Anda di halaman 1dari 23

BAB I LAPORAN KASUS

A. IDENTIFIKASI Nama Umur Jenis kelamin Berat Badan Panjang Badan Agama Alamat Kebangsaan MRS : An. F : 9 Tahun : Laki-laki : 20 kg : 123 cm : Kristen : Lrg. Cempedak Baturaja : Indonesia : 17 Oktober 2012

B. ANAMNESIS (alloanamnesis dengan ibu penderita, 18 Oktober 2012) Keluhan Utama Keluhan Tambahan : Ingin transfusi : Pucat dan lemas

Riwayat Perjalanan Penyakit 1 hari SMRS os terlihat pucat dan merasa lemas. Demam (-), mual (-), muntah (-), sesak napas (-), diare (-), konstipasi (-), nyeri saat buang air kecil (-). Os lalu dibawa ke Rumah Sakit dan dilakukan pemeriksaan laboratorium, didapatkan Hb 6 mg/dl, kemudian os dirawat untuk mendapatkan transfusi. Pada saat usia 3 bulan, os tampak pucat lalu ibu os memutuskan untuk memeriksakan kondisi os. Dari hasil pemeriksaan, os di diagnosis menderita thalasemia. Sejak itu os rutin mendapatkan transfusi setiap 2-3 bulan sekali sampai usia 5 tahun. Lalu sejak usia 5 tahun sampai sekarang os rutin mendapatkan transfusi setiap 1 bulan sekali.

Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat penyakit batuk pilek (+) Riwayat penyakit infeksi paru (TBC) (+), pada usia 6 tahun, dan mendapatkan pengobatan OAT tuntas yaitu 1 tahun 2 bulan. Riwayat ikterus (+), pada usia 6 bulan. Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama (+)

Riwayat Penyakit Dalam Keluarga Riwayat penyakit thalasemia (+) yang diderita saudara perempuan os. Riwayat penyakit infeksi paru (TBC) (+) yang diderita saudara perempuan os.

Riwayat Keluarga

Syarifudin/41th/SMA/Buruh

Lina/40th/SMEA/IRT

20th

15th

12th TB Paru Thalasemia

9th

8th

Riwayat Sosial Ekonomi Os adalah anak ke-4 dari 5 bersaudara. Ayah os bekerja sebagai buruh dan ibu os bekerja sebagai pedagang kue keliling dengan penghasilan + Rp 750.000,00/ bulan. Kesan : sosioekonomi kurang

Riwayat Higienitas Os tinggal di perumahan yang tidak padat penduduk dan tidak terletak di pinggir jalan raya. Rumah os terbuat dari beton dengan ventilasi dan pencahayaan

yang cukup. Kamar mandi terletak di dalam rumah dengan menggunakan air sumur yang juga dipakai untuk mandi dan mencuci. Sedangkan untuk air minum dan masak, ibu os menggunakan air minum isi ulang.

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran Masa kehamilan Partus Ditolong oleh Berat badan lahir Panjang badan lahir Keadaan saat lahir : Cukup bulan : Spontan, Presentasi Kepala : Bidan : 3000 gram : 50 cm : Langsung menangis

Riwayat Makan ASI : lahir 3 bulan, > 10x sehari

Susu formula : 3 bulan - 2 tahun, 6x sehari Bubur saring : 4 bulan 1 tahun, 4x sehari, - mangkuk bubur Bubur nasi Nasi biasa : 1 tahun 1 tahun 6 bulan, 4x sehari, - 1 mangkuk bubur : 1 tahun 6 bulan sekarang, 3x sehari, banyaknya - 1 piring sedang Lauk pauk : - Tempe tahu setiap hari - Sayur mayur tiap hari - Ikan 1 minggu 1 kali - Ayam 2 minggu 1 kali

Riwayat Perkembangan Tengkurap Duduk Merangkak Berjalan Bicara : 6 bulan : 8 bulan : 7 bulan : 12 bulan : 14 bulan

Kesan

: Perkembangan motorik normal.

Riwayat Imunisasi BCG DPT Polio Hepatitis B Campak Kesan : 1 kali, scar (+) pada lengan kanan : DPT I dan II : Polio I, II, dan III ::: Imunisasi dasar tidak lengkap

C. PEMERIKSAAN FISIK Tanggal pemeriksaan: 18 Oktober 2012 Keadaan Umum Kesadaran Nadi Pernapasan Suhu Berat Badan Panjang Badan Status Gizi : Kompos mentis : 82 x/menit, reguler, isi dan tegangan: cukup : 20 x/menit : 36 oC : 20 kg : 123 cm : BB/U= 20/28,5 x 100% = 70,17% moderate wasting PB/U= 123/133,5 x 100% = 92,13% mild stunting BB/PB= 20/24 x100% = 83,33% mild malnutrition Kesan: Malnutrisi ringan Keadaan Spesifik Kepala Bentuk Rambut Wajah : Normosefali, simetris, UUB tidak menonjol. : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut. : Facies Cooley (+) (batang hidung masuk ke dalam, jarak

kedua mata agak jauh, tulang pipi menonjol, frontal blossing rodent like mouth) Mata : Pupil bulat isokor, 3 mm/3 mm, reflek cahaya (+/+), konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-) Hidung : Batang hidung agak melesak ke dalam, sekret (-), napas cuping hidung (-). Telinga Mulut : Sekret (-), serumen plak (-) . : Mukosa mulut dan bibir kering (-), sianosis (-), pucat (-).

Tenggorokan : Tonsil T1-T1, hiperemis (-) Leher Toraks Paru-paru Inspeksi Palpasi Perkusi : Simetris, retraksi (-), statis dan dinamis. : Stem fremitus paru-paru kanan sama dengan kiri, nyeri tekan (-) : Sonor pada kedua lapangan paru, batas paru-hati di ICS 5. Auskultasi : vesikuler normal, wheezing (-/-), rhonki (-/-). Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi : Iktus kordis terlihat. : Iktus kordis teraba. : Batas jantung kanan di linea parasternalis kiri, batas jantung kiri di linea axilaris anterior, batas atas jantung ICS 2 di linea midklavikularis kiri. Auskultasi : HR 85 x/menit, reguler, pulsus defisit tidak ada, bunyi jantung I-II normal, bunyi jantung tambahan tidak ada. Abdomen Inspeksi Palpasi : Cembung : Lemas, nyeri tekan (-), shifting dullness (-), hepar teraba 4 cm : KGB tidak teraba (-), JVP tidak meningkat.

BAC, 4 cm BPX, tepi tajam, permukaan rata, konsistensi kenyal, lien teraba di Schuffner 2. Perkusi : Timpani pada seluruh lapang abdomen kecuali pada kuadran kanan atas ditemukan suara pekak. Auskultasi : Bising usus normal, 5x/menit. Genitalia Lipat paha Ekstremitas : Penis, tidak ada kelainan. : Kelenjar getah bening tidak teraba. : Akral dingin (-), sianosis (-), capillary refill time < 2 detik, edema (-/-)

Pemeriksaan Neurologis Fungsi motorik Pemeriksaan Tungkai Kanan Gerakan Kekuatan Tonus Klonus Reflek fisiologis Reflek patologis Fungsi sensorik GRM Luas +5 Eutoni + normal Tungkai Kiri Luas +5 Eutoni + normal : Dalam batas normal. Lengan Kanan Luas +5 Eutoni + normal Lengan Kiri Luas +5 Eutoni + normal -

Fungsi nervi craniales : Dalam batas normal. : Tidak ada.

D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM Hb Hb : 6 gr/dl (tanggal 17 Oktober 2012) : 7,7 gr/dl (tanggal 19 Oktober 2012)

E. FOLLOW UP Tanggal 18 Oktober 2012 S: pucat (+), demam (+ post transfusi) O: KU: Sensorium: compos mentis Nadi: 82 /menit, reguler, isi dan tegangan cukup. RR: 26 /menit T: 38 C KS: Kepala dan leher: mata cekung (-), konjungtiva palpebra anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), faring hiperemis, T1-T1 tenang, NCH (-), kelenjar getah bening tidak teraba. Thorax: simetris, statis, dinamis, retraksi (-) Cor: bunyi jantung I dan II normal, bising jantung (-) Pulmo: vesikuler normal, wheezing (-), rhonki (-) Abdomen: cembung, lemas, hepar teraba 4 cm BAC, 4 cm BPX, tepi tajam, permukaan rata, konsistensi kenyal, lien teraba Schuffner 2, bising usus normal, 5 x/menit. Ekstremitas: sianosis (-), anemis (-), akral dingin (-) A: Thalasemia Mayor Post Transfusi 1 kantong Whole Blood .

Tanggal 19 Oktober 2012 S: pucat (+), demam (+ post transfusi) O: KU: Sensorium: compos mentis Nadi: 98 /menit, reguler, isi dan tegangan cukup RR: 28 /menit T: 37,8 C KS: Kepala dan leher: mata cekung (-), konjungtiva palpebra anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), faring hiperemis, T1-T1 tenang, NCH (-), kelenjar getah bening tidak teraba. Thorax: simetris, statis, dinamis, retraksi (-)

Cor: bunyi jantung I dan II normal, bising jantung (-) Pulmo: vesikuler normal, wheezing (-), rhonki (-) Abdomen: cembung, lemas, hepar teraba 4 cm BAC, 4 cm BPX , tepi tajam, permukaan rata, konsistensi kenyal, lien teraba di Schuffner 2, bising usus normal, 4 x/menit. Ekstremitas: sianosis (-), anemis (-), akral dingin (-) A: Thalasemia Mayor Post Transfusi 2 kantong Whole Blood.

Tanggal 20 Oktober 2012 S: pucat (-) O: KU: Sensorium: compos mentis Nadi: 100 /menit, reguler, isi dan tegangan cukup RR: 24 /menit T: 36,8 C KS: Kepala dan leher: mata cekung (-), konjungtiva palpebra anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), faring hiperemis, T1-T1 tenang, NCH (-), kelenjar getah bening tidak teraba. Thorax: simetris, statis, dinamis, retraksi (-) Cor: bunyi jantung I dan II normal, bising jantung (-) Pulmo: vesikuler normal, wheezing (-), rhonki (-) Abdomen: cembung, lemas, hepar teraba teraba 4 cm BAC, 4 cm BPX, tepi tajam, permukaan rata, lien teraba Schuffner 2, bising usus normal, 5 x/menit. Ekstremitas: sianosis (-), anemis (-), akral dingin (-) A: Thalasemia Mayor Post Transfusi 3 kantong Whole Blood.

F. DIAGNOSA KERJA Thalasemia Mayor

G. TATALAKSANA Transfusi darah. Diberikan Packed Red Cell 10-15 cc/kgBB 200 300 cc Diberikan Iron Chealating Agent (Desferal). Desferal diberikan secara subkutan dalam 24 jam sebanyak 30-50mg/kgBB/hari post transfusi selama 8-12 jam dengan syringe pump. (BB 20kg = 600-1000 mg/hari) Asam Folat 2x1 mg/hari (BB 20 kg= 2x20 mg/hari) Vitamin E 2x200 IU/hari Vitamin C 2-3mg/kg/hari (BB 20 kg= 40 mg/hari dan hanya diberikan pada saat pemakaian DFO untuk membantu penyerapan Fe) Diet yang adekuat, hindari makanan kaya zat besi terutama daging merah dan jeroan. Perbanyak calsium, makanan rendah besi, seperti sereal, gandum.

H. PROGNOSA Quo ad vitam Quo ad functionam : bonam : malam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Thalassemia adalah penyakit kelainan genetik dalam produksi rantai globin. Pada individu dengan -thalassemia terdapat dua kemungkinan yaitu tidak terbentuknya -globin secara total (0-thalassemia) atau berkurang sebagian (+thalassemia). Pada thalassemia rantai globin juga dapat total maupun sebagian berkurang. Thalassemia terjadi akibat ketidakseimbangan produksi rantai globin. Mutasi pada thalassemia menyebabkan kematangan sel darah merah terganggu sehingga eritropoesis yang terjadi tidak efektif. Sum-sum tulang menjadi hiperaktif, tetapi retikulosit sedikit dan terjadi anemia yang cukup parah. Rantai yang berlebihan membentuk 4 (-globin tetramer) yang akan berinteraksi dengan membran sel darah merah dan memperpendek usia sel darah merah. Rantai globin- dan dibentuk dalam jumlah yang normal dan dengan rantai akan membentuk Hb F (22) dan Hb A2 (22).

Etiologi Thalassemia merupakan akibat dari ketidakseimbangan pembuatan rantai asam amino yang membentuk hemoglobin yang dikandung oleh sel darah merah. Sel darah merah membawa oksigen ke seluruh tubuh dengan bantuan substansi yang disebut hemoglobin. Hemoglobin terbuat dari dua macam protein yang berbeda, yaitu globin alfa dan globin beta. Protein globin tersebut dibuat oleh gen yang berlokasi di kromosom yang berbeda. Apabila satu atau lebih gen yang memproduksi protein globin tidak normal atau hilang, maka akan terjadi penurunan produksi protein globin yang menyebabkan thalassemia. Mutasi gen pada globin alfa akan menyebabkan penyakit alfa- thalassemia dan jika itu terjadi pada globin beta maka akan menyebabkan penyakit beta-thalassemia.

Alfa-Thalassemia Alfa-globin adalah sebuah komponen (subunit) dari protein yang lebih besar yang disebut hemoglobin, yang merupakan protein dalam sel darah merah yang membawa oksigen ke sel dan jaringan di seluruh tubuh. Hemoglobin terdiri dari empat subunit: dua subunit alfa-globin dan dua subunit jenis lain globin. HBA1 (Hemoglobin, alfa 1) adalah gen yang memberikan instruksi untuk membuat protein yang disebut alpha-globin. Protein ini juga diproduksi dari gen yang hampir identik yang disebut HBA2 (Hemoglobin, alfa 2). Kedua gen globin alphaterletak dekat bersama-sama dalam sebuah wilayah kromosom 16 yang dikenal sebagai lokus globin alfa. HBA1 dan HBA2 terletak di kromosom 16 lengan pendek di posisi 13.3. HBA1 terletak di gen pasangan basa 226.678 ke 227.519 sedangkan HBA 2 terletak di pasangan basa 222.845 ke 223.708 .

Pada manusia normal terdapat 4 kopi gen alpha-globin yang terdapat masingmasing 2 pada kromosom 16. Gen-gen ini membuat komponen globin alpha pada hemoglobin orang dewasa normal, yang disebut hemoglobin A. dan juga merupakan komponen dari hemoglobin pada janin dan orang dewasa lainnya, yang disebut hemoglobin A2. Mutasi yang terjadi pada gen alpha globin adalah delesi. Delesi 1 gen : tidak ada dampak pada kesehatan, tetapi orang tersebut mewarisi gen thalasemia, atau disebut juga Thalassaemia Carier/Trait Delesi 2 gen : hanya berpengaruh sedikit pada kelinan fungsi darah Delesi 3 gen : anemia berat, disebut juga Hemoglobin H (Hbh) disease Delesi 4 gen : berakibat fatal pada bayi karena alpha globin tidak dihasilkan sama sekali

Gambar diatas menunjukkan bahwa kedua orang tua yang pada gen nya terdapat masing-masing 2 gen yang sudah termutasi. Maka anaknya 25% normal, 25% carrier, 25% 2 gen delesi, 25% menderita hemoglobin H disease. Beta-Thalassemia Globin beta adalah sebuah komponen (subunit) dari protein yang lebih besar yang disebut hemoglobin, yang terletak di dalam sel darah merah. HBB gen yang memberikan instruksi untuk membuat protein yang disebut globin beta. Lebih dari 250 mutasi pada gen HBB telah ditemukan menyebabkan talasemia beta. Sebagian besar mutasi melibatkan perubahan dalam satu blok bangunan DNA (nukleotida) dalam atau di dekat gen HBB. Mutasi lainnya menyisipkan atau menghapus sejumlah kecil nukleotida dalam gen HBB. Mutasi gen HBB yang menurunkan hasil (B +) talasemia. Tanpa globin beta, hemoglobin tidak dapat terbentuk yang mengganggu perkembangan normal sel-sel darah merah. Kekurangan sel darah merah akan menghambat oksigen yang akan dibawa dan membuat tubuh kekurangan oksigen. Kurangnya oksigen dalam jaringan tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ, dan masalah kesehatan lainnya termasuk thalassemia beta. produksi globin beta dalam kondisi yang disebut beta-plus

HBB gen yang terletak di kromosom 11 lengan pendek di posisi 15.5. HBB gen dari pasangan basa 5.203.271 sampai pasangan basa 5.204.876 pada kromosom 11.

Pada manusia normal terdapat 2 kopi gen beta globin yang terdapat pada kromosom 11, yang membuat beta globin yang merupakan komponen dari hemoglobin pada orang dewasa, yang disebut hemoglobin A. Lebih dari 100 jenis mutasi yang dapat menyebabkan thalasemia , misalkan mutasi beta 0 yang

berakibat tidak adanya beta globin yang diproduksi, mutasi beta +, dimana hanya sedikit dari beta globin yang diproduksi. Jika seseorang memiliki 1 gen beta globin normal, dan satu lagi gen yang sudah termutasi, maka orang itu disebut carier/trait.

Gambar diatas menunjukkan bahwa kedua orangtua merupakan carier/trait. Maka anaknya 25% normal, 50% carier/trait, 25% mewarisi 2 gen yang termutasi (thalasemia mayor).

Epidemiologi Thalassemia memiliki mutasi >200. Tiga persen dari penduduk dunia memiliki gen karier talasemia , tersebar di berbagai negara. Di Asia Tenggara 5 10% populasi memiliki gen thalassemia . Di USA terdapat 2,000 penduduk dengan thalassemia . Thalassemia merupakan penyakit terbanyak di antara golongan anemia hemolitik dengan penyebab intrakorpuskuler di Indonesia. Data rekam medis rawat jalan pusat Thalassemia Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) menunjukkan bahwa sejak tahun 1993 hingga Juli 2007 terdapat 1.267 pasien thalassemia dengan penambahan 70-80 pasien baru setiap tahunnya. Thalassemia adalah penyakit genetik yang diturunkan berdasarkan hukum Mendel, resesif atau ko-dominan. Heterozigot biasanya tanpa gejala, sedangkan homozigot akan menimbulkan gejala anemia yang berat. Secara klinis, thalassemia dikelompokkan menjadi tiga bentuk, yaitu: thalassemia mayor, intermedia, dan minor.

Klasifikasi Di indonesia talasemia merupakan penyakit terbanyak di antara golongan anemia hemolitik dengan penyebab intrakorpuskuler. Secara molekuler thalasemia dibedakan atas : 1. Thalasemia- (gangguan pembentuakan rantai ). 2. Thalasemia- (gangguan pembentukan rantai ). 3. Thalasemia- - (gangguan pembentukan rantai dan yang letak gen nya di duga berdekatan ). 4. Thalasemia (gangguan pembentukan rantai ). Secara Klinis thalasemia dibedakan atas :

1. Carrier : Hematologi normal 2. Thalassemia Trait (-thalassemia trait atau -thalassemia trait) : anemia ringan dengan mikrositik dan hipokromik. 3. Hemoglobin H Disease (-thalassemia) : anemia hemolitik menuju ke berat 4. Hemoglobin HConstant Spring : ikterus dan spleenomegali 5. Thalassemia Major : anemia berat, hepatosplenomegali. 6. Thalassemia Intermedia : beberapa jenis thalasemia tanpa terapi tranfusi regular.

Patofisiologi Mutasi pada -Thalassemia meliputi delesi gen globin, mutasi daerah promotor, penghentian mutasi dan mutasi lainnya. Terdapat relatif sedikit mutasi pada -Thalassemia. Penyebab utama adalah terdapatnya ketidakseimbangan rantai globin. Pada sumsum tulang mutasi thalasemia mengganggu pematangan sel darah merah, sehingga tidak efektifnya eritropoiesis akibat hiperaktif sumsum tulang, terdapat pula sedikit (4) terbentuk, dan Retikulosit dan anemia berat. Pada -thalasemia terdapat kelebihan rantai globin -yang relatif terhadap - dan -globin; tetramers-globin ini berinteraksi dengan membran eritrosit sehingga

memperpendek hidup eritrosit, yang mengarah ke anemia dan meningkatkan produksi erythroid. Rantai globin -diproduksi dalam jumlah yang normal, sehingga menyebabkan peningkatan Hb F (2 2). Rantai -globin juga diproduksi dalam jumlah normal, Hb A2 meningkat (2 2) di -Thalassemia. Pada -talasemia terdapat lebih sedikit-globin rantai dan -berlebihan dan rantai -globin. Kelebihan rantai ini membentuk hb Bart (4) dalam kehidupan janin dan Hb H (4) setelah lahir. Tetramers abnormal ini tidak mematikan tetapi mengakibatkan hemolisis

extravascular.

Manifestasi Klinis Jika tidak mendapat pengobatan maka anak-anak dengan thalasemia beta akan bergejala anemia berat, lemas, cardiac decompensation selama periode 6 bulan kedua

kehidupannya. Transfusi darah harus dilakukan terutama bulan kedua atau tahun kedua kehidupan. Transfusi darah bergantung pada kemampuan anak untuk mengkompensasi derajat anemianya. Kebanyakan penderita gagal mengkompensasi ketika hemoglobin lebih rendah dari 4,0 g/dL. Terdapat juga fatigue, nafsu makan menurun, letargi. Gejala klinis pada pasien anak dengan talasemi berat adalah facies Cooley (maxillary hyperplasia, flat nasal bridge, frontal bossing), patah tulang yang patologis, hepatosplenomegali, kaheksia. Anemia akan mengakibatkan peningkatan penyerapan besi pada

gastrointestinal tract yang akan menyebabkan komplikasi pada akhirnya. Gejalagejala akan berkurang dengan dilakukannya transfusi darah. Transfusi darah maka akan menyebabkan peningkatan kadar besi dalam darah yang akan menyebabkan banyak gangguan. Hal ini dapat ditangani dengan pemberian kelasi besi. Tetapi bagaimanapun terapi kelasi besi juga memiliki hubungan dengan berbagai komplikasi. Gangguan pada endokrin dan jantung biasanya terjadi pada pasien dengan riwayat transfusi berulang. Kelainan endokrin dapat berupa hipotiroid, gonadal failure, hipoparatiroid dan diabetes mellitus. Kelainan jantung berupa CHF dan arritmia. Tumbuh kembang juga terganggu dan pubertas terlambat.

Dasar Diagnosis 1. Anamnesis : keluhan anemia umumnya : anak pucat, lemah, mudah lelah, sering berdebar, sakit kepala, sering rasa ngilu/sakit di tulang, gangguan pertumbuhan, adanya riwayat penyakit yang sama dalam keluarga. 2. Pemeriksaan fisik : anemis, pertumbuhan kurang baik, Facies Cooley (+), pembesaran hati dan limpa. 3. Laboratorium : kadar Hb rendah, retikulosit tinggi, blood film (anisositosis, poikilositisis, hipokrom, sel target (+),fragmentosit, kadar Hb F lebih dari 30 % dan ditemukan Hb patologis pada Hb analisa. 4. Radiologi : pada tulang-tulang panjang akan tampak gambaran osteoporosis serta kortek tulangmenipis akibat medulla yang melebar, pada tulang

tengkorak tampak atap tulang tengkorak yang menebal kadang-kadang tampak Hair Brush Appearance

Tata Laksana Thalassemia 1. Transfusi darah. Diberikan Packed Red Cell 10-15 cc/kgBB, dengan tujuan agar anak dapat melakukan aktivitas sehari-hari, untuk itu dipertahankan Hb berkisar antara 6-8 gr%. 2. Idealnya setiap peningkatan kadar Fe harus diberikan Iron Chealating Agent (Desferal). Dengan cara : bila dilakukan pemberian transfusi engan cara hipertransfusi (kadar Hb dipertahankan diatas 10 g%) diberikan Desferal 5 hari dalam seminggu untuk mengurangi penimbuan besi dalam jaringan tubuh akibat transfusi berulang. Di RSMH desferal diberikan setiap transfusi saja. Desferal diberikan secara subkutan dalam 24 jam sebanyak 1.500 2.000 mg/hari. 3. Asam folat 2 x 1 mg/hari. 4. Vitamin E 2 x 200 IU/hari 5. Vitamin C 2-3 mg/kg BB/hari. Hanya diberikan pada saat pemakaian DFO (Kelasi Besi), maksimal 50 mg/hari pada anak < 10 tahun, maksimal 100 mg/ hari pada anak > 10 tahun, tidak melebihi 200 mg/hari, dan tidak diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi jantung. 6. Meskipun hipersplenisme kadang-kadang dapat dihindari dengan transfusi lebih awal dan teratur, namun banyak pasien yang memerlukan splenektomi. Karena adanya risiko infeksi, maka splenektomi sebaiknya ditunda hingga usia 5 tahun. 7. Diet yang adekuat, roboransia.

Komplikasi Hemosiderosis merupakan akibat terapi transfusi jangka panjang yang tidak dapat dihindari karena dalam setiap 500 mL darah membawa 200 mg besi. Pada individu normal, semua besi plasma terikat pada transferin. Kapasitas

transferin untuk mengikat besi terbatas sehingga bila terjadi kelebihan besi seperti pada pasien thalassemia, seluruh transferin akan berada dalam keadaan tersaturasi. Akibatnya besi akan berada dalam plasma dalam bentuk tidak terikat (Non-Transferrin Bound Plasma Iron) yang akan menyebabkan pembentukan radikal bebas hidroksil dan mempercepat peroksidasi lipid membran in vitro. Kelebihan besi akan terakumulasi dalam hati, namun efek paling fatal disebabkan oleh akumulasi di jantung. Akibat-akibat dari penumpukan besi: Pada hati, bisa terjadi fibrosis dan sirosis, perdarahan Pada sel beta pankreas menyebabkan diabetes mellitus Pada hipofisis, testis, dan ovarii menyebabkan retardasi pertumbuhan dan hipogonadotropik hipogonadism Pada paratiroid, menyebabkan hipokalsemia dan osteoporosis Pada jantung, menyebabkan aritmia, miokarditis, dan gagal jantung.

Infeksi virus hepatitis dilaporkan sebagai penyebab kematian tersering pada pasien thalassemia di atas 15 tahun. Kerusakan hepar yang disebabkan besi, yang berhubungan dengan komplikasi sekunder dari transfusi dan infeksi virus hepatitis C merupakan penyebab tersering hepatitis pada anak dengan thalassemia. Angka kejadian yang tinggi dari kegagalan hati dan karsinoma hepatoseluler pada pasien yang terinfeksi setelah transfusi mendukung penggunaan terapi antiviral pada pasien dengan talasemia.

Infeksi Yersinia enterocolitica pertama kali ditemukan pada 2 pasien thalassemia pada tahun 1970. Infeksi harus dicurigai pada pasien dengan kelebihan besi yang menderita panas tinggi dan fokus infeksi tidak ditemukan, seringkali disertai dengan diare. Tanda-tanda kontaminasi bakteri dan syok septik biasanya muncul dengan cepat sesudah transfusi dimulai, kendati kemunculannya bisa saja tertunda selama beberapa jam. Reaksi yang hebat dapat ditandai dengan panas tinggi yang onsetnya mendadak, menggigil, dan hipotensi. Meskipun pada kultur darah tidak ditemukan adanya kuman Yersinia enterocolitica, terapi Gentamisin intravena dan Trimetoprim +

Sulfametoksazol oral sebaiknya diberikan segera dan diteruskan sedikitnya 8 hari. Hipersplenisme. Pembesaran limpa terjadi akibat eritropoesis ekstramedular. Selain itu, limpa berfungsi untuk membuang eritrosit yang rusak. Pada pasien thalassemia, eritrosit yang rusak jumlahnya berlebihan sehingga limpa harus bekerja lebih keras. Prognosis Individu dengan talasemia mayor dapat hidup sampai usia 50 dengan transfusi darah, terapi kelasi besi, dan splenektomi. Tanpa terapi kelasi besi, penderita talasemi memiliki angka kehidupan yang bergantung pada derajat kelebihan besi pada jantung. Angka kematian sering terjadi antara usia 20-30 tahun. Transplantasi sumsum tulang dengan donor sumsum yang cocok, memiliki kesempatan bertahan hidup sampai usia dewasa yaitu sebesar 54-90%. Hampir semua bayi dengan talasemia mayor akan mati karena anemia. Meskipun demikian ada beberapa yang bertahan hidup setelah mendapatkan transfusi darah prenatal (intrauterin).

Pencegahan Seluruh keluarga diperiksa. Bila ada pembawa sifat diberikan marriage counselling sebelum menikah. Saran Keluarga Berencana : bila mendapatkan anak dengan fenotip normal, dianjurkan untuk KB, bila tidak mendapatkan anak dengan fenotip normal, boleh punya anak lagi dengan kemungkinan thalasemia atau membawa sifat thalasemia. Pencegahan terhadap infeksi, misalnya infeksi saluran pernafasan.

ANALISIS MASALAH

Pasien anak laki-laki usia 9 tahun datang dengan keluhan pucat dan lemas. Lemas dan pucat pada pasien telah berlangsung sejak usia pasien 3 bulan dan riwayat mendapat tranfusi berulang . Dari keluhan ini dapat dipikirkan adanya anemia kronis. Pada pasien tidak ditemukan riwayat perdarahan sehingga anemia karena perdarahan dapat disingkirkan. Pasien juga tidak pernah mengalami diare kronik yang dapat menyebabkan anemia e.c. defisiensi zat-zat gizi akibat gangguan absorpsi. Asupan makanan dan nafsu makannya cukup baik sehingga anemia e.c. defisiensi zat-zat gizi akibat asupan yang kurang adekuat dapat disingkirkan. Pasien tidak pernah pergi ke daerah endemis malaria ataupun mengalami gejala-gejala khas malaria sehingga anemia karena malaria dapat disingkirkan. Saat hamil, ibu pasien mengatakan tidak pernah terpapar radiasi, zat-zat berbahaya, mengkonsumsi jamu-jamuan, atau obatobatan khusus sehingga anemia e.c. defisiensi G6PD dapat disingkirkan. Pada pasien didapatkan keluhan perut yang membuncit sebelumnya. Salah satu penyebab anemia dengan pembesaran organ hati dan limpa adalah thalasemia. Pasien juga mengalami ikterus kronik berupa kuning di kulit, dan mata, yaitu sejak usia 6 bulan. Adanya ikterus kronik dipikirkan adanya kelainan hepatobilier atau hemolisis. Pada pasien tidak ditemukan gejala mual-muntah atau riwayat diare ataupun warna dempul sehingga gejala hepatobilier dapat disingkirkan. Pada saat pasien diperiksa sudah dilakukan transfusi darah sejak usia 3 bulan. Kemudian dari pemeriksaan fisik ditemukan hati teraba 4 cm BAC, 4 cm BPX, dan limpa teraba di S-II. Pada kulit terdapat hiperpigmentasi. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia dengan kadar Hb 6 g/dl. Kemudian dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium dipikirkan penyebab anemia pada pasien ini adalah thalasemia. Hal ini sesuai dengan kriteria yang didapat dari pendekatan praktis pucat, di mana pada pasien ini terdapat keluhan pucat dan perut yang membuncit, pembesaran organ, dan laboratorium yang sesuai dengan kriteria thalassemia. Riwayat ikterus kronik pada pasien ini juga disebabkan penyakit talasemia yang merupakan akibat dari proses hemolisisnya.

Selama pengobatan juga seharusnya dilakukan pemeriksaan tumbuh kembang setiap 6 bulan (BB, TB, TB duduk, dan lingkar lengan atas), feritin tiap 3 bulan, kimia darah setiap 6-12 bulan (PT, APTT, SGOT, SGPT, fosfatase alkali, albumin, protein total, bilirubin total, bilirubin direk, ureum, kreatinin, LDH, kolesterol), hepatitis marker setiap 6-12 bulan (HbsAg, anti HBc total, anti HCV total), dan HIV penyaring. Untuk penatalaksanaan pasien ini, pasien harus mendapatkan transfusi darah sesuai dengan rumus: PRC = BB (kg) x 4 x (Hb diinginkan-Hb tercatat) PRC = 20 x 4 (12-6) = 480 ml . Pada pasien pemberian transfusi harus diamprah, mengingat sekali transfusi untuk pasien 9 tahun adalah 10-15 cc/kg/hari setiap transfusi diberikan selama 2-4 jam. Maka dibagi menjadi 3 hari transfusi, masingmasing 150 cc, 150 cc, dan 180 cc. Di antara transfusi I dan II perlu mendapat premedikasi berupa diuretik untuk mencegah muculnya tanda-tanda dekompensasi cordis. Jika pada pasien ditemukan tanda dekompensasi kordis berupa murmur pansistolik, ronki pada paru, sesak nafas, edema maka perlu diberikan diuretik furosemid dengan dosis 1 mg/kgBB untuk mencegah overload cairan yang akan memperberat beban jantung. Pasien dianjurkan tetap mengkonsumsi susu untuk memenuhi kebutuhan kalsium. Diet sehari hari juga harus memenuhi kebutuhan kalsium, folat, trace minerals (copper, zinc, and selenium) dan vitamin antioksidan (vitamin E). Keluarga pasien dan pasien sendiri harus diedukasi untuk mengurangi konsumsi bahan makanan sumber besi bentuk heme dan mengkonsumsi makanan yang dapat menurunkan absorbsi besi misalnya sereal, teh hitam, kopi, produk susu. Terapi terbaik untuk pasien adalah transplantasi sumsum tulang tapi hal ini belum dapat dilakukan di Indonesia dan mengingat biaya yang sangat besar untuk hal tersebut maka intervensi ini belum dapat dilakukan pada pasien. Selama masa pengobatan juga seharusnya dilakukan pemantauan tumbuh kembang setiap 6 bulan (BB, TB, TB duduk, dan lingkar lengan atas), feritin tiap 3 bulan, kimia darah setiap 6-12 bulan (PT, APTT, SGOT, SGPT, fosfatase alkali,

albumin, protein total, bilirubin total, bilirubin direk, ureum, kreatinin, LDH, kolesterol), hepatitis marker setiap 6-12 bulan (HbsAg, anti HBc total, anti HCV total), dan HIV penyaring. Kemudian pada dekade kedua kehidupan pasien harus dipantau elektrolit darah setiap 6-12 bulan, fungsi endokrin setiap 6-12 bulan, fungsi jantung dan radiologi setiap 12 bulan. Pasien memiliki berat badan 20 kg dan panjang badan 123 cm serta. Secara klinis pasien terkesan malnutrisi ringan. Untuk menilai status antropometri sebenarnya tidak dapat digunakan parameter BB/U ataupun BB/TB karena pada pasien terdapat organomegali. Maka untuk menilai status gizi pasien sebaiknya dengan lingkar lengan atas. Pasien juga memiliki masalah tidak lengkapnya imunisasi. Oleh karena itu, harus dilengkapi imunisasi minimal imunisasi dasar yaitu BCG, polio, hepatitis B, dT/TT dan campak. Jadwal disesuaikan dengan usia dan jenis vaksinnya. Vaksin hepatitis B khususnya memang sangat dibutuhkan oleh pasien karena untuk mencegah penularan penyakit tersebut melalui transfusi. Talasemia merupakan penyakit yang diturunkan secara genetik, oleh karena itu pada keluarga pasien disarankan untuk dilakukan skrining. Skrining dilakukan dengan pemeriksaan darah tepi lengkap dan analisis hemoglobin. Pemeriksaan terutama dilakukan terhadap saudara sedarah pasien. Pemeriksaan juga dapat dilakukan terhadap semua saudara ayah dan ibu pasien serta anak-anak mereka sehingga dapat dideteksi penyakit lebih awal. Jika memang ternyata saudara pasien merupakan karier talasemia maka bila mereka ingin menikah maka mereka harus melakukan skrining pasangan mereka untuk menghindari kemungkinan terjadinya talasemia pada anak-anak mereka. Bila pada keluarga ada yang merupakan karier talasemia dan sedang mengandung maka harus dilakukan pemeriksaan prenatal. Prognosis pada pasien ini ad vitam adalah bonam karena pada saat ini tidak ada komplikasi yang mengancam nyawa. Komplikasi penumpukan zat besi akibat transfusi pada pasien ini sudah ditemukan karena pasien memiliki riwayat transfusi. Ad functionam adalah dubia ad malam karena sudah terdapat organomegali pada pasien ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. Permono B, Ugrasena IDG. Talasemia. Dalam: Permono B, Sutaryo, Ugrasena IDG, Windiastuti E, Abdulsalam M, penyunting. Buku ajar hematologi-onkologi anak. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2005. h. 64-84 2. Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSMH. 2010. Standar Penatalaksanaan Ilmu Kesehatan Anak Palembang : FK UNSRI. 3. Gatot D, Windiastuti E. Perkembangan sistem hematopoetik. Dalam: Abdulsalam M, Trihono PP, Kaswandani N, Endyarni B, penyunting. Pendekatan praktis pucat: masalah kesehatan yang terabaikan pada bayi dan anak. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM; 2007.h. 4-13. 4. Rudolph C. D, Rudolph A. M, Hostetter M. K, Lister G and Siegel N. J. (2002). Rudolphs Pediatrics. part 19 blood and blood-forming tissues. 19.4.7 Thallasemia. 21st Edition. McGraw-hill company: North America 5. Hassan R dan Alatas H. (2002). Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan anak. bagian 19 Hematologi hal. 419-450 ,Bagian ilmu kesehatan anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta 6. Ganong W. F. (2003). Buku ajar Fisiologi kedokteran. bab 27 sirkulasi cairan tubuh hal.513-515 Edisi 20. EGC : Jakarta 7. Guyton A. C dan Hall J. E. (1997). Buku ajar Fisiologi kedokteran. Bab 32 sel sel darah merah, anemia dan polisitemia hal. 534-536 Edisi 9. EGC. Jakarta 8. Modell B and Darlison M. (2008). Global Epidemiology of hemoglobin disorders and derived service indicators. Bulletin of the World Health Organization, volume 86, number 6. http://www.who.int/bulletin/volumes/86/6/06-036673/en/ 9. Behrman R.E, Kliegman R.M and jenson H.B. (2004). Nelson textbook of pediatrics. Part 20 disease of the blood chapter 454 hemoglobin disorder 454.9 thallasemia syndrome. 17th edition.USA

Anda mungkin juga menyukai