Anda di halaman 1dari 16

TRAKEOSTOMI Trakeostomi adalah tindakan membuat lubang pada dinding depan/anterior trakea untuk bernafas.

Trakeostomi per definisi adalah suatu insisi yang dibuat pada trakea, sementara trakeostomi merupakan membuat stoma agar udara dapat masuk ke paru-paru dengan memintas jalan nafas bagian atas. Menurut waktu dilakukan tindakan trakeostomi dibagi dalam 1) trakeostomi darurat dan segera dengan persiapan sarana sangat kurang dan 2) trakeostomi berencana (persiapan sarana cukup) dan dapat dilakukan secara baik (lege artis). a. Trakeostomi darurat Trakeostomi darurat harus dihindari, bagian terbesar kesalahan pada trakeostomi disebabkan oleh trakeostomi darurat. Komplikasinya meliputi trauma arteria inominata, pembuluh darah tiroidea inferior, esofagus, nerfus laringeus rekuren dan pleura. Tindakan tersebut dapat menyebabkan perdarahan. Pneumomediatinitis dan pneumotoraks. Osbtruksi saluran pernafasan pada awal fase paskah bedah bisa timbul akibat tersumbatnya pipa secara tidak disengaja. Intubasi endotrakea tidak bebas dari komplikasi obtruksi ekstubasi atau pneumotoraks. Pneumotoraks dapat terjadi akibat batuk untuk mengatasi obstruksi pipa endotrakea oleh sekresi. Mungkin terjadi ekstubasi secara tidak disengaja. Problema utama pemasangan pipa endotrakea jangka lama adalah trauma pada laring. Untuk sementara trakeostomi menyebabkan pasien sulit berbicara, tetapi bila saluran pernafasan diatas trakeostomi masih mempunyai sisa patensi, pasien dapat berbicara dengan menutup pipa dengan jarinya sewaktu ekspirasi. b. Trakeostomi berencana Bila keadaan mengijinkan penanganan saluran pernafasan dengan operasi berencana ( pada pasien yang dianastesi dan dioksigenasi melalui pipa endotrakea atau bronkoskop ), maka dapat dilakukan trakeostomi yang berencana.

Trakeostomi dapat dilakukan melalui insisi vertikal atau transversa. Lubang berpusat digaris tengah dibawah arcus kartilaginis krikoidea. Diperlukan asisten untuk melakukan penyedotan dan traksi pada saat operator memotong kebawah melalui fasia servikalis profunda di garis tengah dengan gunting dan meretraksi strap muscle ke lateral. Istmus glandulae tiroide lunak dan biru. Di atasnya trakea melekat pada kulit, tetapi ada resiko trauma pada krikoidea. Dibawahnya jarak kulit kesaluran pernafasan cukup dalam , serta dapat terjadi cidera pada vena tiroidea inferior dan bahkan arteria inominata. Biasanya paling mudah memasuki trakea diatas istmus glandulae tiroidea harus dijahit untuk menghindarkan perdarahan. Untuk memasuki trakea, basis trapdoor kartilago yang di inferior ditandai dengan pisau. Lipatan dingding anterior trakea yang terbentuk biasanya mencakup setengah sentimeter cincin trakea ketiga dan keempat dibawah krikoidea. Jahit lipatan tersebut ke depan dan kebawah untuk membuka trakea dan secara bersamaan menstabilkannya ke kult sementara pipa trakeostomi dituntun keposisinya. Penting untuk mengamankan hemostatis pada luka sebelum memasuki trakea dan untuk mencegah kesalahan memasukkan pipa kebawah bidang adventitia sepanjang sisi luar trakea dan bukan kedalam lumen. Sebagian besar orang dewasa dapat menerima pemasangan pipa logam trakeotomi. Penggunaan ipa logam memungkinkan pemakaian yang berdingding tertipis sehingga didapatkan saluran pernafasan terluas dengan lubang trakea terkecil. Pipa logam dipasangi kanula, yang dapat dilepaskan untuk mempermudah pembersihan. Pasien yang mungkin memerlukan bantuan ventilasi setelah trakeostominya lebih sesuai dengan memakai pipa plastik, disertai manset lunak yang dapat dipompa. Pada anak-anak, tehnik ini mempunyai 3 modifikasi yang penting, berdasarkan fakta bahwa trakea lebih sulit dicari dan lebih sering terjadi trauma pada saluran pernafasan. Pertama, saluran pernafasan dilakukan dengan pipa endotrakea indwelling daripada mulut flap. Akhirnya, tepi lateral insisi diamankan dengan jahitan penyanggah, yang digunakan untuk penyokong tepi

insisi agar terpisah, pada waktu pipa dimasukkan. Jahitan tersebut dibiarkan panjang sehingga merupakan cara mempertahankan lubang di trakea pada kasus terjadinya ekstubasi pasca bedah yang ceroboh. INDIKASI TRAKEOSTOMI Indikasi untuk melakukan tindakan trakeostomi adalah : 1. Mengatasi obstruksi laring. 2. Mengurangi ruang rugi (dead air space) di saluran napas bagian atas seperti daerah rongga mulut, sekitar lidah dan faring. Dengan adanya stoma maka seluruh oksigen yang dihirupnya akan masuk ke dalam paru. 3. Mempermudah penghisapan sekret dari bronkus pada pasien yang tidak dapat mengeluarkan sekret secara fisiologik, misalnya pasien koma. 4. Untuk memasang respirator (alat bantu pernapasan). 5. Untuk mengambil benda asing dari subglotik, apabila tidak mempunyai fasilitas untuk bronkoskopi. 6. Bantuan jalan napas diperlukan lebih dari 2 minggu. 7. Refleks laring atau kemampuan untuk menelan hilang (misalnya penyakit serebrovaskular). 8. Cedera kepala dan leher.

Trakeostomi dapat dilakukan untuk tujuan terapi atau sebagai suatu prosedur berencana. Trakeostomi berencana mungkin diperlukan bila diramalkan akan terjadi problem pernafasan pada pasien pasca bedah daerah kepala, leher, atau toraks, atau pasien dengan insufisiensi paru kronik. Indikasi yang jarang ialah pada pasien, yang intubasi orotrakea sukar dilakukan atau tak mungkin dilakukan untuk tujuan anestesi umum. Trakeostomi juga harus dilakukan sebelum pembedahan tumor tumor orofaring atau laring untuk menghindari manipulasi tumor yang tidak perlu.

Trakeostomi untuk terapi perlu dilakukan pada tiap kasus insufisiensi pernafasan yang disebabkan oleh hipoventilasi alveolus untuk memintas sumbatan, mengeluarkan sekret, atau untuk tujuan penggunaan pernapasan buatan secara mekanis. Bila mungkin, trakeostomi harus didahului oleh intubasi endotrakea. Walaupun intubasi endotrakea dapat segera memperbaiki gangguan jalan nafas, trakeostomi harus dilakukan bila diperhitungkan perlu perawatan jalan nafas lebih dari 48 jam, karena : 1. Mengeluarkan sekret jauh lebih mudah lewat suatu pipa trakeostomi, dan kemungkinan terjadinya obstruksi pipa lebih kecil. 2. Pasien sangat sulit menelan dengan adanya pipa endotrakea. 3. Membersihkan pipa endotrakea pada posisinya sulit dan untuk mengganti pipa diperlukan laringoskopi berulang. 4. Intubasi lama endolaring menimbulkan ulserasi mukosa yang akhirnya dapat menjadi granuloma, adhesi, dan stenosis laring. 5. Trakeostomi kurang menyebabkan rangsangan refleks batuk, yang mungkin penting pada pasien dengan kelainan saraf dan pasca bedah. 6. Dengan trakeostomi pasien yang sadar dapat berbicara. Kontraindikasi trakeostomi adalah pasien dengan obstruksi laring oleh tumor ganas. VI. Peralatan Trakeostomi (4) Alat yang perlu dipersiapkan untuk melakukan trakeostomi adalah semprit dengan obat analgesia (novokain), pisau (skapel), pinset anatomi, gunting panjang yang tumpul, sepasang pengait tumpul, klem arteri, gunting kecil yang tajam serta kanul trakea yang ukurannya cocok untuk pasien.

Gambar 11 Alat-alat Trakeostomi Seperti pipa endotrakeal, kaf pipa yang bertekanan rendah dan bervolume banyaklah yang dipilih. Yang sering digunakan adalah pipa yang terbuat dari klorida polivinil (KPV), silastik dan metal. Pipa KPV dan silastik umum digunakan untuk UTI sedangkan pipa metal digunakan untuk trakeostomi jangka panjang terutama bila kaf tidak diperlukan.

Gambar 12 Kanul trakeostomi VII. Prosedur Trakeostomi (2),(4),(7),(8)

VII.1. Trakeostomi elektif. Pada kebanyakan kasus trakeostomi dilakukan di Intensive Care Unit atau di kamar operasi. Pada lokasi tersbut pasien terus dimonitor dengan pulse oxymetri dan elektrokardiogram. Anestesiologis biasanya melakukan gabungan antara medikasi intravena dan anestesi lokal.

Teknik trakeostomi ditentukan sampai batas tertentu oleh keadaan yang memerlukan tindakan tersebut. Yang terpenting ialah memperoleh udara pernafasan secepat dan seefisiensi mungkin dengan menhindari trauma pada laring, trakea, dan struktur yang berdekatan.

Bila mungkin, dilakukan intubasi endotrakea sebelum trakeostomi terapi, terutama pada anak. Jika tidak mungkin melakukan intubasi, ventilasi dan oksigenasi melalui kantong dan masker sangat membantu. Jika udara pernafasan telah terkontrol, dapat dilakukan trakeostomi dengan lebih cermat dan trauma minimal.

Pasien tidur telentang dengan bantal di bawah bahu untuk memperoleh ekstensi leher yang maksimal. Anestesi tidak diperlukan pada pasien yang tidak sadar. Anestesi lokal pada umumnya sudah cukup untuk pasien sadar, termasuk anak. Anestesi lokal diberikan dengan infiltrasi kulit pada garis insisi dan bahan disuntikkan ke jaringan yang lebih dalam di garis tengah sampai pada dinding trakea anterior. Dapat digunakan lidocaine (Xylocaine) 1% dengan epinefrin 1 : 150.000.

Insisi kulit ditentukan berdasarkan situasi dan kondisi. Jika trakeostomi dilakukan bersamaan dengan bedah kepala dan leher, insisi disesuaikan dengan rencana operasi yang akan dilakukan. Jika trakeostomi dilakukan tersendiri, bila mungkin dibuat insisi horizontal. Insisi dibuat sepanjang 5 cm, kira kira dau jari di atas fosa suprasternal. Hasil kosmetik insisi horizontal lebih baik dibandingkan insisi vertikal. Dalam keadaan gawat dan bantuan tidak tersedia, dilakukan insisi vertikal di garis tengah sepanjang 4 cm supaya cepat dan perdarahan minimal.

Insisi kulit diperdalam sampai terlihat otot penggantung. Pada titik ini, untuk menentukan letak trakea perlu dilakukan palpasi untuk menghindari diseksi terlalu lateral. Otot penggantung dipisahkan secara vertikal di garis tengah dan disingkirkan ke lateral, maka tampak fasia pre-trakea yang menutupi trakea dan ismus tiroid. Tampak banyak vena turun ke fasia dari tiroid, tetapi dengan tetap bekerja di garis tengah pada bidang vertikal, sebagian besar vena dapat dihindari. Ismus tirois hampir selalu berada di atas cincin trakea ke-3 dan biasanya dapat disingkirkan ke atas dengan retractor kecil dan tumpul untuk membebaskan trakea. Ismus tiroid tidak perlu dipotong, sehingga perdarahan dapat dihindari, kecuali pada ismus yang luar biasa lebar, harus dipotong diantara dua klem, dan diikat pada pinggir potongan.

Trakea harus difiksasi dengan memasukkan pengait pada dinding anterior antara cincin ke-1 dan ke-2, kemudian ditarik ke arah atas dan luar. Dinding anterior trakea diinsisi secara vertikal, sebanyak 2 sampai 3 cincin. Insisi trakea jangan lebih tinggi dari cincin ke-2,

untuk mencegah rangsangan pipa trakeostomi pada kartilago krikoid yang dapat menyebabkan perikondritis. Jangan membuang tulang rawan dari dinding anterior trakea, karena dapat menimbulkan defek besar pada trakea yang tidak perlu pasca ekstubasi, sehingga terjadi granulasi yang mengganggu dan memperlambat penyembuhan. Insisi trakea diperlebar dengan dilator Truosseau atau klem yang besar, kemudian pipa dimasukkan , dijaga agar tidak mngenai dinding posterior trakea. Balon dikontrol dengan cara inflasi untuk mengetahui ada tidaknya kerusakan pada balon pada waktu memasukkan pipa.

Segera setelah pipa masuk sering timbul batuk hebat, dan beberapa pasien dapat timbul apnea karena kehilangan rangsangan hipoksia untuk bernafas. Pipa trakeostomi harus dipilih dengan hati hati. Akhir akhir ini pemakaian pipa perak ukuran standar tipe Holinger dan Jackson telah ditinggalkan dan diganti dengan pipa jenis silikon atau Portex. Alasannya untuk mengurangi trauma pada dinding trakea, mengurangi kanul dalam, dan ekonomis. Panjang pipa trakeostomi juga penting dan disesuaikan panjangnya untuk tiap individu. seringkali perlu

Diameter pipa dipilih yang terbesar, kira kira sesuai dengan tiga per empat diameter trakea. Ukuran rata rata np. 6 untuk wanita dewasa atau no. 7 dan 8 untuk pria. Pipa dengan balon mungkin perlu bila ada masalah aspirasi, atau jika diperlukan respirator dengan tekanan positif. Insisi kulit tidak dijahit dan tidak diperban dengan tekanan karena dapat menimbulkan emfisema subkutan, pneumomediastinum, dan pneumotoraks. Kasa kecil dapat diletakkan antara pinggir pipa dan kulit leher.

Gambar.Prosedur Trakeostomi

Gambar. Letak kanul

Gambar. Letak kanul yang salah VII.2. Trakeostomi Darurat Pada keadaan darurat, trakeostomi harus dapat dilakukan dalam 2 3 menit, dimana anoksia akan terjadi dalam 4 5 menit. Pada trakeostomi darurat lebih baik dilakukan insisi secara vertikal, yang dimulai pada level kartilago krikoid, lanjutkan ke inferior sekitar 2,5 3,75 cm. Gunakan tangan kiri untuk menstabilkan laring dan mengekstensi leher bila tidak ada kontraindikasi (seperti cedera servikal). Sementara tangan kanan digunakan untuk membuat insisi. Jari telunjuk tangan kiri dapat digunakan untuk mendorong ismus tiroid ke inferior dan mempalpasi trakea. Insisi kulit secara vertikal ini sangat krusial dalam keadaan darurat, karena tindakan dapat dilakukan lebih cepat dan kurangnya resiko trauma terhadap struktur leher yang lain. Perawatan Trakeostomi Hal-hal penting pada perawatan trakeostomi adalah : 1. Humidifikasi. 2. Fiksasi harus aman dan ganti setiap hari. 3. Bersihkan luka setiap 6 jam atau sesering yang diperlukan. 4. Penghisapan trakeobronkial dilakukan dengan mengindahkan kaidah a dan antisepsis. Gunakan kateter dan sarung tangan steril. 5. Radiografi dada harus diambil untuk konfirmasi posisi ujung pipa. Pipa dipertahankan selama 7 hari setelah itu ganti setiap 4 hari. Bila digunakan pipa metal, pipa bagian dalam dapat sering diganti tanpa mengganti pipa utama. 6. Kultur luka dan sputum harus diperiksa. 7. Alat-alat untuk keadaan darurat harus selalu tersedia tidak jauh dari pasien, seperti :

a. Pipa trakeostomi yang baru dengan ukuran yang sama dan satu nomor lebih kecil. b. Dilator trakea, speculum hidung dan laringoskop untuk anak yang dapat digunakan untuk dilatasi stoma dan pemasangan pipa kembali. c. Peralatan untuk menghisap dan fasilitas untuk ventilasi kendali. d. Sungkup muka, laringoskop dan pipa endotrakeal. Jika pipa trakeostomi tidak berhasil dimasukkan kembali, kadang-kadang dilupakan bahwa pasien dapat di ventilasi melalui laring.

Anak anak yang memerlukan trakeostomi lama dapat dirawat di rumah, dengan memberikan pendidikan yang cermat pada orangtua dalam penggunaan alat penyedot yang steril, pengaturan kelembaban dan penggantian pita trakeostomi.

Pipa trakeostomi pada trakeostomi yang baru harus dipertahan 2 sampai 3 hari sebelum diganti. Pada saat itu telah terbentuk saluran yang permanent, dan sedikit sekali kemungkinan tidak dapat memasukkan pipa kembali. Mengganti pipa sebelum 2 - 3 hari dapat menyebabkan bahaya hilangnya lumen trakea. Mengganti pipa trakeostomi pada bayi untuk pertama kali harus tersedia sebuah bronkoskop. Kelembaban khusus udara inspirasi diperlukan untuk mencegah trakeitis dan pembentukan krusta, yaitu ruangan dengan alat humidifikasi Watson atau sebuah kerah trakea dengan uap basah. Untuk menambahkan kelembaban atmosfir perlu diteteskan 3 atau 4 tetes larutan garam hipotonik atau larutan Ringer Laktat ke dalam pipa setiap 3 atau 4 jam. Pasien dengan sekret yang kental dan banyak perlu pemberian mukolitik intratrakea untuk mencairkan sekret. X. Dekanulasi

Pipa trakeostomi jangan dibiarkan lebih lama dari waktu yang diperlukan, terutama pada anak. Harus diangkat secepat mungkin untuk mengurangi timbulnya trakeobronkitis, ulserasi trakea, stenosis trakea, trakeomalasi, dan fistula trakeokutan menetap. Segera setelah keadaan pasien membaik, ukuran pipa trakeostomi diperkecil sampai ukuran yang memungkinkan udara dapat memintas pipa menuju saluran nafas bagian atas. Hal ini menolong menghindari ketergantungan fisiologik pada pipa yang besar akibat menurunnya resistensi pernafasan. Kemudian pipa ditutup dan dinilai apakah jalan nafas adekuat, kemampuan menelan dan mengeluarkan sekret. Jika pipa dapat ditutup selama 8 12 jam, pipa dikeluarkan dan fistel trakeokutan ditutup. Segera setelah dekanulasi, pasien harus diamati dengan ketat dan alat yang diperlukan untuk mendapatkan jalan nafas kembali selalu harus tersedia. Faktor Penyulit Dekanulasi 1. Kondisi yang membutuhkan trakeostomi secara persisten 2. Dislokasi dinding anterior trakea 3. Jaringan granulasi di sekitar stoma 4. Edema mukosa trakea 5. Ketergantungan emosional terhadap trakeostomi 6. Ketidakmampuan mentoleransi resistensi saluran nafas atas 7. Stenosis subglotis 8. Trakeomalasia 9. Inkoordinasi refleks pembukaan laring 10. Perkembangan laring yang terganggu akibat trakeostomi jangka panjang.

XI. Komplikasi Trakeostomi(2),(5),(6)

Seperti tindakan bedah lainnya, trakeostomi juga memiliki resiko komplikasi dan cedera. Karena setiap individu bervariasi dalam hal sirkulasi jaringan dan proses penyembuhan, maka tidak dapat dijamin tidak akan terjadi komplikasi akibat tindakan trakeosotmi. Trakeostomi darurat dan trakeotomi yang dilakukan pada pasien sakit berat memiliki resiko lebih besar terhadap komplikasi setelah prosedur. Jenis komplikasi : 1. Segera a. Komplikasi krikoid. b. Diskoneksi. c. Salah menempatkan trakeostomi, misalnya di jaringan pretrakea atau bronkus utama kanan. d. Herniasi kaf yang menyebabkan pipa tersumbat. e. Ujung pipa tertutup dinding trakea atau carina. f. Apnea akibat hilangnya rangsangan hipoksia pernafasan. Trakeostomi yang dilakukan pada pasien dengan riwayat hipoksia kronik, tarikan nafas pertama atau kedua setelah pipa dimasukkan dapat diikuti dengan henti nafas. Hal ini sehubungan dengan denervasi fisiologik pada reseptor kimia perifer karena naiknya PO2 tiba tiba. Oleh karena hipoksia sangat mempengaruhi rangsangan pernafasan, maka dapat terjadi apnea. perioperatif seperti perdarahan, emfisema, pneumotorak, emboli udara dan kerusakan tulang rawan

Gambar 16 Komplikasi trakeostomi a) Trakea tertekuk ke depan b) Tukak dinding depan trakea karena ukuran kanul terlalu besar c) Emfisema subkutis karena dislokasi kanul d) Tukak karina karena kateter isap e) Manset ditiup terlalu kuat sehingga menyebabkan penutupan kanul ( herniasi akibat ditiup berlebihan ) f) Manset kanul terlepas di trakea g) Nekrosis cincin trakea karena manset ditiup terlalu kuat h) Cedera dinding belakang (hati hati fistel trakeo-esofagus) Menengah a. Tersumbat sekret, dapat terjadi segera atau gradual. Tetapi hal ini jarang terjadi bila humidifikasi, hidrasi dan penghisapan lendir baik. b. Infeksi pada stoma atau trakeobronkial. c. Ulserasi trakea kerena penekanan kaf. d. Erosi yang dalam dapat menyebabkan perdarahan dari a. inominata atau fistel trakeoesofagus. 2. Lanjut a. Granuloma trakea yang bias menyebabkan kesulitan bernapas bila pipa diangkat. b. Trakeomalasia dan dilatasi trakea. c. Stenosis trakea. d. Fistel trakeokutan menetap e. Fistel trakeoesofagus f. Masalah jaringan parut trakeostomi

DAFTAR PUSTAKA Sjamsuhidajat R, De Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi kedua. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2004. 421 422. Jacob Ballenger, John. Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery.Edisi enam belas.: BC Decker, 2003.1155 1159. Maisel, Robert, H. Trakeostomi dalam Boeis Buku Ajar Penyakit THT. Edisi Enam. Jakarta : EGC, 1997. 473-485

Anda mungkin juga menyukai