Anda di halaman 1dari 9

1.

Sifat-sifat urin Kejernihan dinyatakan dengan salah satu pendapat seperti jernih, agak keruh, keruh atau sangat keruh. Biasanya urin segar pada orang normal jernih. Urin yang telah keruh pada waktu dikeluarkan dapat disebabkan oleh chilus.

Pemeriksaan berat jenis urin bertalian dengan faal pemekatan ginjal, dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu dengan memakai falling drop, gravimetri, menggunakan piknometer, refraktometer, dan reagens pita'. Berat jenis urin pada keadaan normal antara 1,003-1,030. Makin pekat urin makin tinggi berat jenisnya, jadi berat jenis bertalian dengan faal pemekat ginjal. Jumlah zat padat total normal 24 jam berkisar 150,8 g/L. Menilai bau urin dapat digunakan urin segar, yang perlu diperhatikan adalah bau yang abnormal. Bau urin normal disebabkan oleh asam organik yang mudah menguap. Bau amonia disebabkan perombakan ureum oleh bakteri dan biasanya terjadi pada urin yang dibiarkan tanpa pengawet.

Penetapan pH diperlukan pada gangguan keseimbangan asam basa, kerena dapat memberi kesan tentang keadaan dalam badan. pH urin normal berkisar antara 4,58,0 (Sloane 2004). Tabel 1 Hasil analisa urin Sampel 2 1100 mL/hari Kuning, bau amonia, jernih 5 (asam) 1,023 59,8 gr

Volume (mL) Warna, bau, kejernihan pH Berat jenis Jumlah zat padat total dalam 1 L Urin (g)

Pada uji yang telah dilakukan volume urin yang didapatkan adalah 1100 mL selama 24 jam. Warna urin kuning dengan bau amonia dan jernih. pH urin di uji dengan menggunakan kertas lakmus dan pH indikator universal dengan pH 5 yang menunjukan keadaan normal (asam). Berat jenis urin 1,023 yang termasuk dalam range yang normal. Sampel urin mengandung jumlah zat padat total 59,8 g/L hasil ini dibawah kisaran nomal yaitu berkisar 150,8 g/L urin 24 jam.

2. Zat-zat fisiologik urin Klorida Urin dititrasi dengan Merkuri nitrat dalam suasana asam. Ion-ion Cl diikat oleh merkuri membentuk HgCl2 yang tidak terionisasi. Bila terdapat merkuri nitrat

berlebihan, maka ion-ion merkuri tersebut dengan indikator difenilkarbazon akan membentuk warna ungu. Dalam penetapan kadar Klorida dalam urin, digunakan cara Schales dan Schales. Urin dititrasi dengan merkuri nitrat dalam suasana asam. Ion-ion Cldiikat oleh ion merkuri membentuk HgCl2 yang tidak terionisasi. Bila terdapat merkuri nitrat yang berlebih, ion-ion merkuri ini akan bereaksi dengan indikator difenilkarbazon membentuk warna ungu (urin ditambahkan

difenilkarbazon 0,1% lalu dititrasi dengan merkuri nitrat sampai berwarna ungu) (Ganong 2003). Tabel 2 Hasil uji kandungan klorida dalam urin Sampel Endapan 2 Ada Uji Klorida digunakan untuk mengetahui di dalam urin terdapat kandungan klorida atau tidak. Sebelumnya, urin diasamkan dengan 3 tetes asam nitrat encer. Ketika asam nitrat encer ini dimasukkan, urin berubah menjadi lebih bening. Kemudian ditambahkan 1 tetes perak nitrat. Tidak lama kemudian terdapat endapan putih tipis didasar tabung yang menunjukkan bahwa urin mengandung klorida.

Belerang Uji sulfat dilakukan dengan mencampurkan antara urin, HCl encer, dan BaCl 2. Hasil percobaan terbentuk endapan putih. Endapan putih ini adalah endapan BaSO 4. Hal ini menunjukkan adanya kandungan SO 4- di dalam urin. Jika urin direaksikan dengan HCl dan BaCl 2 maka sulfat yang terdapat di dalam urin akan dilepas oleh HCl dan sulfat tersebut akan diikat oleh Ba sehingga membentuk endapan BaSO 4 (Ganong 2003). Tabel 3 Hasil uji kandungan belerang dalam urin Uji Belerang/Sulfat pada Urin Sulfat Anorganik Sulfat Etereal Sulfat Tak-teroksidasi Keruh, tidak ada Tidak hitam dan tidak Ada Endapan endapan terbentuk

Uji belerang atau sulfat dalam urin ini dilakukan dengan mencampurkan 10 mL sampel urin dengan HCl yang bertujuan untuk mengasamkan urin tersebut kemudian ditambahkan BaSO4. Belerang anorganik merupakan bagian terbesar dari belerang teroksidasi (85-90%) dan berasal terutama dari metabolisme protein. Maka akan terbentuk endapan putih yang menunjukkan adanya belerang anorganik pada urin, reaksi yang terjadi adalah: BaCl2 + SO42- BaSO4 + 2 ClEndapan putih pada urin menandakan terdapat sulfat dalam urin tersebut, belerang merupakan hasil dari metabolisme protein, hal ini diakibatkan karena penambahan asam klorida dan BaSO4 yang digunakan yaitu tiga tetes ke dalam sampel urin. Belerang tak teroksidasi merupakan senyawa yang mempunyai gugus -SH, -S, -SCN, misalnya asam amino yang mengandung S (sistin), tiosulfat, tiosianat, sulfida. Jumlahnya adalah 5-25% dari belerang total urin. Pada percobaan ini, kertas saring yang dibasahi dengan Pb-asetat tidak berubah menjadi berwarna hitam (hasil reaksi negatif atau tidak terbentuk). Pada sulfat etereal didapatkan hasil keruh dan tidak ada endapan. Hal ini menandakan tidak adanya sulfat dengan tidak terbentuknya endapan putih, endapan putih merupakan indikator sampel mengandung sulfat atau belerang. Sulfat etereal di dalam urin merupakan ester sulfat organik (R-OSO3H) yang dibentuk di dalam hati dari fenol endogen dan eksogen, yang mencakup indol, kresol, esterogen, steroid lain, dan obat-obatan. Zat-zat organik tersebut berasal dari metabolisme protein atau pembusukan protein dalam lumen usus. Semuanya terurai pada pemanasan dengan asam. Jumlahnya 5-15% dari belerang total urin. Pada urin orang normal setelah ditambah dengan barium klorida (BaCl2), urin menjadi keruh tetapi tidak ada endapan sulfat.

Fosfat

Amonia Pada cairan interstisial dan urin tubulus, NH3 bergabung dengan H+ membentuk NH4+ yang menyingkirkan NH3 dan mempertahankan perbedaan konsentrasi yang memudahkan difusi NH3 keluar sel. Bila pH urin 7,0 maka rasio NH3:NH4+ = 1:100. Proses NH3 disekresikan disebut difusi non ionik.

Salisilat dan sejumlah obat lain yang merupakan basa lemah atau asam lemah juga disekresi oleh difusi non ionik. Ion amonium berasal dari makanan, obat-obatan, dan hasil hidrolisa urea. Reaksi utama pada tubuh yang menghasilkan NH4+ terjadi di dalam sel, yaitu perubahan glutamin menjadi glutamat yang dikatalisis oleh enzim glutaminase yang terdapat di dalam sel tubulus renalis. Mekanisme dari tubulus renalis dalam

memproduksi amonia sangat penting untuk mengatur keseimbangan asam basa dan penghematan kation, meningkat dengan nyata pada asidosis metabolik tetapi sebagian besar akan diekskresikan dalam bentuk urea yaitu komponen utama urin. Amonia secara konstan diproduksi dalam jaringan tapi hanya ditemukan dalam jumlah kecil pada darah tepi yang dengan cepat dikeluarkan dari dalam darah oleh hati dan diubah menjadi glutamat, glutamin, ataupun urea (urin). Pereaksi nessler memberikan hasil negatif karena apabila dengan pereaksi nessler maka warna yang dihasilkan adalah warna jingga hinga merah (Sloane 2004). Tabel 5 Hasil uji kandungan garam-garam amonium dalam urin Sampel Warna Bau Amonium 2 Tidak ada Sangat menyengat + Pada percobaan adanya garam-garam amonium, urin dibasakan terlebih dahulu menggunakan NaOH dan kemudian dipanaskan. Bau yang timbul akibat pemanasan adalah bau amonia yang menandakan bahwa amonium yang terkandung di dalam urin terlepas ke udara atau telah menguap. Berarti urin sampel mengandung garam amonium. Warna yang terbentuk setelah penambahan pereaksi nessler tidak ada, akan tetapi karena bau amonium yang menyengat tetap menandakan adanya kandungan amonium.

3. Sisa-sisa metabolisme Urea Urea adalah diamida asam karbonat. Urea bersifat netral dan tidak beracun. Sebagai molekul yang kecil dan tidak bermuatan,urea dapat melewati membran. Karena urea dapat larut dengan baik dalam air, maka dapat dengan mudah ditranspor bersama-sama dengan darah dan diekskresikan melalui urin.

Urea dibentuk dalam hati dalam suatu rangkaian reaksi siklik. Kedua atom nitrogen berasal dari amoniak dan aspartat, bagian karbonil dari hidrogen karbonat. Pada langkah reasi pertama, dari hidrogen karbonat (HCO3) dan amoniak akan dibentuk karbamoilfosfat dengan menggunakan 2 AP. Karbamoilfosfat mempunyai suatu potensial reaksi yang tinggi karena ikatan anhidrida asamnya. Pada langkah reaksi berikutnya, residu karbamoil dipindahkan ke ornitin, sehingga ornitin beralih menjadi sitrulin. Gugus amino kedua dari molekul urea diperoleh melalui reaksi aspartat dengan sitrulin. Untuk reaksi ini diperlukan energi baru dalam bentuk ATP. Pada reaksi ini, ATP akan dipecah menjadi AMP dan pirofosfat. Untuk melindungi reaksi ini, pirofosfat yangmerupakan produk kedua reaksi ini kemudian akan dihidrolisis secara sempurna. Pemecahan fumarat, dari argininosuksinat

menghasilkan arginin. Melalui hidrolisis, dari arginin akan dibebaskan isourea, yang segera diubah menjadi urea. Ornitin yang masih tersisa, siap digunakan untuk daur urea yang baru. Fumarat, yang dibentuk dalam daur urea, dapat diubah menjadi oksaloasetat melalui dua langkah reaksi daur asam sitrat dengan zat antara malat. Oksaloasetat selanjutnya diubah menjadi aspartat melalui transaminasi. Aspartat juga siap digunakan kembali dalam daur urea. Untuk biosintesis urea digunakan energi dalam jumlah yang besar. Keseluruhannya dipecah empat bagian yang kaya energi untuk sintesis satu

molekul urea. Dua ikatan tersebut digunakan pada sistetis karbamoilfosfat dan dua lainnya pada pembentukan argininosuksinal (ATP AMP + PPi, PPi Pi + Pi).

Daur urea berlangsung hanya di dalam hati dan rekasi terjadi dalam dua komponen, yaitu mitokondria dan sitoplasma. Transpor melalui membran zat antara sitronlin dan ornitin hanya mungkin terjadi dengan bantuan pengemban. Kedua asam amino ini tidak dijumpai dalam protein. Kecepatan pembentukan urea dikendalikan melalui reaksi pertama dari daur. Hanya bila tersedia N-asetilglutamat, enzim karnamoilfosfat sintase menjadi aktif. Konsentrasi dari efentor alosterik ini sangat tergantung keadaan metabolisme (kadar arginin, pemasukan energi). Adapun keseluruhan aliran nitrogen dalam katabolisme protein merpakan hubungan keempat tahap dari biosintesis urea yaitu :(1) transaminasi, (2) deaminasi oksidatif,(3) pengangkutan amonia dan (4) reaksi pada siklus urea.

Asam Urat Nukleotida termasuk metabolit yang paling kompleks. Biosintesisnya

merupakan proses yang berlangsung lama dan berbelit-belit serta membutuhkan energi yang tinggi. Karena itu dapat dimengerti bahwa komponen nukleotida tidak dihancurkan secara lengkap, melainkan sebagian besar kembali digunakan (recycle). Hal ini berlaku terutama untuk basa purin adenin dan guanin. Purin pada manusa dipecahkan menjadi asam urat dan bentuk ini yang kemudian diekskresikan. Pada proses ini cincin purin tetap utuh. Sebaliknya cincin pirimidin urasil, timin dan sitosin dipecah menjadi fragmen-fragmen kecil yang kembai masuk kedlam metabolisme, atau tanpa kesulitan diekskresikan. Guanosin monofosfat, dipecah dalam dua tahap menjasi guanosin dan kemudian menjadi guanin. Guanin akan diubah melalui desaminasi menjadi suatu basa purin lainnya yaitu zantin. Pada jalur penghancuran terpenting dari adenosin monofosfat (AMP) nukleotida segera didesaminasi dan terbentuk inosin monofosfat (IMP). Dengan cara yang serupa pada GMP. Dari IMP akan dibebaskan basa purin hipoxantin. Hipoxantin akan diubah menjadi asam urat dengan bantuan hanya

satu enzim yaitu xantin oksidase. Pada setiap langkah reaksi ini, satu gugus keto ini berasal dari oksigen molekuler dan sebagai produk reaksi sampingan terbentuk hidrogen peroksida yang toksik sehingga harus dipecahkan olej peroksidase. Hampir semua mamalia menghancurkan kembali asam urat menjadi alantoin dengan bantuan uratase melalui pembukaan cincin dan alantoin akan diekskresikan. Primata, diantaranya manusia, tidak mampu membentuk alantoin. Karena itu asam urat merupakan bentuk ekskresi purin. Hal yang sama berlaku juga untuk burung. Sebagian besar hewan lainnya meneruskan lagi pemecahan purin hingga terbentuk asam alantoin atau menjadi urea dan glioksilat. Berbeda dengan alantoin, asam urat bahkan sangat sukar larut. Pada keadaan peningkatan pembentukan asam urat atau ekskresi asam urat terganggu dapat menyebabkan konsentrasi asam urat yang berlebihan di dalam darah (hiperurikemia) dan sebagai akibatnya terbentuk endapan kristal asam urat di dalam tubuh. Terdapat dalam persendian menjadi penyebab serangan Pirai (Gout) yang menimbulkan rasa sakit yang luar biasa.

Hiperurikemia kebanyakan berasal dari gangguan ekskresi asam urat. Bahkan makanan yang banyak mengandung purin (misalnya daging) juga

mempunyai efek yang tidak menguntungkan. Sindroma Lesch-Nyhan yang jarang terjadi disebabkan karena suatu defek pada hipoxantin fosforibosil transferase.

Terganggunya penggunaan kembali purin basa menyebabkan suatu hiperurikemia dan gangguan neurologik yang berat. Untuk mengatasi hiperurikemia diberikan alopurinol yang merupakan zat penghambat zantin oksidase.

Kreatinin Baik kreatin maupun bentuk simpanan energinya, yaitu kreatinfosfat, terdapat di dalam otot, otak dan darah. Kreatin (kreatin anhidrida) terbentuk dalam otot dari kreatin fosfat melalui proses dehidrasi nonenzimatik yang ireversibel dan hilangnya fosfat. Eksresi kreatinin dalam urine 24 jam pada diri seseorang akan tampak konstan tiap-tiap harinya dan sebanding dengan massa ototnya. Kreatin dalam jumlah normalnya juga terdapat dalam urine. Glisin, arginin dan metionon, ketiganya turut serta dalam biosintesis kreatin. Pemindahan gugus guanidino dari arginin kepada glisin, yang membentuk senyawa guanidoasetat (glikosiamina), berlangsung dalam ginjal namun tidak terjadi di dalam hati atau otot jantung. Sintesis kreatinin diselesaikan lewat reaksi metilasi guanidoasetat oleh senyawa S- adenosilmetionon di dalam hati. Biosintesis kreatinin dan kreatinfosfat seperti pada gambar diatas.

4. Zat-zat patologik dalam urin Zat abnormal dalam urin yaitu protein, glukosa, fruktosuria, galaktosuria, laktosuria, pentosuria, benda-benda keton, bilirubin, garam-garam kolat, darah, porfirin, dan indikan. Protein tidak boleh lebih dari 200 mg/hari. Ekskresinya naik berarti terjadi proteinuria misal terjadi glomeluronefritis sehingga ginjalnya bocor (Lehninger 1982). Glukosa bila dengan benedict positif berarti glikosuria, indikasi diabetes mellitus. Benda-benda keton (Asetoasetat, -hodroksi butirat, aseton), normal ekskresinya hanya 3-15 mg/hari. Ekskresi naik pada kelaparan, gangguan metabolisme karbohidrat (diabetes melitus), kehamilan, pemberian anestesi dengan eter, asidosis tertentu. Ada benda keton yang baunya khas yaitu aseton, diuji dengan reagen rhotera. Bilirubin dan garam-garam kolat ada di dalam urin berarti terjadi sumbatan pada saluran empedu, empedu banyak masuk ke darah dan diekskresi di urin, kemudian warna urin seperti air teh.

Jika tertimbun di jaringan subkutan menyebabkan ikterus. Ada bilirubin dibuktikan dengan reaksi Gmelin, ada garam-garam kolat dibuktikan dengan percobaan Hay. Darah di dalam urin berarti hematuria, misalnya pada penyakit radang ginjal atau saluran kencing di bawahnya. Porfirin, koproporfitin diekskresi sebanyak 60-200 g/hari (Winarno 2002).

Glukosa Uji saringan glukosa dalam urine aadalah petanda sseorang individu itu mempunyai penyakit, misalnya diabetes melitus. Adanya glukosa dalam urine individu yang normal biasanya pada individu yang mempunyai ambang glukosa rendah (glukosurid). Uji glukosa dilakukan dengan menambahkan 3 ml reagent benedict pada dua tabung reaksi dan menambahkan 10 tetes pada setiap sampel urine (orang normal) pada tabung reaksi, kemudian meletakkan pada penangas air mendidih. Pada urine orang normal, setelah pencampuran dengan reagen benedict dan dilakukan pemanasan, urine berwarna hijau bening dan tidak ada endapan. Pereaksi Benedict yang mengandung kuprisulfat dalam suasana basa akan tereduksi oleh gula yang menpunyai gugus aldehid atau keton bebas (misal oleh glukosa), yang dibuktikan dengan terbentuknya kuprooksida berwarna merah atau coklat. Uji glukosa ini sering tidak valid jika reagen yang digunakan telah kedaluawarsa atau terbuka terlalu lama di udara dan bercampur dengan air.

Zat-zat keton

Protein Pada uji protein dalam urin digunakan dua percobaan yaitu uji heller dan uji koagulasi. Uji heller digunakan untuk melihat ada tidaknya protein dalam urin. Kehadiran protein ditunjukkan dengan adanya cincin putih dipersimpangan solusi dan asam nitrat pekat. Uji koagulasi merupakan tindak lanjut dari uji heller, yaitu melihat adanya protein berlebih dalam urin. Uji protein ini dapat digunakan untuk mengevaluasi dan memantau fungsi ginjal, mendeteksi, dan mendiagnosis kerusakan ginjal. Protein yang berlebih pada urin atau yang biasa disebut proteinuria menunjukkan kerusakan pada ginjal atau mungkin sebelum dilakukan tes orang tersebut mengkonsumsi obat-obatan, infeksi,

olahraga berat atau stress fisik. Kelebihan protein pada wanita hamil dapat dihubungkan dengan preeklamsia (Poedjiadi 1994). Tabel 5 Hasil uji kandungan protein dalam urin Sampel Uji Heller Uji Koagulasi (cincin putih atau tidak) (hilang atau bertambah) 2 Tidak terbentuk cincin Tidak mengendap Pada uji heller, urin yang ditambahkan asam nitrat pekat, dapat diperoleh hasil pengamatan bahwa urin tersebut ketika dicampurkan dengan asam nitrat pekat tidak terbentuk cincin putih yang menandakan tidak terdapat protein dalam urin. Uji koagulasi yang dilakukan dengan pemanasan urin dengan menggunakan asam asetat tidak terbentuk endapan karena dalam sampel tidak terdapat protein.

Darah Bilirubin

Anda mungkin juga menyukai