Anda di halaman 1dari 19

BAB I PENDAHULUAN

Cahaya adalah energi berbentuk gelombang elekromagnetik yang kasat mata dengan panjang gelombang sekitar 380750 nm. Pada bidang fisika, cahaya adalah radiasi elektromagnetik, baik dengan panjang gelombang kasat mata maupun yang tidak. Selain itu, cahaya adalah paket partikel yang disebut foton. Kedua definisi tersebut merupakan sifat yang ditunjukkan cahaya secara bersamaan sehingga disebut "dualisme gelombang-partikel". Paket cahaya yang disebut spektrum kemudian dipersepsikan secara visual oleh indera penglihatan sebagai warna. Bidang studi cahaya dikenal dengan sebutan optika, merupakan area riset yang penting pada fisika modern. Studi mengenai cahaya dimulai dengan munculnya era optika klasik yang mempelajari besaran optik seperti: intensitas, frekuensi atau panjang gelombang, polarisasi dan fase cahaya. Sifat-sifat cahaya dan interaksinya terhadap sekitar dilakukan dengan pendekatan paraksial geometris seperti refleksi dan refraksi, dan pendekatan sifat optik fisisnya yaitu: interferensi, difraksi, dispersi, polarisasi. Masing-masing studi optika klasik ini disebut dengan optika geometris (en:geometrical optics) dan optika fisis (en:physical optics). Pada puncak optika klasik, cahaya didefinisikan sebagai gelombang elektromagnetik dan memicu serangkaian penemuan dan pemikiran, sejak tahun 1838 oleh Michael Faraday dengan penemuan sinar katode, tahun 1859 dengan teori radiasi massa hitam oleh Gustav Kirchhoff, tahun 1877 Ludwig Boltzmann mengatakan bahwa status energi sistem fisik dapat menjadi diskrit, teori kuantum sebagai model dari teori radiasi massa hitam oleh Max Planck pada tahun 1899 dengan hipotesa bahwa energi yang teradiasi dan terserap dapat terbagi menjadi jumlahan diskrit yang disebut elemen energi, E.

1 Teknik Elektro - Unhas

Pada tahun 1905, Albert Einstein membuat percobaan efek fotoelektrik, cahaya yang menyinari atom mengeksitasi elektron untuk melejit keluar dari orbitnya. Pada pada tahun 1924 percobaan oleh Louis de Broglie menunjukkan elektron mempunyai sifat dualitas partikel-gelombang, hingga tercetus teori dualitas partikel-gelombang. Albert Einstein kemudian pada tahun 1926 membuat postulat berdasarkan efek fotolistrik, bahwa cahaya tersusun dari kuanta yang disebut foton yang mempunyai sifat dualitas yang sama. Karya Albert Einstein dan Max Planck mendapatkan penghargaan Nobel masing-masing pada tahun 1921 dan 1918 dan menjadi dasar teori kuantum mekanik yang dikembangkan oleh banyak ilmuwan, termasuk Werner Heisenberg, Niels Bohr, Erwin Schrdinger, Max Born, John von Neumann, Paul Dirac, Wolfgang Pauli, David Hilbert, Roy J. Glauber dan lain-lain. Era ini kemudian disebut era optika modern dan cahaya didefinisikan sebagai dualisme gelombang transversal elektromagnetik dan aliran partikel yang disebut foton. Pengembangan lebih lanjut terjadi pada tahun 1953 dengan ditemukannya sinar maser, dan sinar laser pada tahun 1960. Era optika modern tidak serta merta mengakhiri era optika klasik, tetapi memperkenalkan sifat-sifat cahaya yang lain yaitu difusi dan hamburan.

2 Teknik Elektro - Unhas

BAB II METODOLOGI
Metodologi yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode perpustakaaa. Dimana, pada metode ini dilakukan : Pengumpulan data dari berbagai sumber Pengolahan data yang telah terkumpul Pemecahan masalah dengan beberapa hipotesis Pembahasan Penarikan kesimpulan

3 Teknik Elektro - Unhas

BAB III TEORI DASAR


Sebuah gedung, rumah atau tempat tinggal tentu sangat membutuhkan pencahayaan di dalamnya, termasuk juga pencahayaan di luar rumah. Karena dengan adanya pencahayaan ini maka fungsi rumah menjadi lengkap dan penghuninya juga dapat menjalankan segala aktivitasnya tanpa gangguan sedikitpun. Bayangkan, jika pada malam hari tiba-tiba lampu listrik padam dan tidak ada pencahayaan sedikit pun, tentu sangat merepotkan segenap penghuninya. Peran cahaya di dalam dan luar ruang sangat penting. Selain memudahkan kita beraktivitas, tata cahaya yang tepat juga bisa melahirkan atmosfer tertentu yang kita inginkan. Untuk mengoptimalkan fungsinya, ada baiknya perencanaan penerangan ruang disusun bersamaan dengan desain ruang. Untuk bisa menerapkan tata cahaya dengan tepat, kita harus tahu betul jenis ruang, kegiatan yang dilakukan di sana, juga bentuk dan model lampu yang sesuai. Tata cahaya untuk kamar mandi,misalnya, tentu berbeda dari tata cahaya di kamar tidur atau ruang kerja. Pengetahuan ini bukan saja melahirkan ruang yang nyaman dan fungsional, namun juga memberikan kesempatan kepada kita untuk menciptakan rumah hemat energi. Umumnya pada instalasi penerangan rumah tinggal digunakan dua macam lampu yaitu, lampu floresen dan lampu pijar. a. Lampu Floresent Dalam bidang penerangan, lampu fluorescent atau dikenal juga dengan lampu TL telah digunakan secara luas baik di dalam industri maupun digunakan oleh rumah tangga. Lampu jenis fluorescent atau lampu TL merupakan jenis lampu yang paling banyak digunakan dari semua jenis lampu yang mempunyai prinsip kerja yang sama yaitu pelepasan muatan listrik. Lampu fluorescent merupakan lampu jenis lampu yang cukup efisien dalam mengubah energi listrik menjadi energi cahaya, terutama
4 Teknik Elektro - Unhas

jika dibandingkan dengan lampu jenis kawat pijar. Tetapi dengan semakin mahalnya harga energi listrik , akhirakhir ini telah banyak diperkenalkan lampulampu jenis fluorescent dengan berbagai bentuk dan ukuran yang ternyata cukup hemat akan penggunaan energi listrik. Salah satunya adalah lampu fluorescent dengan ballast kumparan berinti besi. Lampu fluorescent adalah lampu dengan yang prinsip kerjanya dalam mengubah energi listrik menjadi energi cahaya berdasarkan pada berpendarnya radiasi ultra violet pada permukaan yang dilapisi dengan serbuk fluorescent misalnya jenis phospor. Radiasi ultra violet akan terjadi bilamana elektronelektron bebas hasil dari emisi elektron pada elektroda bertumbukan dengan atomatom gas yang terdapat dalam tabung pelepas muatan. Agar elektrodaelektroda dapat memancarkan elektron, maka perlu bagi elektroda untuk mendapatkan mekanisme pembantu proses tersebut. Pada lampu fluorescent biasa, maka proses emisi elektron ini dilakukan dengan proses pemanasan elektrodaelektroda terlebih dahulu, proses ini dilakukan oleh alat yang kita kenal dengan nama starter (penganjak). Untuk dapat menyala maka lampu tabung fluorescent memerlukan tegangan yang cukup tinggi yaitu kurang lebih 400 Volt, jadi tegangan ini jauh lebih tinggi dari tegangan jalajala yang tersedia, oleh karena itu fungsi starter selain membantu memanaskan elektroda, juga berfungsi sebagai alat untuk menciptakan tegangan penyalaan bagi lampu. Jika penyalaan telah selesai dilakukan, arus listrik akan mengalir melalui tabung lampu fluorescent, dan karena tegangan pada starter lebih besar sehingga bimetal pada starter akan terbuka. Oleh karena lampu fluorescent memiliki karakteristik arus - tegangan negatif, artinya tegangan pada lampu akan turun bila arus naik dan sebaliknya tegangan pada lampu akan naik bila arus turun, maka setelah proses penyalaan berlangsung, arus yang lewat pada tabung akan naik sampai tegangan kerja pada lampu tercapai. Tegangan ini jauh lebih rendah dari tegangan jalajala.

5 Teknik Elektro - Unhas

Untuk memelihara tegangan kerja inilah maka pada lampu jenis fluorescent digunakan alat bernama ballast. Fungsi utama dari ballast adalah membatasi besar arus dan mengoperasikan lampu pada karakteristik listrik yang sesuai. Seperti yang telah dijelaskan didepan, lampu fluorescent banyak digunakan oleh masyarakat karena apabila dibandingkan dengan lampu jenis pijar, maka lampu jenis fluorescent tampak mempunyai efisiensi yang lebih tinggi yaitu dengan besar daya yang sama, diperoleh kuat penerangan yang lebih besar, selain itu pada lampu jenis pijar, banyak energi listrik yang diubah menjadi energi panas saja. Walaupun lampu jenis fluorescent mempunyai efisiensi lebih tinggi dari pada lampu jenis pijar, tetapi lampu ini masih mempunyai kerugian kerugian yang cukup berarti yaitu : Harga lebih mahal, hal ini tidak terlalu menjadi masalah, sebab masih terjangkau oleh masyarakat kalangan tertentu. Memerlukan ballast, dengan adanya ballast ini akan menimbulkan kerugian daya pada ballast sendiri, yang kerugian cukup besar, dan juga rendahnya harga faktor kerja ( Cos ) karena pada lampu jenis fluorescent yang konvensional digunakan ballast jenis induktor ( kumparan ).

Karena semakin mahalnya energi listrik, maka dimulailah beberapa cara untuk menghemat energi listrik, sehingga semakin banyak misalnya digunakan lampu lampu jenis tabung fluorescent karena dianggap lebih efisien dalam mengubah energi listrik menjadi energi cahaya, tetapi

6 Teknik Elektro - Unhas

kendala timbul setelah digunakan dalam jumlah yang banyak dan beban yang cukup besar mengakibatkan menurunya faktor daya sumber yang berakibat tidak tercapainya jumlah beban dan jumlah daya tersedia dari sumber, akibatnya penggunaan lampu jenis ini akan menurunkan jumlah daya yang tersedia dari sumber, juga kesulitan lain berupa sulit menyala dengan normal pada saat terjadi beban puncak dan menurunya tegangan sumber. Untuk mengatasi hal ini maka penggunaan lampu jenis fluorescent yang tetap dapat dioperasikan seimbang antara jumlah beban (jumlah lampu) dengan jumlah daya yang tersedia dari sumber. Dengan kata lain kita berusaha agar daerah atau rentangan beban (lampu TL) yang masuk pada sistem mempunyai faktor daya lebih tinggi mendekati faktor daya dari sumber agar tercapai efisiensi penggunaan daya listrik, sehingga akan sama atau mendekati sama antara daya nominal beban dengan daya nominal sumber.

b. Lampu Pijar Lampu pijar adalah sumber cahaya buatan yang dihasilkan melalui penyaluran arus listrik melalui filamen yang kemudian memanas dan menghasilkan cahaya. Kaca yang menyelubungi filamen panas tersebut menghalangi udara untuk berhubungan dengannya sehingga filamen tidak akan langsung rusak akibat teroksidasi. Lampu pijar dipasarkan dalam berbagai macam bentuk dan tersedia untuk tegangan (voltase) kerja yang bervariasi dari mulai 1,25 volt hingga 300 volt. Energi listrik yang diperlukan lampu pijar untuk menghasilkan cahaya yang terang lebih besar dibandingkan dengan sumber cahaya buatan lainnya seperti lampu pendar dan diode cahaya, maka secara bertahap pada beberapa negara peredaran lampu pijar mulai dibatasi.

7 Teknik Elektro - Unhas

Konstruksi Komponen utama dari lampu pijar adalah bola lampu yang terbuat dari kaca, filamen yang terbuat dari wolfram, dasar lampu yang terdiri dari filamen, bola lampu, gas pengisi, dan kaki lampu. 1. Bola lampu 2. Gas bertekanan rendah

(argon, neon, nitrogen) 3. Filamen wolfram 4. Kawat penghubung ke kaki tengah 5. Kawat penghubung ke ulir 6. Kawat penyangga 7. Kaca penyangga 8. Kontak listrik di ulir 9. Sekrup ulir 10. Isolator 11. Kontak tengah listrik di kaki

Bola lampu Selubung gelas yang menutup rapat filamen suatu lampu pijar disebut dengan bola lampu. Macam-macam bentuk bola lampu antara lain adalah bentuk bola, bentuk jamur, bentuk lilin, dan bentuk lustre. Warna bola lampu antara lain yaitu bening, warna susu atau buram, dan warna merah, hijau, biru, atau kuning. Gas pengisi Pada awalnya bagian dalam bola lampu pijar dibuat hampa udara namun belakangan diisi dengan gas mulia bertekanan rendah seperti argon, neon, kripton,

8 Teknik Elektro - Unhas

dan xenon atau gas yang bersifat tidak reaktif seperti nitrogen sehingga filamen tidak teroksidasi. Konstruksi lampu halogen juga menggunakan prinsip yang sama dengan lampu pijar biasa, perbedaannya terletak pada gas halogen yang digunakan untuk mengisi bola lampu. Kaki lampu Dua jenis kaki lampu adalah kaki lampu berulir dan kaki lampu bayonet yang dapat dibedakan dengan kode huruf E (Edison) dan B (Bayonet), diikuti dengan angka yang menunjukkan diameter kaki lampu dalam milimeter seperti E27 dan E14. Operasi Pada dasarnya filamen pada sebuah lampu pijar adalah sebuah resistor. Saat dialiri arus listrik, filamen tersebut menjadi sangat panas, berkisar antara 2800 derajat Kelvin hingga maksimum 3700 derajat Kelvin. Ini menyebabkan warna cahaya yang dipancarkan oleh lampu pijar biasanya berwarna kuning kemerahan. Pada temperatur yang sangat tinggi itulah filamen mulai

menghasilkan cahaya pada panjang gelombang yang kasatmata. Hal ini sejalan dengan teori radiasi benda hitam. Indeks renderasi warna menyatakan apakah warna obyek tampak alami apabila diberi cahaya lampu tersebut dan diberi nilai antara 0 sampai 100. Angka 100 artinya warna benda yang disinari akan terlihat sesuai dengan warna aslinya. Indeks renderasi warna lampu pijar mendekati 100.

Foto yang sangat diperbesar dari filamen lampu pijar 200 Watt.

9 Teknik Elektro - Unhas

Lampu putus Karena temperatur kerja filamen lampu pijar yang sangat tinggi, lambat laun akan terjadi penguapan pada filamen. Variasi pada resistansi sepanjang filamen akan menciptakan titik-titik panas pada posisi dengan nilai resistansi tertinggi. Pada titik-titik panas tersebut filamen wolfram akan menguap lebih cepat yang mengakibatkan ketebalan filamen akan semakin tidak merata dan nilai resistansi akan meningkat secara lokal; ini akan menyebabkan filamen pada titik tersebut meleleh atau menjadi lemah lalu putus. Variasi diameter sebesar 1% akan menyebabkan penurunan umur lampu pijar hingga 25%. Selain menyebabkan putusnya lampu, penguapan filamen wolfram juga menyebabkan penghitaman lampu. Elemen wolfram yang menguap pada lampu pijar akan mengendap pada dinding kaca bola lampu dan membentuk efek hitam. Lampu halogen menghambat proses ini dengan proses siklus halogen. Efisiensi Efisiensi lampu atau dengan kata lain disebut dengan efikasi luminus adalah nilai yang menunjukkan besar efisiensi pengalihan energi listrik ke cahaya dan dinyatakan dalam satuan lumen per Watt. Kurang lebih 90% daya yang digunakan oleh lampu pijar dilepaskan sebagai radiasi panas dan hanya 10% yang dipancarkan dalam radiasi cahaya kasat mata. Pada tegangan 120 volt, nilai keluaran cahaya lampu pijar 100W biasanya adalah 1.750 lumen, maka efisiensinya adalah 17,5 lumen per Watt. Sementara itu pada tegangan 230 volt seperti yang digunakan di Indonesia, nilai keluaran bolam 100W adalah 1.380 lumen atau setara dengan 13,8 lumen per Watt. Nilai ini sangatlah rendah bila dibandingkan dengan nilai keluaran sumber cahaya putih "ideal" yaitu 242,5 lumen per Watt, atau 683 lumen per Watt untuk cahaya pada panjang gelombang hijau-kuning di mana mata manusia sangatlah peka. Efisiensi yang sangat rendah ini disebabkan karena pada temperatur kerja, filamen wolfram meradiasikan sejumlah besar radiasi inframerah.
10 Teknik Elektro - Unhas

Pada tabel di bawah ini terdaftar tingkat efisiensi pencahayaan beberapa jenis lampu pijar biasa bertegangan 120 volt dan beberapa sumber cahaya ideal.

11 Teknik Elektro - Unhas

BAB IV ANALISIS PERHITUNGAN


1. Metode titik demi titik Metode ini hanya berlaku untuk cahaya langsung, tidak memperhitungkan cahaya pantulan, dan sumber cahaya dianggap satu titik, serta mempunyai syarat sebagai berikut : a. Dimensi sumber cahaya dibanding dengan jarak sumber cahaya ke bidang kerja tidak boleh lebih besar dari 1 dibanding 5. b. Berdasarkan diagram pola intensitas cahaya. Panjang jari-jari dari 0 ke suatu titik dari grafik menyatakan intensitas cahaya. kearah itu dalam suatu candela. Setiap gambar biasanya dilengkapi dengan data yang menunjukan nilai dalam lumen / cd. (misal 500 lumen / cd ; 1000 lumen / cd ; 2000 lumen /cd dan seterusnya). Diagram penyebaran intensitas cahaya ini ada yang berbentuk simetris dan tidak simetris. Untuk yang simetris biasanya hanya digambarkan setengahnya saja. Diagram yang menunjukan karakteristik-karakteristik lampu dan armatur ini, dapat diperoleh pada buku katalog dari pabrik yang memproduksinya.

12 Teknik Elektro - Unhas

Intensitas cahaya sebuah lampu sebanding dengan fluks cahaya lain, nilainilai yang diberikan dalam diagram masih harus dikalikan dengan jumlah lumen lampu tersebut. Dalam gambar diatas intensitas cahayanya = 1000 lumen, jika pada armaturnya diberi lampu 1.500 lumen, maka pada sudut 60o intensitas cahayanya : 1.500/1.000 x 140 cd = 210 cd. c. Hanya ada satu sumber cahaya yang akan diperhitungkan pada saat itu. d. Bidang kerja yang diberi penerangan harus berdimensi kecil. e. Daerah yang sumber cahaya dan bidang kerjanya bebas dari permukaan yang memantulkan cahaya (refleksi cahaya tidak diperhitungkan). Untuk setiap titik yang berjarak sama dari sumber cahaya (dengan arah cahaya pada sudut normal), maka besar intensitas penerangannya akan selalu sama dan membentuk diagram melingkar. Jika ada dua titik lampu dengan jarak sama ke suatu target, maka total intensitas penerangannya sekitar dua kalinya. 2. Metode Lumen Metode lumen adalah menghitung intensitas penerangan rata-rata pada bidang kerja. Fluks cahaya diukur pada bidang kerja, yang secara umum mempunyai tinggi antara 75 90 cm diatas lantai. Besarnya intensitas penerangan (E) bergantung dari jumlah fluks cahaya dari luas bidang kerja yang dinyatakan dalam lux (lx).

E=F/A

Keterangan : E : Intensitas penerangan (lux) F : Fluks cahaya (luman) A : Luas bidang kerja (m2) Tidak semua cahaya dari lampu mencapai bidang kerja, karena ada yang di pantulkan (faktor refleksi = r), dan diserap (faktor absorpsi = a) oleh dinding, plafon dan lantai. Faktor refleksi dinding (rw) dan faktor refleksi

13 Teknik Elektro - Unhas

plafon (rp) merupakan bagian cahaya yang dipantulkan oleh dinding dan langit-langit / plafon yang kemudian mencapai bidang kerja. Faktor refleksi bidang kerja (rm) ditentukan oleh refleksi lantai dan refleksi dinding antara bidang kerja dan lantai secara umum, nilai rm = 0,10 (jika rm tidak diketahui, maka diambil nilai rm 0,10) Faktor refleksi dinding / langit-langit untuk warna : - Warna Putih = 0,80 - Warna sangat muda = 0.70 - Warna muda = 0,50 - Warna sedang = 0.30 - Warna gelap = 0,10

3. Metode Zonal Cafity Metode Zonal Cavity untuk menhitung jumlah pencahayaan yang diperlukan agar mencapai tingkat pencahayaan tertentu adalah teknik yang sangat berguna, khususnya ketika seseorang mendesain penerangan ruang pada umumnya agar ruang tersebut terang merata. Walaupun demikian, perlu dicatat bahwa tingkat pencahayaan tertentu dapat dilakukan melalui berbagai macam kombinasi penyinaran. Pilihan jenis penyinaran apa yang digunakan dan bagaimana sumber cahaya tersebut diatur harus didasarkan tidak hanya pada kebutuhan penglihatan saja, tetapi juga pada sifat ruang yang sedang diterangi dan aktivitas pemakainya. Desain pencahayaan tidak hanya harus mampu memenuhi kebutuhan kuantitas cahaya yang dibutuhkan tetapi juga kualitasnya. Tata letak penyinaran dan pola cahaya yang dipancarkan harus berkoordinasi dengan gambaran arsitektur dari ruang dan pola-pola penggunaanya. Oleh karena mata kita mencari obyek yang paling terang dan kontras yang paling kuat dalam bidang pandangannya, koordinasi ini sangat penting dalam perencanaan pencahayaan lokal atau kegunaan tertentu.

14 Teknik Elektro - Unhas

Demi tujuan perencanaan komposisi visual dari suatu desain pencahayaan, sumber cahaya dapat dianggap berbentuk sebuah titik, garis, bidang atau volume. Jika sumber cahaya ditutup dari pandangan kita, maka bentuk cahaya dan rupa dari permukaan yang disinari harus dipertimbangkan. Apakah pola sumber cahaya standar atau bervariasi, desain pencahayaan harus seimbang dengan komposisinya, menyediakan sentuhan ritme yang tepat, dan memberikan penekanan pada hal-hal yang memang penting.

4. Metode Day Light Umumnya metode day light mengacu pada Luminansi Langit. Luminansi langit dalam aplikasinya pada berbagai perhitungan pencahayaan alami dibagi dalam tiga jenis kondisi langit, yakni : Langit Mendung (Overcast Sky), Langit Cerah (Clear Sky) dan Langit Berawan (Intermediate Sky). Nilai relatif luminansi langit dari masing-masing kondisi langit dapat dihitung dengan menggunakan rumus-rumus berikut: Langit Mendung (Overcast Sky) P.Moon dan D.E.Spencer (1942) mengajukan konsep tentang distribusi luminansi langit untuk kondisi langit mendung sebagai dasar untuk perancangan pencahayaan alami. Luminansi langit (L ) pada suatu sudut tertentu dengan elevasi di atas horizon () dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut: L /Lz = (1 + k sin )/(1 + k) (1)

dimana k adalah nilai konstan dari refleksi permukaan tanah dengan nilai 2 untuk permukaan normal (sekitar 10%) dan nilai 1 untuk permukaan bersalju (refleksi sekitar 80%) dan Lz adalah luminansi langit pada titik zenit. CIE (Komisi Luminansi International) mengadopsi formula dari Moon-Spencer (dengan k = 2, tanpa k = 1) sebagai standar langit mendung pada tahun 1955. Nilai relative distribusi luminansi langit untuk kondisi langit mendung adalah nilai relatif luminansi dari suatu elemen langit (L

15 Teknik Elektro - Unhas

roc ) yang dihitung sebagai rasio terhadap luminansi zenit dari ketinggian dari elemen langit () dengan rumus sebagai berikut: Lroc () = (1+2 sin )/3 (2)

Langit Cerah (Clear Sky) CIE (1965) telah menyetujui kesepakatan awal internasional tentang nilai rata-rata distribusi luminansi langit cerah sebagaimana formula yang diajukan oleh Kittler (1965):

Selanjutnya CIE mengadopsi formula dari Kittler dan menetapkan sebagai Standar Langit Cerah (CIE Standard Clear Sky) pada tahun 1973 sebagaimana dalam Publikasi CIE No. 22 tahun 1973 tentang nilai relatif distribusi luminansi langit untuk kondisi langit cerah. Nilai tersebut adalah nilai luminansi relatif pada suatu elemen langit (L rcl) yang dihitung sebagai rasio terhadap luminansi zenit dari ketinggian matahari ketinggian elemen langit dan jarak antara matahari dan elemen langit. Formula tersebut adalah :

16 Teknik Elektro - Unhas

Langit Berawan (Intermediate Sky) Nilai relatif distribusi luminansi langit berawan diajukan oleh Nakamura dkk. (1974) dari suatu pengukuran data yang kontinyu dan disimpulkan bahwa di beberapa area sekitar tropis banyak ditemukan kondisi langit antara langit mendung dan langit cerah dengan nilai yang berbeda. Nilai tersebut adalah nilai luminansi relatif pada suatu elemen langit (L) yang dihitung sebagai rasio terhadap luminansi zenit dari ketinggian matahari (gs-a|) (Lrin), zenit dari ketinggian elemen langit (g) dan jarak antara matahari dan elemen langit (z). Formula tersebut adalah sebagai berikut :

Rasio Awan Rasio awan (Cv, Ce) adalah perbandingan antara nilai luminansi global (Evg) dan nilai luminansi diffus (Evd) atau perbandingan antara nilai radiasi global (Eeg) dan nilai radiasi diffuse (Eed). Dengan nilai rasio

17 Teknik Elektro - Unhas

awan, frekuensi terjadinya masing-masing kondisi langit (cerah, berawan dan mendung) dapat ditetapkan.

18 Teknik Elektro - Unhas

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


a. Kesimpulan Peran cahaya di dalam dan luar ruang sangat penting. Selain memudahkan kita beraktivitas, tata cahaya yang tepat juga bisa melahirkan atmosfer tertentu yang kita inginkan. Untuk mengoptimalkan fungsinya, ada baiknya perencanaan penerangan ruang disusun bersamaan dengan desain ruang. Efisiensi lampu atau dengan kata lain disebut dengan efikasi luminus adalah nilai yang menunjukkan besar efisiensi pengalihan energi listrik ke cahaya dan dinyatakan dalam satuan lumen per Watt. Kurang lebih 90% daya yang digunakan oleh lampu pijar dilepaskan sebagai radiasi panas dan hanya 10% yang dipancarkan dalam radiasi cahaya kasat mata. b. Saran Pencahayaan untuk rumah tinggal baiknya dikonsultasikan kepada ahlinya, dalam hal ini arsitektur atau seorang teknisi listrik. Hal ini dilakukan agar pencahayaan di rumah tinggal dapat kita manfaatkan secara efisien dan tepat.

19 Teknik Elektro - Unhas

Anda mungkin juga menyukai