Anda di halaman 1dari 3

Dasar teori (TBC) Nanti ada tambahan tentang dasar teori dari Halimah Tuberkulosis adalah penyakit menular

langsung yang disebabkan oleh kuman TBC (Mycobacterium tuberulosis), kuman ini menyerang oragan tubuh yaitu Paru. Kuman ini berbentuk batang dan memiliki sifat tahan terhadap asam pada pewarnaan atau sebagai Basil Tahan Asam (BTA), tidak tahan terhadap sinam matahari tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat tertidur lama beberapa tahun (dormant) (Depkes, 2009). Penyakit tuberkulosis merupakan masalah utama kesehatan di Indonesia. Indonesia masih menempati urutan ketiga di dunia untuk kasus tuberkulosis setelah India dan Cina.1,5 Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 menunjukkan bahwa penyakit tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernapasan pada semua kelompok umur dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. WHO memperkirakan setiap tahun terjadi 583.000 kasus baru TB dengan kematian karena TB sekitar 140.000. Secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 penderita baru TB paru BTA positif (Sulani F, 2004) Menurut laporan terbaru WHO diperkirakan terdapat 557 ribu kasus baru TB pada tahun 2002, namun data terakhir tahun 2003 angka penderita TB di Indonesia terus meningkat. Bersamaan dengan meningkatnya kasus TB, terjadi pula peningkatan kasus TB yang resisten terhadap beberapa obat antituberkulosis (OAT) termasuk resistensi terhadap obat isoniazid (INH) dan rifampisin dengan atau tanpa resistensi obat lain (HarkinTJ,CondosR, 2004). Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT. Dalam pengobatan TB digunakan OAT dengan jenis, sifat dan dosis sebagaimana pada Tabel 1. Tabel 1. Jenis, sifat dan dosis OAT (Depkes, 2009) Jenis OAT Isoniazid (H) Rifampisin (R) Pirazinamid (Z) Ethambutol (E) Sifat Bakterisid Bakterisid Bakterisid Bakterisid dan Dosis yang direkomendasikan (mg/kg) Harian 3x seminggu 5 (4-6) 10 (8-12) 10 (8-12) 10 (8-12) 25 (20-30) 35 (30-40) 15 (15-20) 30 (20-30)

Steptomisin (S)

Bakteristatik Bakterisid

15 (12-18)

Obat tuberkulosis paru diberikan dalam bentuk kombinasi dar berbagai jenis, dalam jumlah cukup dan dosis yang tepat selama 6-8 bulan, supaya semua kuman dapat dibunuh. Tahap pengobatan Tuberkulosis paru diberikan 2 tahap yaitu (Depkes, 2009): a. Tahap intensif Pada tahap intensif (awal) penderita mendapatkan obat seiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap OAT terutama rifampisin. Bila pengobatan tahap intensif terebut diberikan secara tepat, biasanya penderitaan menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita tuberkulosis BTA positif menjadi BTA negati (konversi) pada akhir pengobatan intensif. b. Tahap lanjutan Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lama. Pengobatan pada tahap lanjutan ini sangant penting untuk membunuh kuman persister (dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan. Obat anti tuberkulosis fixed-dose combination atau disingkat dengan OAT FDC (sering disebut FDC saja) adalah tablet yang berisi kombinasi beberapa jenis obat anti TBC dengan dosis tetap (Depkes, 2004) Kemajuan bidang farmakologi telah memungkinkan untuk membuat tablet kombinasi yang terdiri dari beberapa macam obat anti TBC tanpa mengganggu bio-availability obat tersebut. Namun demikian, seperti pada obat tunggal, untuk menjamin kualitas obat, pemantauan mutu dari FDC harus tetap dilaksanakan secara berkala (Depkes, 2004)

Daftar pustaka 1. Depkes, 2004. Petunjuk penggunaan obat anti tuberkulosis Fixed dose combination (OAT-FDC). Jakarta: Departemen Kesehatan replubik

Indonesia. 2. Depkes, 2009. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta: Departemen Kesehatan replubik Indonesia. 3. HarkinTJ,CondosR, 2004. Management of multi drug resistant tuberculosis.In: Rom WN, Gary SM, eds. Tuberculosis. New York ; Lippincott William&Wilkins. pp:729 58. 4. Sulani F, 2004. Gambaran tuberkulosis pada perbedaan gender dan anak. Buku Makalah Seminar Tuberkulosis . Medan, PDPI, Dinkes Sumut, PPTI. pp: 117 - 22

Anda mungkin juga menyukai