Anda di halaman 1dari 15

PENGENALAN

1.1)

Latar Belakang

Kantung ketuban adalah sebuah kantung berdinding tipis yang berisi cairan dan janin selama masa kehamilan. Dinding kantung ini terdiri dari dua bagian. Bagian pertama disebut amnion, terdapat di sebelah dalam. Sedangkan, bagian kedua, yang terdapat di sebelah luar disebut chorion. Cairan ketuban adalah cairan yang ada di dalam kantung amnion. Cairan ketuban ini terdiri dari 98 persen air dan sisanya garam anorganik serta bahan organik. Cairan ini dihasilkan selaput ketuban dan diduga dibentuk oleh sel-sel amnion, ditambah air kencing janin, serta cairan otak pada anensefalus. Pada ibu hamil, jumlah cairan ketuban ini beragam. Normalnya antara 1 liter sampai 1,5 liter. Namun bisa juga kurang dari jumlah tersebut atau lebih hingga mencapai 3-5 liter. Diperkirakan janin menelan lebih kurang 8-10 cc air ketuban atau 1 persen dari seluruh volume dalam tiap jam. Pada ibu hamil, air ketuban ini berguna untuk mempertahankan atau memberikan perlindungan terhadap bayi dari benturan yang diakibatkan oleh lingkungannya di luar rahim. Selain itu air ketuban bisa membuat janin bergerak dengan bebas ke segala arah. Tak hanya itu, manfaat lain dari air ketuban ini adalah untuk mendeteksi jenis kelamin, memerikasa kematangan paru-paru janin, golongan darah serta rhesus, dan kelainan kongenital (bawaan), susunan genetiknya, dan sebagainya. Ada dua macam kemungkinan ketuban pecah dini, yaitu premature rupture of membrane dan preterm rupture of membrane. Keduamya memiliki gejala yang sama, yaitu keluarnya cairan dan tidak ada keluhan sakit. Tanda-tanda khasnya adalah keluarnya cairan mendadak disertai bau yang khas, namun berbeda dengan bau air seni. Alirannya tidak terlalu deras keluar serta tidak disetai rasa mulas atau sakit perut. Namun, adakalanya hanya terjadi kebocoran kantung ketuban. Tanpa disadari oleh ibu cairan ketuban merembes sedikit demi sedikit hingga cairan ini makin berkurang. Akan terdeteksi jika si ibu baru merasakan perih dan sakit jika si janin bergerak-gerak.

Penyebabnya adalah karena terjadi perobekan pada kantung ketuban karena trauma atau mulut rahim yang lemah sehingga tidak bisa menahan kehamilan. Bisa juga karena ketegangan rahim yang berlebihan, seperti kehamilan ganda atau hidramnion, kelainan letak janin seperti sungsang atau melintang, atau kelainan bawaan dari selaput ketuban. Bisa pula karena infeksi yang kemudian menimbulkan proses biomekanik pada selaput ketuban sehingga memudahkan ketuban pecah.

PERBAHASAN ISI 2.1) Pemeriksaan

2.1.1 Anamnesis Anamnesa adalah pemeriksaan yang berupa sesi tanya jawab atau wawancara terhadap pasien. Ia harus dilakukan sebagai langkah pertama bagi mengetahui keluhan utama yang merupakan penyebab kedatangan pasien kepada dokter. Anamnesis/wawancara tentang riwayat penyakit ini juga bertujuan untuk menyingkirkan penyebab lain yang bisa memicu penyakit yang dideritai pasien. Anamnesis dapat dilakukan langsung kepada pasien, yang disebut autoanamnesis, atau dilakukan terhadap orang tua, wali, orang yang dekat dengan pasien, atau sumber lain, disebut sebagai aloanamnesis. Termasuk didalam aloanamnesis adalah semua keterangan dokter yang merujuk, catatan rekam medik, dan semua keterangan yang diperoleh selain dari pasiennya sendiri. Antara pertanyaan yang perlu ditanyakan adalah: 1 1. 2. Identitas lengkap pasien Keluhan utama dan cerita kronologis, rinci, jelas tentang keadaan pasien sebelum ada keluhan sampai datang berobat 3. 4. 5. 6. Apakah ada keluhan lain seperti perdarahan per vaginam Riwayat haidh Riwayat kehamilan Riwayat penyakit lain yang pernah diderita dan masalah pada kehamilan sebelumnya.

7. 8.

Riwayat pernikahan Riwayat penyakit pada anggota keluarga.

Selain itu, berikut adalah beberapa pertanyaan lain yang harus ditanyakan semasa anamnesa untuk membantu dokter menegakkan diagnosa pasti. Antaranya adalah: a. Berapakah jumlah cairan yang hilang : pecah ketuban awalnya menyebabkan semburan cairan yang besar yang diikuti keluarnya cairan yang terus-menerus. Namun pada beberapa kondisi pecah ketuban, satu-satunya gejala yang diperhatikan wanita adalah keluarnya sedikit cairan yang terus menerus (jernih, keruh , kuning atau hijau) dan perasaan basah pada celana dalamnya. b. Apakah ada ketidakmampuan mengendalikan kebocoran dengan latihan Kegel : membedakan PROM dengan inkontinensia uteri. c. Waktu terjadi pecah ketuban. d. Warna cairan : cairan amnion dapat jernih atau keruh, jika bercampur mekonium, cairan akan berwarna kuning atau hijau. e. Bau cairan : cairan amnion memiliki bau apek yang khas, yang membedakan dari urine. f. Hubungan seksual terakhir : semen yang keluar dari vagina dapat disalahartikan sebagai cairan amnion. g. Pancaran Involunter atau kebocoran cairan jernih dari vagina merupakan gejala yang khas. Tidak ada nyeri maupun kontraksi uterus. h. Riwayat Haid : Umur kehamilan diperkirakan dari hari haid terakhir.

Berdasarkan pertanyaan anamesa, didapatkan bahawa pasien yaitu seorang ibu berusia 27 tahun, G2P1A0 dengan kehamilan 8 bulan datang dengan keluhan keluar cairan banyak dari vagina sejak 8 jam yang lalu. Keluhan tambahan yang lain adalah nyeri perut dan pinggang bawah sejak 2 jam yang lalu.

2.1.2 Pemeriksaan Fisik. Pada pemeriksaan fisik, pemeriksaan tanda-tanda vital selalu dijalankan pertama kali untuk mendapatkan: 1. 2. 3. 4. Suhu tubuh Tekanan darah Denyut nadi Frekuensi napas

Kemudian, pemeriksaan dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik obstetric dan ginekologi yang lengkap. Pada pemeriksaan Abdomen: Uterus lunak dan tidak nyeri tekan. Tinggi fundus harus diukur dan dibandingkan dengan tinggi yang diharapkan menurut hari haid terakhir. Palpasi abdomen menggunakan kaedah Leopold 1-4 akan memberikan perkiraan ukuran janin dan presentasi maupun cakapnya bagian presentasi. Dengan menggunakan doppler didegarkan adakah denyut jantung normal. Pemeriksaan Pelvis : Pemeriksaan speculum steril pertama kali dilakukan untuk memeriksa adanya cairan amnion dalam vagina. Pemeriksaan speculum steril a. Inspeksi keberadaan tanda-tanda cairan di genitalia eksternal. b. Lihat serviks untuk mengetahui aliran cairan dari orifisium. c. Lihat adanya genangan cairan amnion diforniks vagina. d. Jika Anda tidak melihat ada cairan, minta wanita mengejan (perasat Valsava). Secara bergantian, beri tekanan pada fundus perlahan-lahan atau naikkan dengan perlahan bagian presentasi pada abdomen untuk memungkinkan cairan melewati bagian presentasi pada kasus kebocoran berat sehingga anda dapat mengamati kebocoran cairan. e. Obervasi cairan yang keluar untuk melihat lanugo atau verniks kaseosa jika usia kehamilan lebih dari minggu ke-32. f. Visualisasi serviks untuk menentukan dilatasi jika pemeriksaan dalam tidak akan dilakukan.

g. Visualisasi serviks untuk mendeteksi prolaps tali pusat atau ekstremitas janin. 2.1.3 Pemeriksaan Penunjang. 1

a. Ultrasonografi Ultrasonografi dapat mengindentifikasikan kehamilan ganda, anomaly

janin,polihidramion atau melokalisasi kantong cairan amnion pada amniosintesis. b. Amniosintesis Cairan amnion dapat dikirim ke laboratorium untuk evaluasi kematangan paru janin. c. Protein C-reaktif Peningkatan protein C-reaktif serum menunjukkan peringatan korioamnionitis

Uji Laboratorium a. Uji pakis positif : pemakisan (ferning), juga disebut percabangan halus (arborization), pada kaca objek (slide) mikroskop yang disebabkan keberadaan natrium klorida dan protein dalam cairan amnion. (Selama pemeriksaan speculum steril, gunakan lidi kapas steril untuk mengumpulkan specimen, baik cairan dari forniks vagina posterior maupun cairan yang keluar dari orifisium karena lender serviks juga sedikit berbeda. Apus specimen pada kaca objek dan biarkan seluruhnya kering minimal selama 10 menit. Inspeksi kaca objek di bawah mikroskop untuk memeriksa pola pakis. b. Uji kertas nitrazin positif: kertas berwarna mustard-emas yang sensitive terhadap pH ini akan berubah warna menjadi biru gelap jika kontak dengan bahan bersifat basa. Nilai pH vagina normal adalah < 4,5. Selama kehamilan, terjadi peningkatan jumlah sekresi vagina akibat eksofoliasi epitalium dan bakteri, sebagian lactobacillus, yang menyebabkan pH vagina lebih asam. Cairan amnion memiliki pH 7,0-7,5. Uji pakis lebih dapat dipercaya daripada uji kertas niazin. Ini karena sejumlah bahan selain cairan amnion memiliki pH yang lebih alkali, termasuk lender serviks, infeksi trikomonas, darah , urine, semen ,dan bubuk sarung tangan.

c. Spesimen untuk kultur Streptokokus Grup B. Jika wanita ditapis untuk GBS antara minggu ke-35 dan ke-37 gestasi dan hasil kultur negative dalam 5 minggu sebelumnya didokumentasikan, set specimen lainnya untuk kultur tidak diperlukan dan antibiotic profilaksis tidak dianjurkan.

2.2) Diagnosis Kerja. Ketuban pecah dini saat preterm/sebelum usia cukup bulan/< 37minggu Ketuban pecah dini sebelum usia cukup bulan bahasa inggris disebut PPROM (Preterm Prematur Rubture of Membrane). Ketuban pecah dini adalah bocornya amnion sebelum mulainya persalinan, terjadi pada kira kira 7 sampai 12 persen kehamilan. Paling sering, ketuban pecah pada atau mendekati saat persalinan ; persalinan terjadi secara spontan dalam beberapa jam. Bila ketuban pecah dini dihubungkan dengan kehamilan preterm, ada risiko peningkatan morbiditas dan mortalitas perinatal akibat imaturitas janin. Bila kelahiran tidak terjadi dalam 24 jam, juga terjadi risiko peningkatan infeksi intrauterine.

2.3) Diagnosis Banding Diagnosis banding harus mencakup kemungkinan 1. Inkontinensia urin. Oleh karena urin biasanya asam, perbandingan pH urin dan pH vagina membantu dalam membedakannya. 2. Ketuban pecah dini(KPD) atau spontaneous/early/premature rupture of the membrane (PROM): pecahnya ketuban sebelum partu : yaitu bila pembukaan pada primigravida dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. 3. KPD memanjang merupakan KPD selama >24 jam yang berhubungan dengan peningkatan risiko infeksi intra-amnion

2.4) Etiologi dan faktor risiko. Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran atau meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya

kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks. Berikut adalah beberapa teori kepada penyebab yang boleh menyumbang kepada kasus PPROM.6 1. Infeksi Adanya infeksi pada selaput ketuban (korioamnionitis lokal) sudah cukup untuk melemahkan selaput ketuban di tempat tersebut. Bila terdapat bakteri patogen di dalam vagina maka frekuensi amnionitis, endometritis, infeksi neonatal akan meningkat 10 kali. 2. Defisiensi vitamin C Vitamin C diperlukan untuk pembentukan dan pemeliharaan jaringan kolagen. Selaput ketuban (yang dibentuk oleh jaringan kolagen) akan mempunyai elastisitas yang berbeda tergantung kadar vitamin C dalam darah ibu. 3. Faktor selaput ketuban Peregangan uterus yang berlebihan atau terjadi peningkatan tekanan yang mendadak di dalam kavum amnion, di samping juga ada kelainan selaput ketuban itu sendiri. Hal ini terjadi seperti pada sindroma Ehlers-Danlos, dimana terjadi gangguan pada jaringan ikat oleh karena defek pada sintesa dan struktur kolagen dengan gejala berupa hiperelastisitas pada kulit dan sendi, termasuk pada selaput ketuban yang komponen utamanya adalah kolagen. 4. Faktor umur dan paritas Semakin tinggi paritas ibu akan makin mudah terjadi infeksi cairan amnion akibat rusaknya struktur serviks akibat persalinan sebelumnya. 5. Faktor tingkat sosio-ekonomi Sosio-ekonomi yang rendah, status gizi yang kurang akan meningkatkan insiden ketuban pecah dini, lebih-lebih disertai dengan jumlah persalinan yang banyak, serta jarak kelahiran yang dekat.

Faktor Risiko 1. Serviks inkompeten.

2. Ketegangan rahim berlebihan : kehamilan ganda, hidramion. 3. Kelainan letak janin dan rahim : letak sungsang, letak lintang. 4. Kemungkinan kesempitan panggul : bagian terendah belum masuk PAP (sepalo pelvic disproporsi). 5. Infeksi yang menyebabkan terjadinya biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk preteolitik sel sehingga memudahkan ketuban pecah. (Amnionitis/ Korioamnionitis). 6. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan genetik)

2.5) Patofisiologi Banyak teori, mulai dari defect kromosom, kelainan kolagen, sampai infeksi. Pada sebagian besar kasus ternyata berhubungan dengan infeksi yaitu sampai 65% dari kasus yang berlaku. Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblast, jaringan retikuler korion dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh system aktifitas dan inhibisi interleukin -1 (iL-1) dan prostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas iL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerasi kolagen pada selaput korion/ amnion, menyebabkan ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan.

2.6) Gejala klinis 1. Maternal : Demam (dan takikardi), uterine tenderness, keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina, cairan amnion yang keruh dan berbau, leukositosis, leukosit esterase (LEA) meningkat, kultur darah/urin 2. Fetal : takikardi, kardiotokografi, profilbiofisik. 3. Cairan amnion : Volume cairan ketuban berkurang, tes cairan amnion, diantaranya dengan kultur/gram stain, fetal fibronectin, glukosa, leukosit esterase (LEA) dan sitokin.

2.7) Penatalaksanaan.

2.7.1 Medikamentosa.7 Anjuran mengenai penatalaksanaan optimum dari kehamilan dengan komplikasi ketuban pecah dini tergantung pada umur kehamilan janin, tanda infeksi intrauterine, dan populasi pasien. Pada umumnya, tampaknya lebih pantas untuk membawa semua pasien dengan ketuban pecah ke rumah sakit dan melahirkan semua bayi yang berumur lebih dari 36 minggu, maupun semua bayi dengan ratio lesitin sfingomielin yang matur, boleh dinduksi kelahiran dalam 24 jam dari pecahnya ketuban untuk memperkecil risiko infeksi intrauterine. Persalinan diinduksi dengan oksitosin selama presentasi janin adalah kepala. Bila induksi gagal, dilakukan seksio sesaria. Seksio sesarea juga dianjurkan untuk presentasi bokong, letak lintang, atau gawat janin kalau tidak janin terlalu imatur sehinga tidak ada harapan untuk bertahan hidup. Apabila rencana penatalaksaan adalah agar wanita melahirkan dalam 24 jam setelah pecah ketuban, waktu ekstra 12 jam biasanya diberikan agar wanita dapat memasuki tahap persalinan spontan sebelum induksi oksitosin dimulai. Selama 12 jam ini, digunakan metode lain untuk menginduksi persalinan, seperti meminta wanita meminum minyak kastor (2ons) atau stimulasi puting susu. Hubungan seks

dikontradiksikan karena terdapat ketuban pecah dini. Jika serviks tidak matang, prainduksi pematangan serviks dapat diindikasikan. Diskusikan situasi tersebut dengan dokter yang menangani pasien.

Penatalaksanaan untuk wanita dengan pecah ketuban dini pada kehamilan premature adalah menunggu awitan persalinan spontan sambil mengobservasi tanda dan gejala korioamnionitis. Berikut adalah jalur penatalaksanaannya: Penanganan dirawat di RS. Diberikan antibiotik profilaksis, ampisilin 4x500 mg selama 7 hari. Untuk merangsang maturasi paru, diberikan kortikosteroid (untuk uk kurang dari 35 minggu): deksametason 5 mg setiap 6 jam (im). Pemberian agent tokolitik diharapkan dapat memperpanjang periode latensi namun tidak memperbaiki luaran neonatal. TIdak banyak data yang tersedia

mengenai pemakaian agen tokolitik untuk ketuban pecah dini. Pemberian agen tokolitik jangka panjang tidak diperkenankan dan hingga kini masih menunggu hasil penelitian lebih jauh.

Indikasi melakukan induksi pada ketuban pecah dini adalah sebagai berikut : 1. Pertimbangan waktu apakah 6, 12, atau 24 jam dan berat janin dalam rahim sebaiknya lebih dari 2000 gram. 2. Terdapat tanda infeksi intra uteri. Suhu meningkat lebih dari 38c, dengan pengukuran per rektal. Terdapat tanda infeksi melalui hasil pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan kultur air ketuban.

Apapun pilihan penatalaksanaan yang digunakan, penatalaksanaan perawatan persalinan yang digunakan sama seperti yang lain, dengan tambahan sebagai berikut : 1. Kaji suhu dan denyut nadi setiap 2 jam. Kenaikan suhu sering kali didahului kondisi ibu yang mengigil. 2. Lakukan pemantauan Denyut Jantung Janin(DJJ). Pemeriksaan DJJ setiap jam sebelum awitan persalinan adalah tindakan yang adekuat sepanjang DJJ dalam batas normal, pemantauan DJJ ketat dengan alat pemantau janin elektronik secara kontinu dilakukan selama induksi oksitosin untuk melihat tanda gawat janin akibat kompresi tali pusat atau induksi. Takikardia dapat mengindikasikan infeksi intrauteri. 3. 4. Hindari pemeriksaan dalam yang tidak perlu. Ketika melakukan pemeriksaan dalam yang benar-benar diperlukan, perhatikan hal-hal berikut : Apakah dinding vagina terba lebih hangat dari biasa. Bau rabas atau cairan di sarung tangan anda Warna rabas atau cairan di sarung tangan anda. Beri perhatian lebih seksama terhadap hidrasi agar dapat diperoleh gambaran jelas dari setiap infeksi yang timbuk. Sering kali terjadi peningkatan suhu tubuh akibat dehidrasi.

10

Gambar 2: Bagian-bagian dari lambung yang bisa dilakukan endoskopi. 2.7.2 Non-medikamentosa.7 Bagi petugas kesehatan, khususnya bidan dapat menyarankan bebrapa hal kepada ibu hamil, yaitu : 1. Apabila terdapat rembesan atau aliran cairan dari vagina, segera hubungi dokter atau petugas kesehatan dan bersiaplah untuk ke Rumah Sakit. 2. Gunakan pembalut wanita (jangan tampon) untuk penyerapan air yang keluar.

11

3. Kebanyakan pasien tidak menyelesaikan persiapan mereka melahirkan bila ketuban pecah beberapa minggu sebelum cukup bulan. Dukungan emosi yang tepat sangat berguna. 4. Bila janin preterm dan dipilih tanpa tindakan, maka pasien dianjurkan untuk tidak melakukan pencucian vagina ataupun senggama.

2.8) Pencegahan 1. Daerah vagina sebaiknya sebersih mungkin untuk mencegah infeksi, jangan berhubungan seksual atau mandi berendam. 2. Selalu membersihkan dari arah depan ke belakang untuk menghindari infeksi dari dubur 3. Jangan coba melakukan pemeriksaan dalam sendiri. 4. Mengurangi aktivitas atau istirahat pada akhir trimester kedua atau awal trimester ketiga dianjurkan.

2.9) Komplikasi. 1. Makin panjang fase laten yaitu interval masa sejak ketuban pecah hingga terjadi kontraksi, makin tinggi kemungkinan infeksi intrapartum (korioamnionitis) 2. 3. 4. 5. 6. Persalinan preterm, jika terjadi pada usia kehamilan preterm Prolaps tali pusat Oligohidramnion Kelainan presentasi janin. Makin muda kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa menimbulkan morbiditas janin

2.10) Prognosis 1. Prognosis Ibu a. Infeksi intrapartal/dalam persalinan Jika terjadi infeksi dan kontraksi ketuban pecah maka bisa menyebabkan sepsis yang

12

selanjutnya dapat mengakibatkan meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas b. Infeksi puerperalis/ masa nifas c. Dry labour/Partus lama d. Perdarahan post partum e. Meningkatkan tindakan operatif obstetri (khususnya SC)

2. Prognosis Janin a. Prematuritas Masalah yang dapat terjadi pada persalinan prematur diantaranya adalah respiratory distress sindrome, hypothermia, neonatal feeding problem, retinopathy of premturity, intraventricular hemorrhage, necrotizing enterocolitis, brain disorder (and risk of cerebral palsy), hyperbilirubinemia, anemia, sepsis. b. Prolaps funiculli/ penurunan tali pusat c. Hipoksia dan Asfiksia sekunder (kekurangan oksigen pada bayi) Mengakibatkan kompresi tali pusat, prolaps uteri, dry labour/pertus lama, apgar score rendah, ensefalopaty, cerebral palsy, perdarahan intrakranial, renal failure, respiratory distress. d. Sindrom deformitas janin Terjadi akibat oligohidramnion. Diantaranya terjadi hipoplasia paru, deformitas ekstremitas dan pertumbuhan janin terhambat (PJT) e. Morbiditas dan mortalitas perinatal

2.11) Epidemiologi. Prevalensi ketuban pecah dini preterm adalah sekitar 2% dari seluruh kehamilan, dan 25% dari seluruh kasus ketuban pecah dini. Bahkan ketuban pecah dini preterm diduga dapat berulang pada kehamilan berikutnya, dengan perkiraan 21% sampai 32% rasio berulang. Hal ini juga berkaitan dengan meningkatnya risiko morbiditas pada ibu atau pun janin. Komplikasi seperti korioamnionitis dapat terjadi sampai 30% dari kasus ketuban pecah dini, sedangkan solusio plasenta berkisar antara 4-7%. Komplikasi pada

13

janin berhubungan dengan kejadian prematuritas dimana 80% kasus ketuban pecah dini preterm akan bersalin dalam waktu kurang dari 7 hari. Risiko infeksi meningkat baik pada ibu maupun bayi. Insiden korioamnionitis 0,5-1,5% dari seluruh kehamilan, 3-15% pada ketuban pecah dini prolonged, 15-25% pada ketuban pecah dini preterm dan mencapai 40% pada ketuban pecah dini < 24 minggu. Sedangkan insiden sepsis neonatus 1 dari 500 bayi dan 2-4% pada ketuban pecah dini lebih daripada 24 jam4,5. Ketuban pecah dini berkisar antara 3% sampai 18% dari seluruh kehamilan. Hampir 30-40% persalinan preterm disebabkan oleh ketuban pecah dini. Kira-kira 1,7% wanita mengalami ketuban pecah dini pada usia kehamilan 24-34 minggu, dan menyumbang 20% untuk kematian perinatal.5 Proporsi ketuban pecah dini di Rumah Sakit Sanglah periode 1 Januari 2005 sampai 31 Oktober 2005 dari 2113 persalinan, proporsi kasus ketuban pecah dini adalah sebanyak 12,92%. Sedangkan proporsi kasus ketuban pecah dini preterm dari 328 kasus ketuban pecah dini baik yang melakukan persalinan maupun dirawat secara konservatif sebanyak 16,77%. Kontribusi ketuban pecah dini pada kelahiran prematur lebih besar pada sosial ekonomi rendah dibandingkan sosial ekonomi menengah ke atas. 4

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulannya, Ketuban pecah dini adalah bocornya amnion sebelum mulainya persalinan, terjadi pada kira kira 7 sampai 12 persen kehamilan. Semakin awal pemeriksaan dilakukan semakin mudah mengdiagnosis pecah ketuban. Anjuran mengenai penatalaksanaan optimum dari kehamilan dengan komplikasi ketuban pecah dini tergantung pada umur kehamilan janin, tanda infeksi intrauterine, dan populasi pasien. Penatalaksanaan untuk wanita dengan pecah ketuban dini pada kehamilan premature adalah menunggu awitan persalinan spontan sambil mengobservasi tanda dan gejala korioamnionitis.

14

DAFTAR PUSTAKA 1. Arief, Triyanti .Kuspuji, Savitri. Rakhmani, Wardani. Ika, Wahyu, Setiowulan, Wiwiek. Edisi 3. 2001. Kapita selekta Kedokteran. Jakarta: FK.UI. 2. Cunningham, F.G. Et all. 2005. William Obstetrics, 22nd edition. Chapter 21. Disorders of Aminic Fluid Volume. USA: McGRAW-HILL. 3. 4. Carolus. 2008. Ketuban Pecah Dini, from http:/www.klik dokter.com. Manuaba, Ida, Bagus. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi Dan KB. Jakarta: EGC. 5. Ningrum. 2009.Ketuban Pecah Dini,Filed under: ObGyn,med papers: September8,2009,From: http://ningrumwahyuni.wordpress.com/2009/09/08/ketuban-pecah-dini/ 6. Suwiyoga IK, Budayasa AA, Soetjiningsih. Peranan Faktor Risiko Ketuban Pecah Dini terhadap Insidens Sepsis Neonatorum Dini pada Kehamilan Aterm. Cermin Dunia Kedokteran, No 151. 2006. p: 14-17 7. Garite TJ, Prematur Rupture of the Membrans. In: Maternal-Fetal Medicine Principle and Practice. Fifth edition. Editors: Creasy RK, Resnik R, Iams JD; W.B. Saunders Company Ltd. USA. 2004. p: 723-37.

15

Anda mungkin juga menyukai