yaitu imbalan bruto atau take home pay, karena kedua hal tersebut menimbulkan implikasi perpajakan yang berbeda. Imbalan bruto berarti karyawan akan menerima imbalan sejumlah tertentu kemudian oleh perusahaan akan dipotong PPh 21 sesuai dengan tarip yang berlaku sehingga karyawan akan memperoleh uang sejumlah imbalan dikurangi PPh 21 yang harus dipotong. Take home pay berarti karyawan akan menerima imbalan sesuai dengan jumlah tertentu yang sudah disetujui pada awal bekerja dan perusahaan yang akan menanggung PPh 21 yang harus dipotong dan disetor. Ada dua alternative perlakuan dari transaksi tersebut diatas, yaitu : PPh 21 diakui sebagai natura/kenikmatan (pajak yang dibayar ditanggung perusahaan) perhitungannya akan sama dengan Imbalan bruto. Tunjangan PPh 21 yang disetor Non Taxable dan Non Deductible PPh 21 diakui sebagai biaya perusahaan atau penghasilan dari karyawan, lebih dikenal dengan istilah gross up. PPh 21 yang disetor Taxable dan Deductible. Biasanya point a diatas diterapkan bagi perusahaan yang masih mengalami kerugian, sedangan point b lebih sering diterapkan bagi perusahaan yang untung. Pemilihan pengakuan diatas biasanya dilakukan berdasarkan tax planning yang dibuat perusahaan sesuai dengan kondisi masing-masing perusahaan. Contoh perhitungan sbb : A Bruto Penghasilan setahun Gaji Tunjangan Tunjagnan Pajak Jumlah Pengurangan Biaya Jabatan Iuran Pensiun 120.000.000 20.000.000 140.000.000 B Tunjangan C Gross Up
(1.296.000) (600.000)
(1.296.000) (600.000)
(1.296.000) (600.000)
Jumlah Penghasilan Netto PTKP (K/0) PKP Pajak Terutang Diterima Karyawan Dikeluarkan Perusahaan Keterangan :
Perhitungan dengan metode Penghasilan Bruto Perhitungan dengan metode PPh 21 ditanggung perusahaan Perhitungan dengan metode Gross Up. Perhitungan berdasarkan asumsi karyawan laki-laki kawin belum punya tanggungan anak, Pemilihan metode perhitungan sangat tergantung dari kondisi masing-masing perusahaan, misalnya untuk Metode C, perbandingan adalah sbb : Tunjangan PPh 21 yang diakui menyebabkan tambahan biaya Rp 5.825.250 Penghematan yang diperoleh perusahaan sbb : Rp 6.990.375,- (Rp 23.301.250,- x 30%) jika keuntungan diatas Rp 100.000.000,-. Rp 3.495.187,50 (Rp 23.301.250,- x 15%) jika keuntungan diantara Rp 50.000.000,s/d 100.000.000, Rp 2.330.125,- (Rp 23.301.250,- x 10%) jika keuntungan dibawah Rp 50.000.000,Jadi pada point b 1 menguntungkan perusahaan, sedang point b 2 dan 3 tidak secara langsung menguntungkan perusahaan, karena pengeluaran tambahan lebih besar dari penghematan yang didapat. Secara tax planning angsuran pajak tahun depan bisa lebih kecil jika menggunakan metode gross up ini (jika keuntungan perusahaan tahun depan lebih besar hal ini tidak perlu).
Keputusan pemilihan metode perhitungan ini sangat tergantung pada masing-masing individu, kepentingan dan kebijakan WP.Bisa timbul selisih kurs karena adanya perbedaan konversi mata uang asing.