Anda di halaman 1dari 7

Nekrosis Jaringan Setelah Irigasi Subgingival dengan Fluoride Solution: Laporan Kasus

(Tissue necrosis after subgingival irrigation with fluoride solution)


S. Sjstrm dan S. Kalfas. Department of Oral Biology, School of Dentistry, Ume University, Sweeden

Abstrak Irigasi pada poket periodontal dengan fluoride solution setelah skeling dan root planning kadang-kadang direkomendasikan untuk mencegah pertumbuhan bakteri patogenik pada poket periodontal. Pada waktu yang sama, irigasi memungkinkan pembersihan secara mekanik dari plak dan debris yang perlekatannya melepas. Karena toksisitasnya, fluoride solutionmengendap di dalam periodontium dapat menimbulkan kerusakan jaringan. Kami melaporkan dalam karya ilmiah ini, suatu kasus dari nekrosis jaringan periodontal yang luas dan kehilangan tulang alveolar secara permanen setelah irigasi pada poket periodontal dengan stannous fluoride solution. Literatur mengenai efek toksik dari fluoride pada jaringan local ditinjau secara ringkas dan beberapa penjelasan disediakan untuk mengevaluasi kembali penggunaan stannous fluoride untuk irigasi poket. Kata kunci: fluoride; necrosis; periodontal; irrigation

Fluoride di gunakan secara luas dalam kedokteran gigi untuk mengurangi demineralisasi gigi dan sebagai suatu desentizer dentin (Hansen 1992, Ten Cate dan Feathersthone 1996). Dalam terapi periodontal, fluoride solution direkomendasikan untuk diaplikasikan secara rutin pada permukaan dentin yang terbuka karena bedah periodontal (Hamp dan Nyman 1984). Fluoride solution juga dianjurkan untuk irigasi subgingival untuk mengurangi populasi pathogen yang spesifik di dalam poket periodontal (Greenstei 1990). Sodium dan stannous fluoride merupakan senyawa toksik yang dapat menjadi lethal jika dosis ingested melebihi 15 mg/ kg berat badan (Smyth et al. 1969). Karena reaktivitasnya, fluoride dapat menjadi sitosidal oleh adanya enzim sel inactivating,

seperti enolase dan

-ATPase, yang terlibat dalamm metabolism energi sel

(Kanapka dan Hamilton 1971, Hamilton dan Bowden 1996). Banyak informasi di dapatkan mengenai efek yang merugikan dari intoksisitas fluoride akut berhubungan dengan penyebab sistemik setelah absorpsi fluoride di area gastrointestinal. Meskipun penggunaan yang luas dari fluoride secara topical dalam mulut, hanya sedikit professional dental yang mengetahui efek toksik preparat ini dapat menyebabkan jaringan local di bawah keadaan tertentu. Suatu kasus dari fluoride yang berhubungan dengan nekrosis jaringan setelah irigasi pada poket periodontal dengan stannous fluoride solution 2% dan kurangnya informasi dalam literature ini mengenai tindakan pencegahan yang dapat digunakan pada penggunaan fluoride local, menuntun kami pada perbaikan laporan kasus ini. Bersamaan dengan presentasi laporan kasus, literatur ini mendukung legitimasi dari irigasi subgingival dengan fluoride solution ditinjau dan diuraikan untuk membatasi penggunaan fluoride.

Laporan Kasus Seorang pasien pria berusia 67 tahun dirawat dengan skeling dan root planning pada molar 16 dan 17 yang memiliki kedalaman poket periodontal 6-7 mm pada aspek distal dan mesialnya, secara berturut-turut. Pasien sehat secara sistemik dan tidak ada gangguan imun. Anastetik solution diaplikasikan hanya pada permukaan mukosa dan gingival seblum skeling. Pada akhir perawatan, poket diirigasi dengan suatu stannous fluoride solution 2% diberikan dengan suatu syringe dan jarum tumpul. Pasien kemudian menggambarkan bahwa irigasi ini menyatkitkan, dan pasien juga merasa area pipi di bawah mata sebelah kanan membengkak. Selama 24 jam berikutnya, area tersebut tetap membengkak dan rasa sakit berkembang ke mukosa palatal kanan yang terasa kasar sesuai dengan penggambaran pasien. Pasien diserahkan ke seorang spesialis bedah mulut selama 4 hari setelahtahap skeling. Pemeriksaan intra-oral memperlihatkan inflamasi yang hebat dan mukosa

erythematous secara meluas dalam palatum durum setengah kanan dan nekrosis jaringan lunak yang tertutup pada aspek palatal 17 dan 16. Gingival bagian bukal dan mukosa pada region ini terlihat normal. Tidak terdapat pembengkakan ekstra oral. Palpasi pada mukosa palatal yang mengalami inflamasi menyebabkan rasa yang sangat sakit. Ahli bedah mulut meresepkan medikasi antibiotic dan antimikotik dan preparasi permukaan yang tidak estetik digunakan ad libitum. 1 minggu kemudian, keadaan intraoral sebagian besar sama (gambar. 1A). dua minggu kemudian, keadaan intraoralnya masih dengan area jaringan yang nekrotik sebesar ukuran 2015 mm di region palatal dari gigi 17 dan 16. Bagian anterior mukosa memperlihatkan less intense redness dan setelah tambahan periode 4 minggu, intensitas rasa sakit pada palpasi menurun dan pasien sudah bisa makan makanan lunak tanpa kesulitan. Gingival dan bagian mukosa yang mengalami retraksi dan bagian nekrotik dari tulang pada aspek palatal di region 16-17 terbuka. 12 minggu setelah kejadian, pasien mengeluhkan pengecapan dan tidak enak. Tulang palatal yang nekrotik masih terbuka (Gambar. 1B). molar kedua sedikit goyang dan sakit pada perkusi yang ringan. Pada pemeriksaan klinis selama 10 bulan setelah kejadin, sequeatrum tulang sebesar 136 mm ditemukan di bagian palatinal 16 dan 17. Terdapat soreness dari gigi yang persisten dan pasien menghindari pengunyahan pada sisi kanan. Ragiografi memperlihatkan area tulang yang radiolusen di region 16-17 (Gambar. 2). Lamina dura di sekeliling 16 berdifus dan akar mesio-bukal terlihat resorpsi sebagian. Tepi tulang alveolar dari aspek palatal juga teresorpsi. Sequestrum tulang dan molar 16 diekstraksi 2 bulan kemudian. Pada peristiwa ini, sinus maksillaris utuh tapi 17 tidak mempunyai tulang pendukung di sebelah mesial. Bagian alveolar sebelah bukal terlihat normal. Penyenbuhan berjalan tanpa ada komplikasi kecuali nyeri tumpul yang pasien alami terus-menerus pada pipi kanan selama 3 bulan berikutnya.

Pembahasan

Jalannya kejadian mengindikasikan bahwa irigasi subgingival dengan fluoride solution sangat memungkinkan mengakibatkan nekrosis jaringan. Gambaran klinis dari immediate development dari gejala klinis dan adanya kerusakan jaringan yang luas dengan cepat terjadi dalam beberapa jam tidak menandakan bahwa infeksi merupakan kemungkinan alasannya. Tidak ada riwayat trauma mekanik atau trauma termal yang dapat menyebabkan obstruksi sirkulasi darah pada jaringan yang dipengaruhi. Senyawa kimia yang digunakan hanya stannous fluoride. Walaupun tidak terjamin, stannous fluoride diindikasikan untuk injeksi irigasi solution ke dalam jaringan. Keraguan ini kemudian dikemukakan apakah aplikasi ini cukup untuk mengakibatkan kerusakan jaringan. Penelitian terkini (Brnemark 1967, Hume et al. 1981, Swieterman et al. 1961) memperlihatkan bahwa aplikasi local NaF solution sebanyak 20% ke mukosa oral tidak menunjukkan adanya gangguan pada jaringan jika epithelium utuh. Di sisi lain, aplikasi NaF solution 2% setelah pembersihan lapisan sel epithelial superficial menyebabkan pembentukan segera dari thrombin dan emboli di pembuluh darah dengan suatu concomitant stasis dalam beberapa menit. Kerusakan mikrovaskular dapat bertahan selama beberapa jam setelah aplikasi fluoride (Brnemark 1967). Selanjutnya, pembukaan in vitro dari gingival menerangkan selama 1 jam pada konsentrasi Sn atau NaF yang rendah dapat

mengurangi secara nyata sintesis protein dan DNA dari sel (Hume et al. 1981). Dengan cara yang sama, aplikasi NaF 1,2% pada gingival yang tidak melekat pada jaringan yang mendasar mempengaruhi viabilitas sel (Hume et al. 1981). Luka yang luas juga diamati setelah injeksi NaF ke dalam pipi seekor hamster atau ke dalam telinga seekor kelinci (Brnemark 1967). Stasis pembuluh darah bertahan hingga nekrosis jaringan dan berikutnya fenomena reparative proliferasi. Jadi, ini merupakan petunjuk bahwa fluride, jika mengendap dan berdifus di dalam jaringan, menyebabkan reaksi toksik dari berbagai intensitas dan dalam beberapa kasus, dapat bertahan hingga berpengaruh secara irreversible sebagai nekrosis jaringan. Ini juga

merupakan bahwa kondisi dari rintangan epitel dapat memperbesar efek luas dari kerusakan jaringan, karena epithelium yang utuh dapat menetralkan secara efisien difusi dari substansi ini. Pertimbangan dari penemuan terbaru menyebutkan bahwa, bagian jaringan yang mengalami inflamasi pada penyakit periodontal dan tidak utuhnya poket dan epithelium junctional akan dipertimbangkan sebagai kontraindikasi untuk irigasi fluoride subgingival pada poket yang mengalami inflamasi atau poket tingkat awal. Meskipun demikian, penelitian in vivo mengindikasikan bahwa tidak ada kerusakan jaringa yang nampak secara makroskopik disebabkan oleh aplikasi dari konsentrasi stannous fluoride solution pada gingival manusia (Swieterman et al. 1961). Tetapi, efek toksik berbatas pada sebagian kecil jaringan lunak, yang tidak menghasilkan kerusakan yang irreversible, ditemukan pada studi yang sama, pada pemeiksaan mikroskopik dari biopsi gingival yang diambil setelah aplikasi Sn 10% pada

bagian gingival yang ebrkeratinisasi. Apakah reaksi ini dapat menyebabkan penundaan pemyembuhan dari jaringan periodontal tidak diketahui. Tidak ada evaluasi klinis dalam observasi in vitro bahwa fluoride menghambat perlekatan fibroblastpada dentin akar (De Jong et al. 1988). Kebutuhan irigasi poket periodontal dengan fluoride solution masih belum jelas karena tidak ada persetujuan khusus menyangkut manfaat dari pengobatan permukaan akar secara kimia setelah debridement mekanik (Paine et al. 1998). Alasan utama untuk penggunaan stannous fluoride adalah untuk membunuh bakteri yang sensitive terhadap fluoride dan dengan demikian mengurangi kolonisasi kembali dari poket periodontal (Mazza et al. 1981, Shapira et al. 1994). Aksi antimicrobial dari Sn melawan flora plak subgingival yang terlihat sebagian besar bergantung

pada ion stannous, walaupun fluoride merupakan ion aktif utama melawan bakteri Sacchorolytic dalam plak supragingiva dimana efek antibacterial juga berpotensi untuk menurunkan pH (Andres et al. 1974, Yoon dan Berry 1979, Yoon dan Newman 1980, Hamilton dan Bowden 1996).

Beberapa studi dilakukan bertujuan untuk mengevaluasi efek dari irigasi fluoride subgingival sebagai tambahan terapi skeling dan root planning (ditinjau kembali oleh Fliut et al. (1988) dan Paine et al. (1998)). Data yang ada memberikan petunjuk yang tidak meyakinkan mengenai efek irigasi pada perameter klinis dan mikrobiologi. Pada keadaan yang paling baik, aplikasi berkali-kali dengan Sn 1,64% menunda kolonisasi kembali dari poket periodontal oleh kuman anaerob dan terutama Spirochetes dan Provotella berpigmen hitam dan spesies Porphyromonas dalam beberapa minggu (Mazza et al. 1981). Studi lain juga mengkonfirmasi penemuan ini (Perry et al. 1984, Lazarro dan Bissada 1989) dan dalam satu studi (Schmid et al. 1985), aplikasi subgingiva secara tunggal dari stannous fluoride dilaporkan terjadi pengurangan jumlah bakteri ini. Berlawanan, para penulis lain (Krust et al. 1991, Oosterwaal et al. 1991) gagal memperlihatkan adanya peningkatan efek yang bermanfaat dari debridement mekanik. Pada beberapa kasus (Perry et al. 1984, Shapira et al. 1994) tidak adanya manfaat tambahan ditemukan, walaupun efek antibacterial secara simultan dari stannous fluoride diamati secara topical dalam perawatan poket. Rekomendasi untuk irigasi poket periodontal dengan fluoride solution oleh karena itu nampaknya kurang memiliki petunjuk ilmiah dari efek terapi. Penggunaan fluoride pada periodontal pasien juga dianjurkan untuk pencegahan karies akar (Nyvad dan Fejerskov 1986, Axelsson e al. 1991) dan untuk menghindari sensitifitas gigi. Pada kedua kasus, tidak dibutuhkan untuk mengkombinasi perawatan ini dengan penetapam bedah yang bertujuan untuk memulihkan kesehatan periodontal, i. e., dimana jaringan gingiva mudah diserang oleh toksisitas fluoride. Tidak diperlukan untuk memakai preparat fluoride secara subgingiva pada kemudian mendatang. Durasi pendek dari efek antibacterial, tidak terdapat adanya tambahan manfaat klinis untuk skeling dan root planning yang juga menambah resiko untuk efek toksik pada periodontium yang mengalami inflamasi, termasuk kemungkinan terganggunya

penyembuhan, tidak mendukung penggunaan stannous fluoride untuk irigasi poket dalam terapi periodontal. Peningkatan resiko dari efek yang merugikan di bagian tubuh lainnya, seperti mukosa gastric, ditemukan dengan aplikasi oral dari gel fluoride (Spak et al. 1990), merupakan alasan tambahan untuk membatasi penggunaan fluoride hanya pada yang benar-benar mengindikasikan. Oleh karena itu, nampaknya sebaiknya dipertimbangkan kembali irigasi subgingiva dengan fluoride solution sebagai madalitas perawatan dalam terapi periodontal.

Anda mungkin juga menyukai