Anda di halaman 1dari 14

REFERAT Status Gizi

Nama Dokter Muda: Novi Trianto (06711142)

Dokter Pembimbing Fakultas

dr. MTS Darmawan, Sp.A dr. Suparwanto, Sp.A

Dokter Pembimbing Rumah Sakit :

dr. Meddy Romadhon, M.kes, Sp.A

Kepaniteraan Klinik Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Propinsi dr. Soedono Madiun 2010

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb. Segala puji bagi Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga laporan Referat guna memenuhi penugasan ujian stase anak dapat kami selesaikan. Shalawat beserta salam kami haturkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa manusia dari zaman jahiliyah ke zaman yang penuh ilmu pengetahuan dan tekhnologi seperti saat ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. MTS Darmawan, Sp. A selaku dokter pembimbing fakultas, kepada dr. Suparwanto, Sp.A dan dr.Meddy Romadhon, Sp.A selaku dokter pembimbing Rumah Sakit yang telah banyak mengajarkan ilmu serta pengetahuan kepada penulis, serta semua pihak yang membantu penyelesaian penulisan referat ini. Tak ada gading yang tak retak, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangatlah diperlukan untuk penyempurnaan referat ini dimasa yang akan datang. Billahittaufiq wal hidayah, Wassalamualaikum Wr.Wb.

Yogyakarta, 3 Agustus 2010

Penulis

DAFTAR ISI Halaman Judul ........................................................................................................... Kata Pengantar ........................................................................................................... Daftar Isi .................................................................................................................... Pendahuluan.. Pengukuran Antropometri.......................................................................................... Penilaian Status Gizi ................................................................................................. Masalah Gizi Pada Anak............................................................................................ Daftar Pustaka............................................................................................................. 1 2 3 4 5 7 9 14

1. Pendahuluan

Peningkatan derajat kesehatan masyarakat sangat diperlukan dalam mengisi pembangunan yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia. Salah satu upaya peningkatan derajat kesehatan adalah perbaikan gizi masyarakat, gizi yang seimbang dapat meningkatkan ketahanan tubuh, dapat meningkatkan kecerdasan dan menjadikan pertumbuhan yang normal (Depkes RI, 2004) Perkembangan anak tidak hanya ditentukan oleh faktor genetik ( nature) atau merupakan produk lingkungan (nurture) saja. Model biopsikososial pada tumbuh kembang anak mengakui pentingnya pengaruh kekuatan intrinsik dan ekstrinsik. Tinggi badan misalnya adalah fungsi antara faktor genetik (biologik), kebiasaan makan (psikologik) dan terpenuhinya makanan bergizi (sosial) pada anak (Needlman, 2004). Telah disepakati bersama bahwa penyimpangan tumbuh kembang dapat terjadi apabila terdapat hambatan atau gangguan dalam prosesnya sejak intra uterin hingga dewasa. Penyimpangan dapat memberikan manifestasi klinis baik kelainan dalam pertumbuhan dengan atau tanpa kelainan perkembangan. Walaupun terdapat kombinasi pengaruh faktor biologik, psikologik dan sosial pada perkembangan anak, pengaruh masing-masing faktor secara terpisah perlu diperhatikan. Pengaruh biologik pada perkembangan anak meliputi genetika, paparan teratogen dalam rahim (misalnya Hg dan alkohol) dan gangguan pada postpartum (misalnya meningitis, trauma/cedera pada kelahiran), serta maturasi telah diteliti secara luas dan mendalam (Needlman, 2004). Kelainan pertumbuhan anak yang dijumpai adalah antara lain perawakan pendek (short stature), perawakan tinggi (tall stature), yang diklasifikasikan sebagai variasi normal dan patologis, malnutrisi dan obesitas, sehingga diperlukan suatu kiat dalam pengukuran antropometri sebagai salah satu cara penilaiannya. Gangguan perkembangan yang dapat menimbulkan manifestasi klinik yang bermacam-macam antara lain gangguan motorik kasar, gangguan wicara, gangguan belajar, gangguan psikologis, gangguan makan, gangguan buang air besar, kecemasan dll.

2. Pengukuran Antropometri
4

Pengukuran antropometri ada 2 tipe yaitu pertumbuhan, dan ukuran komposisi tubuh yang dibagi menjadi pengukuran lemak tubuh dan massa tubuh yang bebas lemak. Penilaian pertumbuhan merupakan komponen esensial dalam surveilan kesehatan anak karena hampir setiap masalah yang berkaitan dengan fisiologi, interpersonal, dan domain sosial dapat memberikan efek yang buruk pada pertumbuhan anak. Alat yang sangat penting untuk penilaian pertumbuhan adalah kurva pertumbuhan (growth chart) dilengkapi dengan alat timbangan yang akurat, papan pengukur, stadiometer dan pita pengukur (Gibson, 1990). Langkah-langkah Manajemen Tumbuh Kembang Anak

Pengukuran antropometri : berat, tinggi, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar lengan, tebal kulit. Penggunaan kurva pertumbuhan anak (KMS,NCHS) Penilaian dan analisa status gizi & pertumbuhan anak Penilaian perkembangan anak, dan maturasi
Intervensi (preventif, Promotif, Kuratif, Rehabilitatif). Perlu ditekankan bahwa pengukuran antropometri hanyalah satu dari sejumlah teknik-teknik

yang dapat untuk menilai status gizi ( Moersintowarti, 2004). Ada beberapa cara melakukan

penilaian status gizi pada kelompok masyarakat. Dalam pemakaian untuk penilaian status gizi, antropomteri disajikan dalam bentuk indeks yang dikaitkan dengan variabel lain. Variabel tersebut adalah sebagai berikut : a. Umur. Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi, kesalahan penentuan akan menyebabkan interpretasi status gizi yang salah. Hasil penimbangan berat badan maupun tinggi badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat. Kesalahan yang sering muncul adalah adanya kecenderunagn untuk memilih angka yang mudah seperti 1 tahun; 1,5 tahun; 2 tahun. Oleh sebab itu penentuan umur anak perlu dihitung dengan cermat. Ketentuannya adalah 1 tahun adalah 12 bulan, 1 bulan adalah 30 hari. Jadi perhitungan umur adalah dalam bulan penuh, artinya sisa umur dalam hari tidak diperhitungkan ( Depkes, 2004). b. Berat Badan Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran massa jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan sangat peka terhadap perubahan yang mendadak baik karena penyakit infeksi maupun konsumsi makanan yang menurun. Berat

badan ini dinyatakan dalam bentuk indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U) atau melakukan penilaian dengam melihat perubahan berat badan pada saat pengukuran dilakukan, yang dalam penggunaannya memberikan gambaran keadaan kini. Berat badan paling banyak digunakan karena hanya memerlukan satu pengukuran, hanya saja tergantung pada ketetapan umur, tetapi kurang dapat menggambarkan kecenderungan perubahan situasi gizi dari waktu ke waktu (Djumadias Abunain, 1990). c. Tinggi Badan Tinggi badan memberikan gambaran fungsi pertumbuhan yang dilihat dari berat badan lahir rendah dan keadaan kurus kering dan kecil pendek. Tinggi badan sangat baik untuk melihat keadaan gizi masa lalu terutama yang berkaitan dengan keadaan kurang gizi pada masa balita. Tinggi badan dinyatakan dalam bentuk Indeks tinggi badan menurut umur (TB/U), atau juga indeks Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) jarang dilakukan karena perubahan tinggi badan yang lambat dan biasanya hanya dilakukan setahun sekali. Keadaan indeks ini pada umumnya memberikan gambaran keadaan lingkungan yang tidak baik, kemiskinan dan akibat tidak sehat yang menahun (Depkes RI, 2004). Berat badan dan tinggi badan adalah salah satu parameter penting untuk menentukan status kesehatan manusia, khususnya yang berhubungan dengan status gizi. Penggunaan Indeks BB/U, TB/U dan BB/TB merupakan indikator status gizi untuk melihat adanya gangguan fungsi pertumbuhan dan komposisi tubuh (M.Khumaidi, 1994). Penggunaan berat badan dan tinggi badan akan lebih jelas dan sensitive/peka dalam menunjukkan keadaan gizi kurang bila dibandingkan dengan penggunaan BB/U. Dinyatakan dalam BB/TB, menurut standar WHO bila prevalensi kurus/wasting < -2SD diatas 10 % menunjukan suatu daerah tersebut mempunyai masalah gizi yang sangat serius berhubungan langsung dengan angka kesakitan dan

3. Penilaian Status Gizi


Sebenarnya untuk mendefinisikan operasional status gizi ini dapat dilakukan di klinik kesehatan swasta maupun pemerintah yang menyediakan pengukuran status gizi, namun demikian yang perlu diketahui masyarakat adalah pengertian dan pemahaman dari status gizi anak, selanjutnya ketika mengunjungi klinik gizi hasilnya dapat segera diketahui termasuk upaya-upaya mempertahankan status gizi yang baik (Marjaana,2004) Status Gizi Anak adalah keadaan kesehatan anak yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik energi dan zat-zat gizi lain yang diperoleh dari pangan dan makanan yang dampak fisiknya diukur secara antroppometri (Suharjo, 1996), dan dikategorikan berdasarkan standar baku WHO-NCHS dengan indeks BB/U, TB/U dan BB/TB Indikasi pengukuran dari variabel ini ditentukan oleh : 1. Penimbangan Berat Badan (BB) dan pengukuran Tinggi Badan (TB) Dilakukan oleh petugas klinik gizi sesuai dengan syarat-syarat penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan yang baik dan benar penggunaan timbangan berat badan dan meteran tinggi badan (mikrotoise) 2. Penentuan umur anak ditentukan sesuai tanggal penimbangan BB dan Pengukuran TB, kemudian dikurangi dengan tanggal kelahiran yang diambil dari data identitas anak pada sekolah masing-masing, dengan ketentuan 1 bulan adalah 30 hari dan 1 tahun adalah 12 bulan. a. Kriteria objektifnya dinyatakan dalam rata-rata dan jumlah Z score simpang baku (SSB) induvidu dan kelompok sebagai presen terhadap median baku rujukan (Waterlow.et al, dalam, Djuamadias, Abunain, 1990) Untuk menghitung SSB dapat dipakai rumus :
Skor Baku Rujukan = NIS NMBR NSBR

Keterangan :

NIS NMBR NSBR

: Nilai Induvidual Subjek : Nilai Median Baku Rujukan : Nilai Simpang Baku Rujukan

Tabel 1 Penilaian Status Gizi berdasarkan Indeks BB/U,TB/U, BB/TB Standart Baku Antropometeri WHO-NCHS Indeks yang Batas No Sebutan Status Gizi dipakai Pengelompokan 1 BB/U < -3 SD Gizi buruk - 3 s/d <-2 SD Gizi kurang - 2 s/d +2 SD Gizi baik > +2 SD Gizi lebih 2 TB/U < -3 SD Sangat Pendek - 3 s/d <-2 SD Pendek - 2 s/d +2 SD Normal > +2 SD Tinggi 3 BB/TB < -3 SD Sangat Kurus - 3 s/d <-2 SD Kurus - 2 s/d +2 SD Normal > +2 SD Gemuk Sumber : Depkes RI 2004. Data baku WHO-NCHS indeks BB/U, TB/U dan BB/TB disajikan dalan dua versi yakni persentil (persentile) dan skor simpang baku (standar deviation score = z). Menurut Waterlow,et,al, gizi anak-anak dinegara-negara yang populasinya relative baik (wellnourished), sebaiknya digunakan persentil, sedangkan dinegara untuk anak-anak yang populasinya relative kurang (under nourished) lebih baik menggunakan skor simpang baku (SSB) sebagai persen terhadap median baku rujukan ( Djumadias Abunaim,1990). Tabel 2. Interpretasi Status Gizi Berdasarkan Tiga Indeks Antropometri (BB/U,TB/U, BB/TB Standart Baku Antropometeri WHO-NCHS) Indeks yang digunakan No Interpretasi BB/U TB/U BB/TB 1 Rendah Rendah Normal Normal, dulu kurang gizi Rendah Tinggi Rendah Sekarang kurang ++ Rendah Normal Rendah Sekarang kurang + 2 Normal Normal Normal Normal Normal Tinggi Rendah Sekarang kurang Normal Rendah Tinggi Sekarang lebih, dulu kurang 3 Tinggi Tinggi Normal Tinggi, normal Tinggi Rendah Tinggi Obese Tinggi Normal Tinggi Sekarang lebih, belum obese Keterangan : untuk ketiga indeks ( BB/U,TB/U, BB/TB) : Rendah : < -2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS Normal : -2 s/d +2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS Tinggi : > + 2 SD Standar Baku Antropometri WHO-NCHS Sumber : Depkes RI 2004. 8

Penggunaan Kartu Menuju Sehat (KMS) sebagai Home Based Record Di Indonesia terdapat Kartu Menuju Sehat (KMS) yang dipakai baik untuk penyuluhan maupun sebagai alat monitor pertumbuhan dan gizi dimasyarakat merupakan modifikasi WHO-NCHS yaitu berat badan terhadap umur anak Balita, dilengkapi dengan gambar perkembangan motorik kasar, halus dan berbahasa. Tujuan KMS adalah sebagai alat bantu (instrumen) bagi ibu atau orang tua dan petugas untuk memantau tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak balita, menentukan tindakan-tindakan pelayanan kesehatan dan gizi
(Moersintowarti, 2004)

Kartu ini sudah cukup lama beredar di Indonesia, akan tetap penggunaannya sebagai home based record masih perlu dipertanyakan. Pada observasi dibangsal rawat inap anak RSU Dr.Soetomo dan unit rawat jalan (1997-2000), sekitar 90% ibu-ibu penderita malnutrisi menyatakan punya KMS akan tetapi tidak dibawa, dengan alasan ada Posyandu atau tertinggal dirumah. Pada pelatihan Manajemen Terpadu Balita Sakit, penekanan KMS dengan konseling yang baik perlu dibudayakan oleh setiap petugas kesehatan bila menghadapi anak balita sakit.

4. Masalah Gizi Pada Anak


Dampak yang diakibatkan oleh kekurangan gizi Keadaan gizi kurang pada anak-anak mempunyai dampak pada kelambatan pertumbuhan dan perkembangannya yang sulit disembuhkan. Oleh karena itu anak yang bergizi kurang tersebut kemampuannya untuk belajar dan bekerja serta bersikap akan lebih terbatas dibandingkan dengan anak yang normal (Soegeng Santoso dan Anne Lies, 2004). Dampak yang mungkin muncul dalam pembangunan bangsa di masa depan karena masalah gizi antara lain : Kekurangan gizi adalah penyebab utama kematian bayi dan anak-anak. Hal ini berarti berkurangnya kuantitas sumber daya manusia di masa depan. Kekurangan gizi berakibat meningkatnya angka kesakitan dan menurunnya produktivitas kerja manusia. Hal ini berarti akan menambah beban pemerintah untuk meningkatkan fasilitas kesehatan. Kekurangan gizi berakibat menurunnya tingkat kecerdasan anak-anak. Akibatnya diduga tidak dapat diperbaiki bila terjadi kekurangan gizi semasa anak dikandung 9

sampai umur kira-kira tiga tahun. Menurunnya kualitas manusia usia muda ini, berarti hilangnya sebagian besar potensi cerdik pandai yang sangat dibutuhkan bagi pembangunan bangsa. Kekurangan gizi berakibat menurunnya daya tahan manusia untuk bekerja, yang berarti menurunnya prestasi dan produktivitas kerja manusia (Suhardjo, 2003). Kekurangan gizi pada umumya adalah menurunnya tingkat kesehatan masyarakat. Masalah gizi masyarakat pada dasarnya adalah masalah konsumsi makanan rakyat. Karena itulah program peningkatan gizi memerlukan pendekatan dan penggarapan diberbagai disiplin, baik teknis kesehatan, teknis produksi, sosial budaya dan lain sebagainya (Suhardjo, 2003). Gizi Buruk Pada Balita Keadaan gizi kurang tingkat berat pada masa bayi dan balita ditandai dengan dua macam sindrom yang jelas yaitu Kwashiorkor, karena kurang konsumsi protein dan Marasmus karena kurang konsumsi energi dan protein. Kwarsiorkor banyak dijumpai pada bayi dan balita pada keluarga berpenghasilan rendah, dan umumnya kurang sekali pendidikannya. Sedangkan Marasmus banyak terjadi pada bayi dibawah usia 1 tahun, yang disebabkan karena tidak mendapatkan ASI atau penggantinya (Suhardjo,2003). Kekurangan energi yang kronis pada anak-anak dapat menyebabkan anak balita lemah, pertumbuhan jasmaninya terlambat, dan perkembangan selanjutnya terganggu. Pada orang dewasa ditandai dengan menurunnya berat badan dan menurunnya produktifitas kerja. Kekurangan gizi pada semua umur dapat menyebabkan mudahnya terkena serangan infeksi dan penyakit lainnya serta lambatnya proses regenerasi sel tubuh (Suhardjo, 2003). Kekurangan Energi Protein Kekurangan Energi Protein adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi (Supariasa, 2002). Orang yang mengidap gejala klinis KEP ringan dan sedang pada pemeriksaan hanya nampak kurus. Namun gejala klinis KEP berat secara garis besar dapat dibedakan menjadi 3 yaitu Marasmus, Kwasiorkor, atau Marasmic-Kwasiorkor.

10

Tanda-tanda Marasmus : a. Anak tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit. b. Wajah seperti orang tua. c. Cengeng, rewel. d. Kulit keriput, jaringan lemak subkitis sangat sedikit, bahkan sampai tidak ada. e. Sering disertai diare kronik atau konstipasi susah buang air, serta penyakit kronik. f. Tekanan darah, detak jantung dan pernapasan berkurang (Supariasa, 2002). Tanda-tanda Kwasiorkor : a. Oedema, umumnya seluruh tubuh terutama pada punggung kaki. b. Wajah membulat dan sembab. c. Pandangan mata sayu. d. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit, rontok. e. Perubahan status mental, apatis dan rewel. f. Pembesaran hati. g. Otot mengecil (hipotrofi) lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk. h. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang luas dan berubah menjadi coklat kehitaman dan terkelupas. i. Sering disertai penyakit infeksi, umumnya akut, anemia dan diare (Supriasa, 2003). Tanda-tanda Marasmic-Kwasiorkor : Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klinik Kwasiorkor dan Marasmus, dengan BB/U<60% baku median WHO_NCHS disertai oedema yang tidak mencolok (Supriasa, 2001). Pencegahan KEP Meningkatkan hasil produksi pertanian, supaya persediaan bahan makanan semakin banyak, sekaligus merupakan tambahan penghasilan rakyat. Penyediaan makanan formula yang mengandung tinggi protein dan energi untuk anak-anak yang disapih. 11

Memperbaiki infrastruktur pemasaran. Subsidi harga bahan makanan. Bertujuan untuk membantu mereka yang sangat terbatas penghasilannya. Pemberian makanan suplementer. Makanan diberikan secara cumacuma atau dijual dengan harga minim, makanan semacam ini ditujukan untuk anak-anak yang termasuk golongan umur rawan akan penyakit KEP.

Pendidikan gizi. Tujuan pendidikan adalah untuk mengajar rakyat mengubah kebiasaan mereka dalam menanam bahan makanan dan cara menghidangkan makanan supaya mereka dan anak-anaknya mendapat makanan yang lebih baik mutunya.

Pendidikan dan pemeliharaan kesehatan. Peningkatan kapasitas kerja manusia. Peningkatan kesejahteraan rakyat. Pemerataan pendapatan yang lebih baik (Solihin Pudjiadi, 2003).

Pengobatan KEP a. Pengobatan KEP ringan Perbaikan gizi akan tercapai dengan mengubah menu makanan, setiap harinya harus dapat 2-3 gram protein dan 100-150 kkal untuk tiap kg berat badannya. Sumber protein dan energi diperoleh dari : 1) Makanan pokok setempat, seperti beras, jagung dan sebagainya. 2) Suplementasi untuk mencapai jumlah protein yang dianjurkan dengan bahan makanan yang mengandung banyak protein dan tidak mahal harganya. Dapat dibeli atau dibagibagikan secara cuma-cuma oleh pemerintah melalui Puskesmas atau Posyandu. 3) Perubahan menu makanan harus diusahakan sedemikian hingga dapat diterima oleh ibunya dan tradisi penduduk dimana anak itu berada (Solihin Pudjiadi, 2003). b. Pengobatan KEP berat Tujuan pengobatan KEP berat adalah untuk menurunkan mortalitas dan memulihkan kesehatan secepatnya. 1) Penderita KEP berat seyogyanya dirawat di rumah sakit, walaupun memisahkan penderita dari ibunya. 2) Rumah sakit yang merawat penderita harus dilengkapi dengan cukup perawat dan di tempatkan diruangan yang terpisah dari ruangan ruangan lain yang ditempati oleh anak-anak yang yang sedang menderita penyakit infeksi. 12

3) Dilakukan pemeriksaan secara rutin, dicari ada tidaknya kekurangan zat gizi lain dan infeksi. Dengan demikian maka bukan hanya diberikan terapi dietetik, melainkan juga terapi terhadap penyakit penyertanya (Solihin Pudjiadi, 2003).

13

DAFTAR PUSTAKA
Depkes, RI. 2004. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta Djumadias, Abunain 1990. Aplikasi Antropometri sebgai Alat Ukur Status Gizi. Puslitbang Gizi : Bogor Gibson Rosalind S. Anthropometric assessment. Dalam: Principles of Nutritional, Oxford Univ.Press. Madison Av. New York 1990: 45-7 Lahti-Koski Marjaana, Gill Tim. Defining Childhood Obesity. Dalam: Obesity in Childhood and Adolescence. Penyunting: Kiess W, Marcus C.,Wabitsch M, KargerAG, Basel. Brussel 2004: 1-17 Moersintowarti B.Narendra, Hardjono Soeparto, Sulaiman Isa, Kusandrini : Deteksi Dini dan Tindak Lanjut Penyimpangan Tumbuh Kembang Anak, Seminar UKK Tumbuh Kembang Pediatri Sosial tentang Standard, Penyimpangan dan Tidak lanjut Tumbuh kembag, Genetika Klinik dan pencegahannya. Hotel Hilton, Surabaya: 19 Januari 2004 Needlman Robert D. Overview and Assessment of Variability, Part II Growth and Development Dalam: Nelson Textbook Pediatrics. Penyunting: Nelson Waldo E., dkk.. edisi 17, W.B.Saunders Co.,Philadelphia 2004 : 23-66. Suhardjo. 2003. Perencanaan Pangan dan Gizi. Jakarta: Bumi Aksara. Soegeng Santoso dan Anne Lies. 2004. Kesehatan dan Gizi. Jakarta: Rineka cipta. Solihin Pujdjiadi. 2003. Ilmu Gizi klinis Pada anak. Jakarta: Gaya baru.

14

Anda mungkin juga menyukai