Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN KASUS APPENDISITIS AKUT

Disusun oleh: Evelin V P Snak (030.08.095)

PEMBIMBING: DR. MOZART, SP B

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH RUMAH SAKIT ANGKATAN LAUT Dr. MINTOHARJO PERIODE 10 JUNI 17 AGUSTUS 2013 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA

BAB I LAPORAN KASUS

I.

IDENTITAS PASIEN Nama Umur Jenis kelamin Alamat Pekerjaan Agama Suku Status pernikahan : Nn. Alicia Jenith : 15 tahun : Perempuan : Kemanggisan raya Rt.04/ Rw.10 no. 12 : Pelajar : Muslim : Jawa : Belum Menikah

Tanggal masuk bangsal P. Sibatik : 16 Juni 2013

II.

ANAMNESIS

Dilakukan autoanamnesis pada Selasa, 17 Juni 2013 pukul 09.15 WIB di bangsal P. Sibatik RSAL Mintohardjo. a. Keluhan Utama : Nyeri di perut kanan bawah sejak 2 minggu SMRS

b. Keluhan Tambahan : Mual disertai muntah beberapa jam SMRS Demam (+)
2

Konstipasi (+)

c. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) : Pasien datang ke Poli Bedah RS AL dengan keluhan nyeri perut menusuk di daerah perut kanan bawah kurang lebih sejak 2 minggu yang lalu. Awalnya nyeri di rasakan di daerah sekitar pusar kemudian berpindah ke daerah perut kanan bawah. Nyeri dirasakan terus menerus dan semakin lama semakin nyeri sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari. Keluhan tersebut di sertai dengan demam. Pasien merasa mual kemudian muntah beberapa jam SMRS. Pasien juga mengaku terdapat terdapat keluhan susah BAB sebelum terdapat keluhan nyeri perut. Tidak terdapat gangguan BAK. d. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) : Pasien belum pernah mengalami hal yang sama sebelumnya. Pasien memiliki riwayat sakit maag sejak SD. Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, asma, trauma, terapi radiasi, tumor, dan keganasan disangkal pasien. e. Riwayat Penyakit Keluarga (RPK) : Tidak ada keluarga pasien yang mengalami hal serupa. Keluarga pasien ada yang memiliki riwayat hipertensi dan diabetes mellitus. Riwayat asma, tumor, dan keganasan tidak pernah dialami keluarga pasien. f. Riwayat Medikasi Pasien tidak pernah mengkonsumsi obat untuk menghilangkan keluhan nyeri tersebut. g. Riwayat Alergi

Pasien menyangkal adanya riwayat alergi terhadap makanan, obat, ataupun substansi lain.

h. Riwayat Kebiasaan

Pasien mengaku jarang mengkonsumsi sayur dan buah. Pasien juga jarang minum air putih dan jarang berolahraga.

III. -

PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum Kesan Sakit Kesadaran Gizi BB TB BMI : 53 kg : 160 cm : 20,7 kg/m2 : Tampak sakit sedang : Compos mentis : Cukup

Tanda Vital Tekanan darah Nadi Suhu Pernapasan : 90/60 mmHg : 95 x/menit : 36,8oc : 20 x/menit

Status Generalis 1. Kulit Warna : sawo matang, tidak pucat, tidak ikterik, tidak sianosis, dan tidak terdapat hipopigmentasi maupun

tidak ada ruam, hiperpigmentasi

Lesi

: tidak terdapat lesi primer seperti makula, papul, vesikel,

pustul maupun lesi sekunder seperti jaringan parut Rambut Turgor : lebat, berwarna hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut : baik

Suhu raba : hangat : normocephali, ubun-ubun besar cekung (-)

2. Kepala Mata Bentuk Palpebra

: normal, kedudukan bola mata simetris : normal, tidak terdapat ptosis, lagoftalmus, oedema, perdarahan, blepharitis

Gerakan

: normal, tidak terdapat strabismus, nistagmus

Konjungtiva : tidak anemis Sklera Pupil : tidak ikterik : bulat, isokor, RCL +/+, RCTL +/+

Telinga Bentuk Liang telinga Serumen : normotia : lapang : tidak ditemukan serumen pada telinga kanan maupun kiri : tidak ada nyeri tarik pada auricular kanan maupun kiri : tidak ada nyeri tekan pada tragus kanan maupun kiri

Nyeri tarik auricular Nyeri tekan tragus

Hidung Bagian luar : normal, tidak terdapat deformitas, tidak hiperemis, tidak ada sekret, tidak ada nyeri tekan Septum : simetris, tidak ada deviasi

Mukosa hidung : tidak hiperemis, konka nasalis tidak edema

Mulut dan tenggorok Bibir Gigi-geligi : normal, tidak pucat, tidak sianosis : hygiene baik, tidak ada gigi yang tanggal, gigi geraham belakang belum tumbuh Mukosa mulut : normal, tidak hiperemis, tidak halitosis Lidah Tonsil Faring 3. Leher : : normoglosia, tidak tremor, tidak kotor : ukuran T1/T1, tenang, tidak hiperemis : tidak hiperemis, arcus faring simetris, uvula di tengah

Bendungan vena : tidak ada bendungan vena Kelenjar tiroid Trakea : tidak membesar, mengikuti gerakan saat menelan : di tengah

4. Kelenjar Getah Bening Leher Aksila Inguinal : tidak terdapat pembesaran di KGB leher : tidak terdapat pembesaran di KGB aksila : tidak terdapat pembesaran di KGB inguinal
6

5. Thorax Sela iga tidak melebar, tidak ada efloresensi yang bermakna

Paru-paru o Inspeksi : simetris, tidak ada hemithoraks yang tertinggal

pada saat inspirasi, tipe pernapasan abdomino-thorakal o Palpasi o Perkusi o : vocal fremitus sama kuat pada kedua hemithoraks : sonor pada kedua hemithoraks Auskultasi : suara nafas vesikuler, tidak terdengar ronkhi

maupun wheezing pada kedua lapang paru Jantung o o Inspeksi Palpasi : tidak tampak pulsasi ictus cordis : terdapat pulsasi ictus cordis pada ICS V, + 1 cm

lateral dari linea midklavikularis sinistra o o Perkusi :-

Auskultasi : bunyi jantung I & II regular, tidak terdengar gallop maupun murmur

6. Abdomen Inspeksi : datar, tidak terdapat striae dan kelainan kulit, tidak terdapat pelebaran vena Auskultasi Palpasi : bising usus positif 3 x/menit : supel, hepar dan lien tidak teraba, terdapat nyeri tekan di titik mc burney (1/3 atas garis khayal yang menghubungkan SIAS dan umbilicus), maupun nyeri lepas.
7

Perkusi 7. Ekstremitas Inspeksi Palpasi

: nyeri ketok (+)

: tidak tampak deformitas : akral hangat pada keempat ekstremitas, tidak terdapat oedema pada keempat ekstremitas

Status Lokalis Regio Abdomen Inspeksi : datar, tidak terdapat striae dan kelainan kulit, tidak terdapat pelebaran vena Auskultasi Palpasi : bising usus positif 3 x/menit : supel, hepar dan lien tidak teraba, terdapat nyeri tekan di titik mc burney (1/3 atas garis khayal yang menghubungkan SIAS dan umbilicus), maupun nyeri lepas. Perkusi : nyeri ketok (+)

Rovsing sign (+), Blumberg sign (+), Psoas sign (+), Obturator sign (+)

IV.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hasil pemeriksaan laboratorium pre-operasi pada tanggal 15 Juni 2013

Pemeriksaan Leukosit

Hasil *10.400/Ul

Nilai normal 5.000 10.000/Ul


8

Eritrosit Hemoglobin Hematokrit Thrombosit Bleeding time Clotting time Urine lengkap Warna Blood/Eritrosit Glukosa Leukosit Bilirubin Ketone Berat Jenis PH Protein Urobilinogen Nitrite Sedimen Eritrosit/LPB Lekosit/LPB Epitel Bakteri Silinder/LPK Kristal

4,35 juta/mm3 12,7 g/dl 38 % 184.000/mm3 2 menit 00 detik 10 menit 00 detik

3,6 5,2 juta/mm3 12 16 g/dl 38 46 % 150 400 ribu/mm3 1 6 menit 10 16 menit

Kuning jernih 1.015 6,0 + -/negatif -/negatif -/negatif -/negatif -/negatif 1.003 1.031 4,5 8,5 -/negatif +/positif -/negatif

+/0-1 + *Amorf +

+/0-1/LPB +/1-5/LPB +/positif -/negatif -/negatif/LPK -/negatif


9

V.

RESUME

Nn. Alicia, 15 tahun, datang dengan keluhan nyeri perut menusuk di daerah perut kanan bawah kurang lebih sejak 2 minggu yang lalu. Awalnya nyeri di rasakan di daerah sekitar pusar kemudian berpindah ke daerah perut kanan bawah. Nyeri dirasakan terus menerus dan semakin lama semakin nyeri sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari. Demam (+), mual (+), muntah (+), konstipasi (+). Pasien mengaku jarang mengkonsumsi sayur dan buah. Pasien juga jarang minum air putih dan jarang berolahraga. Regio Abdomen Inspeksi Auskultasi Palpasi : datar, tidak terdapat striae dan kelainan kulit, tidak terdapat pelebaran vena : bising usus positif 3 x/menit : supel, hepar dan lien tidak teraba, terdapat nyeri tekan di titik mc burney (1/3 atas garis khayal yang menghubungkan SIAS dan umbilicus), maupun nyeri lepas. Perkusi : nyeri ketok (+)

Rovsing sign (+), Blumberg sign (+), Psoas sign (+), Obturator sign (+), pada pemeriksaan laboratorium di dapatkan Leukosit 10.400/Ul ().

VI.

DIAGNOSIS KERJA PRE OP POST OP : APPENDICITIS AKUT : APPENDICITIS AKUT, JEPITAN ATAU BAND PADA

PERTENGAHAN COLON ASCENDEN, DAN PERLENGKETAN ILEUM. Tanda tanda yang membedakan apendisitis dengan penyakit lain adalah : 1. Gastroenteritis
10

Pada gastroenteritis, mual-muntah dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltik sering ditemukan. Panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan appendisitis. 2. Limfadenitis mesenterica Biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis. Ditandai dengan nyeri perut yang samar-samar terutama disebelah kanan, dan disertai dengan perasaan mualmuntah. 3. Diverticulitis Meskipun diverculitis biasanya terletak di perut bagian kiri, tetapi kadang-kadang dapat juga terjadi di sebelah kanan. Jika terjadi peradangan dan ruptur pada diverticulum gejala klinis akan sukar dibedakan dengan gejala-gejala appendisitis. 4. Batu ureter atau batu ginjal Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas. Hematuria sering ditemukan. Foto polos abdomen atau urografi intravena dapat memastikan penyakit tersebut.

VII. -

PENATALAKSANAAN Tindakan bedah apendiktomi Non-medikamentosa Pro rawat inap untuk perbaikan keadaan umum dan persiapan operasi Edukasi pasien mengenai perjalanan penyakit serta penanganannya, persiapan operasi dan tujuannya, serta tatalaksana berikutnya setelah hasil diketahui

Post operasi : Awasi tekanan darah, nadi, suhu dan pernapasan.


11

Puasa hingga flatus

Medikamentosa Infus RL dan Glukosa 1 : 3 Ceftriaxone 2x1gr Tramadol 3x1 amp Profeus sup 2x1 Kompres luka dengan kassa steril dilembabkan dengan NaCL 0,9 persen, diganti setiap hari 2 hari : o Cefadroxil 2x1 mg o Asam mefenamat 2x1 mg 28 tetes/menit

VIII. -

PROGNOSIS Ad Vitam Ad Fungsionam Ad Sanationam : ad Bonam : ad Bonam : ad Bonam

FOLLOW UP POST OP H+1

12

Subjektif Objektif

: Masih nyeri pada luka operasi, sudah bisa buang angin, tidak ada mual muntah. : Keadaan umum Kesadaran Nadi Suhu RR Bising usus : Baik : Compos mentis : 88 x/menit : 36,3 0C : 20 x/menit : (+)

Status Lokalis Regio Abdomen Inspeksi : perut agak membuncit, terdapat luka bekas operasi di perut bagian kanan bawah yang tertutup perban, tidak ada rembesan darah di perban. Palpasi Assesment : nyeri tekan (+) di daerah bekas operasi.

: Appendicitis akut, jepitan atau band pada pertengahan colon ascenden, dan perlengketan ileum post op apendiktomi H+1

Planning -

: Myconazol cream Terapi lainnya lanjut Besok boleh pulang Kontrol hari selasa depan

13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anatomi Apperndiks Appendiks merupakan organ dengan struktur tubular yang rudimeter dan tanpa fungsi yang jelas. Appendiks berkembang dari posteromedial caecum dengan panjang yang bervariasi namun pada orang dewasa sekitar 5-15 cm dan diameter sekitar 0,5-0,8 cm. Appendiks merupakan derivat bagian dari midgut yang terdapat di antara Ileum dan Colon ascendens. Caecum terlihat pada minggu ke-5 kehamilan dan apppendiks terlihat pada minggu ke-8 kehamilan yaitu bagian ujung dari protuberans caecum. Dalam proses perkembangannya, awalnya apendiks berada pada apeks caecum, tetapi kemudian berotasi dan terletak lebih medial ekat Plica ileocaecalis. Lumen apendiks sempit dibagian proksimal dan melebar di bagian distal. Ahmpir seluruh permukaan apendiks dikelilingi oleh peritoneum dan mesoapendiks (mesenter dari appendiks) yang merupakan lipatan peritoneum yang berjalan kontinyu sepanjang appendiks dan berakhir di ujung appendiks.

Gambar 1. Anatomi appendiks


14

Pada appendiks terdapat 3 taenia coli yang menyatu di persambungan caecum dan bisa berguna dalam menandakan tempat untuk mendeteksi appendiks. Posisi apendiks terbanyak adalah retrocaecal 65.28% baik intraperitoneal maupun retroperitoneal dimana appendiks berputar ke atas di belakng caecum. Selain itu juga terdapat posisi pelvic (panggul) 31,01% (appendiks menggantung ke arah pelvic minor), subcaecal ( dibawah caecum) 2,26% retroileal (dibelakang usus halus) 0,4%, retrokolika, dan pre-ileal.

Gambar 2. Variasi Letak Appendiks

Vaskularisasi appendiks berasal dari arteri appendikularis yang berjalan di sepanjang masoapendiks dan merupakan cabang dari arteri ileocolica dan yang merupakan cabang trunkus mesenterik superior. Selaiin dari arteri apendikular yang memperdarahi hampir seluruh apendiks, juga terdapat kontribusi dari arteri asesorius. Untuk aliran balik, vena apendiseal cabang dari vena ileocoli berjalan ke vena mesentrik superior dan masuk ke sirkulasi portal. Persarafan parasimpatis dari apendiks berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti a. Mesenterica superior dan a. Apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n. Thorakalis X.

B. Fisiologi Appendiks
15

Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara appendiks tampaknya berperan pada patogenesis appendicitis Awalnya, apendiks dianggap tidak memiliki fungsi. Namun akhir-akhir ini, appendiks dikatakan sebagai organ imunologi yang secara aktif mensekresikan Imunoglobulin A (IgA). Walaupun appendiks merupakan komponen integral dari sistem Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT), imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi yaitu mengontrol proliferasi bakteri, netralisasi virus, serta mencegah penetrasi enterotoksin dan antigen intestinal lainnya. Namun, pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah jaringan sedikit sekali jika dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan seluruh tubuh.

C. Histologi Komposisi histologi serupa denan usus besar, terdiri dari empat lapisan yakni mukosa, submukosa, muskularis eksterna, dan lapisan serosa. Permukaan dalam atau mukosa secara ymym sama seperti mukosa colon, berwarna kuning muda dengan gambaran nodular, dan komponen limfoid yang prominen. Komponen limfoid ini mengakibatkan lumen dari appendiks seringkali berbentuk irreguler (stelata) pada potongan melintang.

16

Gambar 3. Potongan melintang appendiks vermiformis normal

D. Definisi Appendisitis adalah peradangan pada organ appendiks vermiformis atau yang di kenal juga sebagai usus buntu. Diklasifikasikan sebagai suatu kasus medical emergency dan merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui. Obstruksi lumen merupakan penyebab utama appendicitis. Erosi membran mukosa appendiks dapat terjadi karena parasit seperti Entamoeba histolytica, Trichuris trichiura, dan Enterobius vermikularis. Penelitian Collin (1990) di Amerika Serikat pada 3.400 kasus, 50% ditemukan adanya faktor obstruksi. Obstruksi yang disebabkan hiperplasi jaringan limfoid submukosa 60%, fekalith 35%, benda asing 4%, dan sebab lainnya 1%.

Gambar 4. Inflamasi Appendiks E. Epidemiologi Insidens apendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara berkembang, tetapi beberapa tahun terakhir angka kejadiannya menurun bermakna. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-hari. Apendisitis dapat
17

ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insidens tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insidens pada lelaki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insidens pada lelaki lebih tinggi. Meskipun jarang, pernah dilaporkan kasus appendiks neonatal dan prenatal. Pasien dengan usia yang lebih dari 60 tahun dilaporkan sebanyak 50% meninggal akibat apendisitis.

Gambar 5. Insiden Risiko Terjadinya Appendicitis Berdasarkan Usia

F. Etiologi Appendisitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendiks sehingga terjadi kongesti vaskuler, iskemik nekrosis dan akibatnya terjadi infeksi. Appendisitis akut dapat disebabkan oleh proses radang bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus diantaranya hiperplasia jaringan limfa, fekalith, tumor apendiks, dan cacing askaris yang menyumbat. Beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang appendiks, diantaranya : a. Faktor sumbatan Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis (90%) yang diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hiperplasia jaringan limfoid submukosa,35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan
18

sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing. Obstruksi yang disebabkan oleh fekalith dapat ditemui pada bermacam-macam apendisitis akut diantaranya : 40% pada kasus apendisitis kasus sederhana, 65% pada kasus apendisitis akut gangrenosa tanpa ruptur dan 90% pada kasus apendisitis akut dengan ruptur. b. Faktor bakteri Infeksii enterogen merupakan faktor patogenesis primer pada apendisitis akut. Adanya fekalith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi memperburuk dan memperberat infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen apendiks. Pada kultur didapatkan terbanyak ditemukan adalah kombinasi antara Bacteriodes fragilis dan E.coli, Splanchicus, Lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi adalah kuman anaerob sebesar 96% dan aerob <10%. c. Faktor konstipasi dan pemakaian laksatif Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatkan pertumbuhan kuman flora kolon biasa sehingga mempermudah timbulnya apendisitis akut. Penggunaan laksatif yang terus-menerus dan berlebihan memberikan efek merubah suasan flora usus dan menyebabkan terjadinya hiperesi usus yang merupakan permulaan dari proses inflamasi. Pemberian laksaif pada penderita apendisitis akan merangsang peristaltik dan merupakan predisposisi terjadinya perforasi dan peritonitis. d. Kecenderungan familiar Hal ini dihubungkan dengan terdapatnya malformasi yang herediter dari organ, appendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang mudah terjadi appendisitis. Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan makanan dalam keluarga terutama denga diet rendah serat dapat memudahkan terjadinya fekalith dan mengakibatkan obstruksi lumen. e. Faktor ras dan diet
19

Faktor ras berhubungan dengan keniasaan dan pola makan sehari-hari. Bangsa kulit putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai resiko lebih tinggi dari negara yang pola makannya banyak serat. Namun saat sekarang, kejadiannya terbalik. Bangsa kulit putih telah merubah pola makan mereka ke pola makan tinggi serat. Justru negara berkembang, yang dulunya memiliki tinggi serat kini beralih ke pola makan rendah serat, memiliki resiko appendisitis yang lebih tinggi. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis ialah erosi mukosa appendiks karena parasit seperti E. Histolytica. Ulserasi mukosa merupakan tahap awal dari kebanyakan penyakit ini. Berbagai spesies bakteri yang dapat diisolasi pada pasien apendisitis yaitu : Bakteri aerob fakultatif Escherichia coli Viridans streptococci Pesudomonas aeruginosa Enterococcus Bakteri anaerob Bacteroides fragilis Peptostreptococcus micros Bilophila species Lactobacillus species

Tabel 1. Spesies bakteri yang dapat diisolasi

G. Klasifikasi/tipe appendisitis Ada beberapa jenis apendisitis yang memiliki perubahan ayng berbeda berhubungan dengan apendisitis, sehingga ada perbedaan gejala, pengobatan dan prognosis. Appendisitis diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Appendisitis akut a. Appendisitis akut sederhana ( Cataral Appendicitis) Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen appendiks dan terjadi peningkatan tekanan
20

dalam lumen yang mengganggu aliran limfe, mukosa appendiks jadi menebal, edema, dan kemerahan. Gejala diawali dengan rasa nyeridi daerah umbilikus, ,mual, muntah, anoreksia, dan demam ringan. Pada appendisitis cataral terjadi leukositosis dan appendiks terlihat normal, hiperemia, edema, dan tidak ada eksudat serosa. b. Appendisitis akut purulent (Supurative Appendicitis) Tekanan dalam lumen terus bertambah disertai edema menyebabkan

terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemik dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, heperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum. c. Appendisitis akut gangrenosa Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai terganggu sehingga terjadi infark dan gangren. Selain didapatkan tanda-tanda supuratif, appendiks mengalami gangren pada bagian tertentu. Dinding appendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau merah kehitaman. Apada appendisitis akut gangrenosa terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan peritoneal yang purulen. 2. Appendisitis infiltrat Appendisitis infiltrat adalah proses radang appendiks ayng penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga membentuk gumpalan massa flegmon yang melekat erat satu dengan yang lainnya. 3. Appendisitis abses
21

Terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus), biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrocaecal, sucaecal, dan pelvic. 4. Appendisitis perforasi Adalah pecahnya appendiks yang sudah gangren yang menyebabkan pus masuk kedalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum. Pada dinding appendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik. 5. Appendisitis kronis Merupakan lanjutan appendisitis akut supuratif sebagai proses radang yang persisten akibat infeksi mikroorganisme dengan virulensi rendah, khususnya obstruksi parsial terhadap lumen. Diagnosis appendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik appendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Secara histologi, dinding appendiks menebal, sub mukosa dan muskularis propia mengalami fibrosis. Terdapat infiltrat sel radang limfosit dan eosinofil pada sub mukosa, muskularis propia, dan serosa. Pembuluh darah serosa tampak dilatasi. H. Patogenesis Sebagian besar appendiks disebabkan oleh sumbatan yang kemudian diikuti oleh infeksi. Beberapa hal ini dpat menyebabkan sumbatan, yaitu hiperplasia jaringan limfoid, fekalith, benda asing, striktur, kingking, perlengketan. Bila bagian proksimal appendiks tersumbat, terjadi sekresi mukus yang tertimbun dalam lumen appendiks, sehingga tekanan intra luminer tinggi. Tekanan ini akan mengganggu aliran limfe sehingga terjadi edema dan terdapat luka pada mukosa, stadium ini disebut Appendisitis Akut Ringan. Tekanan yang meninggi, edema dan disertai inflamasi menyebabkan onstruksi aliran vena sehingga menyebabkan trombosis yang memperberat iskemi dan edema. Pada lumen appendiks juga terdapat bakteri, sehingga dalam keadaan tersebut suasana lumen appendiks cocok buat bakteri untuk diapedesis dan invasi ke dinding dan membelah diri sehingga menimbulkan infeksi dan menghasilkan pus. Stadium ini disebut Appendisitis Akut Purulenta.
22

Proses tersebut berlangsung terus sehingga pada suatu saat aliran darah arteri juga terganggu, terutama bagian ante mesenterial yang mempunyai vaskularisasi minimal, sehingga terjadi infark dan gangren, stadium ini disebut Appendisitis Gangrenosa. Pada stadium ini sudah terjadi mikroperforasi, karena tekanan intraluminal yang tinggi ditambah adanya bakteri dan mikroperforasi, mendorong pus serta produk infeksi mengalir ke rongga abdomen. Stadium ini disebut Appendisitis Akut Perforasi, dimana menimbulkan peritonitis umum dan abses sekunder. Tapi proses perjalanan appendisitis tidak mulus seperti tersebut di atas, karena ada usaha tubuh untuk melokalisir tempat infeksi dengan cara Walling Off oleh omentum, lengkung usus halus, caecum, colon, dan peritoneum sehingga terjadi gumpalan massa plekmon yang melekat erat. Keadaan ini disebut Appendisitis Infiltrate. Appendisitis infiltrate adalah suatu plekmon yang berupa massa yang membengkak dan terdiri dari appendiks, usus, omentum, dan peritoneum dengan sedikit atau tanpa pengumpulan pus. Usaha tubuh untuk melokalisir infeksi bisa sempurna atau tidak sempurna, baik karena infeksi yang berjalan terlalu cepat atau kondisi penderita yang kurang baik, sehingga appendikular infiltrate dibagi menjadi dua : a. Appendikuler infiltrate mobile b. Appendikuler infiltrate fixed Perforasi mungkin masih terjadi pada walling off yang sempurna sehingga akan terbentuk abses primer. Sedangkan pada walling off yang belum sempurna akan terbentuk abses sekunder yang bisa menyebabkan peritonitis umum. Appendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya dan menimbulkan obstruksi. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan sebagai mengalami eksaserbasi akut. Appendisitis terjadi dari proses inflamasi ringan hingga perforasi, khas dalam 24-36 jam setelah munculnya gejala, kemudian diikuti dengan pembentukan abses setelah 2-3 hari.

23

Gambar 6. Patofisiologi Appendisitis


24

I. Manifestasi klinis a. Nyeri abdominal Karena adanya kontraksi appendix, distensi dari lumen appendix ataupun karena tarikan dinding appendx yang mengalami peradangan. Mula-mula nyeri dirasakan samar-samar, tumpul dan hilang timbul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium atau sekitar umbilicus karena appendix dan usus halus mempunyai persarafan yang sama. Setelah beberapa jam (4-6 jam) nyeri berpindah dan menetap di abdomen kanan bawah (titik Mc Burney). Apabila terjadi inflamasi (>6 jam) akan terjadi nyeri somatik setempat yang berarti sudah terjadi rangsangan pada peritoneum parietal dengan sifat nyeri yang lebih tajam, terlokalisir serta nyeri akan lebih hebat bila batuk ataupun berjalan kaki. Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai akibat dari apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks ketika meradang. Berikut gejala yang timbul tersebut : o Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum (terlindung oleh sekum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut kanan atau nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti berjalan, bernafas dalam, batuk, dan mengedan. Nyeri ini timbul karena adanya kontraksi m. psoas mayor yang menegang dari dorsal. o Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada rektum, akan timbul gejala dan rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga peristaltik meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang (diare). o Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangan dindingnya.

25

b. Mual-muntah biasanya pada fase awal Disebabkan karena rangsangan visceral akibat aktivasi nervus vagus. Timbul beberapa jam sesudah rasa nyeri yang timbul saat permulaan. Hampir 75% penderita disertai dengan vomitus, namun jarang berlanjut menjadi berat dan kebanyakan vomitus hanya sekali atau dua kali. c. Nafsu makan menurun (anoreksia) Timbul beberapa jam sesudah rasa nyeri yang timbul saat permulaan. Keadaan anoreksia hampir selalu ada pada setiap penderita appendisitis akut, bila hal in tidak ada maka diagnosis appendisitis akut perlu dipertanyakan. d. Obstipasi dan diare pada anak-anak. Penderita appendisitis akut juga mengeluh obstipasi sebelum datangnya rasa nyeri dan beberapa penderita mengalami diare. Hal tersebut timbul biasanya pada letak appendix pelvikal yang merangsang daerah rektum. e. Demam Demam yang tidak terlalu tinggi, yaitu suhu antara 37,5 0 38,50C tetapi bila suhu lebih tinggi, diduga telah terjadi perforasi.

Kelainan patologi Peradangan awal

Keluhan dan tanda Kurang enak ulu hati/daerah pusat, mungkin kolik.

Apenditis mukosa

Nyeri tekan kanan bawah

26

(rangsaganan automik).

Radang di seluruh ketebalan dinding

Nyeri sentral pindah ke kanan bawah, mual dan muntah.

Apendisitis

komplet

radang Rangsangan

peritoneum

lokal

peritoneum parietale appendiks

(somatik), nyeri pada gerak aktif dan pasif, defans muskuler lokal.

Genitalia Radang alat/jaringan yang menempel pada appendiks

interna,

ureter,

m.psoas

mayor, kantung kemih, rektum.

Demam sedang, takikardia, Apendisitis gangrenosa mulai toksik, leukositosis.

Nyeri dan defans muskuler seluruh Perforasi perut.

Pembungkusan tidak berhasil

Demam tinggi, dehidrasi,

27

syok, toksik

Pembungkusan berhasil

Massa perut kanan bawah, keadaan umum berangsur membaik

Abses

demam remiten, keadaan umum toksik, keluhan dan tanda setempat

J. Diagnosis a. Anamnesis Untuk menegakkan diagnosis pada apendisitis didasarkan atas anamnesis ditambah dengan pemeriksaan laboratorium sarta pemeriksaan penunjang lainnya. Gejala appendisitis ditegakkan dengan anamnesis, ada 4 hal penting yaitu : o Nyeri mula mula di epigastrium ( nyeri visceral ) yang beberapa waktu kemudian menjalar ke perut kanan bawah. o Muntah oleh karena nyeri visceral o Demam o Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit, menghindarkan pergerakan pada daerah perut. b. Pemeriksaan fisik 1) Inspeksi
28

Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil bungkuk dan memegang perut. Penderita tampak kesakitan. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses appendikuler. 2) Auskultasi Peristaltik usus sering normal. Peristaltic dapat hilang pada ileus paralitik karena peritonitis generalisata akibat appendisitis perforata. 3) Palpasi Dengan palpasi di daerah titik Mc. Burney didapatkan tanda-tanda peritonitis lokal yaitu: o Nyeri tekan (+) Mc. Burney Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran bawah atau titik Mc Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis. o Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum Rebound tenderness (nyeri lepas tekan) adalah rasa nyeri yang hebat (dapat dengan melihat mimic wajah) di abdomen kanan bawah saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan, setelah sebelumnya dilakukan penekanan yang perlahan dan dalam dititik Mc Burney. o Defens muskuler(+) karena rangsangan M.Rektus Abdominis Defens muskuler adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietal. Pada appendiks letak retroperitoneal, defans muscular mungkin tidak ada, yang ada nyeri pinggang. Pemeriksaan Rectal Toucher Akan didapatkan nyeri pada jam 9-12. Pada apendisitis pelvika akan didapatkan nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur.
29

4) Perkusi : nyeri ketuk (+) c. Pemeriksaan khusus/tanda khusus Rovsing sign Penekanan perut kiri bawah terjadi nyeri perut kanan bawah, karena tekanan merangsang peristaltic dan udara usus, sehingga menggerakkan peritoneum sekitar appendix yang meradang (somatic pain) Blumberg sign Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada kuadran kiri bawah atau kolateral dari yang sakit kemudian dilepaskan tiba-tiba, akan terasa nyeri pada kuadran kanan bawah karena iritasi peritoneal pada sisi yang berlawanan. Psoas sign Dilakukan dengan rangsangan muskulus psoas. Ada 2 cara memeriksa : 1. Aktif : Pasien telentang, tungkai kanan lurus ditahan pemeriksa, pasien memfleksikan articulation coxae kanan, psoas sign (+) bila terasa nyeri perut kanan bawah. 2. Pasif: Pasien miring kekiri, paha kanan dihiperekstensikan pemeriksa, psoas sign (+) bila terasa nyeri perut kanan bawah.

30

Gambar 7. Cara melakukan Psoas Sign

Obturator sign Dilakukan dengan menyuruh pasien tidur telentang, lalu dilakukan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul atau articulation coxae. Obturator sign (+) bila terasa nyeri di perut kanan bawah.

31

Gambar 8. Cara melakukan Obturator Sign

d. Pemeriksaan penunjang 1) Pemeriksaan laboratorium o Pemeriksaan darah : pada laboratorium darah terdapat leukositosi ringan ( 10.000 18.000/mm3) yang didominasi >75% oleh sel Polimorfonuklear (PMN), netrofil (shift to the left) dimana terjadi pada 90% pasien. Hal ini biasanya terdapat pada pasien dengan akut appendisitis dan apendisitis tanpa komplikasi. Sedangkan leukosit >18.000/ mm3 meningkatkan kemungkinan terjadinya perforasi apendiks dengan atau tanpa abses. o Pemeriksaan urin : untuk melihat adanya eritrosit, leukosit, dan bakteri dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi daluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan appendisitis.

32

o Pemeriksaan laboratorium lain yang mendukung diagnosa appendisitis adalah C- reaktif protein. CRP merupakan reaktan fase akut terhadap infeksi bakteria yang dibentuk di hepar. Kadar serum mulai meningkat pada 6-12 jam setelah inflamasi jaringan. Tetapi pada umumnya, pemeriksaan ini jarang digunakan karena tidak spesifik. Spesifitasnya hanya mencapai 50-87% dan hasil dari CRP todak dapat membedakan tipe dari infeksi bakteri. 2) Foto polos abdomen Radiologi polos tidak spesifik, umunya tidak efektif untuk biaya, dan dapat menyesatkan dalam stuasi tertentu. Foto polos abdomen dapat digunakan untuk menyingkirkan diagnosis banding. Pada appendisitis akut dapat terlihat abnormal gas pattern dari usus, tapi hal ini tidak spesifik. Ditemukan fekalith dapat mendukung diagnosis. Dapat ditemukan pula adanya local air fluid level, peningkatan densitas jaringan lunak pada kuadran kanan bawah, perubahan bayangan psoas line, dan free air (jarang) bila terjadi perforasi. 3) USG Merupakan pemeriksaan yang akurat untuk menentukan diagnosis appendisitis. Kriteria sonografi untuk mendiagnosis appendisitis akut adalah adanya noncompressible appendiks sebesar 6 mm atau lebih pada diameter anteroposterior, adanya appendicolith, interupsi pada kontinuitas lapisan submukosa, dan cairan atau massa periappendiceal. Temuan perforasi appendisitis termasuk cairan pericecal loculated, phlegmon ( sebuah definisi penyakit lapisan struktur dinding appendiks) atau abses, lemak pericecal menonjol, dan kehilangan keliling dari layer submukosa. 4) Barium enema Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon melalui anus. Indikasi untuk apendisitis kronik, pemeriksaan ini dikatakan positif bila menunjukkan appendiks yang non-filling dengan indentasi dari caecum

33

menunjukkan adanya appendisitis kronis. Hal ini menunjukkan adanya inflamasi pericaecal. 5) CT Scan Sangat berguna pada pasien yang dicurigai mengalami proses inflamasi pada akut abdomen dan adanya gejala tidak khas untuk appendisitis. e. Scoring appendisitis

Keterangan Alvarado score

Dinyatakan appendicitis akut bila > 7 point Modified Alvarado score (Kalan et al) tanpa observasi of Hematogram: 14 56 79 dipertimbangkan appendicitis akut possible appendicitis tidak perlu operasi appendicitis akut perlu pembedahan :

Penanganan berdasarkan skor Alvarado 14 : observasi

34

56

: antibiotic

7 10 : operasi dini K. Diagnosis banding Diagnosis banding appendisitis dapat bervariasi tergantung dari usia dan jenis kelamin : Pada anak anak dan balita : intususepsi, diverkulitis dan gastroenteritis akut Pada anak anak usia sekolah : gastroenteritis, konstipasi, infark omentum Pada pria dewasa muda : crohns disease, kolik traktur urogenitalis dan epididimitis. Pada wanita usia muda : pelvic onflammatory disease (PID), kita ovarium, infeksi saluran kencing Pada uasia lanjut : keganasan dari traktus gastrointestinal dan saluran reproduksi, diverkulitis, perforasi ulkus, dan kolesistitis. L. Komplikasi Apendikular infiltrat : infiltrat atau massa yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari appendiks yang meradang kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus atau usus besar. Apendikular abses : abses yang terbentuk akibat mikro atau makro perforasi dari appendiks yang meradang kemudian ditutupi oleh omentum, usus halus atau usus besar. Perforasi : gejalanya ialah nyeri berat dan demam >38,3 0C Peritonitis : peritonitis lokal dihasilkan dari perforasi gangren appendiks, yang kemudian dapat menyebar ke seluruh rongga peritoneum. Gejalanya ialah : peningkatan kekakuan oto abdomen, distensi abdominal dan demam tinggi. M. Penatalaksanaan
35

Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah apendektomi dan merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik. Pada apendisitis akut, abses, dan perforasi diperlukan tindakan operasi apendiktomi cito. Tindakan ini dapat dilakukan melalui laparotomi atau laparoskopi. Sebelum dilakukan tindakan pembedahan, pasien dianjurkan untuk tirah baring dan diberikan antibiotik sistemik spektrum luas untuk mengurangi insidens infeksi pada luka post operasi. Indikasi appendiktomi diantara lain appendisitis akut, appendisitis kronik, periapendikular infiltrat dalam stadium tenang, apendiks terbawa dalam operasi kandung kemih, dan apendisitis perforata. Teknik operasi apendiktomi : 1) Open Appendectomy Incisi Grid Iron (McBurney Incision) Lanz transverse incision Rutherford Morissons incision (insisi suprainguinal) Low Midline Incision Insisi paramedian kanan bawah

2) Laparoscopic Appendectomy Teknik apendiktomi Mc Burney : a) Pasien berbaring telentang dalam anestesi umum atau regional. Kemudian lakukan tindakan asepsis dan antisepsis pada daerah perut kanan bawah. b) Dibuat sayatan menurut Mc Burney sepanjang kurang lebih 10 cm dan dinding perut dibelah menurut arah serabut otot secara tumpul, berturut turut M. Oblikus abdominis eksternus, M. Abdominis internus, sampai tampak peritonium. c) Peritonium disayat cukup lebar untuk eksplorasi. d) Sakum dan apendiks diluksasi keluar.
36

e) Mesoapendiks dibebaskan dan dipotong dari apendiks secara biasa, dari apendiks ke arah basis. f) Semua perdarahan dirawat. g) Disiapkan tabac sac mengelilingi basis apendiks dengan sutra, basis apendiks kemudian dijahit dengan catgut. h) Lakukan pemotongan apendiks apikal dari jahitan tersebut. i) Puntung apendiks diolesi betadine. j) Jahitan tabac sac disimpulkan dan puntung dikuburkan dalam simpul tersebut. Mesoapendiks diikat dengan sutera. k) Dilakukan pemeriksaan terhadap rongga peritoneum dan alat alat didalamnya, semua perdarahan dirawat. l) Sekum dikembalikan ke dalam abdomen. m) Sebelum ditutup, peritoneum dijepit dengan minimal 4 klem dan didekatkan untuk memudahkan penutupannya. Peritoneum dijahit jelujur dengan chromic cat gut dan otot otot dikembalikan. n) Dinding perut ditutup lapis demi lapis, fasia dengan sutera, sub cutis dengan cat gut dan akhirnya kulit dengan sutera. o) Luka operasi dibersihkan dan ditutup dengan kasa steril.

N. Prognosis Mortalitas adalah 0,1% jika appendisitis akut tidak pecah, dan 15% jika pecah pada orang tua. Kematian biasanya dari sepsis, emboli paru, atau aspirasi. Prognosis membaik dengan
37

diagnosis dini sebelum perforasi dan antibiotik yang adekuat. Morbiditas meningkat dengan ruptur dan usia tua. BAB III KESIMPULAN

Nn. Alicia, 15 tahun, datang dengan keluhan nyeri perut menusuk di daerah perut kanan bawah kurang lebih sejak 2 minggu yang lalu. Awalnya nyeri di rasakan di daerah sekitar pusar kemudian berpindah ke daerah perut kanan bawah. Nyeri dirasakan terus menerus dan semakin lama semakin nyeri sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari. Demam (+), mual (+), muntah (+), konstipasi (+). Pasien mengaku jarang mengkonsumsi sayur dan buah. Pasien juga jarang minum air putih dan jarang berolahraga. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan di titik mc burney (1/3 atas garis khayal yang menghubungkan SIAS dan umbilicus), maupun nyeri lepas, nyeri ketok (+), Rovsing sign (+), Blumberg sign (+), Psoas sign (+), Obturator sign (+). Pemeriksaan laboratorium di dapatkan Leukosit 10.400/Ul ().Pasien direncanakan dilakukan tindakan bedah apendiktomi. Selama persiapan operasi apendiktomi , pasien mendapatkan terapi simptomatik untuk menghilangkan nyeri, rasa mual, dan antibiotic untuk mengatasi infeksi. Prognosis pada pasien ini adalah dubia ad bonam karena setelah operasi didapatkan appendiks tidak mengalami perforasi dan tidak terjadi komplikasi.

38

BAB IV DAFTAR PUSTAKA


1. Shrestha, S. Anatomy of appendix and appendicitis. http://medchrome.com/basic-

science/anatomy/anatomy-appendix-appendicitis/. Accesed in Juni,23,2013. 2. Faiz,O, balckburn,S, Moffat,D. Anatomy At A Glance. Edisi Ketiga. England : Oxford;2011. H 36. 3. urDocter. Anatomy and physiology of Appendix. Http://healthycase.com/articles/surgery/19anatomy-and-physiology-of-appendix. Accessed in Juni,23,2013. 4. Kevin P. Lally, Charles S. Cox JR. Dan Richard J. Andrassy. Appendix on Chapter 47 in Sabiston Textbook of Surgery 17ed ebook. New york: Saunders; 2004.h 1381-1400 5. Addiss,D G. The epidemiology of appendicitis and appendectomy in the United States. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2239906. Accessed in Juni,23,2013. 6. Brunicardi C, Anderson DK, Billiar T, Duhn DL, Hunter JG, Mathews JB, Pallock RC. 2010. The Appendix on Chapter 30 in Schwartzs Principles of Surgery 9ed ebook. New York: McGrawHills. 7. Annonymmous. Appendicits Type. http://www.appendicitissymptoms.org.uk/appendicitis-

types.htm. Accessed in Juni,23,2013. 8. Old JL. Imaging for Suspected Appendicitis. Available at :

http://www.aafp.org/afp/2005/0101/p71.html#afp20050101p71-b15. Accessed in Juni,23,2013. 9. Vanjak D. Analysis of Scores in Diagnosis of Acute Appendicitis in women. Available at : www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10356580. Accessed in Juni,23,2013. 10. Dudley H.A.F. apendisitis akut dalam Hamilton Bailey Ilmu Bedah Gawat Darurat edisi 11. Gajah Mada Unv Press. 1992. Hal 441-452 11. Craig, Sandy. 2008. Appendicitis, Acut-Follw-Up. Available at : 39

http://emedicine.medscape.com/article/773895-followup. Accessed in Juni,23,2013.

40

Anda mungkin juga menyukai