Anda di halaman 1dari 14

Laporan Praktikum Farmakologi

Uji Anti-inflamasi Metode Volume Udem

Kelompok III : Luluk Mardiana Nur Cahya Ramadani Ferina Indrawati Alva Nur Rahmah Faradila Rizky Lakuy Hendrayani Putri Heranto Hatfina Kurniasari Irsita (2011104103111) (2011104103111) (2011104103111) (2011104103111) (201110410311147) (201110410311149) (2011104103111) (2011104103111)

PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2013/2014

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang


Radang (inflamasi) merupakan respon fisiologi lokal terhadap cedera jaringan. Radang bukan suatu penyakit, melainkan suatu manifestasi terhadap suatu penyakit. Radang dapat mempunyai pengaruh yang menguntungkan, seperti penghancuran mikroorganisme yang masuk dan pembuatan dinding pada rongga abses, sehingga akan mencegah penyebaran infeksi. Secara seimbang, radang juga memproduksi penyakit, misalnya abses otak akan bertindak sebagai lesi ruangan yang menekan bangunan vital di sekitarnya, atau fibrosis akibat radang kronis dapat mengakibatkan terjadinya distorsi jaringan yang permanen dan menyebabkan gangguan fungsinya (Underwood, J.C.E., 1999). Radang biasanya diklasifikasikan berdasarkan waktu kejadiannya, sebagai: Radang akut, reaksi jaringan yang segera dan hanya dalam waktu yang tidak lama, terhadap cedera jaringan. Radang kronis, reaksi jaringan selanjutnya yang diperlama mengikuti respons awal (Underwood, J.C.E., 1999).

NSAIDs berkhasiat analgetis, antipiretis, serta antiradang (antiflogistis), dan sering sekali digunakan untuk menghalau gejala penyakit rema, seperti A.R., artrosis, dan spondylosis. Obat ini efektif untuk peradangan lain akibat trauma (pukulan, benturan, kecelakaan), juga misalnya setelah pembedahan, atau pada memar akibat olahraga. Obat ini dipakai pula untuk mencegah pembengkakan bila diminum sedini mungkin dalam dosis yang cukup tinggi. Selanjutnya NSAIDs juga digunakan untuk kolik saluran empedu dan kemih, serta keluhan tulang pinggang dan nyeri haid (dysmenorroe). Akhirnya NSAIDs juga berguna untuk nyeri kanker akibat metastase tulang. Yang banyak digunakan untuk kasus ini adalah zat-zat dengan efek samping relatif

sedikit, yakni ibuprofen, naproksen, dan diklofenak (Tjay, T.H., dan Raharja, K., 2002).

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan
Untuk mengetahui efek pemberian karagenan sebagai induksi inflamasi pada hewan coba Untuk mengetahui efek Na-diklofenak sebagai anti inflamasi pada hewan coba Untuk mengetahui efek rimpang temu putih sebagai anti inflamasi pada hewan coba Untuk mengetahui mekanisme karagenan dalam menimbulkan inflamasi Untuk mengetahui mekanisme Na-diklofenak dalam menimbulkan anti inflamasi Untuk mengetahui mekanisme rimpang temu putih dalam

menimbulkan anti inflamasi

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Inflamasi


Radang merupakan mekanisme pertahanan tubuh disebabkan adanya respons jaringan terhadap pengaruh-pengaruh merusak baik bersifat lokal maupun yang masuk ke dalam tubuh. Pengaruh-pengaruh merusak (noksi) dapat berupa noksi fisika, kimia, bakteri. parasit dan sebagainya. Noksi fisika misalnya suhu tinggi, cahaya, sinar X dan radium, juga termasuk benda-benda asing yang tertanam pada jaringan atau sebab lain yang menimbulkan pengaruh merusak. Asam kuat, basa kuat dan racun termasuk noksi kimia. Bakteri patogen antara lain Streptococcus, Staphylococcus dan Pneumococcus. Reaksi radang dapat diamati dari gejala-gejala klinis. Di sekitar jaringan terkena radang terjadi peningkatan panas (kalor), timbul warna kemerah-merahan (rubor) dan pembengkakan (tumor). Kemungkinan disusul perubahan struktur jaringan yang dapat menimbulkan kehilangan fungsi. Radang adalah reaksi setempat dari jaringan hidup atau sel terhadap suatu rangsang atau injury. Radang terbagi dalam dua golongan, 1. Benda yaitu: mati:

a. Rangsang fisis; contohnya, trauma, benda asing, rangsang panas atau dingin yang berlebihan, tekanan, listrik, sinar matahari, sinar rontgen, dan radiasi. b. Rangsang kimia; contohnya, asam dan basa yang kuat dan juga keracunan obat. 2. Benda hidup. Contohnya; kuman patogen, bakteri, parasit, dan virus. Selain itu juga ada reaksi imunologi dan gangguan vaskular serta hormonal yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan (Sudiono, J., 2003).

2.2 Gejala-gejala inflamasi


a) Eritema (kemerahan) Kemerahan terjadi pada tahap pertama dari proses inflamasi. Darah berkumpul pada daerah cedera jaringan akibat pelepasan mediatormediator kimia tubuh (kinin, prostaglandin, histamin)

b) Edema (pembengkakan) Pembengkakan merupakan tahap kedua dari inflamasi. Plasma merembes ke dalam jaringan intestinal pada tempat cedera. Kinin mendilatasi arteriol meningkatkan permeabilitas kapiler c) Kolor (panas) Panas pada tempat inflamasi disebabkan oleh bertambahnya

pengumpulan darah dan mungkin juga karena pirogen (substansi yang menimbulkan demam) yang mengganggu pusat pengatur panas pada hipotalamus d) Dolor (nyeri) Nyeri disebabkan oleh pembengkakan dan pelepasan mediator-mediator kimia e) Functio laesa (hilangnya fungsi ) Karena penumpukan cairan pada tempat cedera jaringan dan karena rasa nyeri, yang mengurangi mobilitas pada daerah yang terkena (Kee dan Hayes, 1996). Tanda-tanda diatas merupakan akibat dari gangguan aliran darah yang terjadi akibat kerusakan jaringan dalam pembuluh pengalir terminal, eksudasi dan perangsangan reseptor nyeri. Radang dapat dihentikan dengan meniadakan noksi atau dengan menghentikan kerja yang merusak. Walaupun demikian, seringkali pada gangguan darah regional dan eksudasi terjadi emigrasi sel-sel darah ke dalam ruang ekstrasel serta proliferasi histiosit fibroblas. Proses-proses ini juga berfungsi primer pada perlawanan terhadap kerusakan serta pemulihan kondisis asalnya, walaupun demikian juga dapat bekerja negatif. Reaksi ini disebabkan oleh pembebasan bahan-bahan mediator (histamin, serotonin, prostaglandin dan kinin). (Mutschler, 1986). Prostaglandin dilepaskan menyebabkan bertambahnya vasodilatasi,

permeabilitas kapiler, nyeri dan demam. Apabila membran sel mengalami kerusakan oleh suatu rangsangan kimia, fisik atau mekanis, Maka enzim fosfolipase diaktifkan untuk mengubah fosfolipida menjadi asam arakidonat. Kemudian asam lemak tak jenuh ini sebagian diubah oleh enzim siklooksigenase

menjadi endoperoksida dan seterusnya menjadi zat-zat prostaglandin (Tjay dan Rahardja, 2002).

2.3 Penggolongan Obat Anti-Inflamasi dan Mekanisme Kerjanya


1 Jenis Obat Anti-inflamasi Nonsteroid Obat anti-inflamasi nonstreoid (OAINS) merupakan kelompok obat yang paling banyak dikonsumsi di seluruh dunia untuk mendapatkan efek analgetika, antipiretika, dan anti-inflamasi.9 OAINS merupakan pengobatan dasar untuk mengatasi peradangan-peradangan di dalam dan sekitar sendi seperti lumbago, artralgia, osteoartritis, artritis reumatoid, dan gout artritis. Disamping itu, OAINS juga banyak pada penyakit-penyakit non-rematik, seperti kolik empedu dan saluran kemih, trombosis serebri, infark miokardium, dan dismenorea. OAINS merupakan suatu kelompok obat yang heterogen, bahkan beberapa obat sangat berbeda secara kimia. Walaupun demikian, obat-obat ini mempunyai banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek samping.15 Prototip obat golongan ini adalah aspirin, karena itu OAINS sering juga disebut sebagai obatobat mirip aspirin (aspirin-like drug). Aspirin-like drugs dibagi dalam lima golongan, yaitu: 1. Salisilat dan salisilamid, derivatnya yaitu asetosal (aspirin), salisilamid, diflunisal 2. Para aminofenol, derivatnya yaitu asetaminofen dan fenasetin 3. Pirazolon, derivatnya yaitu antipirin (fenazon), aminopirin (amidopirin), fenilbutazon dan turunannya 4. Antirematik nonsteroid dan analgetik lainnya, yaitu asam mefenamat dan meklofenamat, ketoprofen, ibuprofen, naproksen, indometasin, piroksikam, dan glafenin 5. Obat pirai, dibagi menjadi dua, yaitu (1) obat yang menghentikan proses inflamasi akut, misalnya kolkisin, fenilbutazon, oksifenbutazon, dan (2) obat yang mempengaruhi kadar asam urat, misalnya probenesid, alupurinol, dan sulfinpirazon. Sedangkan menurut waktu paruhnya, OAINS dibedakan menjadi: 1. AINS dengan waktu paruh pendek (3-5 jam), yaitu aspirin, asam flufenamat, asam meklofenamat, asam mefenamat, asam niflumat, asam

tiaprofenamat, diklofenak, indometasin, karprofen, ibuprofen, dan ketoprofen. 2. AINS dengan waktu paruh sedang (5-9 jam), yaitu fenbufen dan piroprofen. 3. AINS dengan waktu paruh tengah (kira-kira 12 jam), yaitu diflunisal dan naproksen. 4. AINS dengan waktu paruh panjang (24-45 jam), yaitu piroksikam dan tenoksikam. 5. AINS dengan waktu paruh sangat panjang (lebih dari 60 jam), yaitu fenilbutazon dan oksifenbutazon. KLASIFIKASI KIMIAWI OBAT ANTI-INFLAMASI NONSTEROID Nonselective Cyclooxygenase Inhibitors Derivat asam salisilat: aspirin, natrium salisilat, salsalat, diflunisal, cholin magnesium trisalisilat, sulfasalazine, olsalazine

Derivat para-aminofenol: asetaminofen Asam asetat indol dan inden: indometasin, sulindak Asam heteroaryl asetat: tolmetin, diklofenak, ketorolak

Asam arylpropionat: ibuprofen, naproksen, flurbiprofen, ketoprofen, fenoprofen, oxaprozin


Asam antranilat (fenamat): asam mefenamat, asam meklofenamat Asam enolat: oksikam (piroksikam, meloksikam) Alkanon: nabumeton

Selective Cyclooxygenase II inhibitors Diaryl-subtiuted furanones: rofecoxib


Diaryl-subtituted pyrazoles: celecoxib Asam asetat indol: etodolac Sulfonanilid: nimesulid

BAB IV METODE PERCOBAAN

BAB V HASIL PENGAMATAN

BAB VI PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA Soewarni,2005,MEKANISME KERJA OBAT ANTI


RADANG,http://library.usu.ac.id/download/fk/farmasi-soewarni.pdf).

dismenore.2008,obatantiinflamasiantinonsteorit.http://fkunsri.wordpress.com/2008/02/09/obat-anti-inflamasinonsteroid-part-1/

Anda mungkin juga menyukai