Anda di halaman 1dari 14

TUGAS PRAKTIKUM PERTANIAN BERLANJUT ANALISIS SPASIAL

Oleh Nim Kelas

: Qurrotul Ainiyah :105040201111120) : G1

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2011

BAB I PENDAHULUAN 1) Aplikasi GIS a) Pemantauan Produksi Dibidang Pertanian b) Penilaian Resiko Usaha Pertanian c) Pengendalian Hama Dan Penyakit Serangan organisme pengganggu tanaman dapat menyebabkan target pertanian menurun. Kini prediksi serangan organisme pengganggu tanaman dapat diakses melalui Internet. Organisme pengganggu tanaman (OPT), seperti gulma, hama, dan mikroorganisme patogenik merupakan musuh bebuyutan para petani. Organisme-organisme itu dapat menyebabkan tanaman rentan

terserang penyakit dan menurunkan kualitas tanaman. Oleh karena itu, untuk menghasilkan tanaman berkualitas, diperlukan upaya pengendalian OPT yang menyeluruh. Menurut Edi Suwardiwijaya, fungsional pengendali OPT dari Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (BB-POPT) Departemen Pertanian, berbagai upaya pengendalian hama terpadu (PHT) untuk mencegah serangan OPT terus dikembangkan hingga saat ini. Secara operasional, penerapan PHT mencakup upaya preemtif dan responsif. Upaya preemtif ialah pengendalian hama berdasarkan informasi dan pengalaman status OPT waktu sebelumnya. Upaya tersebut mencakup penentuan pola tanam, varietas, waktu tanam, keserentakan tanam, pemupukan, pengairan, jarak tanam, dan penyiangan. Tujuan upaya preemtif ialah membudidayakan tanaman sehat. Di samping upaya preemtif, dilakukan pula upaya responsif, yaitu pengendalian berdasarkan informasi status OPT dan faktor yang berpengaruh terhadap berlangsungnya musim saat itu. Beberapa bentuk upaya responsif, antara lain penggunaan musuh alami, pestisida alami, pestisida kimia, serta pengendalian mekanis. Upaya itu kerap mempertimbangkan biaya pengendalian yang perlu dilakukan. Edi mengatakan untuk menerapkan tindakan operasional tersebut diperlukan informasi berupa model prediksi kejadian serangan atau peramalan OPT di

suatu daerah. Peramalan itu mencakup suatu kegiatan yang diarahkan untuk mendeteksi dan memprediksi serangan OPT. Tidak hanya itu, peramalan juga bertujuan untuk memprediksi kemungkinan penyebaran dan akibat yang ditimbulkan serangan OPT dalam ruang dan waktu tertentu. Menurut Peneliti dari Pusat Teknologi Inventarisasi Sumber Daya Alam (PTISDA) BPPT, Hartanto Sanjaya, jaringan komputer Neonet didukung 16 prosesor dengan memori 16 gigabyte. Sedangkan kapasitas hardisk untuk menyimpan data sebesar 9 terabyte. Model Runtun Waktu Agar ramalan yang dibuat cukup akurat, perlu dilakukan peningkatan mutu (upgrading) informasi hasil ramalan, deskripsi, dan pengembangan model peramalan. Kegiatan itu dilakukan oleh BB-POPT. Edi menerangkan metode peramalan tersebut menggunakan model runtun waktu, yaitu menyelidiki pola dalam deret data historis atau data masa lalu dan mengekstrapolasikannya ke masa depan. Metode tersebut hanya

menggunakan satu variabel, yaitu serangan OPT pada masa lampau. Asumsi yang digunakan dalam penerapan model runtun waktu itu mengganggap kejadian serangan OPT pada masa lalu akan terus berulang setiap tahunnya. Cara membaca data peta sebaran OPT secara nasional terbilang cukup mudah. Mula-mula kursor diarahkan ke menu komoditas untuk memilih padi, jagung, atau kedelai. Setelah itu pengguna bisa memilih enam jenis OPT yang

tersedia, misalkan penggerek batang, wereng cokelat, tikus, tungro, BLB, dan blas. Proses selanjutnya, pengguna mengatur keterangan yang akan ditampilan di peta berupa grid, kota, jalan, sungai, dan provinsi. Kursor kemudian diarahkan ke menu pembesar, pengecil, penggeser, dan penampil keseluruhan peta. Untuk mengetahui detail ramalan OPT di peta sebaiknya pengguna memilih menu pembesar. Selanjutnya, kursor diarahkan ke suatu provinsi untuk mengetahui perkiraan luas daerah yang terserang OPT. Sebagai contoh, ketika pengguna mengeklik Provinsi DKI Jakarta, saat itu pula bisa diketahui informasi mengenai luas tanaman padi yang rentan terserang OPT jenis penggerek batang.

Kelemahan lain dari sistem informasi itu ialah pada data sebaran OPT belum dilengkapi petunjuk cara pengendalian yang harus dilakukan para petani. Misalnya, apabila terjadi serangan BLB, apa yang harus dilakukan petani untuk dapat mengatasi persoalan itu. Metode peramalan dengan model yang menggunakan satu variabel itu juga dinilai memiliki akurasi rendah. Menurut Hartanto, selama ini data serangan OPT diperoleh secara manual dari pemantauan petugas pengendali OPT di lapangan. Padahal, selama ini jumlah petugas yang tersedia tidak sebanding dengan luasnya lahan pertanian yang dipantau. Dampaknya, kebanyakan data akhirnya didasarkan pada perkiraanperkiraan. Contoh lain di bidang pertanian adalah digunakannya SIG untuk pengelolaan kebun kelapa sawit yang di dalamnya termasuk pengendalian hama dan penyakit tumbuhan. Berikut skemanya.

Gambar 5. Diagram Konteks SIG Pengelolaan Kelapa Sawit

Gambar 6. Peta Sebaran OPT di lahan Kelapa Sawit

Gambar 7. Peta Sebaran Lahan Pertanian dan Sebaran OPT

Gambar 8. Peta Sebaran Ramalan Serangan OPT

d) Pemantuan Budidaya Pertanian e) Presisi Pertanian f) Pengelolaan Sumberdaya Air Dan


Perencanaan dan pengelolaan sumberdaya air yang baik mutlak diperlukan untuk menjaga kelestariannya. Untuk itu dipelukan informasi yang memadai yang bisa digunakan oleh pengambil keputusan, termasuk diantaranya informasi spasial. Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan teknologi spasial yang sedang berkembang saat ini. Sebagaian besar aplikasi SIG untuk pengelolaan sumberdaya air masih sangat kurang di negara Indonesia meskipun perkembangan SIG sudah maju pesat di negara-negara lain. Perencanaan dan pengelolaan sumberdaya air harus dilakukan terpadu mulai dari sumber air sampai dengan pemanfaatannya. Informasi secara spasial akan sangat membantu pada proses pengambilan keputusan dalam pengelolaan sumberdaya air. Saat ini, telah tersedia alat bantu untuk proses analisa secara spasial berupa software-software SIG diantaranya adalah program ArView GIS yang dikeluarkan oleh ESRI (Environmental System Research Institute) Inc. ArcView GIS saat ini telah tergabung ke dalam jajaran perangkat lunak mainstream seperti halnya spreadsheets, database dan semakin luas jelajah bidang aplikasinya, semakin dibutuhkan dan populer. ArcView GIS memiliki ciri khas arsitektur perangkat lunak yang dapat diperluas dan menyediakan scalable platform untuk proses-proses komputasi dan analisis-analisis yang diperlukan di dalam SIG. Arsitektur ini diimplementasikan sebagai sekumpulan modul-modul plug-in yang daat disesuaikan dan dikombinasikan untuk memperluas secara dramatis kemampuan-kemampuan fungsionalitas perangkat lunak ArcView GIS. Salah satu modul yang ada yaitu Model Builder. Model Builder adalah extention yang merupakan patner sekaligus komplemen bagi spatial analyst, Ia bertindak sebagai pengembang model analisis spasial yang handal. Bicara tentang model maka tidak terlepas dari : Input Poses Output. Model dalam analisis spasial disini diartikan sebagai sekumpulan proses spasial yang mengkonversikan data-data masukan ke dalam peta-peta keluaran dengan menggunakan fungsi-fungsi spasial tertentu. Maka dengan memperhitungkan faktor-faktor yang dominan, sebuah model dapat dipresentasikan relaitas yang lebih sederhana dan dapat dikelola dengan baik. Dengan menggunakan model builder, model spasial terdiri dari proses yang sangat mudah dibuat, dieksekusi, dismpan, dimodifikasi, dan digunakan bersama. Model builder direpresentasikan sebagai suatu diagram yang mirip dengan flowchart. Dengan model ini pengguna dapat : 1. menilai area-area geografis sesuai dengan kriteria yang ditentukan, 2. melakukan prediksi apa yang akan terjadi pada area-area geografis atas perlakuan yang diberikan padanya,

mendapatkan solusi, mencari pola, dan memperluas pemahaman terhadap sistem yang yang bersangkutan.

Aplikasi ArcView GIS pada Kasus Pemodelan Potensi Bahaya Erosi.

Deskripsi masalah Pada kasus ini pengguna akan mengembangkan suatu model bahaya erosi yang dapat mengidentifikasi area-area mana saja yang sangat beresiko mengalami erosi. Faktor yang mempengaruhi erosi pada suatu lahan dalam kasus ini dibatasi oleh dua tiga faktor saja terlebih dahulu (sekedar contoh) yaitu : Tingkat Kelerengan, Jenis Tanah, dan Keadaan vegetasi penutup di atas tanah. Model ini akan melibatkan beberapa proses seperti : (1) mengkonversikan data spasial vektor jenis tanah dan Vegetasi ke dalam format grid, kemudian (2) mengkalsifikasikan nilai-nilai bobot resiko erosi ke dalam setiap jenis tanah dan vegetasi serta kelerengan tanah ke dalam suatu skala potensi bahaya erosi (Nilai 1 5). Selain itu pengguna akan memberikan prosentase pengaruh terhadap potensi bahaya erosi dari setiap faktor jenis tanah (25%), vegetasi (25%), dan kelerengan (50%). Akhirnya pengguna akan mengeksekusi model ini untuk mendapatkan keseluruhan peta digital potensi bahaya erosi. Pembuatan Model Pembuatan model tersebut di atas dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut. 1. Sebagai bahan contoh, copy semua file pada direktori LAT_GIS yang ada ke dalam direktori C:\ pada komputer anda. 2. Pastikan program ArcView Ver. 3.xx dan Spatial Analyst telah terinstall di komputer anda. 3. Selanjutnya ikuti langkah-langkah berikut ini.

Aktifkan perangkat lunak ArcView berikut extention spatial analyst dan model builder Ubah direktori standat ke C:\LAT_GIS\S2_SIM\PETA dengan cara Klik Menu File dan Klik SubMenu Set Working Directory. Buatlah sebuah objek View baru dengan beberapa propertis-nya sebagai berikut : Name --> Model Bahaya Erosi, Map Unit --> Meters, DIstance Units --> Meters. Ke dalam View ini, tambahkan theme batas_studi.shp, Das_progo.shp, Ketinggian.Shp, Prop_Yogyakarta.shp, Tanah.shp, dan vegetasi.shp; dengan cara klik Menu View, Submenu Add Theme kemudian pilih direktori C:\LAT_GIS\S2_SIM\PETA. Kemudian jika berhasil akan tampil seperti gambar berikut ini, dan jika diinginkan dapat diedit legend tiap-tiap theme agar tampilannya terlihat bai

Peta dasar sebagai input model adalah peta kelerengan, vegetasi dan jenis tanah.

Langkah selenjutnya adalah penentuan extend untuk themes hasil-hasil proses dari model dengan cara Klik menu Model lalu Klik Submenu Start ModelBuilder. Pada jendela Model klik menu Model dan submenu Model Default lalu aktifkan radio button The Extent of this theme --> Batas_studi.shp. Kemudian Klik Cell Size pada jendela Model Default dan pada radio button This cell size ketikkan 100. Tambahkan proses konversi data ke dalam model Add Proses|Data Convertion|Vector to Grid hingga muncul kotak dialog Vector Convertion. Tentukan nama Theme inputnya adalah vegetasi.shp dan filed masukkannya adalah Tanaman. Kemudian klik Next- Next-Next sampai muncul kotak dialog terakhir yaitu name the output theme Ketikkan Vegetasi Map sebagai nama theme grid dan VegGrd sebagai nama file grid hasil konversinya. Kemudian Klik Finish. Dengan cara yang sama, tambahkan proses konversi data ke dalam model Add Proses|Data Convertion|Vector to Grid. Tentukan nama Theme inputnya adalah tanah.shp dan filed masukkannya adalah Jenis_Tanah. Tanah Map sebagai nama theme grid dan TanahGrd sebagai nama file grid hasil konversinya Langkah selanjutnya melakukan konversi kelerengan ke dalam slope dengan cara sebagai berikut : o tambahkan proses konversi data ke dalam model Add Proses|Data Convertion|Vector to Grid. Tentukan nama Theme inputnya adalah kelerengan.shp dan filed masukkannya adalah Tinggi_id. Kelerengan Map sebagai nama theme grid dan KelerenganGrd sebagai nama file grid hasil konversinya o tambahkan proses konversi data ke dalam model Add Proses | Terrain | Slope. Tentukan nama Theme inputnya adalah Kelerengan Map kemudian klik Next dan Choose the method adalah Degree. Klik Next spesify the vertical unit Meters. Klik Next dan pilih Create a discrite grid theme pada radio button. Klik Next-Next-Next sampai jendela Name the output theme ketikkan nama Slope Map pada Name dan SlopeGrd pada File Name. Akhiri dengan klik Finish. Langkah berikutnya adalah melakukan overlay theme hasil konversi dengan cara : Klik menu Add Proses | Overlay | Weighted Overlay Kemudian klik Next, pilih Choose a predifined evaluation scale: tentukan 1 to 5 Kemudian klik Next dan Klik Add Theme pilih Slope Map pada Choose the input theme dan Value pada Choose the input field. Ulangi langkah di atas untuk menambahkan theme Tanah Map dan Vegetasi Map.

sIni berarti kita melakukan overlay 3 theme yaitu Slope, Tanah dan Vegetas

Isikan kolom % Inf dengan angka 50 untuk Slope Map, 25 untuk Tanah Map, dan 25 untuk Vegetasi Map. Ini menunjukkan perbandingan bobot masing-masing theme terhadap besarnya erosi yang terjadi. Nilai Scala pada masing-masing theme harus seimbang, untuk itu masukkan angka-angka berikut ini pada tabel Weighted Overlay Setelah semua angka terisi sesuai dengan bobotnya dan Kotak Sum of Influences = 100, maka langkah selanjutnya adalah klik Next-Next-Next Next sampai jendela dialog Name of the output theme. Ketikkan Tingkat Bahaya Erosi pada Enter the name theme dan TBEgrd pada Enter the file name.

Kemudian klik Finish dan tampilan jendela model builder tampak seperti tampilan berikut ini : Sampai langkah ini berarti kita sudah menyusun model potensi bahaya erosi dimana sebagai input adalah theme Ketinggian Tempat, Jenis Tanah, dan Vegetasi penutup tanah, dengan proses yang telah kita tentukan yaitu perbandingan bobot masing-masing theme tersebut terhadap besarnya erosi yang terjadi, maka keluaran model yang diharapkan adalah theme Tingkat Bahaya Erosi.

untuk menjalankan model dapat dilakukan langkah sebagai berikut : Klik menu Model | Run Model dan komputer akan melakukan proses perhitungan untuk kemudian ditampilkan dalam view yang ada.

g) Kajian Biodiversitas Bentang Lahan Untuk Kegiatan Pertanian Berlanjut Pertanian berkelanjutan bukanlah pilihan tapi merupakan keharusan

yang perlu dilakukan jika kita ingin terus dapat melakukan pembangunan. Kita telah menyaksikan pertambahan penduduk dunia yang terus meningkat begitu besarnya seperti yang terjadi di Indonesia dan menyebabkan penurunan kualitas sumber daya alam serta kerusakan lingkungan yang sangat cepat. Konsep sistem pertanian yang berkelanjutan muncul setelah terbukti pertanian sebagai suatu sistem produksi ternyata juga merupakan sebagai penghasil polusi. Pertanian bukan hanya penyebab degradasi lahan tetapi juga penyebab degradasi lingkungan diluar daerah pertanian. Meluasnya lahanlahan kritis dan pendangkalan perairan di daerah hilir merupakan bukti nyata bahwa pertanian yang tidak dikelola dan direncanakan secara berkelanjutan telah menurunkan kualitas sumber daya alam. Implementasi Sistem Informasi geografi (SIG) sebagai salah satu teknologi yang mampu merancang suatu perencanaan pengelolan lingkungan dengan cepat diharapkan mampu menaggulangi kendala tersebut. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan pertanian berkelanjutan diantaranya adalah (1) perlu upaya mengurangi ketergantungan pada sumber energi yang tidak terbaharui dan sumber daya kimia, (2) perlu mengurangi kontaminasi bahan pencemar akibat efek samping dari kegiatan pertanian pada udara, air dan lahan, (3) mempertahankan habitat untuk kehidupan fauna yang memadai, dan (4) dapat mempertahankan sumber daya genetik untuk tanaman dan hewan yang diperlukan dalam pertanian. Selain itu pertanian harus mampu mempertahankan produksinya sepanjang waktu dalam menghadapai tekanan sosial ekonomi tanpa merusak lingkungan yang berarti (Sinclair, 1987 dalam Suwardji, 2004) Sutanto (2001) mengatakan bahwa hasil panen secara fisik merupakan ukuran keberhasilan kelestarian produksi pertanian. Dengan alasan

pertumbuhan dan hasil tanaman sangat tergantung dari banyak faktor termasuk tanah, iklim, hama dan penyakit. Tetapi pengukuran kelestarian semacam ini memerlukan ketersediaan data yang baik dalam kurun waktu yang lama, sehingga kecenderungan hasil yang terukur dalam jangka panjang harus dipisahkan dari data akibat variasi iklim dan pengolahan yang kurang baik. Dengan demikian, akan lebih baik apabila kita mempunyai indikator tanah dan

peramalan yang dapat digunakan lebih awal dalam memberikan peringatan kemungkinan terjadinya penurunan hasil, karena banyak faktor yang mempengaruhi kesuburan tanah yang terjadi secara sangat lambat. SIG dengan kemampunnya sebagai penyimpan data yang baik serta mampu memanejemen data walaupun jumlah data itu begitu besar, akan sangup menerima tantangan tersebut. Selain dapat memajemen data dari berbagai bentuk, pengintergrasian antara data spasial dan data atribut dalam suatu analisis akan dapat memberikan gambaran nyata tentang kondisi suatu daerah (spasialnya) serta informasi (data atribut) dari daerah tersebut dalam waktu bersamaan. Pemisahan data dari keadan normal dengan akibat variasi iklim atau akibat pengolahan yang kurang baik dapat dilakukan dengan cepat dan mudah dengan bantuan fungsi klasifikasi dan generalisasi dalam SIG. Proses peramalan dapat juga dilakukan dengan memanfaatkan data-data yang telah ada. Pendugan dengan beberapa asumsi tersebut akan langsung

memperlihatkan hasil dalam bentuk suatu peta sehingga dapat menghasilkan kemungkinan-kemungkinan terbaik dalam pengambilan keputusan suatu perncanaan serta dengan didukung oleh alternatif-alternatif lain. Penggunaan data dari citra satelit akan sangat mempengaruhi kecepatan perencanaan dimana dari data ini kita akan secara cepat mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi pada suatu lahan. Ada banyak faktor yang mengaruhi implementasi SIG dalam suatu perkerjaan sehingga sebelum kita mengimplemantasikan SIG untuk

menunjang pertanian berkelanjutan, sebaiknya kita memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Dukungan manajemen Proyek GIS biasanya dilakukan oleh sebuah instansi atau organisasi. Dukungan dari pimpinan organisasi akan mempengaruhi kalancaran implemntasi SIG dimana tanpa dukungan penuh dari pimpinan akan menyebabkan kecendrungan kegagalan dari implementasi SIG. 2. Keadaan data Pada awalnya bagian pekerjaan terbesar dari SIG adalah mengkonversi data dari analog ke data digital. Pekerjaan ini membutuhkan biya yang tidak sedikit

sehingga pertimbangan tentang data-data apa saja yang perlu dikonversikan merupakan hal sangat penting. 3. Tenaga kerja (user) Masalah yang sering dihadapi dalam pengimplementasian SIG adalah kurangnya tenaga kerja yang menjalankan SIG tersebut. Kurangnya tenaga kerja tersebut disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dari tenaga kerja tentang SIG. Oleh karena itu pendidikan terhadap tenaga kerja sangat diperlukan dalam hal ini. 4. Biaya Biaya merupakan faktor penentu dalam pengimplentasian SIG. implementasi SIG membutukan biaya yang sangat besar, khususnya pada pada awal pembentukkannya seperti biaya yang dibutuhkan untuk menyediakan perangkat keras dan perangkat lunak, biaya pengkonversian data dan lain sebagainya.

2) Penjelasan Aplikasi Tersebut Terkait Dengan Dimana Kegiatan Tersebut Dilakukan, Pada Sistem Pertanian Yang Bagaimana Penerapkan GIS Tersebut Dilakukan, Macam Data Spatial Apa Saja Yang Dibutuhkan Dalam Menyusun Contoh Tersebut, Bagaimana Manfaat Penerapan GIS Tersebut Dalam Menjalankan Sistem Pertanian 3) Uraian Bagaimana Peluang Masing-Masing Contoh Tersebut Diterapkan Di Salah Satu Sistem Pertanian Di Indonesia Menuju Penerapan Pertanian Berlanjut, 4) Pembahasan Umum Dan Kesimpulan

Anjar S, STP., 2002, Pemanfaatan GIS Untuk Penyusunan Sistem Informasi Irigasi . Diterbitkan Dalam Prosiding Seminar Tahunan Jurusan Teknik Pertanian 2003. ISBN : 979-95896-5-7, Yogyakarta Atie Puntodewo, Sonya Dewi dan Jusupta Tarigan, 2003, Sistem Informasi Geografis Untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam, CIFOR, Jakarta.

Eddy Prahasta, Ir, MT, 2004, Sistem Informasi Geografis Tools dan Plug-Ins, Penerbit Informatika, Bandung Niccolas Chrisman, 2002, Exploring Geographic Information Systems : Second Edition, John Wiley & Sons, New York Sukirno, Ir. MS, 1999, Handout Ilmu Ukur Wilayah, Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai