Anda di halaman 1dari 6

DAMPAK PEMBANGUNAN JEMBATAN SELAT SUNDA TERHADAP IKLIM INVESTASI DI PROVINSI BANTEN

Oleh : Dr. Ir. H. Deden Syaiful Achyar, M.Sc Wakil Ketua Umum Bidang Industri dan Perdagangan KADIN Provinsi Banten

PENDAHULUAN Indonesia terletak di antara dua benua, dua samudra, dan terdiri dari gugus pulau yang disebut Nusantara. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia, terdiri dari 17.508 pulau. Membentang 1.888 km dari 60080 Lintang Utara sampai 110150 Lintang Selatan dan 940450 Bujur Timur sampai 1410050 Bujur Barat. 81% wilayah Indonesia terdiri atas lautan/perairan, termasuk zona ekonomi ekslusif. Komposisi dan ratio antara jumlah penduduk dan luas wilayah pulau (besar) dan Gugus Kepulauan Laut menjadi tidak seimbang dalam konteks daya dukung Pulau dan thresholdnya. Saat ini diperkirakan penduduk Indonesia mencapai 225.6 juta (2007, Bank Dunia). Ini berarti Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar ke-4 di dunia. Namun kurang lebih 60% penduduk tinggal di Pulau Jawa yang luasnya sekitar 6% dari seluruh Nusantara. Ditambah dengan P.Sumatera, maka dua pulau besar di bagian Barat Indonesia ini membangkitkan tidak saja pergerakan barang dan manusia, tetapi juga kegiatan ekonomi. Pulau Jawa dan Sumatera,dihubungkan oleh Selat Sunda yang secara administratif masuk dalam wilayah dua propinsi. Pulau Sangiang ke timur masuk wilayah Propinsi Banten, sedangkan pulau-pulau sebelah barat Pulau Sangiang masuk wilayah propinsiLampung. Jarak Bakauheni ke Teluk Betung adalah 90 km, sedangkan jarak Anyer ke Jakarta adalah 120 km IDE PEMBANGUNAN JEMBATAN SELAT SUNDA (JSS) Gagasan untuk menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Sumatera dengan prasaran jembatan maupun terowongan melalui Selat Sunda telah sering disampaikan, dipublikasikan, didiskusikan dan dipelajari. Pada saat itu persoalan utama dalam mewujudkan gagasan tersebut adalah karena keterbatasan pengetahuan mengenai kondisi selat dan kekuatan alam yang mengaturnya, ketersediaan teknologi dan biaya, dan keterbatasan sumber daya manusia, sehingga keraguan yang tak terpecahkan menyebabkan perkembangan gagasan tersebut tidak berlanjut. Untuk menyeberangi Selat Sunda dibutuhkan jembatan dengan bentang yang panjang. Namun demikian, teknologi yang telah diterapkan pada beberapa negara dewasa ini telah menggugah kembali untuk melihat kemungkinan tersebut sebagai tantangan. Jembatan jembatan dengan bentang panjang melalui selat-selat yang ada telah

dimungkinkan dan telah diwujudkan dibeberapa negara seperti Jepang, Denmark, Inggris, Amerika Serikat dan lain-lain. Tujuan pembangunan Infrastruktur Penghubung Selat Sunda dikaji dan rumuskan dari sisi :
a. Keseimbangan sumberdaya dan pemerataan penduduk karena pada saat ini

sumber daya manusia terkumpul di Pulau Jawa sedangkan Pulau Sumatera memiliki potensi sebagai sumberdaya alam. dan sosial.

b. Komunikasi lebih intensif sehingga akan berdampak pada kestabilan politik, ekonomi

c. Jaringan jalan arteri primer. Untuk menutup kesenjangan jaringan jalan arteri

primer sepanjang 3.500 km di Sumatera (Banda Aceh-Bangkauheni) dan 1.000 km di Jawa (Anyer-Banyuwangi)

d. Pengembangan Pariwisata domestik akan lebih mudah dipromosikan.

Jembatan Selat Sunda perlu, karena : Transportasi barang dan jasa antara Jawa dan Sumatera melalui jalan darat dan penyeberangan kapal feri pada Selat Sunda sudah sangat padat. Waktu tempuh selama 2 - 3 jam untuk menyeberang Selat Sunda dengan menggunakan kapal feri dapat ditekan serta memberikan alternatif prasarana angkutan lain (jembatan) yang tidak tergantung pada pengaruh cuaca dan waktu. Jumlah penumpang yang naik dari Bakauheni adalah 450.523 orang per tahun dan dari Merak 364.329 orang per tahun dengan perkiraan pertumbuhan 6,29% per tahun. Pengembangan kegiatan industri yang terkonsentrasi di Pulau Jawa dapat didistribusikan ke Pulau Sumatera. Pembangunan jembatan Selat Sunda akan mempengaruhi pola pemanfaatan ruang dan struktur kegiatan di pulau Jawa dan pulau Sumatera terutama pada kawasan yang dipengaruhi (Propinsi Banten dan Lampung)

Keberadaan JSS akan memberikan manfaat yang luar biasa bagi pertumbuhan perekonomian Banten, Lampung dan provinsi di sekitarnya. JSS akan menjadi salah
satu kebanggan Bangsa Indonesia karena dalam proses pembangunannya memerlukan keuletan yang luar biasa yang disertai teknologi tingkat tinggi dan biaya yang sebelumnya diperkirakan mencapai Rp.100 trilyun rupiah. Angka tersebut berubah menjadi Rp 170 triliun, kemudian saat ini nilai megaproyek tersebut menjadi Rp 215,375 triliun (US$25

miliar). Investasi untuk biaya studi kelayakan dan desain dasar saja memakan biaya US $ 150 juta (Rp 1,29 triliun). Berdasarkan data dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), angka itu masih bersifat estimasi awal berdasar kuantitas (volume) pekerjaan dan harga satuan pekerjaan. Pembangunan JSS akan dilakukan oleh konsorsium yang di pimpin oleh PT Bangun Graha Sejahtera Mulia (BSM).

Gubernur

Banten,

Ratu

Atut

Chosiyah

mengatakan

bahwa

JSS

untuk

mengintegrasikan perekonomian Jawa dan Sumatera. Pembangunan juga berguna


untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas investasi berskala besar yang perlu didukung dengan langkah-langkah terpadu dalam bentuk pengembangan wilayah terutama kawasan sekitar Selat Sunda. Jembatan tersebut bisa dipastikan akan bisa mempercepat pertumbuhan ekonomi Banten, khususnya wilayah bagian selatan, katanya.

Proyek besar lain yang berjalan parallel dengan pembangunan JSS yakni pembangunan Bendungan Karian, Pelabuhan Kargo dan Pabrik Baja akan berefek laju pertumbuhan ekonomi regional Banten telah mengalami peningkatan yang sangat pesat sebesar 6,25 persen. Ratu Atut memperediksi pertumbuhan akan melaju
semakin cepat, jika proyek pembangunan pabrik baja, Jembatan Selat Sunda dan Bendungan karian sudah beroperasi. Proyek-proyek itu akan menyerap banyak tenaga kerja dan memberikan multiplayer effect, katanya.

Pembangunan Jembatan Selat Sunda akan akan memiliki manfaat yang saling tersinkronisasi dengan proyek besar lain yang sedang berjalan. Pelabuhan Bojonegara
yang saat ini tengah dikembangkan diharapkan akan menjadi pengganti pelabuhan internasional Tanjung Priok mengingat Pelabuhan Tanjung Priok dan saat ini sudah kapasitas nya sudah overload belum lagi arus mobil-mobil kontainer yang mengakibatkan kemacetan parah di Ibukota Jakarta.

Arus Transportasi barang yang selama ini melalui tol merak dan menumpuk di pelabuhan niscaya akan terurai dengan adanya Jembatan yang memungkinkan mereka bias menyebrang tanpa harus mengantre ferry lagi, Waktu tempuh yang
lebih cepat dan lebih simple dipastikan akan mengakibatkan arus kendaraan yang semakin melonjak, Oleh karena itu KADIN BANTEN menyarankan ada baiknya jika Pemprov Banten

bekerja sama dengan Pemerintah Pusat mengantisipasi hal ini dengan membangun ruas tol baru yang menghubungkan JSS-Pelabuhan Bojonegara terus menyusuri pesisir utara hingga ke pelabuhan internasional Tanjung Priok.

Pembangunan JSS pun tak lekang dari Kritik, terutama dari kalangan pencinta lingkungan yang menuding pembangunan JSS akan berpotensi merusak alam Banten, Anggota Komisi IV DPR Mamur Hasanuddin meminta pada proses pembangunan
JSS agar Presiden untuk turun langsung pada pengawasan detail mega proyek tersebut. Pasalnya, lanjut Mamur, pembangunan JSS ini kemungkinan besar akan mengkonversi lahan pertanian di Banten, serta berpotensi pada pembabatan hutan dan perusakan lingkungan di Sumatera. Presiden dan Menko Perekonomian mesti menjamin, dan melakukan MoU terbuka kepada masyarakat untuk tidak merusak hutan, mempertahankan lahan pertanian dan memperhatikan industri maritim sebelum JSS ini mulai di bangun," pinta Mamur dalam pers rilisnya kepada Tribunnews.com, Selasa (27/9/2011). Legislator dari Fraksi PKS ini mencotohkan misalnya Konsumsi bahan bakar misalnya, diperkirakan akan meningkat tajam. Pemerintah mesti dapat menjelaskan bagaimana ketahanan energi masih dapat dipertahankan. Pertumbuhan ekonomi akibat pembangunan Jembatan Selat Sunda, dibandingkan dengan tingkat kerusakan lingkungan dan ekses negatif lainnya harus jauh lebih tinggi.

Tudingan dan kekhawatiran itu tidak sepenuhnya salah. Jalur transport yang semakin mudah akan mengakibatkan arus lalu lintas manusia meningkat, dan menjadikan daerah tersebut menarik secara ekonomi. Pembangunan perumahan,
tempat belanja dan kebutuhan dasar lainnya akan berkembang di sepanjang jalan tersebut dan hal ini dikhawatirkan akan merusak alam Banten. Untuk menanggulangi hal tersebut KADIN BANTEN menyarankan agar Pemerintah Provinsi Banten melakukan beberapa langkah di bawah ini: o Perlunya buffer zone di sepanjang jalan nasional untuk menghindari tumbuhnya kegiatankegiatan di sepanjang jalan tersebut o Perlunya sosialisasi rencana kegiatan pada stake holder pada saat FS untukmendapatkan masukan perubahan tata ruang akibat pembangunan Jembatan Selat Sunda

o Perlunya dibentuk forum kerjasama pengembangan wilayah melalui legalisasi untuk mendukung terjadinya regionalisasi kegiatan yang merumuskan kesepakatan serta jaminan kepastian hukum dalam pemanfaatan ruang. o Perlunya kerjasama Pemerintah Propinsi Banten, Kabupaten Serang, Kota Cilegon, serta Pemerintah Propinsi Lampung dan Kabupaten Lampung Selatan untuk menyiapkan sistem jaringan jalan lokal dan regional yang tidak hanya bertumpu pada / membebani jalan nasional o Pemerintah Banten perlu melakukan zonasi wilayah seperti misalnya dengan menzonasikan wilayah banten selatan yang relatif memiliki densitas hutan yang lebat sebagai daerah konservasi alam dan tangkapan air, sedangkan daerah banten utara sebagai kawasan industri, perumahan dan lalu lintas barang.

---- TERIMA KASIH ----

Anda mungkin juga menyukai