ABSTRACT
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hutan mangrove merupakan ekosistem peralihan antara komponen darat
dan laut yang mempunyai banyak manfaat, dan merupakan mata rantai yang
sangat penting dalam memelihara keseimbangan siklus biologis di suatu perairan.
Fungsi hutan mangrove dapat dibedakan menjadi (1) Fungsi ekologis, (2) Fungsi
sosial ekonomi, (3) Fungsi fisik dan biotik. Menurut Dahuri (1996) dan Kusmana
(1995) bahwa peran dan fungsi hutan mangrove adalah (1) Fungsi produksi,
terutama untuk perikanan, kehutanan, perkebunan, pertanian, industri dan
tambang serta permukiman, (2) Fungsi lindung terutama untuk pengaturan iklim
pelindung fisik dan sumber hara, (3) Fungsi suaka alam terutama sebagai sumber
plasmanutfah, nursery ground dan feeding ground bagi biota laut.
Sebagai lingkungan fisik, hutan mangrove berperan sebagai penahan
ombak, penahan angin, penahan banjir, penetralisir pencemaran, perangkap
sedimen, dan penahan intrusi air asin. Sebaliknya peranannya di dalam
lingkungan biotik adalah sebagai habitat dan berkembangbiaknya berbagai macam
organisme air, berbagai jenis biota air, burung serta berbagi jenis mamalia. Untuk
potensi sosial ekonominya, hutan mangrove ditunjukkan dengan adanya
kemampuan untuk menghasilkan produk yang langsung dapat dinikmati oleh
masyarakat.
B. Permasalahan
Bagaimana hubungan kerapatan pohon di hutan mangrove terhadap
populasi kepiting bakau (Scylla serrata)
C. Hipotesis
Semakin tingkat kerapatan pohon mangrove maka populasi kepiting bakau
(Scylla serrata) maka semakin besar atau banyak.
D. Tujuan
Untuk mengetahui peranan dan hubungan antara kerapatan pohon
mangrove terhadap populasi kepiting bakau (Scylla serrata).
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan di hutan mangrove Wana Wisata Tritih, BKPH Rawa
Timur Cilacap, KPH Banyumas Barat, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah, pada
bulan Juni sampai Juli 2004.
B. Teknik Penariakan Contoh
Menggunakan stratifikasi berdasarkan tingkat kerapatan pohon bakau.
Pengambilan secara capture and recapture. Jumlah kelas kerapatan ada 3 (rapat,
sedang, dan jarang). Setiap tingkat kerapatan dibuat petak contoh ukuran
20 x 20 m.
C. Analisis Data
1. Analisis kerapatan pohon
Analisis kerapatan pohon dilakukan dengan menghitung tingkat kerapatan
per jenis dan kerapatan relatif.
Dimana :
k : adalah jumlah periode sampling.
Mi : adalah jumlah total hewan yang tertanda.
Tabel 1. Kerapatan dan Kerapatan Relatif Tiap Jenis Pada Komunitas Dengan
Kerapatan Tinggi.
Jumlah
Individu Kerapatan Kerapatan
NO Jenis Nama Latin
(Pohon/ (K) Relatif (KR)
0,12Ha)
1 Bakau bandul Rhizophora mucronata Lamk 171 1425,00 57,38 %
2 Bakau kacang Rhizophora apiculata Bl 127 1058,33 42,62 %
Jumlah 298 2483,33 100 %
Tabel 2. Kerapatan dan Kerapatan Relatif Tiap Jenis Pada Komunitas Dengan
Kerapatan Sedang.
Jumlah
Kerapatan
Individu Kerapatan
NO Jenis Nama Latin Relatif
(Pohon/ (K)
(KR)
0,12Ha)
1 Bakau kacang Rhizophora apiculata Bl 69 575,00 45,39 %
2 Bakau bandul Rhizophora mucronata Lamk 37 308,33 24,34 %
3 Api-api Avicennia marina (Forsk.) Vierh 25 208,33 16,45 %
4 Bogem Sonneratia alba Sm. 9 75,00 5,92 %
5 Tancang Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk 6 50,00 3,95 %
6 Tancang sukun Bruguiera sexangula (Lour.) Poir 5 41,67 3,29%
7 Nyirih Xylocarpus moluccensis Lamk. 1 8,33 0,66 %
Jumlah 152 1266,66 100 %
Tabel 3. Kerapatan dan Kerapatan Relatif Tiap Jenis Pada Komunitas Dengan
Kerapatan Rendah.
Jumlah
Kerapatan
Individu Kerapatan
NO Jenis Nama Latin Relatif
(Pohon/ (K)
(KR)
0,12Ha)
1 Bakau kacang Rhizophora apiculata Bl 43 358,33 41,75 %
2 Bakau bandul Rhizophora mucronata Lamk 29 241,67 28,15 %
3 Tancang Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lamk 22 183,33 21,36 %
4 Api-api Avicennia marina (Forsk.) Vierh 9 75,00 8,74 %
Jumlah 103 858,33 100 %
300
Jum lah individu
250
200
150
100
50
0
Tinggi Sedang Rendah
Tingkat Kerapatan
Dari hasil analisis data jumlah individu dari seluruh jenis, pada tingkat
kerapatan tinggi (komunitas I) jumlah individu paling banyak atau tertinggi yaitu
sebayak 298 batang dan disusul oleh tingkat kerapatan sedang (komunitas II)
yaitu sebayak 152 batang dan pada tingkat kerapatan rendah (komunitas III) yaitu
sebanyak 103 batang.
8
Jum lah Jenis
4
2
0
Tinggi Sedang Rendah
Tingkat Kerapatan
2. Populasi Kepiting
a. Potensi Jumlah
Komunitas I
Besarnya populasi kepiting bakau yang terdapat pada tingkat kerapatan
pohon tinggi (komunitas I) dapat diduga yaitu sebanyak 39 ekor dengan tingkat
kesalahan bakunya sebesar 7 dengan selang kepercayaan besarnya populasinya
adalah berada pada interval 25 dan 53 ekor, sedangkan kepadatan populasi
kepiting bakau pada tingkat kerapatan tinggi (komunitas I) tersebut sebesar 325
ekor.
5.4.2. Komunitas II
Besarnya populasi kepiting bakau yang terdapat pada tingkat kerapatan
pohon sedang (komunitas II) dapat diduga yaitu sebanyak 13 ekor dengan tingkat
kesalahan bakunya sebesar 4 dengan selang kepercayaan besarnya populasinya
adalah berada pada interval 5 dan 21 ekor, sedangkan kepadatan populasi kepiting
bakau pada tingkat kerapatan sedang (komunitas II) tersebut sebesar 108 ekor.
5.4.3. Komunitas III
Besarnya populasi kepiting bakau yang terdapat pada tingkat kerapatan
pohon tinggi (komunitas I) dapat diduga yaitu sebanyak 13 ekor dengan tingkat
kesalahan bakunya sebesar 5 dengan selang kepercayaan besarnya populasinya
adalah berada pada interval 3 dan 23 ekor, sedangkan kepadatan populasi kepiting
bakau pada tingkat kerapatan rendah (komunitas III) tersebut sebesar 108 ekor.
Hasil dari alalisis kepiting bakau yang ada pada tiap-tiap plot dan pada
tingkat kerapatan yang berbeda tertera pada Tabel 5.
Dari hasil analisis data diatas kepadatan populasi dari kepiting bakau yang
tertinggi terdapat pada tingkat kerapatan tinggi yaitu tiga kali lebih tinggi dari
kerapatan sedang dan rendah yaitu sebesar 325 dan disusul oleh tingkat kerapatan
sedang dan rendah dengan hasil 108 ekor. Hal ini diduga bahwa kepiting bakau
sangat menyukai daerah kerapatan tinggi dengan jenis Rhizophora spp
dikareanakan perakaran dari jenis ini sangat rapat (akar tunjang) serta diduga pula
disebabkan oleh kandungan lumpur yang ada di bawah tegakan sangat sedikit
dan tanahnya agak keras yang di karenakan oleh bayaknya serabut dari akar
Rhizophora spp tersebut sedangkan kepiting bakau ini hidupnya kebanyakan di
dalam lubang, mereka menggali lubang untuk dijadikan tempat tinggalnya pada
waktu air laut surut dan pada waktu air laut pasang mereka keluar untuk mencari
makanan, dari prilaku hudupnya itulah kepiting bakau memerlukan keadaan
lingkungan yang menjamin mereka bertahan hidup dan berkembang biak serta di
duga pula dengan rapatnya hutan mangrove maka banyak pula serasah yang jatuh
di lantai hutan dan sebagai mana kepiting bakau ini adalah berperan sebagai
perombak dari serasah tersebut agar dapat terurai oleh jasat renik untuk diuraikan
menjadi humus ataupun hara dan juga semakin banyak serasah semakin banyak
pula bahan makanan yang terkandung di areal tersebut.
400
Kepadatan Populasi
300
200
100
0
Tinggi Sedang Rendah
Tingkat Kerapatan
b. Penyebaran populasi
Pola penyebaran dari kepiting bakau pada hutan mangrove Wana Wisata
Tritih dapat dilihat dari Gambar 4. Dari Gambar 4 dapat diduga bahwa pola
penyebaran kepiting bakau pada hutan mangrove Taman Wisata Tritih adalah
mengelompok, sebab perbedaan pola distribusi beberapa populasi yang memiliki
nilai X yang sama yaitu 8,7 individu/plot. Proporsi observasi pada p(0), p(1),
p(2), p(3), p(6), p(7), p(8), p(9), p(10), p(12), dan p(16), hasilnya lebih besar dari
p(0), p(1), p(2), p(3), p(6), p(7), p(8), p(9), p(10), p(12), dan p(16) hasil dari
distribusi poisson.
0.25
X individu
0.15
0.1
0.05
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Poisson Observasi
Gambar 4. Grafik Pola Penyebaran Kepiting Bakau Hasil Observasi dan Poisson.
Dilihat dari kondisi di lapangan untuk hutan mangrove Wana Wisata Tritih
penutupan tajuk bisa dikatakan cukup rapat, ini dapat dilihat dari bentuk fisik
tegakan pohon dengan rata–rata diameter cukup besar dari jenis Rhizophora spp
dan Avicennia spp. Sehingga tercipta tingkat kerapatan yang cukup tinggi di areal
hutan mangrove Taman Wisata Tritih dan dimana hal ini dapat dijadikan tempat
kehidupan bagi kepiting bakau dan untuk berkembang biak sehingga pada tingkat
kerapatan pohon yang tinggi dari suatu hutan mangrove akan terdapat populasi
kepiting yang tinggi pula.
DAFTAR PUSTAKA
Karsy, A. 1996. Budidaya kepiting bakau dan Biologi Ringkas. Bhratara. Jakarta.
Nybaken, J.W. 1986. Biologi Laut suatu Pendekatan Ekologi. Gramedia. Jakarta