Anda di halaman 1dari 5

Al Hilm, Al Anah dan Ar Rifq: Ketinggian Akhlaq Lemah Lembut

May 17, 2012

Oleh: Abu Umar Al Bankawy

Tiga perkara ini (Al Hilm, Al Anah dan Ar Rifq) memiliki makna yang berdekatan. Ketiganya mengandung makna berlemah lembut dalam bermuamalah dengan sesama. Oleh karena itu, para ulama menjadikan pembahasannya dalam satu bab. Al Hilm ( ) maknanya adalah seseorang bisa menguasai dirinya ketika marah. Jika seseorang dilanda amarah maka dengan segera dia bisa menguasai dirinya, tidak terburu-buru merespon atau memberikan balasan. Sedangkan Al Anah ( ) maknanya adalah berhati-hati dalam menghadapi permasalahan dan tidak tergesa-gesa. Artinya seseorang tidaklah mengambil sebuah permasalahan dengan zhahirnya belaka, lalu dia pun dengan tergesagesa menghukumi permasalahan tersebut sebelum dia menelitinya dengan lebih lanjut. Adapun Ar Rifq ( ) maknanya adalah: Bermuamalah dengan manusia dengan lemah lembut bahkan sampaisampai jika orang tersebut berhak untuk mendapat hukuman dan sanksi maka dia pun tetap memperlakukannya dengan lemah lembut.

Tingginya kedudukan tiga sifat ini


Ketiga sifat ini banyak mendapat pujian dalam di syariat Islam. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wasallam berkata kepada Asyaj Abdul Qais,

:
Sesungguhnya pada dirimu ada dua perangai yang dicintai Allah yaitu al hilm dan al anah. (HR. Muslim) Dari Aisyah radhiyallahu anha, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,


Sesungguhnya Allah Rafiq (Maha Lembut), dan mencintai rifq/kelembutan, Dia memberikan pada rifq, apa-apa yang tidak diberikan pada sikap anaf (keras), dan tidak pula Dia memberikan pada yang selainnya. (HR. Muslim) Dari beliau (Aisyah) radhiyallahu anha juga, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,


Wajib bagimu untuk berbuat lemah lembut, berhati -hatilah dari sikap keras dan keji, sesungguhnya tidaklah sikap lemah lembut ada pada suatu perkara kecuali akan menghiasinya, dan tidaklah ia dicabut dari sesuatu, melainkan akan memburukkan perkara tersebut. (HR. Muslim) Dari Jarir bin Abdillah radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,


Barang siapa yang diharamkan baginya rifq, diharamkan baginya kebaikan seluruhya. (HR. Muslim)

Kelembutan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam


Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalh figur yang penuh kasih sayang dan kelemahlembutan. Allah taala berfirman,


Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, Amat belas kasihan lagi Penyayang terhadap orang-orang mukmin. (At-Taubah: 128) Kasih sayang dan kelemahlembutan beliau nampak pada Hadits-hadits berikut:

1. Kisah Arab Badui yang Kencing di Masjid


Dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu berkata, Tatkala kami dimasjid bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, tiba-tiba datang seorang Arabi (Arab dusun) kencing di masjid, maka para sahabat menghardiknya, Mah mah (yaitu pergi/tinggalkan). Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, Jangan kalian hardik, biarkan dia (jangan putus kencingnya). Parasahabat membiarkan Arabi tersebut untuk menunaikan kencingnya, kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memanggilnya. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata, Sesungguhnya masjid-masjid tidak boleh untuk kencing, tetapi dipergunakan untuk berdzikir kepada Allah, shalat dan membaca Al Quran.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda kepada para sahabat-sahabatnya, Sungguh kalian diutus untuk memudahkan dan tidak untuk menyulitkan, guyurlah air kencing tadi dengan satu ember air. Arabi itu berkata, Ya Allah, rahmatilah aku dan Muhammad, dan jangan Engkau rahmati selain kami. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, Sungguh engkau telah mempersempit perkara yang luas. (Muttafaqun alaihi)

2. Metode Beliau dalam Menegur Para Sahabat


Dari Muawiyah bin Al-Hakam Aisyah-Sulami radhiyallahu anhu berkata, Tatkala aku shalat bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, tiba-tiba ada seseorang yang shalat itu bersin. Muawiyah radhiyallahu anhu mendoakan, Semoga Allah merahmatimu. Orang-orang yang shalat melihat kepadaku dalam rangka mengingkari. Muawiyah mengatakan kepada mereka, Kenapa kalian melihatku begitu? Orang-orang yang shalat memukulkan tangan-tangan mereka ke paha-paha mereka dengan tujuan supaya diam, maka Muawiyah pun diam tatkala mereka diam sampai selesai shalat. Muawiyah radhiyallahu anhu memuji Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, Demi ibu bapakku, aku tidak pernah melihat seorang pengajar sebelum atau sesudahnya yang paling baik pengajarannya dibanding beliau , maka demi Allah, beliau tidak memojokkan aku, tidak memukulku dan tidak mencelaku. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, Sesungguhnya shalat ini tidak boleh sesuatu pun padanya yang berupa ucapan manusia, tetapi shalat itu tasbih, takbir dan membaca Al-Quran. Muawiyah radhiyallahu anhu berkata, Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku baru lepas dari masa jahiliyah, dan Allah datangkan Islam. Dan sesungguhnya ada di antara kami orang-orang yang mendatangi dukun yang mereka mengakui ilmu ghaib. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, Jangan kamu mendatangi mereka!! Muawiyah radhiyallahu anhu, Dan di antara kami ada orang-orang yang ber-tathayur (menganggap sial dengan sesuatu). Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, Itu adalah sesuatu yang didapatkan pada dada -dada mereka, maka jangan sampai menghalangi mereka dari tujuan-tujuan mereka, karena yang demikian itu tidak berpengaruh, tidak mendatangkan manfaat mau pun mudharat. (HR. Muslim)

3. Bimbingan Beliau terhadap Aisyah radhiyallahu anhu


Dari Aisyah radhiyallahu anha berkata, Orang-orang Yahudi mendatangi Nabi shallallahu alaihi wasallamdan berkata, Kebinasaan bagimu. Rasul shallallahu alaihi wasallam bersabda, Bagi kalian juga. Aisyah berkata, Kebinasaan bagi kalian, laknat dan murka Allah atas kalian . Rasul shallallahu alaihi wasallam bersabda, Tahan wahai Aisyah, wajib bagimu untuk lemah lembut, hati -hati kamu dari sikap keras dan keji.

Aisyah, Apakah kamu tidak mendengar apa yang mereka ucapkan? Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, Apakah kamu tidak mendengar apa yang aku ucapkan, aku telah membalas mereka dan itu dikabulkan bagiku dan ucapan mereka terhadapku tidaklah dikabulkan . (HR. Al Bukhari) Dalam riwayat Muslim, Jangan kamu (wahai Aisyah) menjadi orang yang berbuat keji, karena sesungguhnya Allah tidak suka terhadap perkataan kotor/keji dan mengatakan dengan ucapan kotor.

4. Wasiat Beliau ketika Mengutus Para Dai


Rasulullah shallallahu alaihi wasallam jika mengutus sahabatnya dalam suatu urusan, beliau bersabda,


Gembirakanlah mereka, jangan bikin lari, permudah urusan mereka, jangan mempersulit. (Muttafaqun alaihi)

Lemah Lembut dalam Mengajak Orang kepada Kebaikan


Lemah lembut dalam berdakwah adalah salah satu modal utama di dalam berdakwah. Allah taala berfirman,


Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. (Ali Imran: 159) Dikatakan kepada Al-Imam Ahmad bin Hanbal, Bagaimana sepantasnya seseorang memerintahkan kepada yang maruf? Beliau menjawab, Hendaknya dia memerintah dengan lemah lembut dan merendahkan diri. Kemudian beliau berkata, Jika mereka memperdengarkan kepadanya perkara yang dia benci, jangan dia marah, sehingga jadilah dia ingin membela dirinya. (Al Amr bil Maruf wan Nahi anil Munkar, Abu Ba kr bin Al Khallal, hal 52) Al-Imam Sufyan berkata, Janganlah memerintahkan kepada yang maruf dan melarang dari yang munkar kecuali orang yang di dalamnya ada tiga perkara: Berlemah-lembut dengan apa yang ia perintahkan dan lemah-lembut dengan apa yang ia larang, adil dengan apa yang ia perintahkan dan adil dengan apa yang ia larang, mengilmui apa yang ia perintahkan dan mengilmui apa yang ia larang. (Al Amr bil Maruf wan Nahi anil Munkar, Abu Bakr bin Al Khallal, hal 37) Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, Maka semestinya untuk mempunyai tiga hal: Ilmu, sikap lemah lembut, dan kesabaran. Ilmu sebelum memerintahkan dan melarang, sikap lemah-lembut bersamanya, dan kesabaran setelahnya. Dan setiap dari tiga hal

ini mesti menemaninya dalam keadaan-keadaan ini. (Al Amr bil Maruf wan Nahi anil Munkar, Ibnu Taimiyyah, hal 18) Wallahu taala alam bish shawab.

Sumber: Syarh Riyadhis Shalihin, Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin Qutufun min Syamaaili Al Muhammadiyyah, Asy Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu Al Amr bil Maruf wan Nahi anil Munkar, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Al Amr bil Maruf wan Nahi anil Munkar, Abu Bakr bin Al Khallal

Anda mungkin juga menyukai