Anda di halaman 1dari 35

Jangan Marah

Hadits 16 Arba’in
Hadits 16 Arba’in

‫صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم‬ ِ ِ‫ال ل‬ َّ َّ ِ ِ


‫ي‬
َ ِّ ‫ب‬َّ
‫ن‬ ‫ل‬ َ ‫ق‬
َ ‫اًل‬ ُ َ ُ َ ُ َ َ َ ْ َ ُ ‫َع ْن َأب‬
‫ج‬ ‫ر‬ ‫َأن‬ ‫ه‬ ‫ن‬
ْ ‫ع‬ ‫ه‬ ‫ل‬ ‫ال‬ ‫ي‬ ‫ض‬ ‫ر‬ ‫ة‬
َ‫ر‬ ‫ي‬‫ر‬ ‫ه‬ ‫ي‬
‫ي‬ ‫ر‬ ِ ‫ا‬ ‫خ‬ ‫ْب‬‫ل‬ ‫ا‬ ‫اه‬‫و‬‫ر‬ » ‫ب‬ ‫ض‬ ‫غ‬‫ت‬ : ‫ال‬
َ ‫ق‬
َ ‫ا‬‫ار‬‫ر‬ ‫م‬ِ ‫َّد‬
‫د‬ ‫ر‬‫ف‬ ‫ب‬ ‫ض‬ ‫غ‬ ‫ت‬ « : ‫ال‬
َ َ‫ق‬ ،‫ي‬ِ‫ن‬‫ص‬ِ ‫َأو‬.
ُّ َ ُ ُ َ َ ْ َ ْ َ ‫اَل‬ ً َ َ َ َ ْ َ ْ َ ‫اَل‬ ْ
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu bahwa seseorang berkata kepada Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Berilah aku wasiat”. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam
bersabda, "Engkau jangan marah”. Orang tersebut mengulangi permintaannya
hingga beberapa kali, sedang Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Engkau
jangan marah”. (Diriwayatkan Al-Bukhari)
Imam Abu Amr bin Ash-Shalah meriwayatkan dari Abu Muhammad bin
Abu Zaid, imam sahabat-sahabat Imam Malik pada zamannya, yang
berkata, "Puncak etika kebaikan bermuara dari empat hadits;

1. Sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, 'Barangsiapa beriman kepada


Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia berkata dengan baik atau hendaklah
ia diam’. (Hadits 15)

ETIKA AGUNG 2. Sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, 'Di antara kebaikan keislaman
seseorang ialah ia meninggalkan apa saja yang tidak pentlng baginya’.
(Hadits 12)

3. Sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam kepada orang yang beliau


bersabda kepadanya dengan ringkas, 'Engkau jangan marah.’ (Hadits
16)

4. Sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, 'Orang Mukmin mencintai


untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya". (Hadits 13)
Takhrij Hadits 16
• Al-Bukhari:

Abu Hurairah  Abu Shalih  Abu Al-Hushain Al-Asadi


• Hadits tersebut tidak diriwayatkan Muslim, karena Al-A’masy ( Sulaiman bin
Mihran) meriwayatkannya dari Abu Shalih.

• Ada perbedaan pendapat tentang sanadnya


1. Abu Hurairah  Abu Shalih  Al-A’masy
2. Abu Sa’id Al-Khudri  Abu Shalih  Al-A’masy
3. Abu Hurairah dan Abu Sa’id Al-Khudri  Abu Shalih  Al-A’masy
4. Abu Hurairah atau Jabir  Abu Shalih  Al-A’masy
5. Sahabat (tak disebut Namanya)  Abu Shalih  Al-A’masy

• Yahya bin Ma’in: sanad no. 2 itulah yang benar


Riwayat Lain
• "Seseorang datang kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam kemudian
berkata, “Wahai Rasulullah, ajarilah aku sesuatu dan jangan berkata banyak
kepadaku semoga aku memahaminya”. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam
bersabda, "Engkau jangan marah”. Orang tersebut mengulangi permintaannya
hingga beberapa kali, sedang Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
“Engkau jangan marah”. (HR At-Tirmidzi dari Abu Al-Hushain)
• Diriwayatlain selain At-Tirmidzi disebutkan bahwa orang tersebut berkata, “Aku
berkata, ”Wahai Rasulullah tunjukkan kepadaku perbuatan yang
memasukkanku ke surga dan jangan berkata banyak kepadaku agar aku
dapat memahaminya.” Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Engkau
jangan marah”.
Riwayat Lain
• Imam Ahmad meriwayatkan hadits Az-Zuhri dari Humaid bin Abdurrahman dari
salah seorang sahabat Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang berkata, aku
berkata, "Wahai Rasulullah, beri aku wasiat. "Nabi Shallallahu Alaihi wa
Sallam bersabda, "Engkau jangan marah”. Orang tersebut berkata, "Ketika
Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda seperti itu, aku berpikir,
ternyata marah menghimpun seluruh keburukan”. (Imam Malik dalam
Muwaththa’ meriwayatkan dari Az-Zuhri dari Humaid secara mursal)

• Imam Ahmad meriwayatkan hadits Abdullah bin Amr Radhiyallahu Anhuma


bahwa ia bertanya kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, “Apa yang bisa
menjauhkanku dari kemarahan Allah Azza wa Jalla?" Nabi Shallallahu
Alaihi wa Sallam bersabda, "Engkau jangan marah”.
Siapa Sahabat yang Meminta Wasiat?
• ABU DARDA’ seperti hadits yang diriwayatkan
oleh Ath-Thabrani
• JARIYAH BIN QUDAMAH, menurut Hisyam (seperti
yang dikatakan oleh Imam Ahmad dari Yahya Al-
Qaththan)
+ Yahya Al-Qaththan: Jariyah tidak bertemu Nabi
+ Al-Ajli dll: Jariyah itu tabi’in bukan sahabat
Marah Puncak Keburukan
• Perkataan sahabat tersebut, "Ketika Nabi Shallallahu Alaihi wa
Sallam bersabda seperti itu, aku berpikir, ternyata marah
menghimpun seluruh keburukan", menguatkan apa yang telah
saya katakan sebelumnya bahwa marah merupakan puncak
keburukan.
• Ja’far bin Muhammad berkata, "Marah adalah kunci semua
keburukan.”
Tidak Marah: Akhlak yang Baik
• Dikatakan kepada Ibnu Al-Mubarak, "Kumpulkan untuk kami akhlak yang baik dalam satu
kalimat”. Ibnu Al-Mubarak berkata, "Tidak marah”.

• Imam Ahmad dan Ishaq bin Rahawih juga menafsirkan akhlak yang baik dengan tidak marah.

• Ada hadits seperti itu diriwayatkan dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Muhammad bin
Nashr Al-Marwazi meriwayatkan dalam Ta’dzimu Qadrish Shalat, hadits Abu Al-Ala’ bin Asy-
Sikhkhir bahwa seseorang datang kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dari depan beliau
kemudian berkata,

"Wahai Rasulullah, perbuatan apakah yang paling baik?" Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam
bersabda, "Akhlak yang baik”. Orang tersebut datang lagi kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa
Sallam dari sebelah kanan beliau kemudian berkata, "Wahai Rasulullah, perbuatan apakah yang
paling baik?" Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Akhlak yang baik”. Orang tersebut
datang kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dari sebelah kiri beliau kemudian berkata,
"Wahai Rasulullah, perbuatan apakah yang paling baik?" Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam
bersabda, “Akhlak yang baik”. Orang tersebut datang kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam
dari belakang beliau kemudian berkata, "Wahai Rasulullah, perbuatan apakah yang paling
baik?" Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menoleh kepada orang tersebut kemudian bersabda,
"Kenapa engkau tidak paham? Akhlak yang baik ialah engkau tidak marah jika engkau mampu”.
Dua Kandungan Hadits
1.Perintah memiliki sebab-sebab yang menghasilkan akhlak
yang baik, misalnya dermawan, murah hati, pemurah, malu,
tawadhu’, sabar, menahan diri dari mengganggu orang
lain, pemaaf, menahan marah, wajah berseri, dan akhlak-
akhlak baik lainnya, karena jika jiwa telah berakhlak
dengan akhlak-akhlak tersebut dan akhlak-akhlak tersebut
menjadi kebiasaannya, maka akhlak-akhlak tersebut
mengusir marah jika sebab-sebabnya datang.
Dua Kandungan Hadits
2. "Engkau jangan mengerjakan konsekwensi marah jika
marah terjadi padamu, namun usahakan dirimu tidak
mengerjakannya dan tidak melakukan apa saja yang
diperintahkan sifat marah, karena jika marah
mendominasi manusia, marah tersebut seperti penyuruh
dan pelarang bagi mereka. Oleh karena itu, Allah
Ta’ala berfirman, "Sesudah amarah Musa menjadi
reda”. (Al-A’raf: 154).
Melawan Marah
• Jika manusia tidak mengerjakan apa yang diperintahkan sifat marah
dan berusaha melawan marahnya, maka keburukan sifat marah hilang
darinya, bahkan bisa jadi marah menjadi reda dan hilang segera
seperti tidak pernah marah sebelumnya
• Makna inilah yang diisyaratkan Al-Qur’an, yaitu firman Allah
Ta’ala,
"Dan apabila mereka marah, mereka memberi maaf”. (AsySyura: 37).
"Dan orang-orang yang menahan marah dan memaafkan (kesalahan) orang;
Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”. (Ali Imran: 134)
Mengambil Penghilang Marah: (1) Ta’awudz
• Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim disebutkan dari Sulaiman bin Shard Radhiyallahu Anhu yang
berkata,

"Dua orang saling caci-maki di tempat Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dan
ketika itu kami sedang duduk di samping beliau. Salah seorang dari kedua
orang tersebut mencaci-maki temannya dengan marah hingga wajahnya memerah.
Nabi Shallallahu Alailu wa Sallam bersabda, “Sungguh aku tahu kalimat yang
jika diucapkan orang tersebut, pasti hilanglah apa yang ia dapatkan
(marahnya)”.

Seandainya orang tersebut berkata, َّ " " "‫َأعُوذُ بِ" " " "ا" " "لَّ ِه" ِم "َنا‬
‫"لش ْيطَ ِانا " " َّ"لرِج" ِيم‬ ‘Aku berlindung
diri kepada Allah dari syetan yang terkutuk“.
Orang-orang berkata kepada orang tersebut, Apakah engkau tidak mendengar apa
yang disabdakan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam?” Orang tersebut berkata,
Aku bukan orang gila”
Mengambil Penghilang Marah: (2) Duduk dan Berbaring
• Imam Ahmad dan Abu Daud meriwayatkan hadits Abu Dzar
Radhiyallahu Anhu bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam
bersabda, “Jika salah seorang dari kalian marah dalam keadaan
berdiri, hendaklah ia duduk, agar marah hilang darinya. Jika
tidak, hendaklah ia berbaring”.
• Ada yang mengatakan bahwa
+ orang yang berdiri itu siap untuk balas dendam,
+ orang duduk tidak siap untuk balas dendam,
+ orang yang berbaring itu sangat kecil kemungkinan untuk balas dendam.

• Jadi, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam memerintahkan orang yang


marah untuk menjauhi upaya balas dendam
Marah: Bara Api
• "Marah adalah bara api di hati manusia yang menyala. Tidakkah engkau lihat bara api kedua
matanya dan membengkaknya urat lehernya? Barangsiapa merasakan salah satu dari hal tersebut,
hendaklah ia duduk, dan marah jangan sekali-kali membuatnya berbuat aniaya”. (HR Abdurrazzaq)
• Maksudnya, hendaklah orang tersebut menahan marah dalam dirinya dan jangan
menyebarkannya kepada orang lain dengan mengganggunya dengan perbuatan.

• Karena makna inilah, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda tentang fitnah,

“Sesungguhnya orang yang berbaring itu lebih baik daripada orang yang duduk. Orang yang duduk
lebih baik daripada orang yang berdiri. Orang yang berdiri lebih baik daripada orang yang berjalan.
Dan orang yang berjalan lebih baik daripada orang yang lari”.
• Orang yang lebih dekat kepada bersegera kepada fitnah itu lebih buruk
daripada orang yang lebih jauh daripadanya
Mengambil Penghilang Marah: (3) Diam
• Imam Ahmad meriwayatkan hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu
Anhuma dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang
bersabda, “Jika salah seorang dari kalian marah, hendaklah
ia diam”, beliau bersabda seperti itu sebanyak tiga kali”.
• Hadits di atas juga obat mujarab bagi marah, karena jika
orang sedang marah maka keluarlah darinya ucapan misalnya
caci-maki dan lain-lain yang dampak negatifnya besar dan
ia akan menyesal karenanya ketika marahnya hilang.
• Jika ia diam, maka semua keburukan tersebut hilang darinya.
Mengambil Penghilang Marah
• Betapa indah perkataan Muwarriq Al-Ajli Rahimahullah, "Aku tidak
pernah mengisi kemarahan dan mengatakan ketika marah sesuatu
yang aku sesali setelahnya”.
• Pada suatu hari, Umar bin Abdul Aziz marah kemudian anaknya,
Abdul Malik, berkata kepadanya, "Engkau wahai Amirul Mukminin,
Allah telah memberimu banyak sekali nikmat dan mengutamakanmu,
tapi kenapa engkau marah seperti ini?" Umar bin Abdul Aziz
berkata kepada anaknya, "Apakah engkau tidak pernah marah, wahai
Abdul Malik?" Abdul Malik berkata, "Perutku yang luas tidak ada
artinya bagiku jika aku tidak memasukkkan marah ke dalamnya
hingga tidak terlihat”.
• Mereka adalah orang-orang yang mampu mengendalikan diri ketika
marah.
Mengambil Penghilang Marah: (4) Berwudhu
• Imam Ahmad dan Abu Daud meriwayatkan hadits Urwah bin
Muhammad As-Sa’di bahwa ia diajak bicara seseorang
kemudian orang tersebut membuatnya marah. Setelah itu,
Urwah bin Muhammad As-S’di berdiri, berwudhu, dan
berkata, "Ayahku berkata dari kakekku, Athiyah, yang
berkata bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
bersabda,
• “Sesungguhnya marah berasal dari syetan dan syetan
diciptakan dari api. Sesungguhnya api itu dipadamkan
dengan air. Oleh karena itu, jika salah seorang dari
kalian marah, hendaklah ia berwudlu”.
Mengambil Penghilang Marah: (5) Mandi
• Abu Nu’aim dengan sanadnya meriwayatkan hadits dari
Abu Muslim Al-Khaulani bahwa ia mengatakan sesuatu
kepada Muawiyah yang sedang berdiri di mimbar hingga
Muawiyah marah. Lalu Muawiyah turun dari mimbar,
mandi, kembali ke mimbar lagi, dan berkata, "Aku
dengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
bersabda,
Sesungguhnya marah berasal dari syetan dan syetan
berasal dari api, sedang air itu memadamkan api. Oleh
karena itu, jika salah seorang dari kalian marah,
hendaklah ia mandi".
Orang Kuat: Mampu Mengendalikan Marah
• Dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim disebutkan hadits dari
Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu dari Nabi Shallallahu Alaihi wa
Sallam yang bersabda, "Orang kuat bukan dengan gulat, namun
orang kuat ialah orang yang mampu mengendalikan dirinya ketika
marah”.

• Dalam Shahih Muslim disebutkan hadits dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu


Anhu dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang bersabda, "Apa orang
kuat menurut kalian?" Kami menjawab, "Yaitu orang yang tidak bisa
dijatuhkan orang-orang”. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
"Tidak seperti itu, namun ia orang yang mampu mengendalikan dirinya
ketika marah”.
Balasan Bagi Penahan Marah
• "Barangsiapa menahan marah padahal ia mampu melampiaskannya,
pada Hari Kiamat, ia dipanggil di depan seluruh makhluk kemudian
disuruh memilih bidadari mana yang ia sukai”.

• "Seorang hamba tidak meneguk tegukan yang lebih baik di sisi Allah
daripada tegukan marah yang ia tahan karena mencari keridhaan Allah
Azza wa Jalla”.
• "Tidak ada tegukan yang lebih dicintai Allah daripada tegukan marah
yang ditahan seorang hamba. Tidaklah seorang hamba menahan marah
karena Allah, melainkan Allah memenuhi hatinya dengan iman”.
• "Allah memenuhinya dengan keamanan dan iman”.
4 Kebaikan
• Al-Hasan berkata, "Ada empat hal; barangsiapa keempat
hal tersebut ada padanya, ia dilindungi Allah dari
syetan dan Allah mengharamkannya bagi neraka. Yaitu
orang yang mampu mengendalikan dirinya ketika ia
menginginkan, rahbah (takut), syahwat, dan marah”.
• Keempat hal yang disebutkan Al-Hasan adalah pemicu
seluruh keburukan.
4 Kebaikan: (1) Mengendalikan Harapan
(Raghbah)
• Mengharapkan sesuatu ialah kecenderungan jiwa kepadanya
karena ia meyakininya bermanfaat.
• Barangsiapa mempunyai harapan kepada sesuatu, maka harapan
tersebut mendorongnya untuk mencarinya di semua jalan,
karena ia mengira semua arah tersebut mengantarkannya kepada
sesuatu yang ia inginkan.
• Bisa jadi semua jalan tersebut diharamkan dan bisa jadi
sesuatu yang ia inginkan tersebut juga sesuatu yang
diharamkan
4 Kebaikan: (2) Mengendalikan Takut
(Rahbah)
• Rahbah (takut) ialah takut kepada sesuatu.
• Jika seseorang takut kepada sesuatu, ia
berusaha menolaknya dengan segala cara yang ia
yakini bisa melindungi dirinya.
• Bisa jadi kebanyakan cara tersebut diharamkan
4 Kebaikan: (3) Mengendalikan Syahwat
• Syahwat ialah kecenderungan jiwa kepada
sesuatu yang sinkron dengannya dan ia
mendapatkan kenikmatan padanya.
• Bisa jadi jiwa seringkali cenderung kepada
sesuatu yang diharamkan seperti zina, mencuri,
dan minum minuman keras.
• Bahkan, bisa jadi jiwa cenderung kepada
kekafiran, sihir, kemunafikan, dan bid’ah
4 Kebaikan: (4) Mengendalikan Marah
• Marah ialah bergejolaknya darah di hati untuk menolak gangguan yang
dikhawatirkan terjadi atau karena ingin balas dendam kepada orang yang
menimpakan gangguan yang terjadi padanya.
• Marah menimbulkan banyak sekali tindakan yang diharamkan seperti
pembunuhan, pemukulan, berbagai jenis kedzaliman, dan sikap berlebih-
lebihan.
• Marah juga menimbulkan banyak sekali ucapanucapan yang diharamkan,
misalnya tuduhan, penghinaan, perkataan jorok, dan bisa jadi meningkat
kepada tingkatan kekafiran seperti yang terjadi pada Jabalah bin Al-
Aiham, atau seperti sumpah-sumpah yang tidak boleh dipertahankan menurut
syar’i, atau mencerai istri yang disusul dengan penyesalan.
Bersama Rasul 10 Tahun
Anas bin Malik melayani Nabi Shallallahu Alaihi
wa Sallam selama sepuluh tahun, tapi beliau
tidak pernah bersabda kepadanya, "Cis”. Beliau
tidak pernah bersabda kepadanya atas sesuatu
yang telah dikerjakannya, "Kenapa engkau
kerjakan ini?“ Beliau ridha kepada Allah atas
apa yang telah terjadi.
Akhlak Nabi: Al-Qur’an
• Aisyah Radhiyallahu Anha pernah ditanya tentang akhlak Nabi Shallallahu Alaihi wa
Sallam kemudian ia menjawab, "Akhlak beliau adalah Al-Qur’an”.

• Maksudnya, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam beretika dengan etika Al-Qur’an,


berakhlak dengannya, apa saja yang dipuji Al-Qur’an maka di dalamnya terdapat
keridhaan beliau, dan apa saja yang dicela Al-Qur’an maka di dalamnya terdapat
kemarahan beliau.

• Disebutkan dalam sebuah riwayat dari Aisyah yang berkata, "Akhlak beliau adalah Al-
Qur’an; beliau ridha karena keridhaan Al-Qur’an dan marah karena kemarahan Al-
Qur’an”.
Marahnya Rasul
• Ketika Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam diberi tahu Ibnu Mas’ud Radhiyallahu
Anhu tentang ucapan seseorang, "Pembagian ini tidak dimaksudkan untuk mencari
keridhaan Allah”. Maka ucapan tersebut terasa berat bagi beliau, wajah beliau
berubah, marah, dan beliau hanya bersabda, "Sungguh Musa disakiti dengan lebih
menyakitkan daripada ini, namun beliau bersabar”.

• Jika Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam melihat atau mendengar sesuatu yang tidak beliau sukai,
beliau marah karenanya, berkata tentang sesuatu tersebut, dan tidak tinggal diam. Beliau pernah
masuk rumah Aisyah dan melihat pakaian bergambar, kemudian wajah beliau berubah, merobek
pakaian tersebut, dan bersabda, "Manusia yang paling pedih siksanya pada Hari Kiamat
ialah orang-orang yang menggambar gambar-gambar ini”.
• Ketika Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam diberi pengaduan tentang imam yang shalat lama dengan
manusia hingga sebagian dari mereka terlambat, beliau marah, bahkan berang, menasihati
manusia, dan menyuruh meringankan shalat (tidak shalat terlalu lama).
Marahnya Rasul
• Ketika Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam melihat dahak di kiblat masjid, beliau
marah, menggaruknya, dan bersabda, "Sesungguhnya jika salah seorang dan
kalian berada dalam shalat, maka Allah ada di depan wajahnya, oleh
karena itu, ia jangan sekali-kali berdahak di depan wajahnya ketika shalat”.

• "Ada tiga yang termasuk akhlak iman; barangsiapa jika ia marah maka
marahnya tidak memasukkannya ke dalam kebatilan, barangsiapa jika ridha
maka keridhaannya tidak mengeluarkannya dari kebenaran, dan barangsiapa
yang jika berkuasa maka ia tidak mengambil apa yang bukan miliknya".
Jangan Berdoa Keburukan Ketika Marah
Dari Jabir Radhiyallahu Anhu yang berkata, "Kami berangkat bersama Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam di salah satu peperangan. Ketika itu, salah seorang dari Anshar
berada di atas untanya. Unta orang Anshar tersebut berjalan agak lamban kemudian orang
Anshar tersebut berkata, “Berjalanlah semoga Allah melaknatmu”. Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam bersabda kepada orang tersebut, “Turunlah engkau dari unta tersebut.
Engkau jangan menyertai kami dengan sesuatu yang telah dilaknat. Kalian jangan
mendoakan kejelekan bagi diri kalian. Kalian jangan mendoakan kejelekan bagi anak-anak
kalian. Kalian jangan mendoakan kejelekan bagi harta kalian. Kalian tidak berada di sesaat
dari Allah di mana jika pada saat tersebut permintaan diajukan, melainkan dikabulkan
bagi kalian”.
Marah yang Tidak Berdosa
• "Orang yang marah jika penyebab marahnya adalah sesuatu yang
diperbolehkan seperti sakit dan perjalanan, atau penyebab marahnya
adalah ketaatan seperti puasa, ia tidak boleh dicela karenanya"
• Maksudnya:
+ Orang tersebut tidak berdosa jika yang keluar darinya ketika ia marah
ialah perkataan yang mengandung hardik, caci-maki, dan lain sebagainya
+ Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Sesungguhnya aku manusia. Aku ridha
seperti manusia ridha dan aku marah seperti manusia marah. Orang Muslim
mana saja yang aku caci dan aku cambuk, maka aku menjadikannya sebagai
penebus baginya".
Marah yang Dihukum
• Jika yang keluar dari orang yang marah ialah kekafiran, kemurtadan,
pembunuhan jiwa, mengambil harta tanpa alasan yang dibenarkan, dan lain
sebagainya, maka orang Muslim tidak ragu bahwa orang marah tersebut
terkena hukuman karena itu semua.
• Begitu juga jika yang keluar dari orang marah ialah perceraian,
pemerdekaan budak, dan sumpah, ia dihukum karena itu semua tanpa ada
perbedaan pendapat di dalamnya.
• Dalam Musnad Imam Ahmad disebutkan hadits dari Khaulah binti Tsa’labah,
istri Aus bin Ash-Shamit, bahwa ia rujuk dengan suaminya kemudian suaminya
marah dan melakukan dzihar (menganggap istri seperti ibu) terhadap
dirinya.
Talak Saat Marah
• Mujahid berkata dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma bahwa
seseorang berkata kepadanya, "Aku telah mencerai istriku dengan talak
(perceraian) tiga ketika aku marah”.
• Ibnu Abbas berkata, "Sesungguhnya Ibnu Abbas tidak bisa
menghalalkan bagimu apa yang diharamkan Allah bagimu. Engkau telah
bermaksiat kepada Tuhanmu dan mengharamkan istrimu bagimu”.
(Diriwayatkan Al-Zaujajani dan Ad-Daruquthni dengan sanad
menurut syarat Muslim)
Sumpah
• Al-Qadhi Ismail bin Ishaq meriwayatkan dalam Ahkaamul Qur’an dengan sanad shahih dari
Aisyah Radhiyallahu Anha yang berkata, "Laghwun dalam sumpah (sumpah yang tidak serius)
ialah yang terjadi di perdebatan, main-main, canda, dan perkataan yang diinginkan hati.
Sumpah yang ada kafaratnya ialah semua sumpah yang dikeluarkan pada urusan penting
ketika marah atau tidak.
+ Misalnya ucapan, “Engkau pasti mengerjakan hal ini.”
+ Atau perkataan, “Engkau pasti meninggalkan hal ini.”

• Itulah sumpah yang di dalamnya terdapat kafarat”.


• Itulah yang diriwayatkan Ibnu Wahb dari Yunus dari Az-Zuhri dari Urwah dari Aisyah
Radhiyallahu Anha

Anda mungkin juga menyukai