Anda di halaman 1dari 3

Usaha yang mulia ini bisa dimulai dari sebuah ayat yang sering dibacakan, dikumandangkan, bahkan dihafal

oleh kaum muslimin, yaitu surat Al Baqarah ayat 183, yang membahas tentang ibadah puasa. Ayat yang mulia tersebut berbunyi: Wahai orang-orang yang beriman Dari lafadz ini diketahui bahwa ayat ini madaniyyah atau diturunkan di Madinah (setelah hijrah, pen), sedangkan yang diawali dengan yaa ayyuhan naas, atau yaa bani adam, adalah ayat makkiyyah atau diturunkan di Makkah. Imam Ath Thabari menyatakan bahwa maksud ayat ini adalah : Wahai orangorang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, membenarkan keduanya dan mengikrarkan keimanan kepada keduanya. Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini: Firman Allah Taala ini ditujukan kepada orang-orang yang beriman dari umat manusia dan ini merupakan perintah untuk melaksanakan ibadah puasa. Dari ayat ini kita melihat dengan jelas adanya kaitan antara puasa dengan keimanan seseorang. Allah Taala memerintahkan puasa kepada orang-orang yang memiliki iman, dengan demikian Allah Taala pun hanya menerima puasa dari jiwa-jiwa yang terdapat iman di dalamnya. Dan puasa juga merupakan tanda kesempurnaan keimanan seseorang. Telah diwajibkan atas kamu berpuasa Al Qurthubi menafsirkan ayat ini: Sebagaimana Allah Taala telah menyebutkan wajibnya qishash dan wasiat kepada orang-orang yang mukallaf pada ayat sebelumnya, Allah Taala juga menyebutkan kewajiban puasa dan mewajibkannya kepada mereka. Tidak ada perselisihan pendapat mengenai wajibnya. Ibnu Katsir menjelaskan dengan panjang lebar tentang masalah ini, kemudian beliau menyatakan: Kesimpulannya, penghapusan hukum (dianjurkannya puasa) benar adanya bagi orang yang tidak sedang bepergian dan sehat badannya, yaitu dengan diwajibkannya puasa berdasarkan ayat: Sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian

Imam Al Alusi dalam tafsirnya menjelaskan: Yang dimaksud dengan orangorang sebelum kalian adalah para Nabi sejak masa Nabi Adam Alaihissalam sampai sekarang, sebagaimana keumuman yang ditunjukkan dengan adanya isim maushul. Menurut Ibnu Abbas dan Mujahid, yang dimaksud di sini adalah Ahlul Kitab. Menurut Al Hasan, As Suddi, dan As Syabi yang dimaksud adalah kaum Nasrani. Ayat ini menunjukkan adanya penekanan hukum, penambah semangat, serta melegakan hati lawan bicara (yaitu manusia). Karena suatu perkara yang sulit itu jika sudah menjadi hal yang umum dilakukan orang banyak, akan menjadi hal yang biasa saja. Adapun permisalan puasa umat Muhammad dengan umat sebelumnya, yaitu baik berupa sama-sama wajib hukumnya, atau sama waktu pelaksanaannya, atau juga sama kadarnya Agar kalian bertaqwa Kata laalla dalam Al Quran memiliki beberapa makna, diantaranya talil (alasan) dan tarajji indal mukhathab (harapan dari sisi orang diajak bicara). Dengan makna talil, dapat kita artikan bahwa alasan diwajibkannya puasa adalah agar orang yang berpuasa mencapai derajat taqwa. Dengan makna tarajji, dapat kita artikan bahwa orang yang berpuasa berharap dengan perantaraan puasanya ia dapat menjadi orang yang bertaqwa. Imam At Thabari menafsirkan ayat ini: Maksudnya adalah agar kalian bertaqwa (menjauhkan diri) dari makan, minum dan berjima dengan wanita ketika puasa( Jami Al Bayan Fii Tawiil Al Quran, 3/413) Imam Al Baghawi memperluas tafsiran tersebut dengan penjelasannya: Maksudnya, mudah-mudahan kalian bertaqwa karena sebab puasa. Karena puasa adalah wasilah menuju taqwa. Sebab puasa dapat menundukkan nafsu dan mengalahkan syahwat. Sebagian ahli tafsir juga menyatakan, maksudnya: agar kalian waspada terhadap syahwat yang muncul dari makanan, minuman dan jima( Maalim At Tanziil, 1/196) Dalam Tafsir Jalalain dijelaskan dengan ringkas: Maksudnya, agar kalian bertaqwa dari maksiat. Sebab puasa dapat mengalahkan syahwat yang merupakan sumber maksiat( Tafsir Al Jalalain, 1/189)

Anda mungkin juga menyukai