Anda di halaman 1dari 3

MEDIA CENTER JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA Jl. Balikpapan I No.

10 Jakarta Pusat 10130 Nomor : Khusus/MC/29 Mei 2013 Hal : Keberatan Lampiran : Kepada Yth.Pemimpin Redaksi Program KHAZANAH \PT. Duta Visual Nusantara Tivi Tujuh (TRANS7) Gedung TRANS7, Jln. Kapten P. Tendean No.88 C, Jakarta 12790 Assalamu alaikum wa Rahmatullahi wa Barakaatuh Shalawat dan salam senantiasa kami panjatkan untuk Yang Mulia Nabi Agung Muhammad (saw) beserta para keluarga dan sahabat (ra) beliau, serta seluruh umat Mumin hingga akhir zaman. Amin. Dengan hormat, bersama ini kami menyampaikan keberatan kami atas siaran program KHAZANAH tanggal 26 Mei 2013 pukul 05.30-06.00 WIB, yang menayangkan profil para nabi palsu dengan menyebutkan salah satunyapendiri Jamaah Muslim Ahmadiyah Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad (as) yang wafat 13 tahun setelah ber-mubahalah (tantangan doa) dengan Maulvi Sanaullah, sedangkan Maulvi Sanaullah masih hidup 43 tahun setelah mubahalah tersebut. Tayangan tersebut membentuk opini negatif dan kebencian terhadap warga Muslim Ahmadiyah di Indonesia, yang dapat berujung pada tindakan intoleransi dan diskriminasi. Berikut ini adalah klarifikasi kami: 1. Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad (as) menulis dalam buku Ijaz Ahmadi (terbit tahun 1902) sebagai berikut: "Saya telah melihat pengumuman Maulvi Sanaullah dari Amritsar dimana ia mengklaim punya keinginan yang tulus, bahwa ia dan saya harus berdoa sehingga salah seorang dari antara kita yang berdusta akan menemui ajal semasa hidup orang yang benar. 2. Menanggapi tulisan tersebut, Maulvi Sanaullah menolak tantangan mubahalah tersebut. - Ini tercantum dalam karya tulis Maulvi Sanaullah yakni Ilhamat Mirza (halaman 116): Saya tidak pernah mendakwakan diri seperti Anda bahwa saya adalah seorang nabi, atau seorang rasul, atau seorang anak Tuhan, atau seorang penerima wahyu. Saya tidak dapat, oleh karena itu tidak berani untuk ikut dalam pertandingan semacam itu. Perkataan Anda jika saya mati sebelum Anda, Anda akan menyatakan bahwa [itu] adalah sebagai bukti kebenaran Anda dan jika Anda mati sebelum saya, maka

siapakah yang akan pergi ke kuburan Anda untuk diminta pertanggungjawabannya? Itulah sebabnya mengapa Anda mengemukakan tantangan yang konyol itu. Saya menyesal, bagaimanapun juga, saya tidak berani ikut dalam kontroversi seperti itu dan kurangnya keberanian saya ini bukanlah sumber kehinaan, namun merupakan sumber kehormatan bagi saya. - Kemudian Maulvi Sanaullah juga menulis dalam Ahlul Hadits (19 April 1907): Saya tidak menantang Anda untuk ber-mubahalah, saya hanya menyatakan keinginan saya untuk bersumpah, namun Anda menyebutnya sebagai suatu mubahalah, di mana suatu mubahalah adalah melibatkan pihak-pihak yang bersumpah yang berhadapan antara satu dengan lainnya. Saya telah menyatakan kesediaan saya untuk bersumpah dan tidak membuat suatu tantangan untuk ber-mubahalah. Membuat suatu persumpahan secara sepihak adalah satu hal dan mubahalah adalah soal lain. - Selanjutnya, Maulvi Sanaullah menulis sebagai berikut: Al-Quran menyatakan bahwa orang-orang yang berbuat kezaliman mendapat kelonggaran dari Tuhan. Sebagai contoh dikatakan: Barangsiapa berada dalam kesesatan, maka biarlah Yang Maha Pemurah memperpanjang tempo baginya (19:76), dan: Kami memberikan kelonggaran bagi mereka sehingga mereka dapat memperbanyak dosanya (3:179); Tuhan akan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka (2:16); dan: Sebenarnya Kami telah memberi mereka dan bapak-bapak mereka kenikmatan hingga panjanglah umur mereka (21:45). Semua itu secara jelas berarti bahwa Tuhan Yang Maha Perkasa, memberikan kelonggaran dan menganugerahkan umur panjang bagi para pendusta, penipu, pembuat keonaran dan para pemberontak, sehingga selama masa kelonggarannya mereka menambah perbuatan zalim mereka. (Ahlul Hadits, 26 April 1907) 3. Dengan demikian Maulvi Sanaullah tidak hanya menolak tantangan Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad (as) untuk ber-mubahalah, melainkan ia telah mengemukakan suatu prinsip bahwa para pendusta, penipu, perusuh dan pemberontak diberikan umur yang panjang. Oleh sebab itu Tuhan Yang Maha Perkasa telah menetapkan dan memberikan umur panjang kepada Maulvi Sanaullah sesuai dengan prinsip yang ia kemukakan sendiri, namun ia mengklaim bahwa itu telah membuahkan datangnya ajal Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad (as) lebih dulu; padahal pernyataannyalah yang menyatakan pendusta akan berumur panjang, dan ternyata ia memperoleh umur panjang, dengan demikian memperkuat apa yang dikatakannya sendiri. Catatan: Maulvi Sanaullah usianya lebih muda 33 tahun dari Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad (as) 4. Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad (as) wafat dengan tenang di atas tempat tidur karena sakit pada usia 73 tahun. Kepergian beliau disaksikan oleh keluarga, sahabat dan kerabat pada tanggal 26 Mei 1908 pukul 10.30 pagi. 5. Adapun Mengenai kehidupan Maulvi Sanaullah sepeninggal Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad (as) sebagai berikut: - Surat kabar Al-Ihtesham tanggal 15 Juni 1962 memberitakan: Pada bulan Agustus 1947, di Amritsar terjadi suatu peristiwa kiamat kecil. Kematian, kerusuhan yang bagaikan badai menimpa dan melumatkan kediaman Maulana Sanaullah, meskipun ia berhasil menyelamatkan diri dan keluarganya,

satu anaknya yang masih muda yaitu Ataullah dengan sadis dibantai di depan matanya dan ketakutan serta dukanya menyayat habis hidupnya... *Review of Religions, vol. 92, no. 2, (February, 1997), hlm. 36] - Selanjutnya didapati keterangan yang dibuat oleh Maulvi Abdul Majid Sohdarvi, penulis biografi Maulvi Sanaullah, dalam bukunya Sirat-e-Sanai sebagai berikut: Segera setelah ia keluar meninggalkan rumahnya, banyak gelandangan dan penjarah menunggu kesempatan untuk menyapu bersih rumahnya dan mereka mengambil semuanya, termasuk perabotan rumah, uang dan perhiasan. Setelah menjarah dan merampok, mereka membakar rumah itu. Itu belum selesai. Para penjarah kemudian mengambil api dan membakar ribuan koleksi buku-bukunya yang sangat berharga dan langka. Penderitaan yang sangat berat dan hilangnya buku-buku tersebut bagi Maulana sama menderitanya seperti kehilangan anak laki-laki satu-satunya. Beberapa bukunya merupakan buku yang sangat langka sehingga mustahil untuk mendapatkannya kembali. ... Kedukaan yang hebat ini tetap bersama Maulana sampai nafas terakhir dalam hidupnya. Dua peristiwa tragis itu, terbakarnya koleksi buku-bukunya dan kematian anak laki-laki yang semata wayang, terbukti menjadi penyebab kematiannya yang mendadak. (Sirat-e-Sanai, hlm. 389-390) Demikian klarifikasi ini kami sampaikan. Kami meminta agar klarifikasi dan penjelasan ini disiarkan dalam program yang sama, sebagai bentuk hak jawab kami sesuai dengan hukum dan perundangan yang berlaku di Indonesia. Wassalamu alaikum wa Rahmatullahi wa Barakaatuh Hormat kami,

Mln. Zafrullah A. Pontoh Media Center Jemaat Ahmadiyah Indonesia Contact person: Arif Rahman Hakim 085711744268

Anda mungkin juga menyukai