Anda di halaman 1dari 3

MENGAPA BANYAK IBU MELAHIRKAN YANG MATI?

Target dari Millenium Development Goal’s (MDG’s) salah satunya adalah ingin
mengurangi angka kematian ibu (AKI) di seluruh dunia sebesar tiga per empat atau 75%
dari tahun 1990 ke 2015. Sebagai gambaran pada tahun 1990 AKI di Indonesia masih
sekitar 408 per 100 ribu kelahiran hidup, sesuai target MDG’s di tahun 2015 akan
menjadi 102 per 100 ribu kelahiran hidup. Disisi lain berdasarkan analisis trend
penurunan AKI periode 1900-2015 ternyata diperkirakan hanya akan mencapai 52-55%,
sehingga kemungkinan besar target MDG’s tentang AKI di Indonesia tak akan tercapai.
Mengapa AKI di Indonesia masih tetap tinggi? Banyak argumentasi telah
dikemukan untuk menjawab pertanyaan krusial tersebut, meskipun demikian sampai saat
ini perdebatan tentang topik tersebut masih tetap belum tuntas dan akan selalu menarik
untuk kita cermati. Terakhir seperti yang dikemukakan oleh anggota Komisi E DPRD
Jateng yang mencoba menghubungkan tingginya AKI dengan ketidaaan data angka
kelahiran dan peta tenaga kesehatan (SM, 15/1/2008). Memang pernyataan itu tidak
salah, hanya saja perlu dipahami oleh para wakil rakyat maupun stakeholder kesehatan
lain bahwa faktor risiko dari munculnya AKI yang tinggi sebenarnya bersifat
multidimensi.
Dimensi Status Ibu
Beberapa dimensi dari status individu ibu, antara lain ketidakmandirian para ibu
saat mengambil keputusan untuk memilih cara persalinan yang terbaik. Faktor
kentalnya”budaya musyawarah”dan ketidak-setaraan gender mungkin terkait fenomena
ini. Masih rendahnya tingkat pendidikan ibu akan meningkatkan perilaku kesehatannya
yang lebih berisiko, ditambah lagi banyak ibu harus tetap bekerja meski dalam keadaan
hamil khususnya pada keluarga miskin. Semua fakta tersebut sedikit banyak menjelaskan
terjadinya berbagai fenomena keterlambatan para ibu saat harus dirujuk, didiagnosis dan
mendapatkan pertolongan persalinannya Tidak kalah penting dengan adanya ”4 terlalu”
dari status reproduksi ibu yaitu ‘terlalu muda’, ‘terlalu tua’, ‘terlalu sering’ dan ‘terlalu
banyak’ melahirkan serta buruknya status gizi kian memperbesar risiko kematian mereka.
Dimensi Masyarakat
Sikap fatalistik dan ”pasrah” yang berkembang di masyarakat turut mempersulit
keberhasilan upaya penurunan AKI di beberapa daerah tertentu. Hal ini diperburuk oleh
berbagai pantangan, kepercayaan/tahyul dan praktek irasional lain yang berisiko terhadap
kesehatan ibu. Dampak dari semua itu menyebabkan tingkat kepedulian dan partisipasi
masyarakat tetap rendah. Kondisi inilah yang melatar belakangi alasan mereka lebih
memilih melahirkan di rumah dan ditolong dukun dibandingkan oleh tenaga kesehatan,
selain mungkin karena biaya dianggap lebih murah atau karena kenyamanan atas service
”unik” dari para dukun kepada mereka.
Dimensi Pelayanan Kesehatan
Kematian maternal di Indonesia menurut SKRT 1995 dan 2001 penyebab
kematian ibu tertinggi masih tetap perdarahan antara 34% dan 45%, terutama karena
perdarahan postpartum. Hasil sensus penduduk tahun 2000 mengindikasikan akar
penyebab kematian ibu melahirkan tersebut antara lain karena jumlah persalinan oleh
tenaga kesehatan hanya mencapai 61%, irionisnya hampir 86% dari penduduk mengakui
jarak ke fasilitas pelayanan kesehatan sebenarnya mudah dijangkau..
Diduga masyarakat memang enggan memanfaatkan pelayanan kesehatan yang
tersedia selama ini, antara lain karena petugas/bidan di desa banyak yang tidak stand by
di tempat dan buruknya mutu pelayanan petugas maupun fasilitas kesehatan milik
pemerintah. Bagi masyarakat miskin umumnya terkendala biaya transport dan biaya
tambahan lain untuk keluarga yang ikut mengantar. Hal ini sebagai akibat belum
optimalnya mekanisme dan jenis paket jaminan pembiayaan kesehatan yang memadai.
Meskipun dulu pernah dirintis program tabungan ibu bersalin (tabulin) di beberaoa
daerah agaknya saat ini banyak yang stagnan karena dianggap kurang efektif.
Dimensi Kebijakan & Program
Keefektifan biaya seharusnya tetap menjadi pertimbangan utama dalam
menentukan kebijakan dan pemilihan program intervensi oleh pemerintah. Terbukti
kebijakan & program penjaringan resiko kehamilan pada saat pemeriksaan ante natal dan
pelatihan tenaga penolong persalinan tradisional, ternyata tidak efektif dalam mengatasi
penyebab utama kematian ibu. Depkes telah merespon dengan mengembangkan rencana
strategis untuk menanggulangi masih tingginya AKI dalam bentuk Rencana Strategis
Nasional dalam Making Pregnancy Safer (MPS) 2001 – 2010. Meskipun renstra ini
cukup komprehensif, akan tetapi masih banyak terkendala pengimplementasiannya oleh
lemahnya komitmen para penguasa di daerah.
Agaknya kebijakan desentralisasi & otonomi daerah masih menjadi ”pisau
bermata dua” bagi keberhasilan maupun kegagalan program kesehatan dasar termasuk
upaya penurunan AKI di daerah. Rendahnya alokasi anggaran dan belum meratanya
pendistribusian tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan tetap menjadi bagian utama dari
lemahnya kebijakan yang diambil oleh pemerintah daerah. Akibatnya program intervensi
klinik sesuai fokus dari MPS melalui; peningkatan pelayanan komplikasi obstetri dan
neonatal, pelayanan obstetri dan neonatal emergensi dasar (PONED) minimal di 4
Puskesmas per Kabupaten/Kota dan emergensi komprehensif (PONEK) di setiap RS
Provinsi dan Kabupaten/Kota sampai saat ini belum berjalan secara efektif.
Komplikasi lain yang juga muncul adalah tetap amburadulnya pengelolaan sistem
informasi melalui pemantauan wilayah setempat kesehatan ibu anak (PWS KIA), bahkan
ada indikasi sebagian petugas enggan memberikan laporan jujur jika terjadi kejadian luar
biasa hanya karena takut pelayanan persalinannya dinilai buruk. Jika terjadi kegagalan
dalam sistem informasi apapun penyebabnya, yang perlu dikhawatirkan adalah efek
berantainya berupa keputusan manajemen yang sesat dan menyesatkan mulai dari
perencanaan dan penganggaran sampai dengan monitoring evaluasi dari berbagai upaya
penurunan AKI, tidak hanya di tingkat daerah bahkan bisa sampai di tingkat nasional.
Kalau sudah begitu pencapaian target AKI sesuai MDG’s di Indonesia tetap hanya
menjadi sebuah utopia.

Sutopo Patria Jati


(dari berbagai sumber)

Anda mungkin juga menyukai