Anda di halaman 1dari 3

Pada akhir November 1945, para pemimpin pusat di Jakarta menyatakan bahwa pembentukan organisasi itu resmi disahkan.

Sembilan organisasi bekerja sama erat dalam kegiatan militer: (1) Angkatan Pemoeda Indonesia (2) Angkatan Pemoeda Indonesia Ambon (3) PKI (4) Gaboengan Gerakan Pegawai Angkatan Moeda (5) Partai Rakjat Djelata (6) Pelopor (7) Ikatan Peladjar Indonesia (8) TKR (9) KRIS. Hisbullah Sekalipun persenjataannya kurang mobilisasi massa yang sampai di kampung-kampung telah membuat LR suatu kekuatan yang hebat. Pada mulanya, LR dibentuk untuk menyatukan berbagai kesatuan perjuangan, tapi setelah beberapa bulan jelas terlihat keengganan untuk itu. Lebih lagi, cabang-cabang LR mempunyai susunan organisasi yang berbeda hingga menyulitkan penyeragaman dan koordinasi. Guna memperkuat organisasi, suatu kongres nasional diselenggarakan pada akhir Februari 1946. Dalam kongres itu dinyatakan bahwa LR adalah federasi dari berbagai kesatuan perjuangan dan merupakan bagian khusus dari Persatuan Perdjuangan, yang menjadi payung dari emua badan perjuangan. Hisbullah dibentuk atas anjuran Masjoemi pada 21 Juli 1945. Selain untuk dipertahanan Pulau Jawa, organisasi ini juga ditujukan untuk membela dan menyebarkan Islam. Pedoman llmu yang ditentukan oleh Masjoemi, sedang pimpinannya dipegang oleh ulama dan kiai. Sebagian besar anggotanya berasal dari pesantren dan madrasah. Dalam kongres Masjoemi. pada 7 dan 8 November 1945, diputuskan untuk membentuk suatu badan perjuangan lain, Sabilillah. Pimpinannya terdiri dari K.H Masjkoer, Wondoamiseno, H. Hasjim dan Soelio Adikoesoemo. Pria di bawah usia 35 tahun menjadi anggota Hisbullah, sedang yang berumur di atasnya masuk Sabilillah. Organisasi untuk pemuda adalah GPII (Gerakan Pemuda Islam Indonesia). Dalam 3 bulan pertama setelah Proklamasi Kemerdekaan, BPRI (Barisan Pemberontak Republik Indonesia) menjulang tinggi dan menyebar luas ke seluruh Jawa. Pusatnya di Surabaya sedang kegiatannya terutama bertumpu pada pemimpinnya, Bung Tomo -- 24 tahun - yang sangat populer berkat pidato-pidato radionya yang bersemangat dan membakar. Bung Tomo dan pengikutnya bangga dengan julukan mereka "kaum ekstremis". Ideologi mereka yang ekstrim-revolusioner diterima oleh masyarakat luas termasuk pengikut Masjoemi. Pada kenyaaannya, berkat agitasi massanya yang terus menerus, BPRI berhasil memainkan peranan sebagai pemersatu. Perkembangannya yang cepat menimbulkan juga kekacauan organisasi seiring dengan kecondongan anarki mereka. Beberapa cabang di Jawa Barat pernah dituduh menjadi tempat penampungan perampok dan penjahat. Radikal Revolusioner Barisan Banteng Republik Indonesia, juga disingkat Barisan Banteng, semula dibentuk atas anjuran penguasa Jepang. Pada Desember 1942, Soekarni diminta oleh Shimizu dari Sendenbu (Biro Propaganda) untuk membentuk suatu organisasi yang tujuannya membangkitkan semangat rakyat dan melakukan latihan militer. Organisasi ini, Barisan Pelopor, berkembang menjadi barisan penggempur yang memperoleh latihan militer yang intensif. Segera setelah Proklamasi, Barisan Pelopor bersama Seinandan dan Kebodan dimobilisasikan untuk menjaga keamanan dan ketertiban serta melakukan tugas kepolisian Pada Desember 1945 namanya diubah menjadi Barisan Banteng RI.

Pimpinannya ditunjuk Presiden Soekarno, antara lain Soepeno, Singgih. Moeffreni Moe'min, Asmara Hadi, Sajoeti Melik dan Moewardi sebagai komandannya. Kelompok sosialis tidak membentuk badan perjuangan. Yang dimiliki adalah suatu organisasi pemuda, Pemoeda Sosialis Indonesia atau Pesindo yang kemudian berkembang menjadi badan perjuangan. Organisasi ini dibentuk dalarm longres Nasional Pemuda pada 10 dan 11 November 1945 di Yogyakarta. Revolusi Dalam Revolusi Sejak akhir 1946 Pesindo berpaling ke kiri dan bergabung pada Sayap Kiri, yang terdiri dari PKI, PBI (Partai Buruh) dan Lasjkar Rakjat yang dibentuk pada 11 Desember 1945 oleh Cordian, seorang anggota Barisan Banteng dan sekaligus juga anggota PKI. Sekitar akhir masa pendudukan Jepang, kelompok Manado di bawah pimpinan Maramis membentuk suatu organisasi pemuda bernama Angkatan Moeda Soelawesi yang kemudian bergabung dengan Barisan Pelopor. AMS memainkan peranan penting dalam kesatuan tempur ini karena ketrampilan militer sebagian anggotanya. Setelah Proklamasi, AMS dilebur dalam BKR, karenanya kemudian dibentuk suatu organisasi baru: KRIS (Kebaktian Rakjat Indonesia Soelawesi). Patut dicatat, KRIS bekerjasama erat dengan badan-badan pro-Republik lain seperti Pemoeda Indonesia Maloekoe, Ikatan Perdjoeangan Kalimantan dan Gerakan Rakjat Indonesia Soenda Ketjil. Di samping Pesindo sebagai anggota Dewan Pimpinan Perserikatan Pemoeda RI, ada 131 badan perjuangan dan parpol kiri yang hadir dalam konperensi di Solo pada 15-16 Januari 1946. Program yang minimum yang diusulkan Tan Malaka diterima bulat. Begitu juga usulnya untuk mengubah nama Front Persatuan menjadi Front Rakyat. Program itu antara lain meliputi (1) kemerdekaan 100% (2) pembentukan pemerintahan rakyat (3) pembentukan tentara rakyat, (4) nasionalisasi modal Belanda. Program itu merupakan tantangan pada pemerintah, malah pelaksanaannya akan berarti "revolusi dalam revolusi". Ini merupakan konfrontasi langsung antara Tan Malaka dan Soekarno. Tatkala dihadapkan pada pilihan antara keduanya, sebagian besar peserta dipimpin oleh Bung Tomo dari BPRI dan Ibnu lama dari Pesindo memihak Soekarno-Hatta. Ini mengakibatkan pecahnya Front Persatuan. Sementara itu TKR diganti menjadi TRI (Tentara Republik Indonesia). Perpecahan di berbagai badan perjuangan di pusat kemudian menyebar ke daerah dan cabang. Persaingan keras muncul antara BPRI dan Pesindo di suatu pihak, dengan Barisan Banteng dan Lasjkar Rakjat di pihak lain. Peristiwa Cirebon merupakan puncak permusuhan. Antara 8-10 Februari 1946, Mohamad Jusuf menyelenggarakan kongres Front Persatuan di Cirebon tanpa mengundang badan-badan perjuangan dan pemuda yang mendukung pemerintah Soekarno-Hatta. Sekitar 200 anggota pasukan Lasjkar Merah hadir. Tatkala Mohamad Jusuf memerintahkan agar bendera nasional diturunkan, TRI bertindak dan pertempuran terjadi. Baru pada 14 Februari, dengan datangnya bala bantuan, TRI berhasil merebut kembali Cirebon. Pertikaian antara kelompok Tan Malaka dan kelompok PKI belum berakhir. Yang satu tergabung dalam Gerakan Rakjat Revolusi sedang yang lain dalam Front Demokrasi Rakjat. Dalam Peristiwa Madiun FDR berusaha merebut kekuasaan dengan senjata. Bentrokan akibat pertikaian antara kekuatan pemerintah terutama TRI dengan organisasi-organisasi kiri antara lain Lasjkar Rakjat terjadi di banyak tempat. Di timur Jakarta, pengikut-pengikut Tan .alaka menyusupi banyak badan perjuangan, khususnya Lasjkar Rakjat

Djakarta Raja. Salah satu tokoh organisasi ini adalah Soetan Akbar yang pernah behelapa kali ditahan oleh TRI. Memimpin Lasjkar Rakjat, ia menyerang TRI pada Maret 1947 tatkala ia menentang perundingan Indonesia-Belanda. Setelah kalah, ia bergabung dengan TNI namun secara diam-diam membentuk pasukan Bamboe Roentjing di Jawa Barat. Dia juga terlibat dalam perdagangan senjata yang menguntungkan.

Anda mungkin juga menyukai