Anda di halaman 1dari 2

LI 5. Mampu memahami reaksi Hipersensitivitas 4 5.1.

Definisi Merupakan hipersensitivitas tipe lambat yang dikontrol sebagian besar oleh reaktivitas sel T terhadap antigen. Reaksi hipersensitivitas tipe IV telah dibagi menjadi : - Delayed Type Hypersensitivity Tipe IV Merupakan hipersensitivitas granulomatosis, terjadi pada bahan yang tidak dapat disingkirkan dari rongga tubuh seperti talkum dalam rongga peritoneum dan kolagen sapi dari bawah kulit. T Cell Mediated Cytolysis Kerusakan jaringan terjadi melalui sel CD8+/CTL/Tc yang langsung membunuh sel sasaran.

5.2.

Respon hipersensitivitas - Dematitis kontak Merupakan penyakit CD8+ yang terjadi akibat kontak dengan bahan yang tidak berbahaya seperti formaldehid, nikel, bahan aktif pada cat rambut (contoh reaksi DTH). Hipersensitivitas tuberkulin Bentuk alergi spesifik terhadap produk filtrat (ekstrak/PPD) biakan Mycobacterium tuberculosis yang apabila disuntikan ke kulit (intrakutan), akan menimbulkan reaksi ini berupa kemerahan dan indurasi pada tempat suntikan dalam 12-24 jam. Pada individu yang pernah kontak dengan M. tuberkulosis, kulit akan membengkak pada hari ke 7-10 pasca induksi. Reaksi ini diperantarai oleh sel CD4+. Reaksi Jones Mote Reaksi terhadap antigen protein yang berhubungan dengan infiltrasi basofil yang mencolok pada kulit di bawah dermis, reaksi ini juga disebut sebagai hipersensitivitas basofil kutan. Reaksi ini lemah dan nampak beberapa hari setelah pajanan dengan protein dalam jumlah kecil, tidak terjadi nekrosis jaringan. Reaksi ini disebabkan oleh suntikan antigen larut (ovalbumin) dengan ajuvan Freund. Penyakit CD8+ Kerusakan jaringan terjadi melalui sel CD8+/CTL/Tc yang langsung membunuh sel sasaran. Penyakit ini terbatas pada beberapa organ saja dan biasanya tidak sistemik, contoh pada infeksi virus hepatitis.

5.3. Mekanisme Delayed Type Hypersensitivity Tipe IV : a. Fase sensitasi Membutuhkan waktu 1-2 minggu setelah kontak primer dengan antigen. Th diaktifkan oleh APC melalui MHC-II. Berbagai APC (sel Langerhans/SD pada kulit

dan makrofag) menangkap antigen dan membawanya ke kelenjar limfoid regional untuk dipresentasikan ke sel T sehingga terjadi proliferasi sel Th1 (umumnya). b. Fase efektor Pajanan ulang dapat menginduksi sel efektor sehingga mengaktifkan sel Th1 dan melepas sitokin yang menyebabkan : - Aktifnya sistem kemotaksis dengan adanya zat kemokin (makrofag dan sel inflamasi). Gejala biasanya muncul nampak 24 jam setelah kontak kedua. - Menginduksi monosit menempel pada endotel vaskular, bermigrasi ke jaringan sekitar. - Mengaktifkan makrofag yang berperan sebagai APC, sel efektor, dan menginduksi sel Th1 untuk reaksi inflamasi dan menekan sel Th2. Mekanisme kedua reaksi adalah sama, perbedaannya terletak pada sel T yang teraktivasi. Pada Delayed Type Hypersensitivity Tipe IV, sel Th1 yang teraktivasi dan pada T Cell Mediated Cytolysis, sel Tc/CTL/ CD8+ yang teraktivasi. Contoh mekanisme reaksi hipersensitivitas tipe IV : Reaksi pada infeksi parasit dan bakteri intrasel a. DTH mengaktifkan influks makrofag pada infeksi yang tidak dapat ditemukan oleh antibodi. b. Makrofag melepaskan enzim litik yang menyebabkan kerusakan jaringan. c. Bila enzim litik terus diproduksi dapat mengakibatkan reaksi granulomatosis yang akan menyebabkan nekrosis pada jaringan yang dapat mengenai jaringan pembuluh darah. Respon pada infeksi M. tuberkulosis a. Bakteri mengaktifkan respon DTH yang selanjutnya mengaktifkan makrofag yang merangsang isolasi kuman dalam lesi granuloma (tuberkulin) b. Tuberkulin akan melepaskan enzim litik yang akan merusak jaringan paru-paru dan menimbulkan nekrosis jaringan. Granuloma terbentuk pada : a. TB b. Lepra c. Skistosomiasis d. Lesmaniasis e. Sarkoidasis

Anda mungkin juga menyukai