Anda di halaman 1dari 15

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG Penyakit artritis reumatoid (AR) merupakan penyakit sistemik yang bersifat progresif, yang mengenai jaringan lunak dan cenderung untuk menjadi kronis. Penyakit ini disebabkan karena adanya inflamasi dari membran sinovial dari sendi diartroidial. Artritis rematoid adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) secara simetris mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi. Artritis reumatoid juga bisa menyebabkan sejumlah gejala di seluruh tubuh. Penyakit ini terjadi pada sekitar 1% dari jumlah penduduk, dan wanita 2-3 kali lebih sering dibandingkan pria. Biasanya pertama kali muncul pada usia 25-50 tahun, tetapi bisa terjadi pada usia berapapun.

Arthritis rheumatoid Juvenile (ARJ) merupakan penyakit arthritis kronis pada anak-anak umur di bawah 16 tahun. da beberapa terminologi untuk mengelompokkan arthritis ini. Istilah ARJ lebih banyak dipakai di Amerika Serikat yaitu istilah yang digunakan untuk menyebut arthritis pada anak usia dibawah 16 tahun yang tidak diketahui penyebabnya. Di AS lebih sering digunakan istilah rematoid karena pada umumnya anak-anak tersebut mempunyai orang tua atau keluarga yang menderita arthritis rematoid dengan faktor rematoid yang positif. Istilah arthritis kronik juvenile lebih banyak digunakan di Inggris (Eropa). Adanya kerancuan dalam hal penggunaan istilah ini, maka timbul kesepakatan pada pertemuan EULAR untuk menggunakan istilah yang seragam. Istilah yang disepakati oleh EULAR adalah arthritis idiopatik juvenile (ARJ) yang dibagi dalam 7 subtipe

BAB II PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI Arthritis rheumatoid Juvenile (ARJ) merupakan penyakit arthritis kronis pada anak-anak umur di bawah 16 tahun. Berdasarkan definisi, ARJ ditandai oleh menetapnya temuan peradangan secara objektif di satu atau lebih sendi selama paling sedikit 6 minggu dengan eksklusi kausa lain peradangan sendi pada anak usia 16 tahun atau kurang.

2.2 EPIDEMOLOGI ARJ merupakan arthritis yang lebih sering dijumpai pada anak-anak, insidennya dilaporkan hanya sekitar 1% pertahunnya. Dengan perjalanan penyakit ARJ bervariasi, 17% berkembang menjadi arthritis kronik, 20% dengan gangguan mata. Dari hasil penelitian dilaporkan bahwa pasien ARJ yang berlangsung lebih dari 7 tahun, 60% mengalami kecacatan. Prevalensi ARJ dilaporkan sekitar 12/100.000/tahun dan Minnesota 35/100.000/tahun. ARJ banyak menyerang anak-anak dengan tingkat umur terbanyak sekitar 4-5 tahun. Perempuan lebih banyak dengan perbandingan 3:1. Faktor suku diduga kuat sangat terkait pada ARJ. Suku Afrika dibanding suku Amerika dan Kaukasia lebih sering terkena di Amerika. Di AS Schwartz melaporkan bahwa ARJ lebih sering menyerang anak-anak yang lebih dewasa, khususnya pada kelompok Oligo-artikular, dengan RF positif.

2.3 ETIOLOGI Etiologi penyakit ini belum banyak diketahui, diduga terjadi karena respons yang abnormal terhadap infeksi atau faktor lain yang ada di lingkungan. Peran imunogenetik diduga sangat kuat mempengaruhi.

2.4 KLASIFIKASI Penyakit reumatik merupakan sekelompok penyakit yang sebelumnya dikenal sebagai penyakit jaringan ikat. Menurut kriteria American Rheumatism Association (ARA) artritis reumatoid juvenil (ARJ) merupakan penyakit reumatik yang termasuk ke dalam kelompok penyakit jaringan ikat yang terdiri lagi dari beberapa penyakit. Ada 2 klasifikasi yaitu klasifikasi yang dipakai AS dan klasifikasi menurut EULAR, Klasifikasi yang dipakai di AS ditetapkan tahun 1973 dan telah direvisi tahun 1977, sedangkan kriteria baru oleh EULAR ditetapkan tahun 1995.7Menurut kriteria ARJ yang dipakai di AS, arthritis ini dibagi dalam 3 subtipe berdasarkan gejala penyakit yang berlangsung minimal terjadi selama 6 bulan. (1)Sistemik: ditandai dengan demam tinggi yang mendadak disertai bercak kemerahan dan manifestasi ekstraartikular lainnya.(2)Pausiartikular ditandai dengan arthritis yang mengenai 4,(3) Poliartikular ditandai dengan nyeri sendi 5

2.5 PATOFIS DAN PATOGENESIS ARJ merupakan penyakit autoimun multisystem, yang terdiri dari beberapa kelompok penyakit dengan perbedaan klinis dan derajat penyakit. Sampai sekarang patogenesisinya belum banyak diketahui. ARJ merupakan penyakit arthritis kronis heterogen yang umumnya menyerang perempuan ditandai dengan arthritis kronik yaitu ditemukannya tanda keradangan pada sinovium. Tanda adanya respon imun yaitu ditemukannya autoantibody tersebut, antara lain antibody ANA, factor rematoid dan antibody heat shock protein. Peran HLA juga sangat besar dalam pathogenesis ARJ. Secara histopatologi sinovium ARJ didapatkan sebukan sel radang kronik yang didominasi oleh sel mononuklir, hipertrofi vilus, peningkatan jumlah fibroblast, dan makrofag. Mediator inflamasi juga ditemukan pada sinovium. Mediator-mediator tersebut antara lain: IL-2, IL-6, TNF-, GM- CSF. Jelaslah bahwa sangat besar peran sel T untuk menimbulakan keradangan di sinovium. Bagaimana sel T menjadi autoreaktif yang masih menjadi pertanyaan. Dari berbagai laporan penelitian pencetus sel autoreaktif tak lepas dari peran HLA.

Sitokin juga memegang peranan penting dalam proses pathogenesis ARJ. Berdasarkan sitokin yang dikeluarkan, ada 2 tipe sel T. Sel T tipe 1 lebih banyak melepaskan sitokin IL-2, IFN- dan TNF-, sedangkan pad tipe dua sitokin yang dilepaskan IL-4, IL-5, IL-6, IL-10, dan IL-13. Secara klinis sitokin ini mempengaruhi keseimbangan respon selular dan humoral. Pada arthritis rematoid yang dewasa diketahui bahwa sel T tipe 1 yang lebih dominan, ternyata demikian juga yang ditemukan pada ARJ, kecuali pada pausiartikular, sel T tipe 2 yang dominan. Kemokin diduga juga ikut berperan dalam pathogenesis ARJ. Kemokin merupakan factor penentu migrasi subtype sel T. Beberapa reseptor kemokin bertanggungjawab terhadap klonasi sel T, yaitu reseptor CCR3, CCR4, CCR8 yang bertanggung jawab proliferasi sel T tipe 2, CXCR3 dan CCR5 biasanya dominan pada ekspresi sel T tipe 1, sedangkan CXCR4 dan CCR2 bertanggung jawab terhadap kedua tipe sel T. Adanya perbedaan ekspresi inilah yang menimbulkan perbedaan pathogenesis. Dari penelitian Thompson dkk, melaporkan bahwa pada ARJ CCR4 sel T memegang peranan pathogenesis ARJ dan yang menentukan subtipenya. Dilaporkan bahwa aktivasi komplemen yang membentuk terminal attack complex yang terbanyak dijumpai pada sinovium pasien ARJ, kulit dan limpa. Aktivasi komplemen pada ARJ dapat melalui 2 jalur baik klasik maupun alternative. Dari beberapa laporan pada ARJ aktivasi komplemen terbanyak melalui jalur alternative. Infeksi virus dan bakteri sebagai factor lingkungan yang berperanan dalam pathogenesis ARJ. Infeksi dikatakan dapat sebagai bahan pencetus terjadinya autoreaksi sel T. Hal ini ditunjukkan pada penelitian tentang peran HSP 60 dalam pengontrolan aktivasi sel T yang menimbulkan arthritis.

2.6 GAMBARAN KLINIS Adalah gejala klinis utama yang terlihat secara obyektif. Ditandai dengan salah satu dari gejala pembengkakan atau efusi sendi, atau paling sedikit 2 dari 3 gejala peradangan yaitu gerakan yang terbatas, nyeri jika digerakkan dan panas. Nyeri atau sakit biasanya tidak begitu menonjol. Pada anak kecil, yang lebih jelas adalah kekakuan sendi pada pergerakan, terutama pada pagi (morning stiffness).

Subtipe ARJ bergantung pada gejala sistemik penyakit dan jumlah sendi yang terkena pada 6 bulan pertama perjalanan penyakit. Anak dikatakan mengidap ARJ awitan sistemik apabila awitan penyakit disertai oleh demam tinggi yang melonjaklonjak (sedikitnya 40oC) sampai selama 2 minggu dan (biasanya) oleh ruam yang cepat menghilang pada puncak demam tanpa dipengaruhi jumlah sendi yang terkena selama 6 bulan pertama. Pada ARJ pausiartikular, mengenai kurang dari 5 sendi pada 6 bulan pertama, penyakit poliartikular melibatkan lima atau lebih sendi. Masingmasing subtype penyakit, walaupun hanya bersifat deskriptif, memperlihatkan perjalanan penyakit, penyulit, dan prognosis yang berlainan. ARJ Sistemik (Penyakit Still) Penyakit ini merupakan kelompok ARJ yang sangat serius dibanding dengan kelompok lainnya, lebih sering dijumpai pada kelompok umur dibawah 4 tahun. Penyakit ini hanya terjadi pada 10% dari semua anak dengan ARJ; tetapi pasien biasanya menderita sakit berat sehingga dirujuk ke pusat perawatan tersier. Pada umumnya anak-anak ini dirujuk setelah menderita demam yang tidak diketahui sebabnya selama beberapa minggu. Demam timbul setiap hari atau dua kali sehari, sering melonjak hingga 40 sampai 41oC pada sore hari; suhu sering menurun cepat sampai subnormal pada jam lain. Lonjakan demam sering disertai oleh ruam macular berwarna salem yang cepat menghilang, terutama timbul dibadan dan sebelah dalam paha. Tiap-tiap macula tidak kembali muncul di tempat yang sama pada lonjakan demam berikutnya. Ruam sering memperlihatkan fenomena koebner , yaitu kemampuan memicu timbulnya lesi dengan menggososk kulit secara lembut. Anak-anak ini sering kehilangan nafsu makan. Apabila anak cukup besar, mereka sering mengeluh artralgia dan/ mialgia yang parah (Rudolf) Gejala lainnya berupa kelelahan, iritatif, nyeri otot dan hepatosplenomegali. Beberapa pasien didapatkan serositis atau perikarditis. Pada kasus ditemukan limpadenopati yang secara patologi anatomi hanya didapatkan gambaran hiperplasi. Artritis mungkin dapat terus berlangsung beberapa minggu atau bulan, sehingga diagnosis sangat sulit.Sendi yang sering terkena adalah lutut dan pergelangan kaki. Temporomandibula dan jari-jari tangan dapat terkena tetapi jarang. Gambaran laboratoriknya menunjukkan

leukositosis dengan jumlah leukosit diatas 20.000nm3, anemia non hemolitik

yang berat. LED yang meningkat, tes ANA negatif dan kadar feritin yang tinggi. Jumlah trombosit meningkat, seringkali tipe ini dengan komplikasi KID. Gejala ini biasanya membaik setelah satu tahun, sedangkan 50% pasien jatuh ke kronik arthritis dan 25% dengan gambaran erosi pada sendinya, komplikasi lainnya yaitu karditis, hepatitis, anemia, infeksi dan sepsis. Diagnosis bandingnya leukemia atau sepsis. Informasi lain yang perlu diperhatikan pada arthritis tipe ini adalah, pemeriksaan darah dilakukan beberapa minggu dan bulan awal penyakit untuk menilai perkembangan anak Oligoartritis / Pausi-artikuler Bentuk penykit yang paling sering terjadi pada ARJ, Diartikan sedikit sendi, pauciarticular mengenai 4 sendi atau kurang. Sekitar 50% persen dari anakanak dengan ARJ tergolong dalam tipe ini. , lebih sering mengenai satu sisi sendi dibandingkan kedua sisi sendi pada saat yang bersamaan, tetapi sering pada dua, tiga, sampai 4 sendi dalam 6 bulan berikutnya. Sering ditemukan mengenai sendi besar, paling banyak mengenai lutut, pergelangan kaki, siku. Jarang terjadi pada sendi-sendi kecil, jemari tangan, sendi ibu jari. Sebanyak 40 70% mempunyai tes ANA positif, lebih sering pada anak perempuan dengan umur 1-3 tahun. Dan sering dengan komplikasi uveitis kronik., unilateral atau bilateral. Dari beberapa kasus merupakan kelompok arthritis psoriatic atau ankilosing spondilitis. Sendi yang sering terserang adalah lutut, pergelangan kaki, siku dan jari-jari tangan.Pada laki-laki lebih sering terkait spondilitis ankilosing dengan HLA B27 positif.7,2 Poliartritis Insidennya sekitar 30-40% dari ARJ, 75% menyerang perempuan, gambaran artritisnya mirip arthritis rematoid dewasa, lebih banyak menyerang perempuan umur 12-16 tahun, biasanya disertai gejala sistemik yang ringan, RF bisa positif maupun negatif. Pasien seronegatif cenderung berusia lebih muda dan lebih responsif terhadap pemberian terapi NSAID konvensional. Anak dengan ARJ poliartikular mungkin memperlihatkan beberapa gambaran sistemik, tetapi lebih ringan daripada yang tampak pada penyakit awitan sistemik. Gejala lainnya lemah, demam, penurunan berat badan, dan anemia, uveitis sangat jarang pada kelompok ini, artritisnya bersifat simetris, baik pada

sendi kecil maupun besar, tetapi dapat pula diawali dengan arthritis yang hanya pada beberapa sendidan baru beberapa bulan kemudian menjadi poliartritis, sendi servikal C1-2 seringkali terkena dan seringkali menimbulkan subluksasi. Pada kelompok RF positif biasanya pada usia yang lebih muda ditandai dengan erosi sendi yang hebat, dengan manifestasi ekstraartikuler jarang., 25% didapatkan tes ANA positif,pada RF negative hanya terdapat 5%.

2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium Pemeriksaan yang dianjurkan adalah: (1) pemeriksaan darah lengkap, (2) urin lengkap, (3) faal hati, (4) faal ginjal, (5) tes ANA, dan (6) faktor rematoid. Pada ARJ, didapatkan kadar CRP meningkat khususnya pada kelompok arthritis sistemik. Selain peningkatan CRP terdapat pula peningkatan LED, C3, C4, amiloid serum, feritin, kadar trombosit, dan leukosit, Protein-protein ini selain disintesis hati, juga disintesis makrofag dan sel endotel pada daerah inflamasi. Pemeriksaan laboratorium dipakai sebagai penunjang diagosis. Bila diketemukan Anti Nuclear Antibody (ANA), Faktor Reumatoid (RF) dan peningkatan C3 dan C4 maka diagnosis ARJ menjadi lebih

sempurna.Biasanya ditemukan anemia ringan, Hb antara 7-10 g/dl disertai lekositosis yang didominasi netrofil.Trombositopenia terdapat pada tipe poliartritis dan sistemik, seringkali dipakai sebagai petanda reaktifasi penyakit.Peningkatan LED dan CRP, gammaglobulin dipakai sebagai tanda penyakit yang aktif. 2. Pemeriksaan Radiologi Tidak semua sendi kelompok ARJ menunjukkan gambaran erosi, biasanya hanya didapatkan pembengkakan pada jaringan lunak, sedangkan erosi sendi hanya didapatkan pada kelompok poliartikular. Pemeriksaan pencitraan ARJ dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh kerusakan yang terjadi pada keadaan klinis tertentu. Kelainan radiologik yang terlihat pada sendi biasanya adalah pembengkakan jaringan lunak sekitar sendi, pelebaran ruang sendi, osteoporosis, dan kelainan yang agak jarang

seperti formasi tulang baru periostal. Pada tingkat lebih lanjut (biasanya lebih dari 2 tahun) dapat terlihat erosi tulang persendian dan penyempitan daerah tulang rawan. Angkilosis dapat ditemukan terutama di daerah sendi karpal dan tarsal. Gambaran nekrosis aseptik jarang dijumpai pada ARJ walaupun dengan pengobatan steroid dosis tinggi jangka panjang. Gambaran agak khas pada tipe oligoartritis dapat terlihat berupa erosi tulang pada fase lanjut, pengecilan diameter tulang panjang, serta atrofi jaringan lunak regional sekunder. Kauffman dan Lovell mengajukan beberapa gambaran radiologik yang menurut mereka khas untuk ARJ sistemik, yaitu a) tulang panjang yang memendek, melengkung, dan melebar, b) metafisis mengembang, dan c) fragmentasi iregular epifisis pada masa awal sakit yang kemudian secara bertahap bergabung ke dalam metafisis. Pemeriksaan foto Rontgen tidak sensitif untuk mendeteksi penyakit tulang atau manifestasi jaringan lunak pada fase awal. Selain dengan foto Rontgen biasa kelainan tulang dan sendi ARJ dapat pula dideteksi lebih dini melalui skintigrafi dengan technetium 99m. Pemeriksaan radionuklida ini sensitif namun kurang spesifik. Skintigrafi menunjukkan keadaan hemodinamik dan aktivitas metabolik di tulang dan sendi saat pemeriksaan dilakukan, sehingga dapat menunjukkan inflamasi sendi secara dini. Ultrasonografi juga dapat menilai efusi atau sinovitis dengan menilai penebalan membran sinovial dari sendi yang meradang, bursa dan pembungkus tendon. Pemeriksaan MRI yang dipadu dengan gadolinium juga dapat membedakan inflamasi sinovium dengan cairan sinovial. Sarana MRI dapat digunakan untuk menilai aspek inflamasi dan destruktif dari penyakit artritis. Berlawanan dengan foto Rontgen, pemeriksaan MRI dapat digunakan untuk mendeteksi inflamasi jaringan lunak dan perubahan tulang pada fase awal, selain itu dapat menilai progresifitas penyakit.

2.8 PENATALAKSANAAN Pengobatan utama adalah suportif. Tujuan utama adalah mengendalikan gejala klinis, mencegah deformitas, meningkatkan kualitas hidup. Garis besar pengobatan Meliputi : (1) Program dasar yaitu pemberian : Asam asetil salisilat; Keseimbangan aktifitas dan istirahat; Fisioterapi dan latihan; Pendidikan keluarga dan penderita;

Keterlibatan sekolah dan lingkungan; (2). Obat anti-inflamasi non steroid yang lain, yaitu Tolmetindan Naproksen; (3). Obat steroid intra-artikuler; (4). Perawatan Rumah Sakit dan (5). Pembedahan profilaksis dan rekonstruksi. Tujuan pengobatan ARJ ini tidak hanya sekedar mengatasi nyeri. Banyak hal yang harus diperhatikan selain mengatasi rasa nyeri, yaitu mencegah erosi lebih lanjut, mengurangi kerusakan sendi yang permanen, dan mencegah kecacatan sendi permanen. Modalitas terapi yang digunakan adalah farmakologi maupun non farmakologi. Selain obat-obatan, nutrisi juga tak kalah penting. Mengontrol Nyeri Pengelolaan nyeri pada anak tidak mudah, masalahnya sangat kompleks, karena pada umumnya anak-anak belum dapat mengutarakan nyeri. Obat anti inflamasi non steroid (OAINS) Obat anti-inflamasi nonsteroid digunakan pada sebagian besar anak dalam terapi inisial. Obat golongan ini mempunyai efek antipiretik, analgesik dan antiinflamasi serta aman untuk penggunaan jangka panjang pada anak. Obat ini menghambat sintesis prostaglandin. Sebagian besar anak dengan tipe oligoartritis dan sedikit poliartritis mempunyai respons baik terhadap pengobatan AINS tanpa memerlukan tambahan obat lini kedua.9Efek samping yang sering dijumpai antara lain anoreksi, nyeri perut, gangguan fungsi hati, ginjal dan gastrointestinal. Adanya peningkatan SGOT dan SGPT maka dianjurkan evaluasi hati dilakukan secara teratur setiap 3-6 bulan sekali. DMARD (Disease Modifying Antirheumatic Drugs) Digunakan untuk menekan inflamasi dan erosi lebih lanjut: (1)

Hidroksiklorokuin: 4-6 mg/Kg/hari, maksimal 300 mg/hari. Mermpunyai imunomodilator dan menghambat enzim kolagenase. Efek samping yang sering dilaporkan adalah toksik pada retina sehingga dianjurkan evaluasi retina setiap 6 bulan. Efek samping lainnya urtikaria, iritasi saluran cerna, dan supresi sum-sum tulang. Angka kesembuhan berkisar antara 15 75%, (2) Preparat emas oral maupun intramuscular dosis 5mg/minggu. Dosis dapat ditingkatkan 0,75 1mg/Kg/minggu. Efek sampingnya adalah supresi sumsum tulang dan ginjal, (3) Obat-obat sitotoksik: Sulfasalazin dilaporkan efektif untuk mengontrol ARJ.

Biologic Response Modifiers Pendekatan terapi terbaru menggunakan etanercept sebagai agen biologik yang berfungsi sebagai penghambat Tumor Necrosis Factor(TNF), sehingga akan menghambat pengeluaran sitokin yang berperan dalam proses inflamasi. Etanercept akan terikat pada komponen Fc imunoglobulin dan efektif dalam mengontrol poliartritis yang tidak memberikan respon dengan terapi konvensional ataupun imunosupresan. Sebelum diberikan terapi, data dasar laboratorium (darah perifer, LED, CRP, urinalisis) harus diambil dan uji tuberkulin kulit dengan PPD (purified protein derivative) menunjukkan hasil negatif.

Fisioterapi Banyak manfaat yang dapat diberikan oleh fisioterapi, antara lain: mengontrol nyeri, dengan cara pemasangan bidai, terapi panas dingin, hidroterapi dan TENS. Selain dapat membantu mengurangi nyeri, fisioterapi berguna bagi anak-anak untuk melakukan peregangan otot yang dapat berguna memperbaiki fungsi sendi. Peregangan pasif sangat diperlukan, tetapi harus dikerjakan dengan pengawasan. Latihan aktif, dengan atau tanpa beban sangat membantu menambah massa otot. Fisioterapi juga berguna mempertahankan fungsi gerak sendi serta mempertahankan pertumbuhan normal.

Pengelolaan nutrisi Anak-anak dengan inflamasi kronis mempunyai resiko untuk terjadi malnutrisi oleh karena menahan sakit yang menyebabkan nafsu makan menurun. Dengan demikian jumlah kalori yang didapat berkurang. Selain faktor tersebut, efek samping obat-obatan juga mempengaruhi penurunan nafsu makan . Obatobatan yang dapat menurunkan nafsu makan antara lain OAINS, klorokuin. Penyebab lain penurunan nafsu makan adalah adanya keradangan pada temporo mandibula. Penanganan diet pada anak sangatlah kompleks. Vitamin, zat besi, dan kalsium sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan anak, dan sebaiknya ditambahkan pada diet. Oleh karena pemakaian steroid jangka panjang, maka diperlukan vitamin D 400IU dan kalsium 400mg sedangkan kalsium 800mg digunakan pada anak lebih dari 10 tahun.

2.9 KOMPLIKASI Komplikasi ARJ terpenting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan akibat penutupan epifisis dini seperti yang sering terjadi pada mandibula, metakarpal, dan metatarsal. Kelainan tulang dan sendi lain dapat pula terjadi seperti angkilosis, luksasi, atau fraktur. Komplikasi ini biasanya berhubungan dengan berat dan lamanya sakit, tetapi dapat pula akibat efek pengobatan steroid. Adanya nyeri abdomen yang berhubungan dengan ulkus atau gastritis, hepatotoksik atau nefrotoksik menandakan perlunya pemeriksaan laboratorium rutin. Kadang dapat juga terjadi vaskulitis atau ensefalitis pada ARJ. Amiloidosis sekunder jarang terjadi, tetapi dapat memberikan akibat lanjut yang berat sampai gagal ginjal. Selain komplikasi di atas, artritis tipe onset sistemik mempunyai komplikasi berupa anemia hemolitik dan perikarditis. Oligoartritis mempunyai komplikasi uveitis yang sering asimtomatik. Komplikasi lainnya yang cukup penting adalah masalah psikologi anak akibat penyakit ini, seperti depresi, ansietas dan masalah di sekolah. Komplikasi yang lain adalah vaskulitis, ensefalitis. Amiloidosis sekunder dapat terjadi walaupun jarang dan dapat fatal karena gagal ginjal. Uveitis merupakan penyakit peradangan pada mata,merupakan keadaan serius dari ocular yang secara spesifik mengenai satu atau lebih dari tiga bagian yang membentuk uvea. Iris, badan siliar, choroid,. Keadaan ini diperkirakan 10-15% menjadi penyebab dari kebutaan di Negara berkembang. Dapat mengenai kedua mata, dapat berhubungan dengan ifeksi atau penyakit sisitemik, uveitis adalah penyakit yang bisa ditangani, meskipun apabila kejadiannya meninggalkan sisa, atau episode pengulangan dari peradangan, ini dapat mengenai jaringan dan kebutaan.

2.10 ASUHAN KEPERAWATAN 2.10.1 PENGKAJIAN Kaji citra diri pasien yang berhubungan dengan perubahan muskuloskletal dan tetapkan apakah pasien mengalami keletihan yang tidak lazim, kelemahan umum, nyeri, kaku pada pagi hari, demam, atau anoraksia. Kaji sistem kardiovaskular, pulmonal, dan renal.

Kaji persendian dengan pengamatan, palpasi, penyelidikan adanya nyeri tekan, bengkak , dan kemerahan pada sendi yang terkena. Kaji mobilitas sendi, batasan gerak, dan kekuatan otot. Fokuskan pada pengidentifikasi masalah dan faktor faktor pasien. Kaji kepatuhan terhadap pengobatan dan penatalaksanaan diri. Kumpulan informasi mengenai pemahaman pasien, motivasi, pengetahuan, kemampuan koping, penglaman masa lalu, persepsi dan ketakutan yang tidak diketahui.

2.10.2 DIAGNOSA 1. Nyeri Akut/ KronisDapat dihubungkan dengan : agen pencedera; distensi jaringan oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi. Intervensi dan Rasional: Selidiki keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0-10). Catat faktorfaktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit non verbal (R/ Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan keefektifan program) Berikan matras/ kasur keras, bantal kecil,. Tinggikan linen tempat tidur sesuai kebutuhan (R/Matras yang lembut/ empuk, bantal yang besar akan mencegah pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan stress pada sendi yang sakit. Peninggian linen tempat tidur menurunkan tekanan pada sendi yang terinflamasi/nyeri) Tempatkan/ pantau penggunaan bantl, karung pasir, gulungan trokhanter, bebat, brace. (R/ Mengistirahatkan sendi-sendi yang sakit dan

mempertahankan posisi netral. Penggunaan brace dapat menurunkan nyeri dan dapat mengurangi kerusakan pada sendi) Dorong untuk sering mengubah posisi,. Bantu untuk bergerak di tempat tidur, sokong sendi yang sakit di atas dan bawah, hindari gerakan yang menyentak. (R/ Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan/ rasa sakit pada sendi) Anjurkan pasien untuk mandi air hangat atau mandi pancuran pada waktu bangun dan/atau pada waktu tidur. Sediakan waslap hangat untuk mengompres sendi-sendi yang sakit beberapa kali sehari. Pantau suhu air kompres, air

mandi, dan sebagainya. (R/ Panas meningkatkan relaksasi otot, dan mobilitas, menurunkan rasa sakit dan melepaskan kekakuan di pagi hari. Sensitivitas pada panas dapat dihilangkan dan luka dermal dapat disembuhkan) Beri obat sebelum aktivitas/ latihan yang direncanakan sesuai petunjuk. (R/ Meningkatkan realaksasi, mengurangi tegangan otot/ spasme, memudahkan untuk ikut serta dalam terapi) Kolaborasi: Berikan obat-obatan sesuai petunjuk (mis:asetil salisilat) (R/ sebagai anti inflamasi dan efek analgesik ringan dalam mengurangi kekakuan dan meningkatkan mobilitas.)

2. Mobilitas Fisik,M KerusakanDapat dihubungkan dengan : Deformitas skeletal Intervensi dan Rasional: Evaluasi/ lanjutkan pemantauan tingkat inflamasi/ rasa sakit pada sendi (R/ Tingkat aktivitas/ latihan tergantung dari perkembangan/ resolusi dari peoses inflamasi) Pertahankan istirahat tirah baring/ duduk jika diperlukan jadwal aktivitas untuk memberikan periode istirahat yang terus menerus dan tidur malam hari yang tidak terganmggu.(R/ Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan seluruh fase penyakit yang penting untuk mencegah kelelahan mempertahankan kekuatan) Gunakan bantal kecil/tipis di bawah leher. (R/ Mencegah fleksi leher) Kolaborasi: konsul dengan fisoterapi. (R/ Berguna dalam memformulasikan program latihan/ aktivitas yang berdasarkan pada kebutuhan individual dan dalam mengidentifikasikan alat) Kolaborasi: Berikan matras busa/ pengubah tekanan. (R/ Menurunkan tekanan pada jaringan yang mudah pecah untuk mengurangi risiko

imobilitas)Kolaborasi: berikan obat-obatan sesuai indikasi (steroid). (R/ Mungkin dibutuhkan untuk menekan sistem inflamasi akut) 3. Gangguan Citra Tubuh/ Perubahan Penampilan PeranDapat dihubungkan dengan : Perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas. Intervensi dan Rasional:

Dorong pengungkapan mengenai masalah tentang proses penyakit, harapan masa depan. (R/Berikan kesempatan untuk mengidentifikasi rasa takut/ kesalahan konsep dan menghadapinya secara langsung)

Diskusikan persepsi pasienmengenai bagaimana orang terdekat menerima keterbatasan. (R/ Isyarat verbal/non verbal orang terdekat dapat mempunyai pengaruh mayor pada bagaimana pasien memandang dirinya sendiri)

Perhatikan perilaku menarik diri, penggunaan menyangkal atau terlalu memperhatikan perubahan. (R/ Dapat menunjukkan emosional ataupun metode koping maladaptive, membutuhkan intervensi lebih lanjut)

Bantu dalam kebutuhan perawatan yang diperlukan.(R/ Mempertahankan penampilan yang dapat meningkatkan citra diri) Kolaborasi: Berikan obat-obatan sesuai petunjuk, mis; anti ansietas dan obatobatan peningkat alam perasaan. (R/ Mungkin dibutuhkan pada sat munculnya depresi hebat sampai pasien mengembangkan kemapuan koping yang lebih efektif)

4. Kurang Perawatan DiriDapat dihubungkan dengan : Kerusakan muskuloskeletal; penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi. Intervensi dan Rasional: Diskusikan tingkat fungsi umum (0-4) sebelum timbul awitan/ eksaserbasi penyakit dan potensial perubahan yang sekarang diantisipasi. (R/ Mungkin dapat melanjutkan aktivitas umum dengan melakukan adaptasi yang diperlukan pada keterbatasan saat ini). Pertakhankan mobilitas, kontrol terhadap nyeri dan program latihan. (R/ Mendukung kemandirian fisik/emosional) Kaji hambatan terhadap partisipasi dalam perawatan diri. Identifikasi /rencana untuk modifikasi lingkungan. (R/ Menyiapkan untuk meningkatkan

kemandirian, yang akan meningkatkan harga diri) Kolaborasi: Konsul dengan ahli terapi okupasi. (R/ Berguna untuk menentukan alat bantu untuk memenuhi kebutuhan individual. Mis; memasang kancing, menggunakan alat bantu memakai sepatu,

menggantungkan pegangan untuk mandi pancuran)

BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN Perjalanan penyakit ARJ berkembang dengan variasi yang sangat banyak tergantung umur saat onset penyakit serta tipe dari ARJ pada tipe sistremik arthritis dengan demam tinggi, membutuhkan steroid dosis tinggi, dan trombositosis menunjukkan prognosis yang jelek, hanya 25% tipe poliartikular remisi dalam 5 tahun dan 2/3 pasien ARJ mengalami erosi sendi. Beberapa faktor merupakan indikator prognosis buruk: (1) tipe sistemik yang aktif pada 6 bulan pertama, (2) Poliartritis, (3) Perempuan, (4) Faktor rheumatoid positif, (5) Kaku sendi yang persisten, (6) Tenosinovitis, (7) Nodul Subkutan, (8) Tes ANA +, (9) Artritis pada jari tangan dan kaki pada awal penyakit, (10) erosi yang progresif, (11) Pausiartikuler tipe eksten

3.2 KRITIK DAN SARAN Penulis menyadari bahwa dalam penyusunanya, besar harapan kami kepada para pembaca untuk bisa memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun agar makalah ini menjadi lebih sempurna.

Anda mungkin juga menyukai