Anda di halaman 1dari 14

BAB I LATAR BELAKANG

DKI Jakarta,sebagai Ibu kota dan pusat pemerintahan,sekaligus pusat ekonomi mejadi tonggak penting masyarakat Indonesia. Sejak ditetapkan secara resmi sebagai Ibu Kota Negara Republik Indonesia,melalui UU Nomor 10 tahun 1964 pada tanggal 31 Agustus 1964,Jakarta telah menarik sebagian besar masyarakat Indonesia untuk menetap dan mencari penghidupan di kota tersebut. Peran ganda yang dijalankan oleh DKI Jakarta,membuat fungsinya nya sebagai Ibu Kota negara menjadi tergantikan. Tidak hanya itu,kepadatan penduduk di Jakarta menimbulkan serentetan masalah yang akhirnya menjadikan jakarta kelebihan beban,seperti kemacetan dan meningkatnya sektor informal serta timbulnya berbagai masalah alam dan wilayah. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya berbagai macam permasalahan yang kompleks di wilayah DKI Jakarta. Begitu banyaknya peran dan tanggungan yang harus dijalankan oleh Pemerintah Ibu kota,membuat perhatian pemerintah menjadi tidak terarah.Dalam permasalahan ini dibutuhkan lah pemimpin yang mampu membawa DKI Jakarta untuk dapat terarah dan membawa kondisi Jakarta menjadi lebih baik,sebagai kota besar metropolitan sekaligus menjadi Ibu Kota negara yang maju. Menjadi seorang pemimpin kota besar seperti DKI Jakarta,bukanlah hal yang mudah namun sangat menjanjikan dari segi materi.Bagaimana tidak,DKI Jakarta merupakan kota dengan penghasilan terbesar di Indonesia,begitu banyak proyek yang dapat dijadikan sebagai lahan mencari tambahanbagi para pemimpinnya.Karena halhal tersebutlah,dibutuhkan seorang pemimpin yang tegas,dan loyal untuk kota se rumit Jakarta. Sekian banyak pemimpin hebat yang telah mempin Jakarta,ternyata tidak membuat permasalahan yang ada terselesaikan satu persatu,namun permasalahan justru timbul satu persatu melalui kebijakan-kebijakan yang tidak pernah jelas dan terealisasi.

Tentunya hal itu terjadi karena,tidak adanya komitmen yang tulus yang timbul dari para pemimpin Jakarta untuk membawa Jakarta menjadi lebih baik.Ibu kota memerlukan wajah baru yang tidak hanya ahli namun berani dan tegas untuk membangun kembali image kota Jakarta.Dalam periode kali ini,Jakarta diberi kesempatan untuk mendapatkan sosok pemimpin baru yang mampu membawanya kearah perubahan.Lantas bagaimanakah sosok pemimpin yang pantas untuk menjadi Raja ibu kota?

BAB II Rumusan Masalah

1. Gejolak politik apakah yang timbul dalam pemilu Gubernur DKI Jakarta kali ini ? 2. Bagaimanakah latar belakang para calon pemimpin Ibu kota mendatang? 3. Apa sajakah masalah-masalah yang timbul menjelang pemilu Gubernur DKI Jakarta?

BAB III Pembahasan

Hajat politik warga Jakarta berupa Pemilihan Gubernur (Pilgub) 2012 sebentar lagi akan memasuki tahapan kritikal. Secara umum latar peserta berasal dari jalur partai dan non partai. Sampai pendaftaran ditutup, pasangan peserta Pilgub berjumlah enam pasangan. Pasangan dari jalur parpol adalah Fauzi Bowo (Foke)Nachrowi Ramli yang diusung Partai Demokrat, Partai Hanura, PAN, PKB, PBB, PMB, dan PKDI. Sedangkan pasangan Alex Noerdin-Nono Sampono mendapat dukungan dari Partai Golkar, PPP, dan PDS. Sementara pasangan Joko Widodo (Jokowi)-Bambang Tjahja Purnama (Ahok) didukung oleh PDIP dan Gerindra. Adapun pasangan Hidayat Nur Wahid-Didik J. Rahbini mendapat dukungan dari PKS. Yang berangkat dari jalur perseorangan terdiri dari dua pasangan. Yaitu Faisal Barie-Biem Benyamin dan Hendarji Supandji-Ahmad Rizapatria. Berbeda dengan Pilgub DKI sebelumnya, kali ini peta kekuatan calon cagub-cawagub lebih beragam dan menarik dicermati. Setidaknya dari model koalisi, hadirnya calon perseorangan, dan personifikasi figur yang diusung. Terkait peserta yang berasal dari jalur parpol, diferensiasi dukungan politik relatif merata terkecuali Partai Demokrat, PDIP, PKS, PKB, Partai Hanura dan Partai Gerindra. Diferensiasi politik itu dipicu oleh berbagai sebab. Misalnya dualisme dukungan, intervensi pimpinan partai, konflik internal partai, atau memang bagian dari strategi/kepentingan politik parpol itu sendiri. PPP, PAN, PDS adalah contoh faktual perbedaan sikap politik antara pengurus parpol di level pusat dengan wilayah belum akur. Situasi ini membawa efek psikologis tersendiri bagi pengurus parpol dan bisa saja menjadi bom waktu di kemudian hari.

I. Gejolak politik pencalonan gubernur dan wakil gubernur

Seperti yang telah kita ketahui,pemilihan umum calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta tahun ini banyak mengalami warna baru. Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah calon yang maju dalam pemilu kali ini sangat banyak jika dibandingkan dengan periode sebelumnya. Dilain pihak,pemilu kali ini para calon tidak hanya datang dari elite partai politik,tapi juga datang dari para independen atau non partai politik. Nampaknya pencalonan pemimpin daerah selalu menjadi permasalahan utama para elite parpol yang memprioritaskan kepentingan partai,tanpa melihat kepentingan khalayak luas. Mereka sibuk mencari tokoh mana yang kiranya tepat akan berhasil di pemilu nanti,tidak heran jika terkadang karena kepentingan pribadi partai politik menciptakan perselisihan dikalangan partai itu sendiri,hingga timbulnya perselisihan antar partai tidak jarang hal ini terjadi justru pada partai-partai besar yang ada dalam pemerintahan. Membahas gejolak politik yang akan timbul dalam pemilu kali ini,tentu tidak akan ada habisnya. Contohnya saja,kasus perselisihan mengenai pencalonan cagub dan cawagub yang terjadi dalam kalangan parati golkar di pemilu DKI Jakarta 2012 ini. Meski secara legal-formil Golkar mendukung pasangan Alex-Nono, latar politik Ahok tercatat sebagai kader Golkar asal Belitung Timur. Kendati sempat kecewa lantaran tak mendapat dukungan dari Partai Golkar saat pencalonan dirinya sebagai cagub pada Pilgub Bangka Belitung status Ahok tetaplah kader. Dukungan politik Ahok menjadi bakal cawagub pada Pilgub DKI Jakarta didapat dari Partai Gerindra dengan menggandeng Jokowi sebagai bakal cagub. Kasat mata interseksi kepentingan politik begitu nyata terlihat. Hanya belum dapat dipastikan, apakah doktrin esprit de corps Partai Golkar akan sepenuhnya mengalir untuk pasangan Alex-Nono atau sebaliknya. Ataukah keputusan politik mengusung pasangan Alex-Nono bagian

dari strategi Partai Golkar untuk memainkan bandul politiknya?. Jauh sebelum ada keputusan, sempat beredar sejumlah nama. Sebut saja, Ketua DPD Golkar Jakarta, Priya Ramadhani, Tantowi Yahya dan Azis Syamsuddin. Entah pertimbangan politik apa yang digunakan sehingga Golkar mengusung Alex Noerdin. Mengingat dari sisi popularitas, akseptabilitas dan record Alex di Jakarta terbilang baru. Apapun rasionalitas politiknya, Partai Golkar merupakan partai kawakan yang mampu membidik segala peluang (opportunity) kemenangan. Istilah menang bagi Partai Golkar bisa berupa kedudukan, porsi atau posisi. Inilah politik opportunity yang tengah diperankan Golkar untuk menjadi faktor dalam rangka membidik potensi kemenangan. Tidak hanya permasalahan mengenai perselisihan di dalam lingkup partai poltik saja,melainkan timbul juga perdebatan terjadi akibat kabar mengenai RUU pemilihan Gubernur DKI Jakarta yang dipilih langsung oleh DPRD. Alasannya kedudukan pemerintah provinsi adalah perwakilan dari pemerintah nasional, sehingga fungsinya sebagai koordinator dan pengawas yang bertanggung jawab penuh terhadap pemerintah di bawahnya yakni kabupaten dan kota madya, otonomi gubernur juga tidak penuh sebagaimana pemerintah kabupaten dan kota madya.Jadi,revisinya (UU 32/2004) ini harus diikuti PP No 19/2011 tentang penguatan peran fungsi gubernur. Kalau gubernur tidak dimaksimalkan perannya, tidak ada tanggung jawab penuh di provinsi terhadap kabupaten/ kotanya.Padahal, provinsi harus melakukan koordinasi dan pengawasan karena provinsi sebagai wakil pemerintah nasional. Pemilihan gubernur melalui DPRD sebagaimana rezim Orde Baru, tidak menyalahi Undang- Undang Dasar (UUD). Dalam UUD pasal 18 disebutkan bahwa kepala daerah dipilih secara demokratis. Menurut pihak DPRD, Pemilihan melalui DPRD juga demokratis. Yang tidak boleh adalah penunjukan tandasnya. Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Djohermansyah Djohan mengatakan bahwa usulan pemerintah,wakil kepala daerah (wakil gubernur,wakil bupati/ wali kota) tidak dipilih berpasangan atau satu paket dengan kepala daerah. Dilain pihak,masyarakat luas sangat tidak menginginkan apabila hal tersebut terjadi,sebab menurut masyarakat apabila pemilihan dilakukan oleh DPRD rawan sekali terjadi permainan politik dan suap menyuap.

Permainan politik dalam pemilihan umum seperti ini sering terjadi dan melibatkan banyak pihak,salah satunya para pengusaha-pengusaha besar yang ikut andil dalam pemilihan umum DKI Jakarta kali ini. Mengapa pengusaha disebut dapat menjadi salah satu oknum permainan politik? Pegiat antikorupsi dari UGM Zainal Arifin Mochtar meminta agar masyarakat waspada terhadap pengusaha-pengusaha selama pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta. Sudah bukan rahasia lagi jika keberadaan pilkada selalu dimanfaatkan pengusaha untuk mencari keuntungan dari para calon gubernur jika terpilih. Perlu waspadai para pengusaha yang bermain, kata Zainal ketika dihubungi Tempo, Kamis, 22 Maret 2012.

Pilkada di Ibu Kota akan selalu menjadi perhatian dan daya tarik luar biasa bagi pengusaha-pengusaha untuk mendekati para calon. Para pengusaha itu mendekati para kandidat gubernur untuk memberi bantuan dengan imbalan tertentu. Itu sudah realitas dalam sebuah pilkada.

Salah satu penyebab maraknya peran pengusaha dalam politik adalah buruknya tata kelola keungan yang ada di dalam partai politik. Keuangan partai yang cenderung tidak sehat kemudian dimanfaatkan pengusaha. Padahal, Hampir semua partai kondisi keuangannya tidak sehat, ujarnya. Masalah inilah yang perlu jadi perhatian dalam pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta.

Permasalahan korupsi yang terjadi di berbagai daerah membuat banyak pihak melihat rekam jejak calon Gubernur DKI Jakarta dalam soal pemberantasan korupsi.

II. Masalah-masalah dalam Pemilukada DKI Jakarta


Dalam prosesnya,setiap pemilihan umum pastilah memiliki beberapa masalah yang setia selalu ada dalam proses pemilu. Tidak jarang masalah-masalah inilah yang membuat wajah demokrasi pemilu menjadi tercoreng. Bagaimana tidak,hasil dari pemilihan umum yang seharusnya berasal dari nurani masyarakat ditutupi dengan segala tindak perilaku para oknum yang haus akan kekuasaan. Beberapa masalah utama yang harus menjadi perhatian bagi masyarakat Jakarta serta fokus utama dalam pemilihan umum DKI Jakarta kali ini adalah, Pertama, masalah politik uang yang selalu menjadi masalah utama. Tampaknya, politik uang masih efektif untuk mempengaruhi pemilih. Politik uang ini,dapat dikategorikan menjadi tiga cara menurut Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Veri Junaidi. Ketiga cara praktik politik uang tersebut, yakni tunai, pascabayar dan melibatkan pemilih sebagai relawan. Ketiga pola ini menggunakan uang atau barang sebagai imbalan untuk pemilih atau masyarakat dari pasangan kandidat atau tim suksesnya. Politik uang secara tunai dilakukan oleh pasangan calon dan tim sukses dengan cara memberikan sejumlah uang atau benda bernilai uang kepada pemilih. Praktik ini biasanya lewat penyerahan uang tepat di saat hari pemilihan atau jamak disebut 'serangan fajar'. Politik uang cara pascabayar, yaitu bentuk pemberian uang dari kandidat kepada sekelompok orang setelah dilaksanakan hari pemungutan suara. Pasangan calon ini membuat komitmen bersama beberapa masyarakat untuk menggerakan pemilih lain agar pasangan calon tertentu mendapatkan jumlah suara sesuai target Terakhir, Relawan itu digerakan secara sistematis, tapi tidak termasuk dalam infrastruktur pemenangan kandidat secara resmi. Akan tetapi mereka bekerja hampir sama dengan tim pemenangan. Kinerja relawan ini nantinya dihargai dengan bentuk nominal uang.

Masalah kedua, yakni penyalahgunaan wewenang dan penggunaan fasilitas negara. Hampir semua Pemilu Kada yang diulang karena pelanggaran tersebut. Sedangkan masalah ketiga, soal netralitas PNS dan TNI-Polri, dimana Jakarta sangat berpotensi. Pasalnya, ada dua PNS yang ada di Jakarta, yakni PNS Pusat dan PNS Pemprov DKI. Netralitas Penyelenggara Pemilu, menjadi peringkat keempat masalah yang terjadi dalam setiap Pemilu Kada. Oleh karena itu, partisipasi masyarakat menjadi salah satu pengawasan yang efektif untuk menjaga kenetralan Panwaslu dan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Masalah terakhir yang selalu hadir dalam pemilihan umum adalah masalah kampanye hita. Masalah ini selalu saja menjadi momok buruknya persaingan para calon. Bagamana tidak,kampanye hitam ini tidak hanya dilakukan oleh para calon sendiri untuk kepentingan sendiri,namun juga dilakukan oleh oknum-oknum yang ingin menjatuhkan salah satu calon. Tidak seharusnya perilaku seperti ini dilakukan oleh para oknum yang tidak lain mereka merupakan pejabat pemerintah ataupun orang-orang berpendidikan tinggi yang notabene adalah teladan masyarakat. Perilaku seperti kampanye hitam menunjukkan rendahnya mutu dari para oknum yang melakukan,serta menunjukkan rendahnya minat melakukan persaingan secara jujur. Beberapa masalah kampanye hitam ini sudah mulai menyerang para calon pemimpin DKI Jakarta,diantaranya, Menurut pemantauan, sejak kemarin, pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli diserang dengan cara pembagian kupon sembako gratis palsu oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Kupon sembako gratis palsu diterima oleh puluhan warga dari sejumlah wilayah di IbuKota.

Puluhan warga terlihat mendatangi rumah pribadi Fauzi Bowo di Jalan Teuku Umar Nomor 24, Menteng, Jakarta Pusat. Kehadiran warga di kediaman Fauzi Bowo itu setelah mereka menerima kupon seukuran kartu nama berwarna biru yang diberikan

secara

cuma-cuma

oleh

seseorang

yang

tidak

dikenal.

Kupon sembako gratis itu bergambar foto Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli itu dilengkapi logo Forum Bersama Jakarta (FBJ) serta slogan Foke Peduli Rakyat. Di dalam kupon juga tercantum tanggal pembagian Selasa 8 Mei 2012 pukul 12.00 WIB.

Ketua FBJ, Irwan Setiawan mengatakan, pihaknya merasa dirugikan dengan adanya peredaran kupon gratis palsu tersebut. Masyarakat menilai pembagian sembako gratis ini dilakukan oleh FBJ. Sehingga FBJ dianggap harus bertanggung jawab.

Tidak hanya pasangan Fauzi Bowo-Nara yang dirugikan oleh kampanye hitam seperti ini,calon lain seperti Calon Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo juga mendapatkan selebaran gelap yang menyudutkan pencalonan dirinya sebagai Jakarta 1 merupakan salah satu praktek kampanye hitam yang umum terjadi. Selebaran Tolak Jokowi tersebut beredar di wilayah Jakarta sejak akhir pekan lalu. Isinya menunding Jokowi sebagai pemimpin yang haus kekuasaan dan tidak amanah. Nampaknya,selebaran hitam yang ditujukan pada pasangan Jokowi-Ahok berhubungan dengan perselisihan yang timbul antara Fauzi bowo-Nara dengan pasangan Jokowi-Ahok. Adu perkataan dan sindiran mengawali timbulnya perselisihan tersebut. Tidak hanya adanya selebaran gelap yang menyerang pasangan JokowiAhok,namun kabar mengenai kerusuhan yang terjadi di Solo dikait-kaitkan dengan salah satu upaya penjatuhan citra Jokowi yang saat ini masih menjabat sebagai Walikota Solo. Kampanye hitam ini nampaknya merupakan salah satu bentuk dari upaya peningkatan elektabilitas dalam pemilihan umum DKI Jakarta kali ini. Perang elektabilitas dibutuhkan agar meningkatkan pencitraaan serta menarik pemilih untuk memilih pada salah satu calon. Terkadang perang elektabilitas terjadi pada calon calon yang haus akan kekuasaan dan HANYA DEMI SEBUAH ELEKTABILITAS, Kadang Kita Perlu Kasihan Pada Politisi.

III. Kriteria Calon Pemimpin Ibu kota Mendatang


Penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala daerah (Pemilukada) DKI Jakarta kian dekat. Suasana politik semakin hiruk pikuk, karena tampak para pasangan calon gubernur dan wakil gubernur (Cagub/Cawagub) Jakarta berusaha mengeluarkan jurusjurus terbaiknya. Tapi adakah diantara mereka telah berhasil merebut hati rakyat ? Tampaknya, belum. Sebab Jakarta sebagai kota yang penuh masalah, jurus terbaik untuk memenangkan hati rakyat adalah terutama warga pemilih penegasan komitmen dan serta tawaran gagasan pemecahan atas masalah agar bedan rakyat menjadi lebih enteng. Bukan sebaliknya memproduksi berbagai masalah baru yang dapat mengundang kekisruhan. Hal ini tampak masih diabaikan oleh para pasangan Cagub/Cawagub serta tim suksesnya masing-masing. Akibatnya yang terjadi hanyalah hiruk pikuk yang tanpa makna, gersang dari ide-ide baru dan tentu ini menggelikan hati publik. Lihat saja, dalam seminggu terakhir yang ramai hanya polemik Baju Koko versus Baju KotakKotak. Pada hal yang diharap publik adalah ide tentang Tata Kelola Pemerintahan yang baik dan benar bukan soal Tata Busana. Lantas apakah yang dibutuhkan Jakarta dan masyarakatnya dalam kriteria pemimpin mereka nanti? Bagaimanakah calon pemimpin yang berani mengendalikan Jakarta saat ini? Apakah Jakarta butuh pemimpin yang AHLI atau yang BERANI?

10

Seperti yang kita ketahui,para calon pemimpin yang telah maju dan bersaing dalam pemilihan umum kali ini bukanlah orang sembarangan,mereka adalah orangorang hebat dengan pendidikan tinggi. Namun apakah semua itu akan menjamin bahwa calon tersebut dapat membawa Jakarta kearah perubahan yang lebih baik? Fauzi bowo-Nachrowi Ramli contohnya,mereka bukan merupakan orang sembarangan,Fauzi bowo merupakan seorang arsitektur lulusan Jerman yang notabenenya ahli dalam tata ruang kota. Namun apakah dia mampu untuk menata kota Jakarta yang sudah semrawut ini menjadi kota impian banyak pihak? Lalu,Nachrowi merupakan seorang Panglima tinggi Angkatan darat yang notabene mampu mengedalikan keamanan dan stabilitas daerah. Dalam sejarah kepemimpinan Fauzi bowo kemarin,kita telah melihat kenyataan bahwa Jakarta yang dipimpin oleh seorang ahli tata kota pun tidak mampu mewujudkan penataan kota yang baik. Calon berikutnya adalah Alex Noerdin dan Nono Sampono. Seperti yang diketahui,Alex Noerdin adalah Gubernur aktif Sumatra Selatan saat ini, beliau merupakan seorang politisi dengan jam terbang yang tinggi. Namun,Alex Noerdin saat ini sedang tersandung kasus korupsi dan sedang ditangani poleh KPK. Melihat pasangan calon ini,tentulah mereka berdua bukanlah warga Jakarta asli tentu hal ini yang membuat warga Jakarta gerah dan ingin pasangan ini lebih baik kembali ke kampung halaman mereka,karena mereka dianggap tidak mengetahui kondisi Jakarta sepenuhnya. Tidak hanya Alex Noerdin yang menuai banyak protes,namun pasangan calon JokoWidodo dan Ahok pun banyak menuai kritikan dan pandangan negatif. Bukan karena mereka tersandung kasus seperti Alex Noerdin,namun lebih karena mereka bukanlah warga Jakarta asli. Joko Widodo adalah seorang Walikota aktif Solo,sdangkan Ahok merupakn Bupati Belitung Timur. Status mereka yang bukan warga Jakarta asli banyak menuai protes karena dianggap mereka tidak mengetahui sepenuhnya Jakarta hingga ke akar.

11

Keputusan yang diambul oleh Joko Widodo dan Alex Noerdin memang keputusan berani. Hal ini dikarenakan mereka berani meninggalkan amanah yang di berikan pada mereka yaitu memipin wilayah masing-masing. Tentunya tindakan ini menyalahi etika dalam berpolitik. Dimana,seorang yang diberikan tanggung jawab untuk mempin wilayah harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab hingga masa kerjanya berakhir. Inikah karakter-karakter pemimpin yang akan memimpin Jakarta nantinya? Seorang pemimpin yang tidak amanah dan hanya memberikan janji-janji belaka? Jakarta tidak butuh seorang ahli ataupun profesor sekalipun,Jakarta butuh pemimpin yang berani,tegas dan sigap dalam menghadapi masalah-masalah Ibu Kota.

12

BAB IV PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Persaingan untuk menjadi seorang pemimpin Ibu kota memang tidaklah mudah,sebab Ibu kota memerlukan pemimpin yang tangguh dan berani menghadapi masalah-masalah yang ada. Prmilihan umum yang diwarnai dengan berbagai macam permainan politik dan kecurangan bukanlah suatu hal yang tabu,melainkan disetiap pemilu pun terjadi hal yang sama. Namun,karena Jakarta merupakan wilayah yg potensial tentunya mengundang banyak orang untuk berniat memimpin kota ini,dikarenakan banyak hal menjanjikan kedepannya. Namun apakah cara-cara curang dan melakukan permainan politik pantas untuk seorang pemimpin kota yang besar seperti Jakarta? Tentunya pasti karena Jakarta merupakan kota potensial dan memberikan jaminan pendapatan tinggi. Hal itulah mengapa banyak timbul masalah-masalah yang menghantui para pasangan calon dalam bersaing mendapatkan kursi pemimpin ibu kota.

6.2 Saran
Sukseskan lah pemilihan umum Ibu kota kita ini,karena Ibukota butuh sosok pemimpin yang benar-benar mampu dan ikhlas untuk membawa kearah perubahan yang lebih baik. Hindari perilaku curang dalam persaingan pemilihan umum ini. Diharapkan warga Jakarta waspada dan paham akan trik dan janji-janji yang diucapkan dan diberikan oleh para pasangan calon,agar Jakarta ridak mendapatkan sosok pemimpin yang salah.

13

DAFTAR PUSTAKA

www.pilkadadki.com http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/482904/
http://www.tempo.co/read/news/2012/03/23/228392061/Awas-PengusahaBermaindalam-Pilkada-DKI

http://www.merdeka.com/jakarta/ http://forum.kompas.com/megapolitan/34814-pilih-yang-ahli-atau-beraniseputar-pemilukada-dki-jakarta-2012-a.html

http://www.bawaslu.go.id/berita/39/tahun/2012/bulan/03/tanggal/30/id/3117/ http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2012/05/11/186102/16 /Mengedukasi-Etika-Politik-dan-Pemerintahan-di-Kampus

14

Anda mungkin juga menyukai