Anda di halaman 1dari 13

TINEA KRURIS

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya penulis selesai menyusun laporan ini guna memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior di bagian SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSU dr. Pirngadi Medan dengan judul Tinea Kruris. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Irwan Fahri Rangkuti, SpKK yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam menyelesaikan penulisan laporan ini. Dan semua staff pengajar di SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSU dr. Pirngadi Medan. Serta teman-teman di kepaniteraan klinik. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini memiliki banyak kekurangan baik dari kelengkapan teori maupun penuturan bahasa, karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan laporan ini dimasa yang akan datang. Harapan penulis semoga laporan kasus ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.

Medan, Juni 2012

Penulis

SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


Pembimbing : Dr. Irwan Fahri Rangkuti, SpKK

TINEA KRURIS

DAFTAR ISI

SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


Pembimbing : Dr. Irwan Fahri Rangkuti, SpKK

TINEA KRURIS

TINEA KRURIS
PENDAHULUAN Tinea kruris adalah infeksi jamur superfisial kulit yang disebabkan Epidermophyton floccossum, namun dapat pula disebabkan oleh Tricophyton rubrum, dan Trichophyton mentagrophytes yang mengenai daerah inguinal, bokong, daerah perineum, sekitar anus dan perut bagian bawah. Penyakit ini menimbulkan keluhan gatal yang bertambah hebat apabila sedang berkeringat. Sinonim dari tinea kruris ini adalah eczema marginatum, dhobie itch, joykey itch, ringworm of the groin. Tinea kruris tersebar diseluruh dunia, lebih sering di daerah tropis dan sub tropis. Penyakit ini lebih banyak menyerang pria daripada wanita terutama pada musim panas dimana orang banyak berkeringat serta kondisi patogenesis dari tinea kruris adalah infeksi dimulai dengan kolonisasi hifa dan lingkungan yang kotor dan lembab. Patogenesis dari tinea kruris adalah infeksi dimulai dengan kolonisasi hifa dan cabangcabangnya didalam jaringan keratin yang mati. Dermatifita hanya hidup pada lapisan keratin dan jarang menyerang lapisan kulit yang lebih dalam. Hifa ini menghasilkan enzim keratolitik yang berdifus kedalam jaringan epidermis dan menimbulkan reaksi peradangan. Pertumbuhan jamur dengan pola radial didalam stratum korneum menyebabkan timbulnya lesi kulit yang sirsinar dengan batas yang jelas dan meninggi disebut ringworm. Reaksi kulit semula berbentuk papul yang berkembang menjadi suatu reaksi peradangan berupa ddermatitis. Gambaran klinis tinea kruris terdiri atas bermacam-macam bentuk ruam kulit (polimorf) dengan bagian tepi lebih aktif dan polisiklik bagian tengah lebih tenang dan disertai rasa gatal dan terkadang rasa panas. Pada bentuk kronis, lesi kulit hanya berupa bercak hiperpigmentasi dengan pinggir sedikit aktif dan polisiklik. Penatalaksanaan dari dermatofitosis dapat dilakukan secara umum dan khusus. Adapun secara umum dengan memberikan edukasi kepada pasien dan secara khusus dibagi secara dua yaitu secara topical dan sistemik.

DEFINISI Tinea kruris adalah infeksi jamur superfisial kulit yang disebabkan Epidermophyton floccossum, namun dapat pula disebabkan oleh Tricophyton rubrum, dan Trichophyton mentagrophytes yang mengenai daerah inguinal, bokong, daerah perineum, sekitar anus dan perut bagian bawah. Penyakit ini menimbulkan rasa gatal yang hebat apabila sedang berkeringat.

SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


Pembimbing : Dr. Irwan Fahri Rangkuti, SpKK

TINEA KRURIS
SINONIM Sinonim dari tinea kruris ini adalah eczema marginatum, dhobie itch, joykey itch, ringworm of the groin.

EPIDEMIOLOGI Tinea korporis merupakan infeksi yang umumnya sering dijumpai didaerah yang panas, Tricophyton rubrum merupakan infeksi yang paling umum diseluruh dunia dan sekitar 47 % menyebabkan tinea korporis. Tricophyton tonsuran merupakan dermatofit yang lebih umum menyebabkan tinea kapitis, dan orang dengan infeksi tinea kapitis antropofilik akan berkembang menjadi tinea korporis.. Walaupun prevalensi tinea korporis dapat disebabkan oleh peningkatan Tricophyton tonsuran, Microsporu canis merupakan organisme ketiga sekitar 14 % menyebabkan tinea korporis. Tinea korporis mungkin ditransmisikan secara langsung dari infeksi manusia atau hewan melalui autoinokulasi dari reservoir, seperti kolonisasi T.rubrum di kaki. Anak-anak lebih sering kontak pada zoofilik patogen seperti M.canis pada kucing atau anjing. Pakaian ketat dan cuaca panas dihubungkan dengan banyaknya frekuensi dan beratnya erupsi. Infeksi dermatofit tidak menyebabkan mortalitas yang signifikan tetapi mereka bisa berpengaruh besar terhadap kualitas hidup. Tinea korporis prevalensinya sama antara pria dan wanita. Tinea korporis mengenai semua orang dari semua tingkatan usia tapi prevalensinya lebih tinggi pada preadolescen. Tinea korporis yang berasal dari binatang umumnya lebih sering terjadi pada anak-anak. Secara geografi lebih sering pada daerah tropis daripada subtropis. Berdasarkan habitatnya dermatofit digolongkan sebagai antropofilik (manusia), zoofilik (hewan), dan geofilik (tanah). Dermatofit yang antropofilik paling sering sebagai sumber infeksi tinea, tetapi sumber yang zoofilik di identifikasi (jika mungkin) untuk mencegah reinfeksi manusia.

ETIOLOGI Tinea korporis dapat disebabkan oleh berbagai spesies dermatofit seperti Trichophyton, Microsporum, dan Epidermophyton. Variasi penyebabnya dapat ditemukan berdasarkan spesies yang terdapat di daerah tertentu. Namun demikian yang lebih umum menyebabkan tinea korporis adalah T.rubrum, T.mentagrophytes, dan M.canis.

PATOGENESIS Dermatofitosis bukanlah patogen endogen. Transmisi dermatofit kemanusia dapat melalui 3 sumber masing-masing memberikan gambaran tipikal. Karena dermatofit tidak memiliki

SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


Pembimbing : Dr. Irwan Fahri Rangkuti, SpKK

TINEA KRURIS
virulensi secara khusus dan khas hanya menginvasi bagian luar stratum korneum dari kulit. Lingkungan kulit yang sesuai merupakan faktor penting dalam perkembangan klinis dermatofitosis. Infeksi alami disebabkan oleh deposisi langsung spora atau hifa pada permukaan kulit yang mudah dimasuki dan umumnya tinggal di stratum korneum, dengan bantuan panas, kelembaban dan kondisi lain yang mendukung seperti trauma, keringat yang berlebih dan maserasi juga berpengaruh. Pemakaian bahan yang tidak berpori akan meningkatkan temperatur dan keringat sehingga mengganggu fungsi barier stratum korneum. Infeksi dapat ditularkan melalui kontak langsung dengan individu atau hewan yang terinfeksi, benda-benda seperti pakaian, alat-alat dan lain-lain. Infeksi dimulai dengan terjadinya kolonisasi hifa atau cabang-cabangnya dalam jaringan keratin yang mati. Hifa ini memproduksi enzim keratolitik yang mengadakan difusi ke dalam jaringan epidermis dan merusak keratinosit. Setelah masa perkembangannya (inkubasi) sekitar 1-3 minggu respon jaringan terhadap infeksi semakin jelas dan meninggi yang disebut ringworm, yang menginvasi bagian perifer kulit. Respon terhadap infeksi, dimana bagian aktif akan meningkatkan proses proliferasi sel epidermis dan menghasilkan skuama. Kondisi ini akan menciptakan bagian tepi aktif untuk berkembang dan bagian pusat akan bersih. Eliminasi dermatofit dilakukan oleh sistem pertahanan tubuh (imunitas) seluler. Pada masa inkubasi, dermatofit tumbuh dalam stratum korneum, kadang-kadang disertai tanda klinis yang minimal. Pada carier, dermatofit pada kulit yang normal dapat diketahui dengan pemeriksaan KOH atau kultur.

GAMBARAN KLINIK Tinea korporis bisa mengenai bagian tubuh manapun meskipun lebih sering terjadi pada bagian yang terpapar. Pada penyebab antropofilik biasanya terdapat di daerah yang tertutup atau oklusif atau daerah trauma. Keluhan berupa rasa gatal. Pada kasus yang tipikal didapatkan lesi bulla yang berbatas tegas, pada tepi lesi tampak tanda radang lebih aktif dan bagian tengah cenderung menyembuh. Lesi yang berdekatan dapat membentuk pola gyrate atau polisiklik. Derajat inflamasi bervariasi, dengan morfologi dari eritema sampai pustula, bergantung pada spesies penyebab dan status imun pasien. Pada penyebab zoofilik umumnya didapatkan tanda inflamasi akut. Pada keadaan imunosupresif, lesi sering menjadi lebih luas. Tinea korporis dapat bermanifestasi sebagai gambaran tipikal, dimulai sebagai lesi eritematosa, plak yang bersisik yang memburuk dan membesar, selanjutnya bagian tengah dari

SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


Pembimbing : Dr. Irwan Fahri Rangkuti, SpKK

TINEA KRURIS
lesi akan menjadi bentuk yang anular akan mengalami resolusi, dan bentuk lesi menjadi anular. berupa skuama, krusta, vesikel, dan papul sering berkembang, khususnya pada bagian tepinya. Kadang-kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Lesi pada umumnya merupakan bercak terpisah satu dengan yang lainnya. Pada tinea korporis yang menahun, tanda radang akut biasanya tidak terlihat lagi. Kelainan ini dapat terjadi pada tiap bagian tubuh dan bersama-sama dengan kelainan pada sela paha. Dalam hal ini disebut tinea korporis dan kruris. Bentuk khas tinea korporis yang disebabkan oleh Trichophyton concentricum disebut tinea imbrikata. Tinea imbrikata mulai dengan bentuk papul berwarna coklat, yang perlahan-lahan menjadi besar. Stratum korneum bagian tengah ini terlepas dari dasarnya dan melebar. Proses ini setelah beberapa waktu mulai lagi dari bagian tengah, sehingga terbentuk lingkaran-lingkaran skuama yang konsentris. Infeksi dermatofit secara zoofilik atau geofilik lebih sering menyebabkan respon inflamasi daripada yang disebabkan oleh mikroba antropofilik. Umumnya, pasien HIV-positif atau imunokompromise bisa terlihat dengan abses yang dalam dan meluas. Tinea korporis lebih sering ditemukan sebagai asimptomatik atau gatal ringan. Secara obyektif tipikal lesinya mulai sebagai makula eritematosa atau papul yang menjalar dan berkembang menjadi anular, dan lesi berbatas tegas, skuama atau vesikel, tepi yang berkembang dan healing center. Tinea korporis lebih sering pada permukaan tubuh yang terbuka antara lain wajah, lengan dan bahu. PEMERIKSAAN PENUNJANG Dalam patogenesisnya, jamur patogen akan menyebabkan kelainan pada kulit sehingga atas dasar kelainan kulit inilah kita dapat membangun diagnosis. Akan tetapi kadang temuan efloresensi tidak khas atau tidak jelas, sehingga diperlukan pemeriksaan penunjang. Sehingga diagnosis menjadi lebih tepat. Pemeriksaan mikroskopik langsung terhadap bahan pemeriksaan merupakan pemeriksaan yang cukup cepat, berguna dan efektif untuk mendiagnosis infeksi jamur. Pemeriksaan KOH merupakan pemeriksaan tunggal yang paling penting untuk mendiagnosis infeksi dermatofit secara langsung dibawah mikroskop dimana terlihat hifa diantara material keratin.

DIAGNOSIS BANDING Bergantung variasi gambaran klinis, tinea korporis kadang sulit dibedakan dengan beberapa

SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


Pembimbing : Dr. Irwan Fahri Rangkuti, SpKK

TINEA KRURIS
kelainan kulit yang lainnya. Antara lain dermatitis kontak, dermatitis numularis, dermatitis seboroik, ptiriasis rosea, dan psoriasis. Untuk alasan ini, tes laboraturium sebaiknya dilakukan pada kasus dengan lesi kulit yang tidak jelas penyebabnya. Kelainan kulit pada dermatitis seboroik selain dapat menyerupai tinea korporis, biasanya dapat terlihat pada tempat-tempat predileksi, misalnya dikulit kepala, lipatan-lipatan kulit, misanya belakang telinga, daerah nasolabial dan sebagainya. Psoriasis dapat dikenal dari kelainan kulit dari tempat predileksi, yaitu daerah ekstensor, misalnya lutut, siku dan punggung. Kulit kepala berambut juga sering terkena pada penyakit ini. Adanya lekukan lekukan pada kuku dapat pula menolong untuk menentukan diagnosis. Pitiriasis rosea, yang distribusi kelainan kulitnya simetris dan terbatas, tubuh dan bagian proksimal anggota badan, sukar dibedakan dengan tinea korporis tanpa heral patch yang dapat membedakan penyakit ini dengan tinea korporis. Pemeriksaan laboratoriumlah yang dapat memastikan diagnosisnya.

DIAGNOSIS Diagnosis ditetapkan berdasarkan gambaran klinis dan lokalisasinya atau pemeriksaan sediaan langsung kerokan lesi dengan larutan KOH 20%, untuk melihat elemen jamur dermatofit. Biakan jamur diperlukan untuk identifikasi spesies jamur penyebab yang lebih akurat. Diagnosis pasti digunakan melakukan pemeriksaan dengan menggunakan mikroskop untuk mengidentifikasi adanya hifa dan spora untuk mengetahui infeksi dermatofit. Infeksi dapat dikonfirmasi atau beberapa dari keadaan ini diidentifikasi dari hasil positif kerokan oleh kultur jamur.

PENATALAKSANAAN Menghilangkan faktor predisposisi penting, misalnya mengusahakan daerah lesi selalu kering dan memakai baju yang menyerap keringat. A. Terapi topikal Terapi direkomendasikan untuk infeksi lokal karena dermatofit biasanya hidup pada jaringan. Berbagai macam preparat imidazol dan alilamin tersedia dalam berbagai formulasi. Dan semuanya memberikan keberhasilan terapi (70-100%). Terapi topikal digunakan 1-2 kali sehari selama 2 minggu tergantung agen yang digunakan. Topikal azol dan allilamin menunjukkan angka perbaikan perbaikan klinik yang tinggi. Berikut obat yang sering digunakan : 1. Topical azol terdiri atas :

SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


Pembimbing : Dr. Irwan Fahri Rangkuti, SpKK

TINEA KRURIS
A. b. c. d. Econazol 1 % Ketoconazol 2 % Clotrinazol 1% Miconazol 2% dll.

Derivat imidazol bekerja dengan cara menghambat enzim 14-alfa-dimetilase pada pembentukan ergosterol membran sel jamur. 2. Allilamin bekerja menghambat allosterik dan enzim jamur skualen 2,3 epoksidase sehingga skualen menumpuk pada proses pembentukan ergosterol membran sel jamur. yaitu

aftifine 1 %, butenafin 1% Terbinafin 1% (fungisidal bersifat anti inflamasi ) yang mampu bertahan hingga 7 hari sesudah pemakaian selama 7 hari berturut-turut. 3. Sikloklopirosolamin 2% (cat kuku, krim dan losio) bekerja menghambat masuknya bahan esensial selular dan pada konsentrasi tinggi merubah permeabilitas sel jamur merupakan agen topikal yang bersifat fungisidal dan fungistatik, antiinflamasi dan anti bakteri serta berspektrum luas. 4. Kortikosteroid topikal yang rendah sampai medium bisa ditambahkan pada regimen anti jamur topikal untuk menurunkan gejala. Tetapi steroid hanya diberikan pada beberapa hari pertama dari terapi. B. Terapi sistemik Pedoman yang dikeluarkan oleh American Academy of Dermatology menyatakan bahwa obat anti jamur (OAJ) sistemik dapat digunakan pada kasus hiperkeratosis terutama pada telapak tangan dan kaki, lesi yang luas, infeksi kronis, pasien imunokompromais, atau pasien tidak responsif maupun intoleran terhadap OAJ topikal. 1. Griseofulvin Obat ini berasal dari penicillium griceofulvum dan masih dianggap baku emas pada pengobatan infeksi dermatofit genus Trichophyton, Microsporum, Epidermophyton.

Berkerja pada inti sel, menghambat mitosis pada stadium metafase. 2. Ketokonazol Merupakan OAJ sistemik pertama yang berspektrum luas, fungistatik, termasuk golongan imidazol. Absorbsi optimum bila suasana asam. 3. Flukonazol Mempunyai mekanisme kerja sama dengan golongan imidazol, namun absorbsi tidak dipengaruhi oleh makanan atau kadar asam lambung. 4) Itrakonazol Merupakan OAJ golongan triazol, sangat lipofilik, spektrum luas, bersifat fungistatik dan

SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


Pembimbing : Dr. Irwan Fahri Rangkuti, SpKK

TINEA KRURIS
efektif untuk dermatofita, ragi, jamur dismorfik maupun jamur dematiacea. Absorbsi maksimum dicapai bila obat diminum bersama dengan makanan. 5. Amfosterin B Merupakan anti jamur golongan polyen yang diproduksi oleh Streptomyces nodosus. Bersifat fungistatik, pada konsentrasi rendah akan menghambat pertumbuhan jamur, protozoa dan alga. Digunakan sebagai obat pilihan pada pasien dengan infeksi jamur yang membahayakan jiwa dan tidak sembuh dengan preparat azol.

PROGNOSIS Untuk tinea korporis yang bersifat lokal, prognosisnya akan baik dengan tingkat kesembuhan 70-100% setelah pengobatan dengan azol topikal atau allilamin atau dengan menggunakan anti jamur sistemik.

SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


Pembimbing : Dr. Irwan Fahri Rangkuti, SpKK

TINEA KRURIS

DAFTAR PUSTAKA
1. Sa 2. Sad 3. Asd 4. dvfds

SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


Pembimbing : Dr. Irwan Fahri Rangkuti, SpKK

10

TINEA KRURIS

LAPORAN KASUS
Telah datang seorang pasien laki-laki bernama Sardi, berusia 51 tahun, suku Jawa, agama Islam, ke Poli Penyakit Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan pada tanggal 21 mei 2012 dengan keluhan utama bercak berwarna kehitaman disertai rasa gatal pada sela paha kanan dan kiri sejak 2 bulan yang lalu. Awalnya berupa bercak kemerahan yang terasa sangat gatal pada daerah lipat paha terutama saat berkeringat, karena gatal os menggaruknya dan lama kelamaan bercak kemerahan tersebut semakin meluas ke daerah bokong bagian belakang. Bekas garukan ini lama kelamaan menjadi bercak kehitaman yang pinggirnya berbatas tegas dan bagian tengahnya terlihat seperti menyembuh. Sebelumnya os pernah berobat ke Puskesmas dan diberikan salap dan obat makan, namun os lupa nama obatnya. Karena tidak ada perubahan, maka os memutuskan untuk berobat ke Poli Klinik Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan. Dari anamnesa, riwayat penyakit keluarga tidak dijumpai, riwayat penyakit terdahulu tidak jelas, riwayat pemakaian obat dijumpai namun os lupa nama obatnya. Dari pemeriksaan fisik dijumpai keadaan umum dan status gizi baik. Pada pemeriksaan dermatologi dijumpai ruam kulit berupa macula hiperpigmentasi dengan pinggir yang polisiklik, skuama, papul eritema, ekskoriasi di bokong dan central healing (bagian pinggir aktif dengan tengah seakan menyembuh) pada region inguinal sinistra et dextra, region glutea. Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik maka diagnose banding dari pasien ini adalah tinea kruris, dermatitis seboroik dan kandidiasis. Diagnosa sementaranya adalah Tinea Kruris. Penatalaksanaan pada pasien ini terdiri atas penatalaksanaan secara umum dan khusus. Penatalaksanaan secara umum yaitu menjaga higienis perseorangan, mengurangi kelembaban badan dengan cara menghindari pakaian yang panas dan tidak menyerap keringat, tidak menggunakan handuk dan pakaian pribadi secara bersama-sama. Dan secara khusus diberikan secara topical dan sistemik. Secara topical dengan pemberian Mikonazole cream 2% oles 2x sehari (selama 2 minggu) dan secara sistemik dengan Ketokonazole tab 1 x 200mg dan Mebhydrolite napadisilate 1 x 1. Prognosis pada pasien ini adalah baik, jika menjaga kelembaban dan kebersihan kulit.

SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


Pembimbing : Dr. Irwan Fahri Rangkuti, SpKK

11

TINEA KRURIS

DISKUSI
Diagnosa tinea kruris pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik. Pada anamnesa keluhan dengan bercak-bercak kehitaman disertai rasa gatal pada daerah lipat paha sejak 2 bulan ini. Awalnya bercak kemerahan terasa sangat gatal pada lipat paha terutama saat os berkeringat. Karena gatal os kemudian menggaruknya dan lama kelamaan bercak kemerahan tersebut semakin meluas kedaerah bokong. Pada pemeriksaan dermatologi ditemukan ruam kulit berupa makula hiperpigmentasi dengan pinggir yang polisiklik, skuama, papul eritematosa, ekskoriasi dan central healing. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa gejala klinis dari tinea kruris biasa lesi simetris pada lipat paha, meluas hingga ke bokong dan perut bagian bawah. Ruam awalnya berupa berupa bercak eritematosa kecil, berskuama, berkrusta atau vesikuler, lalu menyebar dengan batas tegas. Bagian tepi lebih aktif, karena polomorfi ini disebut ekzema. Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik, maka diagnosa banding dari pasien ini adalah Tinea Kruris, Dermatitis Seboroik, Kandidiasis dan Psoriasis Intertriginosa. Diagnosa sementara pasien ini adalah Tinea Kruris. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa diagnosis banding dari Tinea Kruris adalah Dermatitis Seboroik, Kandidiasis dan Psoriasis Intertriginosa. Penatalaksanaan pada pasien ini secara 2 cara yaitu secara umum dan khusus. Secara umum yaitu menjaga higienis perseorangan, mengurangi kelembaban badan dengan cara menghindari pakaian yang panas dan tidak menyerap keringat, tidak menggunakan handuk dan pakaian pribadi secara bersama-sama. Dan secara khusus diberikan secara topical dan sistemik. Secara topical dengan pemberian Mikonazole cream 2% oles 2x sehari (selama 2 minggu) dan secara sistemik dengan Ketokonazole tab 1 x 200mg dan Mebhydrolite napadisilate 1 x 1. Hal ini sesuai dengan kepustakaan bahwa penatalaksanaan pada Tinea Kruris dibagi 2 yaitu secara umum dan khusus. Secara umum yaitu menjaga higienis perseorangan, mengurangi kelembaban badan dengan cara menghindari pakaian yang panas dan tidak menyerap keringat, tidak menggunakan handuk dan pakaian pribadi secara bersama-sama. Dan secara khusus dengan menggunakan derivate imidazole (seperti mikonazole 2%, ekonazole 1%, isokonazole 1%) dan sistemik dengan pemberian ketoconazole 200mg perhari selama 2-4 minggu atau griseofulvin 500 - 1000 mg selama 2-3 minggu dan untuk mengurangi rasa gatal diberikan antihistamin seperti mebhydolin napadisilate 1x1 atau Loratadine 1x10 mg/hari.

SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


Pembimbing : Dr. Irwan Fahri Rangkuti, SpKK

12

TINEA KRURIS
Prognosa pada pasien ini adalah baik. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyebutkan bahwa prognosis Tinea Kruris baik asalkan mampu menjaga kelembaban dan kebersihan kulit.

SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


Pembimbing : Dr. Irwan Fahri Rangkuti, SpKK

13

Anda mungkin juga menyukai