edema pada konjungtiva. Kemotik konjungtiva yang berat dapat mengakibatkan palpebra tidak menutup sehingga bertambah rangsangan terhadap konjungtiva, pada edema konjungtiva dapat diberikan dkongestan untuk mencegah pembendungan cairan di dalam selaput lendir konjungtiva. Pada kemotik konjungtiva berat dapat dilakukan disisi sehingga cairan konjungtiva kemotik keluar melalui insisi tersebut. Jika terjadi perdarahan subkonjungtiva (hematoma subkonjungtiva), maka konjungtiva akan tampak merah dengan batas tegas, yang pada penekanan tidak menghilang atau menipis. Hal ini penting untuk membedakannya dengan hiperemi atau hemangioma konjungtiva. Lama kelamaan perdarahan ini mengalami, perubahan warna menjadi membiru, menipis dan umumnya diserap dalam waktu 2- 3 minggu Hematoma subkonjungtiva terjadi akibat pecahnya pembuluh darah yang terdapat pada atau di bawah kongjungtiva, seperti arteri konjungtiva dan arteri episklera. Pecahnya pembuluh darah ini dapat akibat batuk rejan, trauma basis kranii (hematoma kaca mata), atau pada keadaan pembuluh darah yang rentan dan mudah pecah. Pembuluh darah akan rentan dan mudah pecah pada usia lanjut, hipertensi, arteriosklerose, konjungtiva meradang (konjungtivitis), anemia, dan obat-obat tertentu. Bila perdarahan ini terjadi akibat trauma tumpul maka perlu dipastikan bahwa tidak terdapat robekan dibawah jaringan konjungtiva atau sklera. Kadang-kadang hematoma subkonjungtiva menutupi keadaaan mata yang lebih buruk seperti perforasi bola mata. Pemeriksaan funduskopi adalah perlu pada setiap penderita dengan perdarahan subkonjungtiva akibat trauma. Bila tekanan bola mata rendah dengan pupil lonjong disertai tajam penglihatan menurun dan hematoma subkonjungtiva maka sebaiknya dilakukan eksplorasi bola mata untuk mencari kemungkinan adanya ruptur bulbus okuli. Epitel konjungtiva mudah mengalami regenerasi sehingga luka pada konjungtiva penyembuhannya cepat. Robekan konjungtiva sebaiknya dijahit untuk mempercepat penyembuhannya. Pengobatan dini pada hematoma subkonjungtiva ialah dengan kompres air hangat. Perdarahan subkonjungtiva akan hilang atau diabsorpsi dalam 1-2 minggu tanpa diobati.

Kelainan kornea Trauma tumpul kornea dapat menimbulkan kelainan kornea mulai dari erosi kornea sampai laserasi kornea. Bilamana lesi letaknya di bagian sentral, lebih-lebih bila mengakibatkan kekeruhan kornea yang luas, dapat mengakibatkan pengurangan tajam penglihatan. Pada umumnya bilamana lesi kornea itu tidak sampai merusak membran bowman atau stromanya, maka kornea akan cepat sembuh tanpa meninggalkan sikatriks pada kornea. Pada lesi yang lebih dalam pada lapisan kornea, umumnya akan meninggalkan sikatriks berupa nebula, makula atau leukoma kornea. Edema kornea. Trauma tumpul yang keras atau cepat mengenai mata dapat mengakibatkan edema kornea malahan ruptur membran descement. Edema kornea akan memberikan keluhan penglihatan kabur dan terlihatnya pelangi sekitar bola lampu atau sumber cahaya yang dilihat. Kornea akan terlihat keruh, dengan uji plasido yang positif. Edema korne ayang berat dapat mengakibatkan masuknya serbukan sel radang dan neovaskularisasi ke dalam jaringan stroma kornea. Pengobatan yang diberikan adalah larutan hipertonik seperti NaCl 5% atau larutan garam hipertonik 2-8% , glukose 4% dan larutan albumin. Bila terdapat peninggian tekanan bola mata maka diberikan asetazolamida. Pengobatan untuk menghilangkan rasa sakit dan memperbaiki tajam penglihatan dengan lensa kontak lembek dan mingkin akibat kerjanya menekan kornea terjadi pengurangan edema kornea. Penyulit trauma kornea yang berat berupa terjadinya kerusakan M. Descement yang lama sehingga mengakibatkan keratopati bulosa yang akan memberikan keluhan rasa sakit dan menurunkan tajam penglihatan akibat astigmatisme iregular. Erosi kornea. Merupakan keadaan terkelupasnya epitel kornea yang dapat diakibatkan oleh gesekkan keras pada epitel kornea. Erosi dapat terjadi tanpa cedera pada membran basal. Dalam waktu yang pendek epitel sekitarnya dapat bermigrasi dengan cepat dan menutupi defek epitel tersebut. Pada erosi pasien akan merasa sakit sekali akibat erosi merusak kornea yang mempunyai serat sensiberl yang banyak, mata berair, dengan blefarospasme, lakrimasi, fotofobia, dan penglihatan akan tergantu oleh media kornea yang keruh. Pada kornea akan terlihat suatu defek epitel kornea yang bila diberi perwarnaan fluoresein akan berwarna hijau. Pada erosi kornea perlu diperhatikan adalah adanya infeksi yang timbul kemudian. Anestesi topikal dapat diberikan untuk memeriksa tajam penglihatan dan menghilangkan rasa sakit yang sangat. Hati-hati bila memakai obat anestetik topikal untuk menghilangkan rasa sakit pada pemeriksaan karena dapat menambah kerusakan epitel. Epitel yang terkelupas atau terlipat sebaiknya

dilepas atau dikelupas. Untuk mencegah infeksi bakteri diberikan antibiotika seperti antibiotika spektrum luas neosporin, kloramfenikol dan sulfasetamid tetes mata. Akibat rangsangan yang mengaibatkan spasme siliar maka diberikan sikloplegik aksi pendek seperti tropikamida. Pasien akan merasa lebih tertutup bila dibebat selama 24 jam. Erosi yang kecil biasanya akan tertutup kembali setelah 48 jam. Erosi kornea rekuren. Buasanya terjadi akibat cedera yang merusak membran basal atau tukak meraherpetik. Epitel yang menutup kornea akan mudah lepas kembali diwaktu bangun pagi. Terjadinya erosi kornea berulang akibat epitel tidak dapat bertahan pada defek epitel kornea. Sukarnya erpitel menutupi kornea diakibatkan oleh terjadinya pelepasan membran basal epitel kornea tempat duduknya sel basal epitel kornea. Biasanya membran basal yang rusak akan kembali normal setelah 6 minggu. Pengobatan terutama bertujuan melumas permukaan kornea sehingga regenerasi epitel tidak cepat terlepas untuk membentuk membran basal kornea. Pengobatan biasanya dengan memberikan sikloplegik untuk menghilangkan rasa sakit ataupun untuk mengurangkan gejala radang uvea yang mungkin timbul. Antibiotik diberikan dalam bentuk tetes dan mata ditutup untuk mempercepat tumbuh epitel baru dan mencegah infeksi sekunder. Biasanya bila tidak terjadi infeksi sekunder erosi kornesa yang mengenai seluruh permukaan kornea akan sembuh dalam 3 hari. Pada erosi kornea tidak diberi antibiotik dengan kombinasi steroid. Pemakaian lensa kontak lembek pada pasien dengan erosi rekuren sangat bermanfaat, karena dapat mempertahankan epitel berada di tempat dan tidak dipengaruhi kedipan kelopak mata. Kelainan bilik mata depan Hifema atau adanya darah di bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma tumpul pada mata yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Darah ini berasal dari iris atau badan siliar yang robek. Pasien akan mengeluh sakit, disertai dengan epifora dan blefarospasme. Penglihatan pasien akan sangat menurun. Bila pasien duduk hifema akan terlihat terkumpul dibagian bawah bilik mata depan, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan. Kadang-kadang terlihat iridoplegia dan iridodialisis. Pengobatan dengan merawat pasien dengan tidur di tempat tidur yang ditinggikan 30 derajat pada kepala, diberi koagulasi, dan mata ditutup. Pada anak yang gelisah dapat diberikan obat penenang. Asetazolamida diberikan bila terjadi penyulit glaukoma. Biasanya hifema akan hilang sempurna. Bila berjalam penyakit tidak berjalan demikian maka sebaiknya penderita dirujuk. Parasentesis atau mengeluarkan darah dari bilik

mata depan di lakukan pada pasien dengan hifema bila terlihat tanda-tanda imbibisi kornea, glaukoma sekunder, hifema penuh dan berwarna hitam atau bila setelah 5 hari tidak terlihat tanda-tanda hifema akan berkurang. Kadang-kadang sesudah hifema hilang atau 7 hari setelah trauma dapat terjadi perdarahan atau hifema baru yang disebut hifema sekunder yang pengaruhnya akan lebih hebat karena perdarahan lebih sukar hilang. Glaukoma sekunder dapat pula terjadi akibat kontusi badan siliar berakibat suatu reses sudut bilik mata sehingga terjadi gangguan pengaliran cairan mata. Zat besi di dalam bola mata dapat menimbulkan siderosis bulbi yang bila didiamkan akan dapat menimbulkan ftisis bulbi dan kebutaan. Hifema spontan pada anak sebaiknya dipikirkan kemungkinan leukimia dan retinoblastoma. Perdarahan sekunder dapat terjadi sesudah hari ketiga terjadinya trauma. Hifema biasanya akan mengalami penyerapan spontan. Bila mana hifema penuh, dan penyerapannya sukar, dapat terjadi hemosiderosis kornea (penimbunan pigmen darah dalam kornea), atau glaukoma sekunder. Apabila hifema tidak mengurang dalam 5 hari dan tekanan bola mata meninggi, dilakukan tindakan pembedahan mengeluarkan darah dari bilik mata depan (parasentesis).

Kelainan pupil dan iris Bilamana trauma tumpul yang mengenai mata itu ringan, pupil akan menyempit, karena kontraksi m.sfingter pupil. Pada trauma berat, maka pupil akan melebar dan reaksi terhadap cahaya akan menjadi lambat atau hilang. Hal ini karena kelumpuhan m. Sfingter pupil atau iridoplegia dan disebut sebagai oftalmoplegia interna. Iridoplegia. Trauma tumpul pada uvea dapat mengakibatkan kelumpuhan otot sfingter pupil atau irido[;ehia shingga pupil menjadi lebar atau midriasis. Pasien akan sukar melihat dekat karena gangguan akomodasi, silau akibat gangguan pengaturan masuknya sinar pada pupil. Pupil terlihat tidak sama besar atau anisokoria dan bentuk pupil dapat menjadi iregular. Pupil ini tidak bereaksi terhadap sinar. Iridoplegia akibat trauma akan berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu. Pada pasien dengan iridoplegia sebaiknya diberi istirahat untuk mencegah terjadinya kelelahan sfirngter dan pemberian roboransia. Iridodialisis ialah keadaan dimana iris terlepas dari pangkalnya, sehingga bentuk pupil tidak bulat, dan pada pangkal iris yang berdekatan dengan badan siliar mudah

robek. Lubang pupil yang baru di pangkal iris itu dapat terjadi di setiap bagian pangkal iris dan merupakan lubang permanen, sebab iris tidak mempunyai kemampuan untuk regenerasi. Baik perubahan bentuk pupil maupun perubahan ukuran pupil akibat trauma tumpul tidak banyak menganggu tajam penglihatan penderita. Trauma tumpul dapat mengakibatkan robekan pada pangkal iris sehingga bentuk pupil menjadi berubah. Pasien akan melihat ganda dengan satu matanya. Pada iridodialisis akan terlihat pupil lonjong. Biasanya iridodialisis terjadi bersama-sama dengan terbentuknya hifema. Bila keluhan demikian maka pada pasien sebaiknya dilakukan pembedahan dengan melakukan reposisi pangkal iris yang terlepas. Kelainan lensa Trauma tumpul yang mengenai mata dapat menyebabkan subluksasi lensa atau luksasi lensa (lensa mengalami perpindahan tempat). Zonula Zinn dan badan kaca dapat menonjol ke dalam bilik mata depan sebagai hernia. Pada umumnya lensa yang mengalami dislokasi itu beberapa tahun kemudian akan mengalami katarak. Bilamana trauma tumpul menimbulkan ruptur yang tidak langsung pada kapsul lensa maka akan terjadi katarak. Baik subluksasi maupun luksasi lensa dapat menimbulkan glaukoma sekunder atau iritasi mata. Dislokasi lensa ataupun katarak akibat trauma tumpul dapat menyebabkan pengurangan tajam penglihatan sampai kebutaan, perlu penanganan dokter spesialis untuk dilakukan tindakan pembedahan katarak. Dislokasi lensa. Trauma tumpul lensa dapat mengakibatkan dislokasi lensa. Dislokasi lensa terjadi pada putusnya zonula zinn yang akan mengakibatkan kedudukan lensa terganggu. Subluksasi lensa. Subluksasi lensa terjadi akibat putusnya sebagian zunula zinn sehingga lensa berpindah tempat. Subluksasi lensa dapat juga terjadi spontan akibat pasien menderita kelainan pada zonula zinn yang rapun (sindrom marphan). Pasien pasca trauma akan mengeluh penglihatan berkurang subluksasi lensa akan memberikan gambaran pada iris berupa iridodonesis.akibat pegangan lensa pada zonula tidak ada maka lensa yang elastis akan menjadi cembung mendorong iris ke depan sehingga sudut bilki mata tertutup. Bila sudtu bilik mata menjadi sempit pada mata ini mudah terjadi glaukoma sekunder. Subluksasi dapat mengakiatkan glaukoma sekunder dimana terjadi penutupan sudut bilik mata oleh lensa yang mencembung. Bila tidak terjadi penyulit subluksasi lensa seperti glaukoma atau uveitis maka tidak dilakukan pengeluaran lensa dan diberi kaca mata koreksi yang sesuai.

Luksasi lensa anterior. Bila seluruh zonula zinn disekitar ekuator putus akibat trauma maka lensa dapat masuk ke dalam bilk mata depan. Akibat lensa terletak di dalam bilik mata depan ini maka akan terjadi gangguan pengaliran keluar cairan bilik mata sehingga akan timbul glaukoma kongestif akut dengan gejala-gejalanya. Pasien akan mengeluh penglihatan menurun mendadak, disertai rasa sakit yang sangat,

muntah, mata merah dengan blefarospasme. Terdapat injeksi siliar yang berat, edema kornea, lensa di dalam bilik mata depan. Iris terdorong ke belakang dengan pupil yang lebar. Tekanan bola mata sangat tinggi. Pada luksasi lensa anterior sebaiknya pasien secapatnya dikirim pada dokter mata untuk dikeluarkan lensanya dengan terlebih dahulu diberikan asetazolmida untuk menurunkan tekanan bola matanya. Luksasi lensa posterior. Pada trauma tumpul yang keras pada mata dapat terjadi luksasi lensa posterior akibat putusnya zonula zinn di seluruh lingkaran ekuator lensa sehingga lensa jatuh ke dalam badan kaca dan tenggelam didataran bawah polus fundus okuli. Pasien akan mengeluh adanya skotoma pada lapang pandangannya akibat lensa mengganggu kampus. Mata ini akan menunjukkan gejala mata tanpa lensa atau afakia. Pasien akan melihat normal dengan lensa +12,0 dioptri untuk jauh, bilik mata depan dalam dan iris tremulans. Lensa yang terlalu lama berada pada polus posterior dapat menimbulkan penyulit akibat degenerasi lensa, berupa glaukoma fakolitik ataupun uveitis fakotoksik. Bila luksasi lensa telah menimbulkan penyulit sebaiknya secepatnya dilakukan ekstraksi lensa. Kelainan fundus Trauma tumpul yang mengenai mata dapat mengakibatkan kelainan pada retina, koroid dan saraf optik. Perubahan yang terjadi dapat berupa edema retina, perdarahan retina, ablasi retina, maupun atrofi saraf optik. Bilamana dijumpai seorang penderita dengan trauma tumpul pada mata dan tajam penglihatannya menurun, padahal pengurangan tajam penglihatan tersebut tidak dapat diperbaiki dengan pemberian kacamata, sedangkan keadaan media mata jernih, maka kasus demikian dapat diperkirakan adanya kelainan di fundus atau dibelakang bola mata. Trauma tumpul pada retina dapat mengakibatkan edema retina, penglihatan akan sangat menurun. Edema retina akan memberikan warna retina yang lebih abu-abu akibat sukarnya melihat jaringan koroid melalui retina yang sembab. Berbeda dengan oklusi arteri retina sentral dimana terdapat edema retina kecuali daerah makula, sehingga pada keadaan ini akan terlihat cherry red spot yang berwarna merah. Edema

retina akibat trauma tumpul juga mengakibatkan edema makula sehingga tidak terdapat cherry red spot. Pada trauma tumpul yang paling ditakutkan adalah terjadi edema makula atau edema berlin. Pada keadaan ini akan terjadi edema yang luas sehingga seluruh polus posterior fundus okuli berwarna abu-abu. Umumnya penglihatan akan normal kembali setelah beberapa waktu, akan tetapi dapat juga penglihatan berkurang akibat tertimbunnya daerah makula oleh sel pigmen epitel. Edema retina yang letaknya didaerah makula dinamakan commotio retina atau berlins edema. Kelainan ini seringkali dapat sembuh dalam waktu singkat, sehingga tajam penglihatan pulih kembali. Pemeriksaan dengan oftalmoskop menunjukkan retina yang berwarna abu-abu, terutama di daerah makula. Kadang-kadang ditemukan juga adanya perdarahan. Bilamana terjadi ablasi retina akibat trauma tumpul mata, maka penderita harus cepat dirawat untuk kemudian dikirim ke dokter spesialis. Trauma diduga merupakan pencetus untuk terlepasnya retina dari koroid pada penderita ablasi retina. Biasanya pasien telah mempunyai bakat untuk terjadinya ablasi retina ini seperti retina tipis akibat retinitis semata, miopia, dan proses degenerasi retina lainnya. Pada pasien akan terdapat keluhan seperti adanya selaput yang seperti tabir menganggu lapang pandangannya. Bila terkena atau tertutup daerah makula maka tajam penglihatan akan menurun. Pemeriksaan oftalmoskopis menunjukkan adanya retina yang abu-abu dan pembuluh darah yang tampak terangkat, berkelok-kelok, kadang-kadang pembuluh darah itu memberikan kesan terputus. Bilamana terjadi atrofi saraf optik, maka tajam penglihatan akan sangat menurun bahkan sampai buta. Pada pasien dengan ablasi retina maka secepatnya Pada umumnya kelainan yang menyebabkan atrofi saraf optik ini, letaknya di belakang bola mata seperti adanya perdarahan retrobulbar, fraktur dinding orbita atau fraktur dasar tengkorak. Trauma Koroid Ruptur koroid. Pada trauma keras dapat terjadi perdarahan subretina yang dapat merupakan akibat ruptur koroid. Ruptur ini biasanya terletak di polus posterior bola mata dan melingkar konsentris di sekitar papil saraf optik/ Bila ruptur koroid ini terletak atau mengenai daerah makula lutea maka tajam penglihatan akan turun dengan sangat. Ruptur ini bila tertutup oleh perdarahan subretina agak sukar dilihat akan tetapi bila darah tersebut telah diabsorbsi maka akan

terlihat bagian ruptur berwarna putih karena sklera dapat dilihat langsung tanpa tertutup koroid. Trauma tumpul saraf optik Avulsi papil saraf optik. Pada trauma dapat terjadi saraf optik terlepas dari pangkalnya di dalam bola mata yang disebut sebagai avulsi papil saraf optik. Keadaan ini akan mengakibatkan turunnya tajam penglihatan yang berat dan sering berakhir dengan kebutaan. Penderita ini perlu dirujuk untuk dinilai kelainan fungsi retina dan saraf optiknya. Optik neuropati traumatik. Trauma tumpul dapat mengakibatkan kompresi pada saraf optik, demikian pula perdarahan dan edema sekitar saraf optik. Penglihatan akan berkurang setelah cidera mata. Terdapat reaksi defek aferen pupil tanpa adanya kelainan nyata pada retina. Tanda lain yang dapat ditemukan adalah gangguan penglihatan warna dan lapang pandang. Papil saraf optik dapat normal beberapa minggu sebelum menjadi pucat. Diagnosis banding penglihatan turun setelah sebuah cidera mata adalah trauma retina, perdarahan badan kaca, trauma yang mengakibatkan kerusakan pada kiasma optik. Pengobatan adalah dengan merawat pasien waktu akut dengan memberi steroid. Bila penglihatan memburuk setelah steroid maka perlu dipertimbangkan untuk pembedahan. Perubahan tekanan bola mata Trauma mata dapat menyebabkan perubahan tekanan bola mata baik penurunan peninggian tekanan bola mata. Bila tekanan menjadi rendah, yang pada perabaan dengan jari terasa lunak sekali, menandakan adanya kerusakan dinding bola mata, yaitu terjadinya ruptur bola mata. Pada umumnya letak ruptur itu di tempat yang lemah di bagian sklera yang agak menipis seperti di daerah badan siliar atau di kutub posterior bola mata. Bilamana tekanan bola mata naik, terjadilah glaukoma sekunder. Glaukoma sekunder dapat timbul segera, yaitu beberapa saat setelah kejadian trauma disebabkan oleh banyaknya darah dalam bola mata atau hifema, dimana sel-sel darah itu menyumbat jaringan trabekel dan saluran keluarnya. Kelainan gerakkan mata Mata yang sehat dapat membuka dan menutup dengan mudah, sedangkan bola matanya dapat digerakkan ke segala arah. Pada trauma tumpul mata, ada kemungkinan terjadi gangguan gerakkan kelopak mata berarti kelopak mata itu tidak dapat menutup atau tidak dapat membuka dengan sempurna. Kelopak mata yang tidak dapat menutup

sempurna dinamakan lagoftalmos, disebabkan oleh kelumpuhan N VII. Kelopak mata yang tidak dapat membuka dengan sempurna disebut ptosis, hal ini disebabkan oleh adanya edema atau hematoma kelopak superior. Pada trauma tumpul mata dapat terjadi gangguan gerakkan bola mata yang disebabkan oleh perdarahan rongga orbita atau kerusakan otot-otot mata luar.

Anda mungkin juga menyukai