PARENGRENGI, M.SI Hutan mangrove merupakan suatu ekosistem yang unik dan khas yang ditumbuhi oleh berbagai jenis tanaman yang dapat tumbuh pada daerah yang tergenang, dengan kadar garam yang tinggi dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hanya jenis tanaman mangrovelah yang dapat tumbuh didaerah tersebut, sedangkan jenis tanaman lain dipastikan tidak akan tumbuh (1) di propinsi Riau dan kepulauan Riau, dimana di Propinsi Riau ekosistem mangrove yang berhutan lebat adalah 4.298,85 ha, kerapatan sedang seluas 123.869,52 ha, kerapatan jarang seluas 13.147,68 ha dan kerapatan sangat jarang seluas 119.969,28 ha. Sedangkan untuk potensi kerapatan ekosistem mangrove di Kepulauan Riau adalah yang berhutan lebat adalah 6.772,59 ha, kerapatan sedang seluas 25.446,33 ha, kerapatan jarang seluas 18.733,59 ha dan kerapatan sangat jarang seluas 127.465,04 ha (2) di Seram Bagian Timur dimana sebagian besar ekosistem mangrovenya termasuk kedalam kategori jarang (1) terjadinya degradasi mangrove yang sangat cepat yang berdampak pada mempercepatnya kehilangan pulau dan wilayah pesisir, (2) Penurunan keanekaragaman jenis flora dan fauna di Indragiri Hillir, diantaranya: Degradasi flora Rhizophora spp. dan Bruguiera spp. (hutan mangrove). Hampir punahnya jenis-jenis siamang (Presbytis syndactylus), beruang madu (Helarctos malaynus), kucing hutan (Felis bengalensis), burung elang bondol (Haliastur indus), bangau tongtong (Leptoptilos javanicus), cangak sumatera (Ardea sumatrana), kuntul putih (Egretta alba), rangkong badak (Buceros rhinoceros), rangkong papan (Buceros bicornis), ular sanca (Phyton sp.), biawak (Vranus alvator), buaya (Crocodilus sp.). (3) Fenomena intrusi yang sangat dirasakan pada daerah-daerah pesisir hutan yang ekosistem hutannya sudah rusak. Hutan mangrove yang berfungsi sebagai buffer zone dari masalah-masalah lingkungan menjadi tidak atau kurang berfungsi akibat rusaknya ekosistem tersebut. Sehingga pada akhirnya menyebabkan masalah-masalah lingkungan (4) Fenomena Abrasi juga dirasakan oleh masyarakat terutama di pantai yang berhadapan dengan selat dan laut, Hal ini disebabkan karena tingkat kerapatan pohon per hektar dari jenis-jenis mangrove sangat sedikit. Sehingga kemampuan mangrove mencegah abrasi menjadi berkurang. (5) adanya fenomena banjir. (6) adanya prediksi akan hilangna pulau-pulau kecil yang menjadikan ekosistem mangrove sebagai bufferzone (1) dibangun suatu konsep pengelolaan yang berbasis berkelanjutan (sustainable), memiliki visi ke depan (future time), terintegrasinya kepentingan ekonomi dan ekologi, dan pelibatan masyarakat (2) membangun Kawasan hutan lindung, yaitu kawasan hutan yang ditetapkan fungsinya untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam, sumberdaya buatan, dan nilai bersejarah, budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan (3) Melakukan Kegiatan rehabilitasi hutan harus memperhatikan pola adaptasi tanaman, kesesuaian lahan dan lingkungan, sebaiknya jenis-jenis endemik setempat, serta disukai dan memberikan tambahan ekonomi bagi masyarakat (4) Perlu dibangun renstra pengelolaan pada ekosistem mangrove yang dapat mengurangi tekanan masyarakat terhadap hutan mangrove diantaranya dilakukan pengalihan mata pencaharian masyarakat, dimana terdapat sebagian masyarakat yang masih mencari kayu mangrove untuk dijual. Untuk mengatasi hal ini maka perlu dilakukan upaya peningkatan potensi ikan di kawasan hutan mangrove yaitu dengan melakukan penanaman mangrove sehingga mangrove dapat menjadi nursery ground dan fishery ground. Dalam jangka panjang hal ini dapat mengurangi tekanan masyarakat terhadap hutan mangrove (5) adanya political will untuk Mempertahankan ekosistem mangrove sebagai upaya untuk menjaga keberadaan pulau-pulau kecil dan gugus pulau. kawasan lebar jalur hijau hutan mangrove sebagai hutan lindung zone pantai (the width of mangrove green belt as coastal zone protection forest). Jalur hijau hutan mangrove ini selain berfungsi sebagai penyangga atau buffer terhadap angin, gelombang dan arus juga mempunyai fungsi (1) sumber produktivitas primer perairan, (2) tempat berlindungnya organisme, (3) stabilisator proses pengendapan lumpur, (4) sebagai filter bagi pencemaran perairan • (132 x rata-rata tunggang pasang purnama) meter • Intrusi = 3.3 μ 0.07 e (-0.006 lebar jalur Hijau) • Model hubungan antara tingkat kerapatan (variabel X) dengan populasi kepiting (Y) adalah sebagai berikut : Y= 8,535986337/(1- 0,002620491334*x) • Greenbelt untuk habitat phytoplankton Y = exp (11,68799359 + 0,0902076113*x) x = kerapatan mangrove