Anda di halaman 1dari 12

ABSES SUBMANDIBULA

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Ilmu Kesehatan THT RSUD Tidar Magelang

Pembimbing dr. Asti Widuri, Sp. THT, M.Kes

Disusun oleh Qitza Pradara S (2008 031 0131) Dika Rezkiawan (2008 031 0137)

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2013

I.

IDENTITAS PASIEN Nama Jenis Kelamin Usia Alamat Tanggal ke poliklinik THT : An. BA : Laki-laki : 13 tahun : Magelang : 21 febuari 2013

II.

ANAMNESIS Keluhan utama : Bengkak di bawah dagu. Riwayat penyakit sekarang: Seorang pasien, laki-laki 13 tahun datang ke poliklinik penyakit THT RSUD Tidar Magelang pada tanggal 21 Febuari 2013 dengan keluhan bengkak dibawah dagu, yang dirasakannya sejak 1 minggu yang lalu, disertai nyeri dan demam. Pasien tidak bisa makan dan minum sejak 1 hari yang lalu karena susah membuka mulut. Riwayat penyakit dahulu: Riwayat penyakit serupa Pasien tidak pernah menderita hal serupa sebelumnya. Tetapi pasien mempunyai riwayat sering nyeri gigi pada rahang kanan bawah. Riwayat Hipertensi Disangkal Riwayat Diabetes Mellitus Disangkal Riwayat Asma Disangkal

Anamnesis Sistem Neurologi : Nyeri pinggang (-), Panas (-), pusing (+),

kesadaran menurun (-), kelemahan anggota gerak (-), kejang (-) Respirasi Kardiovaskular Gastrointestinal Urogenital Muskuloskeletal : Batuk (-), pilek (-), sesak napas (-) : Pucat (-), debar-debar (-), : Muntah (-), mual (-), nyeri perut (-), BAB (N), : BAK lancar, nyeri BAK (-) : lemah anggota gerak (-)

perut kembung(-), sakit pada anus (-)

III.

PEMERIKSAAN FISIK Vital Sign Tensi Nadi Respirasi Suhu : 120/70 : 88x/menit : 20 x/menit : 36,2o C

Pemeriksaan fisik Kepala: conjungtiva anemis (-/-), pupil isokor, sklera ikterik (-/-) Leher : Tekanan vena jugularis tidak meningkat, lnn tak teraba Jantung : suara S1 dan S2 reguler, bising (-), wheezing (-/-)

Abdomen : bunyi usus (+) normal, supel, timpani (+) Ekstrimitas : tidak ada kelemahan ekstremitas

Foto pasien diambil saat visite jumat,22 febuari 2013.

STATUS LOKALIS TELINGA Auricula Dextra Inspeksi : Deskuamasi Otore Serumen Tumor Edema Hiperemis Kelainan Kongenital Benjolan pada telinga luar Palpasi Tragus Pain Nyeri Tarik Auricula Pembesaran kelenjar limfe retroaurikuler dan preaurikuler Auricula Sinistra -

Auricula Dextra Otoskopi Laserasi Meatus Eksternus Serumen Discharge pada CAE CAE Hiperemis Membrana timpani Discharge Reflek Cahaya (cone of light) Utuh +

Auricula Sinistra Utuh +

HIDUNG Nasi Dextra Inspeksi : Deformitas Deviasi Septum Edema Kelainan Kongenital Jaringan Parut Hiperemis Tumor Discharge Palpasi Nyeri tekan dorsum nasi (-) Nyeri tekan frontalis (-) Krepitasi (-) Edema (-) Nasi Sinistra -

Nasi Dextra Rhinoskopi Anterior : Mukosa hiperemis Mukosa Edema Konka hiperemis Konka edema Deviasi Septum Discharge Massa Benda Asing Rhinoskopi posterior tidak dilakukan -

Nasi Sinistra -

TENGGOROK Inspeksi : Pada labia tidak terdapat kelainan Lidah kotor (-) hiperemis (-) Mukosa lidah dalam batas normal Tonsil tidak terdapat pembesaran, kripte melebar (-/-), hiperemis (+/+), permukaan mukosa tidak rata/ granular (-/-), detritus (-). Uvula simetris, hiperemis (-)

Palpasi : Kelenjar submandibula oedem (+), nyeri tekan (+), hiperemi (+)

Pemeriksaan Laboratorium WBC MCV PLT IV. DIAGNOSIS Abses Submandibular V. RENCANA PENATALAKSANAAN RENCANA DIAGNOSA: 1. Punksi aspirasi 2. Foto Thoraks PA 3. Foto cervicalAP/lateral 4. Cek laboratorium (DL, FH, OT/PT, Ur/Cr, GDS, SE) RENCANA TERAPI: 15,42 (4,8-10,8) 80,8 449 (79,0-99,0) (150-450)

1. incisi abses submandibula 2. IVFD RL 20 tpm 3. Inj.Ceftazidin 2 x 1 gr i.v. (skin test) 4. Inj. Metronidazole 3 x 500 mg supp 5. Inj.Gentamycin 2 x 80 mg i.v. 6. Inj. Ketorolac 3 x 30 mg i.v. 7. Inj. Ranitidin 2 x 1 amp i.v. 8. Diet lunak 9. Posisi trendelenburg 10. Rawat luka tiap hari VI. TERAPI Medikamentosa : Antibiotik Anti inflamasi Analgetik : : :

Non medikamentosa :

VII.

EDUKASI

PEMBAHASAN

Abses Mandibula I. Pendahuluan Abses submandibula di defenisikan sebagai terbentuknya abses pada ruang potensial di regio submandibula yang disertai dengan nyeri tenggorok, demam dan terbatasnya gerakan membuka mulut. Abses submandibula merupakan bagian dari abses leher dalam. Abses leher dalam terbentuk di ruang potensial di antara fasia leher dalam sebagai akibat penjalaran infeksi dari berbagai sumber, seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan leher. Gejala dan tanda klinik biasanya berupa nyeri dan pembengkakan di ruang leher dalam yang terlibat. Kuman penyebab infeksi terbanyak adalah golongan Streptococcus, Staphylococcus,kuman anaerob Bacteroides atau kuman campur. Abses leher dalam yang lain dapat berupa abses peritonsil, abses retrofaring, abses parafaring dan angina Ludovici(Ludwigs angina). Ruang submandibula merupakan daerah yang paling sering terlibat penyebaran infeksi dari gigi. Penyebab lain adalah infeksi kelenjar ludah, infeksi saluran nafas atas, trauma, benda asing, dan 20% tidak diketahui fokus infeksinya.

II. Anatomi Anatomi Pada daerah leher terdapat beberapa ruang potensial yang dibatasi oleh fasia servikal. Fasia servikal dibagi menjadi dua yaitu fasia superfisialis dan fasia profunda. Kedua fasia ini dipisahkan oleh m. plastima yang tipis dan meluas ke anterior leher. Muskulus platisma sebelah inferior berasal dari fasia servikal profunda dan klavikula serta meluas ke superior untuk berinsersi di bagian inferior mandibula. Ruang potensial leher dibagi menjadi ruang yang melibatkan seluruh leher, ruang suprahioid dan ruang infrahioid. Ruang yang melibatkan seluruh leher terdiri dari ruang retrofaring, ruang bahaya (danger space) dan ruang prevertebra. Ruang suprahioid terdiri dari ruang submandibula, ruang parafaring, ruang parotis, ruang peritonsil dan ruang temporalis. Ruang infrahioid meliputi bagian anterior dari leher mulai dari kartilago tiroid sampai superior mediastinum setinggi vertebra ke empat dekat arkusa orta. Ruang submandibula terdiri dari ruang sublingual, submaksila dansubmental. Muskulus milohioid memisahkan ruang sublingual dengan ruang submental dan submaksila. Ruang sublingual dibatasi oleh mandibula di bagian lateral dan anterior, pada bagian inferior oleh m. milohioid, di bagian superior oleh dasar mulut dan lidah, dan di posterior oleh tulang hioid. Di dalam ruang sublingual terdapat kelenjar liur sublingual beserta duktusnya. Ruang submental di anterior dibatasi oleh fasia leher dalam dan kulit dagu, di bagian lateral oleh venter anterior m. digastrikus, di bagian superior oleh m. milohioid, dibagian inferior oleh garis yang melalui tulang hyoid. Di dalam ruang submental terdapat kelenjar limfa submental. Ruang maksila bagian superior dibatasi oleh m. milohioid dan m. hipoglossus. Batas inferiornya adalah lapisan anterior fasia leher dalam, kulit leher dan dagu. Batas medial adalah m. digastrikus anterior dan batas posterior adalah m. stilohioid dan m. digastrikus posterior. Di dalam ruang submaksila terdapat kelenjar liur submaksila atau submandibula beserta duktusnya. Kelenjar limfa submaksila atau submandibula beserta duktusnya berjalan ke posterior melalui tepi m. milohioid kemudian masuk keruang sublingual. Akibat infeksi pada ruang ini mudah meluas dari satu ruang ke ruang lainnya. Abses submandibula (15,7%) merupakankasus terbanyak ke dua setelah abses parafaring (38,4), diikuti oleh angina Ludovici(12,4%), parotis (7%) dan retrofaring (5,9%).

III. Etiologi Etiologi atau penyebab Infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar liur atau kelenjer limfa submandibula. Sebagian lain dapat merupakan kelanjutan infeksi ruang leher dalam lainnya. Sebelum ditemukan antibiotika, penyebab tersering infeksi leher dalam adalah faring dan tonsil, tetapi sekarang adalah infeksi gigi. Sebagian besar kasus infeksi leher dalam disebabkan oleh berbagai kuman, baik aerob maupun anaerob. Kuman aerob yang paling sering ditemukan adalah Streptococcus sp,Staphylococcus sp, Neisseria sp, Klebsiella sp, Haemophillus sp. Pada kasus yang berasal dari infeksi gigi, sering ditemukan kuman anaerob Bacteroides melaninogenesis, Eubacterium Pepto streptococcus dan yang jarang adalah kuman Fusobacterium.

IV. Patogenesis Beratnya infeksi tergantung dari virulensi kuman, daya tahan tubuh danlokasi anatomi. Infeksi gigi dapat mengenai pulpa dan periodontal. Penyebaran infeksi dapat meluas melalui foramen apikal gigi ke daerah sekitarnya. Infeksi dari submandibula dapat meluas ke ruang mastikor kemudian ke parafaring. Perluasan infeksi ke parafaring juga dapat langsung dari ruang submandibula. Selanjutnya infeksi dapat menjalar ke daerah potensial lainnya. Penyebaran abses leher dalam dapat melalui beberapa jalan yaitu limfatik, melalui celah antara ruang leher dalam dan trauma tembus. V. Gejala klinis Pada abses submandibula didapatkan pembengkakan di bawah dagu atau di bawah lidah baik unilateral atau bilateral, disertai rasa demam, nyeri tenggorok dan trismus. Mungkin didapatkan riwayat infeksi atau cabut gigi. Pembengkakan dapat berfluktuasi atau tidak. VI. Diagnosis Diagnosis abses leher dalam ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis yang cermat, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada beberapa kasus kadangkadang sulit untuk menentukan lokasi abses terutama jika melibatkan beberapa

daerah leher dalam dan jika pasien sudah mendapatkan pengobatan sebelumnya. Pemeriksaan penunjang sangat berperan dalam menegakkan diagnosis. Pada foto polos jaringan lunak leher antero posterior dan lateral didapatkan gambaran pembengkakan jaringan lunak, cairan di dalam jaringan lunak, udara di subkutis dan pendorongan trakea. Pada foto polos toraks, jika sudah terdapat komplikasi dapat dijumpai gambaran pneumotoraks dan juga dapat ditemukan gambaran pneumo mediastinum. Jika hasil pemeriksaan foto polos jaringan lunak menunjukkan kecurigaan abses leher dalam, maka pemeriksaan tomografi komputer idealnya dilakukan. Tomografi Komputer (TK) dengan kontras merupakan standar untuk evaluasi infeksi leher dalam. Pemeriksaan ini dapat membedakan antara selulitis dengan abses, menentukan lokasi dan perluasan abses. Pada gambaran TK dengan kontras akan terlihat abses berupa daerah hipodens yang berkapsul, dapat disertai udara di dalamnya, dan edema jaringan sekitar. TK dapat menentukan waktu dan perlu tidaknya operasi. Pemeriksaan penunjang lainnya adalah pemeriksaan pencitraan resonansi magnetic (Magnetic resonance Imaging / MRI) yang dapat mengetahui lokasi abses, perluasan dan sumber infeksi. Sedangkan Ultrasonografi (USG) adalah pemeriksaan penunjang diagnostik yang tidak invasif dan relatif lebih murah dibandingkan TK, cepat dan dapat menilai lokasi dan perluasan abses. Foto panoramik digunakan untuk menilai posisi gigi dan adanya abses pada gigi. Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada kasus abses leher dalam yang diduga sumber infeksinya berasal dari gigi. Pemeriksaan darah rutin dapat melihat adanya peningkatan leukosit yang merupakan tanda infeksi. Analisis gas darah dapat menilai adanya sumbatan jalan nafas. Pemeriksaan kultur dan resistensi kuman harus dilakukan untuk mengetahui jenis kuman dan antibiotik yang sesuai. VII. Komplikasi Komplikasi terjadi karena keterlambatan diagnosis, terapi yang tidak tepat dan tidak adekuat. Komplikasi diperberat jika disertai dengan penyakit diabetes mellitus, adanya kelainan hati dan ginjal dan kehamilan. Komplikasi yang berat dapat menyebabkan kematian. Infeksi dapat menjalar ke ruang leher dalam lainnya, dapat mengenai struktur neurovaskular seperti arteri karotis, vena jugularis interna dan n. X. Penjalaran infeksi ke daerah selubung karotis dapat menimbulkan erosi sarung

karotis atau menyebabkan trombosis vena jugularis interna. Infeksi yang meluas ke tulang dapat menimbulkan osteomielitis mandibula dan vertebra servikal. Dapat juga terjadi obstruksi saluran nafas atas, mediastinitis, dehidrasi dan sepsis. VIII. Terapi Antibiotik dosis tinggi terhadap kuman aerob dan anaerob harus diberikan secara parenteral. Hal yang paling penting adalah terjaganya saluran nafas yang adekuat dan drainase abses yang baik. Seharusnya pemberian antibiotik berdasarkan hasil biakan kuman dan tes kepekaan terhadap bakteri penyebab infeksi, tetapi hasil biakan membutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pengobatan harus segera diberikan. Sebelum hasil mikrobiologi ada, diberikan antibiotik kuman aerob dan anaerob. Evakuasi abses dapat dilakukan dalam anastesi lokal untuk abses yang dangkal dan terlokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam dan luas. Adanya trismus menyulitkan untuk masuknya pipa endotrakea peroral. Pada kasus demikian diperlukan tindakan trakeostomi dalam anastesi lokal. Jika terdapat fasilitas bronkoskop fleksibel, intubasi pipa endotrakea dapat dilakukan secara intranasal. Insisi abses submandibula untuk drainase dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi os hyoid, tergantung letak dan luas abses. Eksplorasi dilakukan secara tumpul sampai mencapai ruang sublingual, kemudian dipasang salir.

DAFTAR PUSTAKA

Adams G., Boies L., Higler P. BOIES Fundamental of Otolaryngology (Buku Ajar Penyakit THT) Edisi 6. Jakarta : EGC, 1997. Soepardi A, Iskandar N, Bashiruddin J, et al. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi keenam. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2007.

Anda mungkin juga menyukai