mendapatkan uang recehan sambil terus menyaksikan tanah ulayatnya digerogoti tanpa batas oleh pihak asing, dan kepada mereka hanya ditinggalkan sampah-sampah berupa bebatuan, racun limbah berbahaya, dan lubang menganga lebar yang tidak bisa digunakan lagi. Keempat, hancurnya adat istiadat dan tradisi budaya luhur yang sangat dijunjung tinggi oleh penduduk asli. Kehadiran perusahaan asing dan ditambah lagi dengan tingginya arus imigrasi kian menambah derasnya arus budaya teknologi komunikasi dan informasi. Itu yang kemudian mulai dilihat sebagai suatu ancaman serius terhadap keberadaan adat-istiadat Papua. Perilaku dan gaya hidup masyarakat Papua, terutama di perkotaan semakin terpengaruh oleh budaya asing-Barat yang kian deras masuknya. Perilaku dan gaya hidup mereka pun semakin jauh dari adat istiadat Papua. Oleh karena adat istiadat, seperti kata filsuf William James, sebagai roda masyarakat, yang menggerakkan dan memperdayakan masyarakat, maka tatkala adat istiadat terganggu, perilaku masyarakat pun terganggu. Ketika perilaku dan gaya hidup masyarakat sudah berubah, maka seperti yang kita lihat saat ini, masyarakat Papua yang tadinya ramah, santun, dan tenang, berubah menjadi beringas dan kasar alias senang demonstrasi dan menyebar terror. Ketidakpuasan masyarakat terhadap kondisi atau keadaan alamnya yang terus dikuras, bukan lagi dicari pemecahan dengan cara damai, tetapi dengan mudah menempuh jalan kekerasan. Separatis bukan masalah utama Dengan melihat paparan di atas, maka persoalan kekerasan yang terus terjadi di Papua, bukan lagi terutama oleh ulah kaum separatis. Meskipun sejumlah aksi kekerasan itu memang disebabkan pula oleh ulah para separatis. Tetapi, itu merupakan salah satu akibat yang dipicu oleh berbagai persoalan di atas. Karena itu, jika ingin melenyapkan aksi separatisme, sekaligus hendak mengakhiri derita Papua, maka persoalan-persoalan di atas harus lebih dulu dipecahkan. Misalnya, tata aturan hukum dan perundang-undangan yang menyangkut investasi di bidang pertambangan harus ditinjau ulang. Trauma masyarakat terhadap militerisme harus dipulihkan dengan tidak terus-menerus melakukan pendekatan terhadap persoalan masyarakat dengan cara kekerasan. Stigma separatisme jangan terus dipertahankan hanya sebagai pembenaran untuk mempertahankan pendekatan sekuriti di Papua. Sekuriti terbukti tidak menyelesaikan masalah, justru semakin mendorong lahirnya kekerasan dan kian menambah trauma masyarakat Papua. Mengenai pelestarian budaya harus menjadi perhatian khusus bagi pemerintah daerah. Ingat bahwa adat istiadat Papua menyatu dengan alam semesta di sekelilingnya. Jadi, tatkala alamnya dirusak, masyarakat juga merasa harga diri dan martabatnya dirusak serta eksistensinya dinodai. Ini sebenarnya sudah lama juga disuarakan oleh para pemerhati budaya lokal, yang belum mendapat perhatian serius dari pihak-pihak yang berkepentingan. Artinya, bukan tidak mungkin derita Papua terus berlanjut, bahkan semakin memprihatinkan jika persoalan-persoalan di atas tidak ditangani dengan cara-cara solutif. Dialog memang merupakan jalan yang tepat, tetapi dialog yang sehebat apa pun tidak akan samapai mengakhiri derita rakyat Papua, jika deretan persoalan itu tidak ditangani secara serius oleh pihakpihak yang berkepentingan. Penulis, Direktur Social Development Center