Anda di halaman 1dari 5

POTENSI MEMBANGUN EKONOMI KREATIF DI TANGSEL

Kota Tangerang Selatan memang dapat dikatakan seperti bayi yang baru lahir, merengek untuk mendapatkan susu Ibunya karena merasa haus maupun membutuhkan kehangatan dari pelukan sang Ibu. Padahal tanpa disadari, didalam susu itu sendiri sebenarnya mengandung suatu zat yang mana zat khusus itu sangat berfungsi untuk melindungi atau menguatkan sistem imun bayi tersebut. Begitu juga ketika kita refleksikan kepada Kota Tangerang Selatan, Kota ini merengek untuk mendapatkan PAD yang sebesar-besarnya dalam proses pembangunan jangka menengah ini. Akan tetapi pemerintah lupa, bahwa dari PAD yang tidak bisa dibilang kecil itu sesungguhnya dapat dibangun sebuah sistem ekonomi kreatif yang

sebenarnya pun bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat. Konsep Ekonomi Kreatif merupakan sebuah konsep ekonomi di era ekonomi baru yang mengintensifkan informasi dan kreativitas dengan

mengandalkan

ide dan stock of knowledge dari Sumber Daya Manusia

(SDM) sebagai faktor produksi utama dalam kegiatan ekonominya. Struktur perekonomian dunia mengalami transformasi dengan cepat seiring dengan pertumbuhan ekonomi, dari yang tadinya berbasis Sumber Daya Alam (SDA) sekarang menjadi berbasis SDM, dari era pertanian ke era industri dan informasi. Alvin Toffler (1980) dalam teorinya melakukan pembagian gelombang peradaban ekonomi kedalam tiga gelombang. Gelombang pertama

adalah gelombang ekonomi pertanian, kedua adalah gelombang ekonomi industri, ketiga adalah gelombang ekonomi informasi. Kemudian diprediksikan gelombang keempat yang merupakan gelombang ekonomi kreatif dengan

berorientasi pada ide dan gagasan kreatif.

Gbr 1.1. Diagram Gelombang Peradaban Ekonomi Alvin Toffler (1980)

Menurut ahli ekonomi Paul Romer (1993), ide adalah

barang

ekonomi yang sangat penting, lebih penting dari objek yang ditekankan di kebanyakan model-model ekonomi. Di dunia dengan keterbatasan fisik ini, adanya penemuan ide-ide besar bersamaan dengan penemuan jutaan ide-ide kecil-lah yang membuat ekonomi tetap tumbuh. Ide adalah instruksi yang membuat kita mengkombinasikan sumber daya fisik yang penyusunannya terbatas menjadi lebih bernilai. Romer juga berpendapat bahwa suatu negara miskin karena masyarakatnya tidak mempunyai akses pada ide yang digunakan dalam perindustrian nasional untuk menghasilkan nilai ekonomi.

Howkins (2001) dalam bukunya The Creative Economy menemukan kehadiran gelombang ekonomi kreatif setelah menyadari pertama kali pada tahun 1996 ekspor karya hak cipta Amerika Serikat mempunyai nilai penjualan sebesar US$ 60,18 miliar yang jauh melampaui ekspor sektor lainnya seperti otomotif, pertanian, dan pesawat. Menurut Howkins, ekonomi baru telah muncul seputar industri kreatif yang dikendalikan oleh hukum kekayaan intelektual seperti paten, hak cipta, merek, royalti dan desain. Ekonomi kreatif merupakan pengembangan konsep berdasarkan aset kreatif yang berpotensi meningkatkan pertumbuhan ekonomi. (Dos Santos, 2007). Hal tersebut sesungguhnya harus diperhatikankan oleh pemerintah Kota Tangerang Selatan melihat mayoritas penduduknya adalah migrasi penduduk perkotaan, sehingga hal tersebut dapat mendongkrak roda

perekonomian masyarakat. Hal itu sudah dibuktikan di suatu desa kecil yang biasa disebut Desa Keranggan. Penduduk Desa ini memang mayoritas pendapatannya dari bertani dan buruh kasar. Namun mereka tidak mau kalah dengan home industri seperti di Bandung ataupun Yogyakarta. Walaupun masih sangat sederhana dan bisa dibilang kuno cara

pengelolaannya, warga Desa Kranggan mampu menelurkan ide kreatif mereka untuk memproduksi kacang sangrai yang notabennya memiliki rasa yang khas dan peminat yang cukup luar biasa. Bayangkan saja, kacang ini sudah beredar sampai ke Jakarta, Bogor, Depok, Maupun Tangerang Raya.

Fenomena ini pun terlihat remeh di mata pemerintah, padahal kacang keranggan yang memiliki rasa yang kriuk dan pulen itu sebenarnya bisa dibilang Asli Produk Tangsel. Pengelolaan home industri pun ternyata adalah keluarga yang turun temurun membuat produksi kacang tersebut, sehingga ada Resep Asli dari pendahulu-pendahulu mereka sebelumnya. Disamping itu kita juga dapat melihat adanya kerajinan-kerajinan anyaman yang dibuat dari daun pandan, biasanya dibentuk menjadi tikar ataupun topi. Namun pengrajin-pengrajin ini lama kelamaan semakin berkurang dan menghilang, karena harga jual yang mereka terima sungguh sangat

mengharukan. Satu topi hanya di bayar Rp. 1000,-, dan

belum lagi untuk

anyaman tiker yang hanya di hargai sekitar Rp. 50.000,- saja. Pantas saja para pengrajin itu seperti ter-fusi oleh keadaan ekonomi yang semaikin sulit sehingga mereka lebih mencari pekerjaan lain yang menghasilkan nilai jual lebih tinggi dibandingkan dengan melestarikan budaya turun-temurun namun mendapatkan hasil yang tidak cukup untuk makan sehari-hari. Seharusnya, kita yang lebih dapat berfikir secara Cerdas dan

Modern harus mampu untuk dapat mencetuskan suatu sistem ekonomi kreatif lainnya di Kota Tangsel ini agar perekonomian tidak hanya terpusat pada Informasi, Industri dan Pertanian. Sehingga roda perekonomian bisa berlangsung dengan baik dan masyarakat Kota Tangsel semakin sejahtera.

Wassalam, Kristianto S.N

Nb : Tulisan ini dibuat untuk memberikan stimulasi masyarakat Tangerang Selatan untuk lebih kreatif dalam berkarya. Sehingga Tujuan Cerdas dan Modern dapat diimplementasikan oleh masyarakat Kota

Tangerang Selatan.

Anda mungkin juga menyukai