Anda di halaman 1dari 10

BAB I PENDAHULUAN

Penyakit hirschsprungs adalah gangguan perkembangan sistem saraf enterik dan ditandai oleh tidak adanya sel ganglion pada kolon distal yang mengakibatkan terjadinya obstruksi usus fungsional. Penyakit hirschsprungs lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada perempuan, dengan perbandingan laki-laki dan perempuan sekitar 4:1. Angka kejadian penyakit hirschsprungs di seluruh dunia tidak diketahui secara pasti, walaupun studi internasional telah melaporkan insiden penyakit hirschsprungs sekitar 1 kasus per 1500 7000 bayi yang baru lahir. Sekitar 20% bayi dengan penyakit hirschsprungs akan memiliki satu atau lebih abnormalitas lain seperli kelainan neurologi, kardiovaskular, urologi, atau system gastrointestinal. Megacolon aganglionik pada bayi jika tidak diobati dapat meningkatkan angka kematian sebanyak 80%. Angka kematian pada penyakit hirschsprungs setelah dilakukan tindakan operatif sangat rendah mencapai 30% yang merupakan akibat dari enterokolitis. Komplikasi yang mungkin terjadi setelah dilakukan tindakan operasi antara lain kebocoran anastomotik (5%), striktur anastomotik (5-10%), gangguan usus (5%), abses panggul (5%), dan infeksi luka (10%). Dalam beberapa abad terakhir penyakit hirschsprungs dapat didiagnosa pada umur bayi yang lebih rendah. Pada awal tahun 1900, rata-rata umur saat diagnosis ditegakkan adalah 2-3 tahun, kemudian pada tahun 1950 hingga 1970, rata-rata berusia 2-6 bulan. Saat ini, sekitar 90% dari pasien dengan penyakit hirschsprungs didiagnosis pada saat bayi baru lahir. Penyakit hirschsprungs harus dipertimbangkan pada setiap bayi yang baru lahir dengan kegagalan pengeluaran mekonium dalam waktu 24 - 48 jam setelah bayi lahir. Diagnosis dini pada pasien dengan penyakit hirschsprungs sangat penting dilakukan karena jika dibiarkan akan menyebabkan obstruksi usus khronis. Obstruksi khronis menimbulkan distensi usus sehingga dinding usus mengalami iskemi disertai iritasi feses menyebabkan terjadinya invasi bakteri. Selanjutnnya dapat terjadi nekrosis, ulkus mukosa kolon, sampai perforasi kolon. Keadaan ini menimbulkan gejala enterokolitis dari ringan

sampai berat bahkan terjadi sepsis sampai gejala septik akibat dehidrasi dan kehilangan cairan tubuh yang berlebihan. Meskipun angka kejadian penyakit hirschsprungs jarang ditemukan, namun adanya abnormalitas lain yang menyertai dan tingginya angka kematian pada megacolon aganglionik yang tidak diobati serta obstruksi usus khronis yang ditimbulkan merupakan tantangan bagi para medis di negara-negara berkembang seperti di Indonesia. Oleh karena itu, diagnosis dini dan penanganan awal pasien dengan penyakit hirschsprungs sangat penting dilakukan untuk mengurangi angka kematian akibat komplikasi yang terjadi.

BAB II LAPORAN KASUS

2.1

Identitas Penderita : Tomi Wijaya I Made : 1 Tahun 2 Bulan : Laki-laki : Hindu : Dukuh Pulu Mambang, Selemadeng, Tabanan : 15 Juli 2010 (pk 08.55 wita)

Nama Umur Jenis kelamin Agama Alamat Tanggal MRS 2.2 Anamnesis

Keluhan utama: Sulit buang air besar (BAB) Riwayat Penyakit Sekarang: Penderita datang sadar diantar oleh ibunya dengan keluhan sulit BAB sejak umur 3 bulan. Penderita BAB 3-5 hari sekali dengan konsistensi keras dan tidak bisa mengedan. Selain itu, penderita juga mengeluh BAB sampai dengan 4 kali dalam sehari dengan konsistensi encer, volume + gelas, darah (-), lendir (-), ampas (+) sedikit. Selain itu juga pasien memiliki riwayat muntah sebanyak 4 kali sejak tadi pagi. Selain itu, perut penderita kembung sejak 1 minggu yang lalu, panas badan (-), buang air kecil (+) normal. Riwayat Pengobatan Penderita belum pernah di ajak berobat ke dokter ataupun mengkonsumsi obat-obatan tertentu.

Riwayat Persalinan Penderita lahir di bidan, lahir normal belakang kepala, berat badan lahir 3.000 gram. Riwayat Nutrisi Penderita diberikan ASI sampai umur + 3 bulan dan susu formula dari umur 0 bulan sampai sekarang. Penderita juga sudah dapat mengkonsumsi bubur. Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat penyakit hipertensi, kencing manis, asma dan jantung dalam keluarga tidak ada.

2.3

Pemeriksaan Fisik Status present Keadaan umum Gizi Nadi Respirasi Status general Kepala Mata THT Leher : Normochepali : Anemia -/-, ikterus -/-, refleks pupil +/+, oedema -/: kesan tenang : pembesaran kelenjar (-) Kaku kuduk (-) Thorak : Jantung : S1S2 tunggal, regular, murmur (-) Pulmo : Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/Abdomen : ~ Status lokalis : Sedang : 83% : 110 x/menit : 30 x/menit Panjang Badan : 74 cm Berat Badan Temperatur : 8 kg : 36,5 oC

Ekstrimitas : oedema tidak ditemukan pada keempat ekstremitas, hangat (+) Status Lokalis Abdomen : Inspeksi : distensi (+) Auskultasi : Bising usus (+)

Perkusi : Timpani Palpasi : Nyeri tekan (-), Hepar/Lien titak teraba

2.4

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium tanggal 15/72010

PARAMETER Darah Lengkap WBC 9,9 RBC HGB HCT MCV PLT Kimia Darah Natrium Kalium Chlorida Feses Rutin Makroskopis Warna Konsistensi Lender Darah Mikroskopis Leukosit Eritrosit Amoeba Telor cacing

HASIL 23,48 5,31 10,6 35,4 66,5 639 132,90 4,567 100,60 103/L 103/L g/dl % fL 103/L

NILAI RUJUKAN 4,5 13,0 4,10 5,30 12,0 16,0 36,0 49,0 78,0 102,0 140 440 103/L 103/L g/dl % fL 103/L

135, 00 147,00 3,50 5,50 94,00 111,00

Kuning Lembek Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif Negatif

Plain Foto Abdomen Tampak distensi usus-susu dengan tecal material (+) di cavum pelvis Tidak tampak udara bebas

Barium Enema

Kesan

Kontras barium dimasukan melalui anus dengan kateter, kontras tampak mengisi rectosigmoid Rectosigmoid indeks lebih dari 1, transisional zone (-), pig tail (+) Mukosa rectum ireguler, additional defec (-), filling defect (-) Saat kateter dilepas, tampak kontras dan fecal material keluar melalui anus

Colitis ulcerativa dengan megakolon 2.5 Diagnose Kerja

Penyakit hirschsprungs dengan colitis ulcerativa 2.6 Penatalaksanaan

1. Mengatasi komplikasi yang terjadi IVFD Rectal Washing Antibiotik

2. Kolostomi 3. Pembedahan definitive Teknik Duhamel Teknik Soave Teknik Swenson

2.7

Prognosis

Dubius at bonam

BAB III PEMBAHASAN

3.1

Diagnosis Adapun masalah-masalah yang dihadapi pasien dan yang ditemukan dari pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan penunjang yaitu: 1. Klinis Konstipasi, perut kembung dan tidak bisa mengedan Analisis Kegagalan umum parasimpatis pada kolon menyebabkan peristaltik usus hilang sehingga profulsi feses dalam lumen kolon terlambat yang menimbulkan tertjadinya distensi dan penebalan dinding kolon di bagian proksimal daerah aganglionis sebagai akibat usaha melewati daerah obstruksi di bawahnya. Keadaan ini akan menimbulkan gejala obstruksi usus kronis seperti yang dikeluhkan pasien Diare dan mual muntah Analisis Adnya obstruksi usus yang kronis distensi usus sehingga dinding usus mengalami iskemi disertai iritasi feses menyebabkan terjadinya invasi bakteri. Invasi bakteri inilah yang dapat menimbulkan diare akut pada penderita. Obstruksi usus kronis ini juga mengakibatkan hiperperitalsis dan akumulasi cairan dalam lumen saluran pencernaan. Hal ini mengakibatkan terjadinya gerakan peristalsis membalik sehingga penderita mengeluh muntah. 2. Pada pemeriksaan plain foto abdomen dan barium enema didapatkan gambaran colitis ulcerativa dengan megakolon. Analisis Obstruksi khronis menimbulkan distensi usus sehingga dinding usus mengalami iskemi dan selanjutnnya dapat terjadi nekrosis, ulkus mukosa kolon, sampai perforasi kolon. Keadaan ini menimbulkan gejala enterokolitis dari ringan sampai berat bahkan terjadi sepsis. Selain itu juga ditemukan gambaran megakolon karena adanya obstruksi usus kronis sehingga abdomen tampak distensi.

Untuk menegakan diagnosis penyakit hirschsprungs dapat di tentukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan pasien mengeluh sulit BAB, tidak bisa mengedan, perut buncit dan dehidrasi ringan sampai sedang. Dari pemeriksaan plain foto abdomen dan barium enema didapatkan gambaran colitis ulcerativa dengan megakolon. Berdasarkan data tersebut, penderita di diagnosis dengan penyakit hirschsprungs dengan colitis ulcerativa. Selain itu, untuk diagnosis pasti perlu dilakukan pemeriksaan biopsi rektum untuk dilakukan pemeriksaan PA. 3.2 Penatalaksanaan Bila diagnosis telah ditegakan, keluarga penderita segera diberi informasi mengenai penyakit yang diderita dan rencana penatalaksanaannya. Prinsip penatalaksanaannya adalah mengatasi komplikasi yang terjadi, kolostomi dan pembedahan definitive. Pengelolaan pasien dengan gejala obstruksi kronis bertujuan untuk mengatasi komplikasi yang terjadi dan membuat kondisi pasien optimal untuk dilakukan pembedahan. Hal ini dilakukan dengan memberikan cairan intravena untuk memperbaiki status gizi dan rehidrasi cairan. Selain itu juga dilakukan tindakan untuk mengatasi colitis ulcerativa yang menyertai dengan rectal washing dan pemberian antibiotik spectrum luas. Setelah itu baru dilakukan persiapan kolostomi berencana dan pengelolaan lanjut dengan pembedahan definitif. 3.3 Prognosis Prognosis penderita adalah dubius at bonam. Prognosis penderita dengan penyakit hirschsprungs tergantung pada komplikasi yang terjadi dan pengelolaan yang telah dilakukan. Pada pasien ini, meskipun sudah terjadi komplikasi colitis ulcerative, namun dengan pengelolaan awal yang dilakukan sudah dapat mengatasi gejala obstruksi usus kronis yang terjadi dan keadaan hemodinamik pasien kembali stabil.

BAB IV KESIMPULAN

Untuk menegakan diagnosis penyakit hirschsprungs dapat di tentukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan pasien mengeluh konstipasi, tidak bisa mengedan, ataupun perut buncit. Dari pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan gejala enterokolitis serta dari pemeriksaan radiologi didapatkan gambaran obstruksi usus akut/kronis dan gambaran daerah rektum yang menyempit. Prinsip penatalaksanaan pada pasien dengan penyakit hirschsprungs adalah mengatasi komplikasi yang terjadi, kolostomi dan pembedahan definitive. Sementara itu prognosis penderita dengan penyakit hirschsprungs tergantung pada komplikasi yang terjadi dan pengelolaan yang telah dilakukan.

10

Anda mungkin juga menyukai