Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK PENGUJIAN MUTU HASIL PERIKANAN

UJI SKORING

Disusun Oleh : JUJU JUNENGSIH 10/297392/PN/11910

TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

LABORATORIUM TEKNOLOGI IKAN JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2013

A. Pendahuluan Salah satu metode yang digunakan untuk menganalisa kemunduran mutu pada produk perikanan adalah dengan menggunakan uji skoring. Dengan uji skoring kita dapat mengetahui nilai mutu dari produk yang kita uji. Uji skoring berfungsi untuk menilai suatu sifat organoleptik yang spesifik. Nilai mutu sangat berguna untuk menentukan harga dasar produk sebelum dipasarkan kepada konsumen, sedangkan bagi konsumen nilai mutu akan berguna untuk menilai dan memilih jenis produk yang menurut mereka bagus untuk dikonsumsi/dibeli sehingga secara tidak langsung konsumen akan merasa puas dengan barang yang telah mereka beli/ konsumsi (Setyaningsih, 2010). Uji skoring merupakan uji yang menggunakan panelis terlatih dan benar-benar tahu mengenai atribut yang dinilai. Tipe pengujian skoring sering digunakan untuk menilai mutu bahan dan intensitas sifat tertentu misalnya kemanisan, kekerasan, dan warna. Selain itu, digunakan untuk mencari korelasi pengukuran subyektif dengan obyektif dalam rangka pengukuran obyektif (presisi alat). Uji skoring dilakukan dengan menggunakan pendekatan skala atau skor yang dihubungkan dengan deskripsi tertentu dari atribut mutu produk. Pada sistem skoring, angka digunakan untuk menilai intensitas produk dengan susunan meningkat atau menurun. Uji skoring dilakukan setelah terlebih dahulu diadakan penyeleksian panelis terlatih, yakni dengan uji triangle. Uji skor juga disebut pemberian skor. Pemberian skor adalah memberikan angka nilai atau menetapkan nilai mutu sensorik terhadap bahan yang diuji pada jenjang mutu atau tingkat skala hedonik. Tingkat skala mutu ini dapat dinyatakan dalam ungkapan-ungkapan skala mutu yang sudah menjadi baku. Uji skoring merupakan pengujian dengan menggunakan skala angka 1 sebagai nilai terendah dan angka 7 sebagai nilai tertinggi (1-2-3-4-5-6-7). Skala angka dan spesifikasi ini dicantumkan dalam scoresheet (Soekarto, 1985) .

A. Alat dan Bahan 1. Alat a. Alat tulis b. Lembar penilaian (scoresheet) c. Cup plastik 2. Bahan a. Sampel bakso (3 buah dengan tingkat kekenyalan yang berbeda)

B. Cara Kerja 1. Penyaji menyiapkan 3 macam bakso yang berbeda dan diletakkan di dalam cup plastik dengan kode yang berbeda 2. Masing-masing panelis menghadapi 3 gelas uji beserta lembar scoresheet 3. Panelis diminta menetukan penilaian berdasar tekstur bakso 4. Mekanismenya panelis masuk ke ruangan dan langsung menilai tekstur dari sampel yang diujikan dengan cara memberikan skor pada sampel berdasarkan tingkat kekenyalannya.

C. Data dan Analisis Data

Tabel 1. Data Uji Skoring Kekenyalan Bakso Praktikum TPMHP 2012/2013 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 Nama Panelis Alfani Dwi Ari W M. Iqbal Yasinta Diani Ari A Chatarina Dewi Abdurriza Kun C Fadli Isnarsela Vivi Dika Terry Rr. Radipta Tri Indah Ryvonne Igan Ichsan Faldo Juju Jumlah Rerata Yi
2

Kode Sampel 542 4 2 2 2 1 1 3 1 1 2 3 3 1 2 2 1 2 3 2 2 3 2 3 48 2,09 2304 424 6 4 5 4 3 4 4 6 6 5 5 5 5 5 5 7 5 5 6 4 5 4 5 113 4,91 12769 246 5 3 6 5 6 6 6 5 5 4 6 5 6 6 4 5 6 4 4 5 4 5 7 118 5,13 13924

Jumlah 15 9 13 11 10 11 13 12 12 11 14 13 12 13 11 13 13 12 12 11 12 11 15 279 77841

ni = panelis x sampel = 23 x 3 = 69 Faktor Koreksi (FK) = JK Total = = = 4 6 = 3 5 = 86 87 = = 26 739 = 32 6 9 JK Panelis = = 43 667 = 15,537 JK Sesatan = = 86 87 = 38,724
db t-1 = 3-1 = 2 n-1 = 22-1 = 22 db Total - db Perlakuan = 65 - 2 - 1 = 44 ni-1 = 69-1 = 68

28 3

5 28 3

28 3

JK Sampel

= 28 3

28 3

28 3

32 6 9

5 537

ANOVA Perlakuan (Sampel) Ulangan (Panelis) Sesatan (Eror) Total

JK 132,609 15,537 38,724 186,870

KT (JK/db) 66,305 0,706 0,880

F hitung 75,338 0,802

F tabel 3,209 1,789

Ho = Semua sampel memiliki kekenyalan yang sama H1 = Setiap sampel memiliki kekenyalan yang berbeda Kesimpulan : 1. F
hitung

>F

tabel

(75,338 > 3,209), sehingga Ho ditolak ketiga sampel yang diujikan

berbeda nyata

Uji Lanjutan BNT BNT = Sx*t(,v)(2)^0.5=


542

0,642
424 246

2,09
542 424 246

4,91
2,82

5,13
3,04 0,22

2,09 4,91 5,13

2,82 3,04

0,22

Kesimpulan Tulisan hitam : TBN (Tidak Beda Nyata; Ho diterima karena rerata < uji BNT). Jadi, bakso (246) tidak beda nyata dengan bakso (424). Tulisan Merah : Tergolong kriteria BN (Beda Nyata; Ho ditolak karena rerata > uji BNT). Jadi, bakso (542) berbeda nyata dengan bakso (424) dan bakso (246).

E. Pembahasan Uji skoring merupakan uji yang menggunakan panelis terlatih dan benar-benar tahu mengenai atribut yang dinilai. Tipe pengujian skoring sering digunakan untuk menilai mutu bahan dan intensitas sifat tertentu misalnya kemanisan, kekerasan, dan warna. Selainitu,digunakan untuk mencari korelasi pengukuran subyektif dengan obyektif dalam rangka pengukuran obyektif (presisi alat) (Kartika et al., 1988). Menurut Anonim (2006), uji skoring dilakukan dengan menggunakan pendekatan skala atau skor yang dihubungkan dengan deskripsi tertentu dari atribut mutu produk. Pada sistem skoring, angka digunakan untuk menilai intensitas produk dengan susunan meningkat atau menurun. Uji skoring dilakukan setelah terlebih dahulu diadakan penyeleksian panelis terlatih yakni dengan uji triangle. Tata laksana praktikum uji skoring pada praktikum Teknik Pengujian Mutu Hasil Perikanan yaitu menyiapkan 3 sampel yang diujikan yaitu bakso ikan. Bakso ikan tersebut di tempatkan di cup. Bakso ikan tersebut memiliki tingkat kekenyalan yang berbeda. Sampel bakso tersebut diberi kode (542, 424, dan 246) berdasarkan statistical chart 8. Panelis terlatih disini berjumlah 23 orang panelis, karena ada 1 panelis yang tidak terlatih sehingga tidak dapat mengikuti uji skoring. Mekanisme pengujiannya yaitu panelis masuk ke ruangan uji dan dihadapkan langsung dengan 3 sampel bakso yang diujikan. Pengujian dilakukan dengan membandingkan 3 sampel bakso dengan kode 542, 424, dan 246 yang ada berdasarkan tingkat kekenyalannya. Skala yang disediakan di dalam scoresheet 1-7 kemudian panelis diminta memberi nilai berdasarkan kekenyalannya. Skor 1 menunjukkan sifat yang paling kenyal dan akan semakin keras jika angka semakin menuju ke angka 7. Angka 7 merupakan sifat yang paling keras. Standar kenyal dan keras pada pengujian ini digunakan jelly sebagai parameter kenyal dan permen sebagai parameter keras. Tujuannya adalah untuk memudahkna panelis dalam melakukan pengujian dikarenakan panelis mampu mengetahui ambang batas kenyal dan keras. Tahapan terakhir adalah melakukan analisis data dengan ANOVA dan dilanjutkan dengan pengujian lanjut jika diperlukan. Uji lanjut digunakan untuk mengetahui sampel mana sajakah yang berbeda. Uji lanjut yang digunakan adalah LSD-Dunnet, HSDTukey, DMRT, Scheffe, SNK, LSD dan BNT. Hasil analisis data dengan ANOVA didapatkan hasil ketiga sampel yang diujikan berbeda nyata tingkat kekenyalannya. Hal ini ditunjukkan dengan F
hitung

>F

tabel

(75,338 >

3,209), dengan derajat bebas sampel 2 dan derajat bebas error 44. Tahapan selanjutnya adalah dilakukan uji lanjut untuk mengetahui sampel mana sajakah yang berbeda yaitu dengan menggunakan uji BNT.

Langkah-langkah dalam melakukan uji BNT yaitu menghitung rata-rata terkecil. Hasil yang diperoleh setelah dilakukan uji BNT yaitu bakso dengan kode (246) tidak beda nyata dengan bakso (424) artinya sampel tersebut memiliki tingkat kekenyalan yang sama. Hal tersebut disebabkan rerata<uji BNT (0,22<0,642). Namun ada juga yang tergolong kriteria beda nyata yaitu terdapat pada bakso (542) dengan bakso (424) dan bakso (246). Hal tersebut dikarenakan rerata > uji BNT, maka sampel bakso (542) dengan bakso (424) dan bakso (246) memiliki tingkat kekenyalan yang berbeda.

F. Kesimpulan dan Saran 1. Kesimpulan a. Uji skoring merupakan salah satu metode pengujian mutu hasil perikanan dengan menggunakan panelis yang terlatih yang mana prinsip pengujiannya adalah dengan memberikan penilaian (skor) terhadap sampel yang diujikan berdasarkan tingkatan dari parameter yang diujikan. b. Berdasarkan analisis data menggunakan ANOVA didapatkan F
hitung

> F

tabel

(75,338 > 3,209), maka Ho ditolak artinya sampel yang digunakan memiliki tingkat kekenyalan yang berbeda. c. Berdasarkan hasil ANOVA yang menunjukkan terdapat beda nyata dilanjutkan dengan uji lanjutan dengan uji BNT dan didapatkan hasil terdapat perbedaan antara sampel bakso (kode 542) dengan sampel bakso (kode 424) dan sampel bakso (kode 246) sedangkan sampel bakso (kode 424) dan bakso (kode 246) tingkat kekenyalan yang sama. 2. Saran Sebaiknya parameter yang diujikan lebih bervariasi lagi. Tujuannya agar praktikan lebih memahami tentang uji skorig. mempunyai

DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2006. Pengujian Organolpetik (Evaluasi Sensori) dalam Industri Pangan. Ebookpangan. Diakses 12 Mei 2013 pukul 19.20 WIB.

Kartika, B., B. Hastuti., W. Supartono. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. PAU Pangan Gizi. UGM. Yogyakarta.

Setyaningsih, Dwi. 2010. Analisis Sensori Untuk Industri Pangan dan Agro. IPB Press. Bogor.

Soekarto, Soewarno. 1985. penilaian organoleptik. PT. Bhratara Karya Aksara. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai