Anda di halaman 1dari 18

INFEKSI SALURAN NAPAS PENDAHULUAN Pentingnya Infeksi Saluran Napas Infeksi saluran napas sering diperoleh di rumah sakit;

pada kenyataannya hamper 23% infeksi nosokomial mengenai saluran napas dan menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang bermakna. Infeksi saluran napas jenis ini umumnya mengenai mereka yang sakit parah.

INFEKSI SALURAN NAPAS BAWAH Infeksi saluran napas bawah mengenai bronkus dan alveolus (Gambar 9.1). Bronkitis biasanya merupakan infeksi yang diperoleh dari masyarakat. Pneumonia dapat diperoleh dari rumah sakit atau masyarakat. Keduanya merupakan penyakit yang serius.

BRONKITIS Bronkitis (peradangan bronkus) adalah suatu nama yang diberikan untuk infeksi saluran napas akut di mana gejala dominan adalah batuk tanpa infeksi local.Penyakit ini biasanya terjadi sebagai penyulit dari infeksi saluran napas atas yang disebabkan oleh virus, di mana kemudian timbul infeksi bakteri sekunder. Sebagian anak tampaknya mudah terkena bronchitis. Penyakit ini diperkirakan berkaitan dengan kondisi kehidupan yang buruk (lingkungan terlalu padat, hygiene buruk, dan gizi kurang) dan diekserbasi oleh merokok pada ibu, terutama sewaktu hamil. Orang yang pernah mengalami bronchitis pada masa anak-anak berisiko mengalami gejala lebih lanjut apabila mereka saat usia remaja.

PNEUMONIA Pneumonia (peradangan paru) adalah suatu penyakit serius, dan merupakan penyebab sebagian besar kematian akibat infeksi saluran napas, terutama pada orang berusia lanjut dan bayi. Alveolus terisi oleh nanah, udara tersingkir, dan paru dikatakan mengalami konsolidasi. Pada bronkopneumonia, konsolidasinya tersebar luas;pada pneumonia lobaris, konsolidasinya terbatas. Perawatan di rumah sakit ditujukan untuk : Memberi antibiotic walaupun banyak kasus disebabkan oleh virus, hal ini mungkin sulit ditentukan, dan kita jangan sampai kehilangan waktu dalam memberikan pengobatan Melakukan fisioterapi perkusi, latihan pernapasan, dan drainase postural Mempertahankan jalan napas- apabila diperlukan Menyediakan tindakan penunjang lain- misalnya, mempertahankan keseimbangan Di masyarakat, pneumonia bakterialis paling sering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae, yang sering terbawa di tenggorokan orang sehat. Infeksi paling sering terjadi pada orang yang sudah menderita masalah kesehatn, dan sering timbul sebagai penyulit dari infeksi saluran napas lain(mis. Influenza atau campak). Pengobatan sulit karena sebagian galur Streptococcus pneumoniae sekarang resisten terhadap penisilin. Vaksinasi dianjurkan untuk beresiko terjangkit infeksi saluran napas, setelah splenektomi, dan pada orang berusia lanjut (Grist dan Walker,1991). Kadang-kadang terjadi ledakan kasus di lingkungan yang terlalu padat dan kurang berventilasi (Hoge et al.,1994).

PNEUMONIA YANG DIDAPAT DI RUMAH SAKIT Pada the National Prevalence Survey of Infection in Hospital kedua, pneumonia yang didapat di rumah sakit merupakan infeksi kedua tersering, mengenai 22,9 persen pasien,terutama pasien pasca operasi dan pasien yang sakit berat (Emmerson et al., 1996). Faktor resiko antara lain kegemukan, gangguan kesadaran, riwayat merokok, dan adanya penyakit pernapasan. Di rumah sakit, pneumonia dapat disebabkan oleh bakteri, virus, atau jamur, tetapi sebagian besar pneumonia nosokomial disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan kuman negative-Gram oportunistik (Inglis et al.,1993). Infeksi dapat diperoleh dari orang lain melalui infeksi-silang atau dari sumber lingkungan . Penularan melalui udara bukan merupakan factor utama di rumah sakit kecuali untuk Legionella. Sebagian besar kasus pneumonia yang diperoleh di rumah sakit terjadi pada pasein yang memerlukan ventilasi mekanisme (lihat Gamber 9.2 di bawah). Pasien ini berisiko tinggi karena kehilangan refleks saluran napas dan bersih yang bersifat protektif, mendapat terapi antibiotic, dan menjalani tindakan invasive lainnya. Infeksi saluran napas yang berkaitan dengan ventilator terjadi saat bronkiolus dan alveolus tecemar oleh pathogen. Dalam keadaan sehat, kedua bagian paru tersebut bebas dari mikroorganisme karena adanya escalator mukosiliaris; partikel asing terperangkap di mucus, didorong ke atas oleh kerja silia, dan akhirnya tertelan. Namun, saluran napas atas mengandung bakteri, termasuk pathogen, dan pathogen ini dapat dipindahkan ke saluran napas bawah saat prosedur invasif.

SUMBER PATOGEN PADA INFEKSI YANG DIPEROLEH DI RUMAH SAKIT Aspirasi pathogen dari orofaring Aspirasi pathogen yang mengolonisasi orofaring addalah sumber terpenting pneumonia bakterialis pada pasien rawat inap. Walaupun banyak orang sehat menghirup sekresi mereka sewaktu tidur, namun pathogen ini diatasi oleh pertahanan imunologis tubuh. Pada pasien yang menjalani ventilasi, resiko aspirasi meningkat oleh adanya selang endotrakea dan trakeostomi, dan karena pasien ditidurkan atau mendapat anestesi.

Kolonisasi Orofaring Kolonisasi orofaring meningkatkan resiko timbulnya pneumonia dan mempersulit pengobatannya. Basil negative-Gram menggantikan flora normal apabila pasien mendapat antibiotic (Johanson et al.,1972).

Kolonisasi Lambung Kolonisasi lambung terjadi apabila pasien mendapat obat-obat untuk menetralkan atau menekan sekresi asam lambung (mis. Antacid dan simetidin). Obatobat ini sering diberikan untuk pasien yang sakit berat untuk mengurangi resiko ulserasi akibat stress (Craven et al., 1986).

Selang endotrakea dan trakeostomi Selang endotrakea dan trakeostomi mengiritasi mukosa saluran napas dan meningkatkan kolonisasi bakteri negative-Gram di orofaring. Sekresi yang tercemar masuk ke trakea dari mulut dan faring, sekresi kemuddian mengalir ke bawah melalui

ruang antara dinding luar selang endotrakea dan dinding trakea. Selang endotrakea harus membentuk lapisan yang cukup kedap udara untuk menutup ruang ini, tetapi terjadi kebocorn sewaktu dilakukan deflasi periodic. Pada pasien yang menjalani ventilasi, dapat diisolasi bakteri dari galur yang sama dengan yang dijumpai di mulut dan trakea (Sanderson,1983).

Pencemaran sirkuit ventilator Pencemaran sirkuit ventilator dapat menyebabkan infeksi-silang karena terjadi penyaluran langsung udara penuh bakteri ke saluran napas bawah (Philips, 1967).

Nebuliser Nebuliser menciptakan aerosol butiran-butiran halus yang menembus ke dalam saluran napas yang paling kecil sehingga cukup menimbulkan masalah. Hal ini terutama berlaku untuk nebuliser obat volume-kecil (Botman dan Krieger,1987).

Humidifikasi Humidifikasi (pelembapan) sirkuit diperlukan untuk mencegah dehidrasi saluran napas. Humidifier tidak menghasilkan aerosol sehingga apabila air di reservoir tercemar oleh bakteri, maka bakteri kecil kemungkinannya terhirup. Namun, uap air cenderung mengalami kondensasi di selang (Stucke dan Thompson, 1980). Kondensat dapat mengalami pencemaran berat dan dapat mengalir ke trakea sehingga resiko infeksi meningkat (Craven et al., 1984).

Pengisapan trakeobronkus Pengisapan trakeobronkus, yang dimaksudkan untuk mengurangi resiko infeksi akibat penumpukan sekresi, dapat justru menimbulkan pemindahan bakteri apabila tekniknya tidak benar (Fiorentini,1992). Membran mukosa lebih mudah rusak oleh trauma dibandingkan dengan kulit, dan abrasi akibat kateter pengisap semakin meningkatkan resiko infeksi.

Penyumbatan bronkus oleh mucus Infeksi saluran napas pascaoperasi timbul apabila bronkus tersumbat oleh mucus yang kental. Pasen mungkin takut bergerak sehabis dan enggan melakukan ekspektorasi, terutama apabila nyeri operasi kurang terkontrol. Pada beberapa operasi besar, imobilitas berlangsung total karena pasien disedasi dan mendapat ventilasi. Penyumbatan menyebabkan penumpukan sekresi di saluran napas distal dari obstruksi, yang kemudian dapat kolaps saat udara di dalam alveolus diserap tetapi tidak diganti. Pertukaran gas di tempat tersebut terhenti. Jaringan tetap mendapat perfusi, tetapi darah yang sampai ke tempat tersebut tidak lagi menerima oksigen dan tidak dapat membuang karbon dioksidanya. Terjadi perubahan dalam nisbah ventilasi/perfusi normal, yang menimbulkan pirau kanan-ke-kiri. Semakin besar sumbatan mucus, semakin besar masalah karena terjadi penyumbatan saluran napas yang lebih besar. Dengan demikian bagian paru yang terkena akan luas, menyebabkan kolaps (atelektasis). Keadaan ini menguntungkan bagi pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri.

Pencegahan pneumonia yang diperoleh di rumah sakit Resiko terjadinya pneumonia nosokomial dapat dikurangi dengan ambulasi dini dan fisioterapi untuk memperbaiki ekspansi paru pada pasien pascaoperasi. Bagi pasien yang sakit berat, pneumonia nosokomial tetap sulit dicegah dan mahal diobati (Kelleghan et al.,1993). Peralatan yang tercemar pernah diperkirakan menjadi penyebab ledakan kasus (Gorman et al., 1993),tetapi resiko dapat dikurangi dengan melakukan otoklaf terhadap alat yang digunakan pada terapi pernapasan. Alat-alat tersebut termasuk ventilator dan sirkuitnya, nebuliser, humidifier, dan peralatan nondisposibel yang digunakan selama pengisapan endotrakea. Apabila tidak dapat dilakukan autoclaving, maka peralatan dapat didekontaminasi di mesin cuci otomatis atau dengan desinfektan kimiawi diikuti oleh pembilasan dengan air keran.

Ventilator Ventilator tidak perlu didekontaminasi secara rutin apabila digunakan penyaring untuk melindungi sirkuit inspirasi dan ekspirasi. Pemakaian rutin penyaring heat-moisture exchange (HME) dan system pengisapan tertutup pada ventilator telah menurunkan resiko pneumonia nosokomial. Penyaring HME mengurangi kebutuhan untuk melembabkan gas yang diberikan kepada pasien dengan ventilator. Desinfeksi rutin peralatan tidak lagi diperlukan, sedangkan penyaring HME diganti setiap 24-48 jam. Apabila tidak digunakan penyaring HME, maka dianjurkan desinfeksi atau penggantian sirkuit itu sendiri setiap 48 jam (Craven et al., 1982). Kondensat yang terkumpul di selang ventilator hrus secara teratur didrainase.

Humidifier Humidifier harus selalu diganti selama terapi oksigen untuk mencegah dehidrasi selaput lender pernapasan. Humidifier harus diisi oleh air steril dan didekontaminasi setiap 48 jam (Craven et al.,1982).

Nebuliser Nebuliser yang digunakan untuk menyalurkan obat mudah tercemar. Alat ini harus dicuci dengan deterjen dan dikeringkan setiap kali digunakan. Mouthpiece harus diganti setiap 24 jam (Cobben et al.,1996).

INFEKSI SALURAN NAPAS ATAS Infeksi saluran napas atas mengenai saluran hidung, faring, tonsil, dan epiglottis (lihat Gambar 9.1 di atas). Sebagian besar adalah infeksi minor yagn diperoleh di masyarakat dan disebabkan oleh virus. Namun, infeksi saluran napas atas dapat menimbulkan konsekuensi serius bagi pasien berusia lanjut atau sangat muda. Infeksi ini juga banyak menyebabkan hilangnya hri untuk bekerja dan sekolah di Inggris, sehingga dampaknya pada kesehatan individu dan social serta konsekuensi ekonominya tidak dapat dianggap ringan

Batuk dan Pilek Batuk dan pilek terutama disebabkan oleh rinovirus, anggota dari golongan pikornavirus. Terutama sekitar 200 jenis yang berbeda sehingga seseorang yang baru sembuh dari salah saatu tipe dapat terjangkit oleh tipe rinovirus yang lain. Secara tradisional dianggap bahwa penularan terjadi melalui inhalasi partikel virus yang terkandung dalam percikan ludah di udara, tetapi terdapat bukti bahwa penularan juga terjadi melalui kontak, terutama melalui tangan. Dalam simulasi laboratorium, Gwaltney et al (1978) membuktikan bahwa tangan relawan akan tercemar setelah bersalaman dengan orang yang terinfeksi; mereka lebih besar kemungkinannya menderita pilek daripada orang yang terpajan melalui aerosol menyebar saat beresin. Rinovirus dapat bertahan hidup dilingkungan benda mati apabila terlindung oleh mucus. Benda yang sering terpegang (mis. Pegangan pintu, tombol pintu, dan alat makan/minum) akan teeercemar, dan virus dipindahkan ke pejamu baru, mencapai mata atau hidung saat wajah tersentuh. Higiene umum dan mencuci tangan sangat penting di sekolah untuk mencegah infeksi rinovirus. Inokulasi diri adalah bentuk tersering penularan (Hendley et al., 1973).

Pilek merupakan gangguan ringan tetapi dapat menimbulkan masalah pada orang yang sudah mengidap penyakit pernapasan, teruma orang berusia lanjut (Nicholson et al.,1996). Tidak terdapat bukti bahwa terjangkit infeksi saluran napas akut ada kaitannya dengan keadaan basah atau kedinginan. Pilek sering terjadi di Inggris, yang disangka disebabkan oleh cuaca yang lembap, tetapi penyakit ini juga terjadi di Negara-negara yang panas dan kering. Pada orang yang berusia lanjut yang dirawat inap karena hipotermia dan masalah saluran napas bahwa setelah jatuh di rumah, penyakit timbul karena sekresi terkumpul di saluran napas bawah, memicu serangkaian peristiwa yang serupa dengan yang terjadi setelah penyumbatan mucus. Pada bayi dan anak, infeksi saluran napas atas biasanya tidak berbahaya, seperti pada ortang dewasa, tetapi penyakit ini dapat mengganggu makan dan kadang-kadang menyebabkan otitis media akut atau keterlibatan saluran napas bawah. Peran perawat di masyarakat sangat membantu dengan menyakinkan dan menenangkan pasien serta menetukan apakah diperlukan intervensi medis (Taylor,1988). Pengobatan yang diperlukan. Sekresi hidung yang disebabkan oleh pilek mengandung partikel virus, sel mati dari mukosa hidung, dan bakteri, tetapi hal-hal ini juga ditemukan pada orang seeehat. Invasi bakteri atas epitel yang rusak jarang terjadi, dan jarang diperlukan antibiotic.

Virus yang menyebabkan pilek adalah : Virus parainfluenza Reovirus Virus coxsackie Adenovirus Respiratory syncytial virus (RSV)

Koronavirus Ekovirus

Otitis Media Otitis media (peradangan telinga tengah) merupakan keluhan yang sering terjadi pada anak. Telinga tengah dilapisi oleh mukosa pernapasan dan mengalami peradangan pada pilek. Perubahan tekanan akibat obstruksi tuba faringotimpani (eutakius) menyebabkan rasa tidak enak di telinga.

Otitis Media Supuratif akut Otitis media supuratif akut (suatu abses di telinga) menyebabkan demam dan nyeri, dan harus dicurigai apabila anak terbangun menangis dengan demam tinggi. Kecuali apabila segera dilakukan intervensi medis, membrane timpani akan rupture akibat tekanan disertai pengeluaran duh mukopurulen yang mengandung darah. Diberikan suatu antibiotic (penisilin atau amoksisilin) disertai antipiretik dan analgesic. Pemulihan dimulai dalam 3 atau 4 hari. Sebagian besar membrane timpani yang rupture akan sembuh spontan tanpa masalah, tetapi ketulian ringan dapat menetap selama beberapa hri sampai mucus dan kotoran yang trsangkut di telingan tengah menghilang.

Glue ear Glue ear (otitis media sekretorik) adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan penimbunan sekresi viskosa di ddalam telinga tengah. Hal ini terjadi apabila anak mengalami pilek dan otitis media. Survei-survei memperlihatkan bahwa, dibeberapa daerah, sampai 40% anak usia sekolah mengalami otitis media sekretorik,

tetapi penyakit ini biasanya sembuh tanpa intervensi dalam beberapa hari atau minggu (Taylor,1988). Sering terjadi tuli hantaran sementara. Intervensi bedah menjadi popular karena adanya ketakutan bahwa perkembangan bicara dan bahasa dapat terganggu yang dapat menyebabkan kesulitan belajar. Gendang telinga diinsisi, material dari celah telinga tengah dikeluarkan dengan pengisapan, dan dimasukkan grommets (selang aerasi plastic). Namun, manfaat bedah sekarang dipertanyakan. Glue ear parut permanent setelah pembedahan (Moran dan Wilson, 1986). Hubungan antara infeksi saluran napas atas, ketulian, dan kesulitan belajar sulit diuraikan karena ketiga keadaan ini sering terjadi pada anak dari golongan ekonomi lemah.

Croup Croup (spasme laring) adalah gambaran infeksi virus yang mengenai laring dan trakea. Anak mula-mula mengalami penyumbatan hidung akibat sekresi, kemudian suara inspirasi menjadi rebut dan kasaar (stridor). Hal ini menimbulkan distress bagi pasien dan menakutkan orang tua. Pengobatan secara tradisional berupa pemakaian uap air panas katel untuk menghencerkan dahak dan menghilangkan obstruksi, sedangkan cara modern menggunakan bak mandi air panas. Sebagian besar anak sembuh tana pengobatan, tetapi croup tetapi mencemaskan karena : Anak kadang-kadang mengalami obstruksi dan kelelahan, sehingga merupakan penyakit yang

memerlukan perawatan darurat untuk memastikan bahwa jalan napas tetap paten Walaupun jarang, dapat timbul epiglottis di mana diperlukan pengobatan daruraat. Hal ini biasanya disebabkan oleh bakteri misalnya Haemophilus influenzae

Anak-anak kaddang-kadang mengalami serangaran berulang croup, yang mengisyaratkan addanya alergi.

Respiratory Syncytial Virus Respiratory syncitial virus (RSV) adalah suatu virus RNA yang menyebabkan infeksi saluran napas akut pada bayi dan anak, sering parah pada bayi berusia kurang dari 6 bulan. Dapat terjadi bronco pneumonia, dan kematian tidaklah jarang. Pada anak yang lebih tua, infeksi RSV biasanya lebih ringan. Pada usia 4 tahun, sebagian besar anak memperlihatkan tanda serologis riwayat infeksi, tetapi hal ini tidak selalu berarti imunitas persisten. Pernah dilaporkan ledakan kasus di masyarakat dan hal ini juga dapat terjadi di rumah sakit, terutama pada anak-anak yang sakit berat dan berperan meningkaatkan morbiditas dan mortalitas. Partikel virus terdapat di sekresi hidung, sedangkan penyebaran nosokomial terjadi melalui tangan. Hal ini ditunjukan oleh hasil sebuah penelitian di mana insidens RSV menurun setelah diterapkan aturan mencuci tangan yang ketat pada petugas dan orang tua (Isaacs et al.,1991).

Pertusis Pertusis (batuk rejan, whooping cough) disebabkan oleh bakteri negativeGram yang disebut Bordetella pertusis. Setelah pemajanan ke sumbur infeksi, bakteri melekat ke sel bersilia yang melapisi mukosa saluran napas. Gejala nonspesifik tanpa batuk khas muncul dalam 5-7 hari. Anak tampak pilek tetapi ia sangat menular karena menyebarkan sejumlah besar bakteri dari nasofaring. Akhirnya, infeksi masuk fase paroksismal, yang ditandai oleh batuk yang sering berakhir dengan muntah. Vaksinasi adalah tindakan kesehatan masyarakat yang penting untuk mengontrol infeksi yang menggangu dan menakutkan

ini, yang pada kasus berat dapat mengancam nyawa. Bakteri tidak pernah ditemukan di tenggorokan orang sakit (Weiss dan Hewlett, 1986).

Difteri Difteri disebabkan ohasil positif Gram corynebacteium diphtheriae. Penyakit ini sangat jarang di Inggris, tetapi wisatawan yang pergi ke Eropa Timur, Negaranegara bekas Uni Soviet, dan Negara-negara yang sedang berkembang dapat terpajan ke kuman penyebab. Penyakit ini menimbulkan gangguan pernapasan akut yang ditandai oleh pembentukan membranelengket (terdiri dari sel darah putih, bakteri, dan epitel pernapasan) di ssaluran napas atas. Membran ini dapat menyebabkan obstruksi laring yang menimbulkan kematian ini dapat menyebabkan obstruksi laring yang menimbulakn kematian bila tidak segera diatasi, misalnya dengan trakeostomi, untuk mempertahankan kepatenan jalan napas. Corynebacterium diptheriae juga menimbulkan suatu eksotoksin yang beredar dalam darah dan menimbulkan penyulit misalnya miokarditis dan neuropati perifer.

Manajemen pasien difteri dan kontaknya meliputi : Pemberitahuan kepada petugas terkait di otoritas kesehatan masyarakat karena difteri adalah penyakit yang harus dilaporkan Isolasi kasus Busana pelindung-sarung tangan, apron, dan masker-untuk peetugas dan pengunjung Mengobati pasien dengan penisilin dan antitoksin difteri Mengobati kontak dengan eritromisin dan mengimunisasi mereka dengan toksoid difteri

Tindakan

yang

cermat

untuk

mempertahankan

hygiene

oral

dan

menghilangkan nyeri Pemantauan tanda vital, terutama pernapasan. Pemantauan jantung harus dilakukan apabila dicurigai adanya keterlibatan miokaardium. Perlu ditekankan bahwa imunisasi aktif terhadap difteri, yang diberikan semasa anakanak, sangat efektif. Orang lain yang perlu diimunisasi antara lain adalah kontak kasus difteri, petugas kesehatan, staf laboratorium, dan mereka yang bepergian ke Negara di mana penyakit ini endemic.

Influenza Influenza disebabkan oleh sutau virus RNA yang termasuk dalam kelompok yang disebut miksovirus (myxoviruses) yang memiliki afinitas terhadap mukoprotein yang ada di permukaan sel manusia dan mamalia lain. Terdapat tiga jenis virus influenza : A, B, dan C. Permukaan masing-masing jenis dilapisi oleh sejumlah antigen spesifik (V, H, dan N) kepada pejamu berespons dengan mengeluarkan antibiotic yang sesuai. Digunakan tata nama standar untuk mengklasifikasikan berbagai galur sesuai dengan antigen permukaan masing-masing. Influenza ditularkan melalui sekresi nasofaring, dan menimbulkan penyakit akut berupa demam, nyerikepala,mialgia, dan malaise berat, namun (berbeda dengan anggapan popular) gejala pernapasannya ringan. Pilek yang parah kadang-kadang secara salah disebut flu oleh pengidapnya. Pada remaja, influenza adalah penyakit yang tidak menyenangkan dan menyebabkan terhentinya kegiatan sekolah atau bekerja. Pada orang lanjut usia atau mereka yang kesehatannya kurang baik, konsekuensi penyakit ini dapat berat (Nicholson,1990). Dapat timbul pneumonia. Hal ini biasanya disebabkan oleh kolonisasi epitel pernapasan yang mengalami trauma

oleh pathogen tertentu (Staphylococcus aureus dan Haemophilus influenza), tetapi pada sebagian kasus virus itu sendiri yang menjadi penyebabnya. Virus influenza tersebar di seluruh dunia, menimbulkan epidemic setiap beberapa tahun. Penyebaran di masyarakat paling sering terjadi pada virus tipe A, yang merupakan virus paling virulen (Grist, 1989), seddangkan tipe C paling kemungkinannya menyebabkan epidemic. {andemi di seluruh dunia pernah tercatat tetapi sulit diperkirakan. Pada tahun 1918, 20 juta orang-termasuk dewasa mudameninggal akibat influenza. Yang lebih baru, pandemic flu Asia menyebabkan angka infeksi yang tinggi tetapi angka kematian yang rendah. Sebagian besar ledakan kasus besar mencerminkan munculnya varian baru virus influenza dengan antigen permukaan yang berbeda (antigenic drift). Hal ini paling nyata pada virus tipe A. Populasi tidak memiliki imunitas terhadap antifen baru sehingga infeksi berkembang cepat. Adanya tiga strain virus yang berbeda (A,B, dan C), perbedaan antigen permukaan yang diperlihatkan oleh anggota dari galur yang sama, dan fenomena antigenic drift ikut berperan menimbulkan kesulitan pengontrolan influenza. Tidak ada satu vaksinpun yang memberikan imunitas yang menetap. Vaksinasi diperlukan setiap kali muncul galur baru. Vaksinasi dianjurkan untuk orang berusia lanjut muncul yang dirawat dip anti di mana penyebaran dapat cepat terjadi dan untuk mereka yang mengidap penyakit ginjal, jantung, atau pernapasan kronik, pengidap mellitus, dan mereka yang cacat kekebalan. Infeksi saluran napas yang lain dan infeksi yang timbul akibat pathogen di saluran napas-tuberkulosis paru, penyakit Legionnaire, dan meningitis meningokokus. diabetes

KEPUSTAKAAN Botman A, de Krieger RA (1987). Contamination of small volume medication nebulisers and its association with oropharyngeal colonization. Journal of Hospital Infection 10;204-8. Cobben NAM, Drent M,Jonkers EFM et al.996). Outbreak of severe Pseudomonas aeruginosa respiratory infection due to contaminated nebulisers. Journal of Hospital Infection 33;63-70 Craven DE, Connolly M, Lichtenberg G et al. (1982). Contamination of Mechanical ventilator tubing changes every 24 to 48 hours. New England Journal of Medicine 306;10505-8 Craven DE, Goularte TA, Make BJ (1984). Contaminated condensate in mechanical ventilator circuits ; a risk factor for nosocomial pneumonia ?. American Review of Respiratory Disease 129;625-8 Craven DE, Kunches LM, Kilinsky V et al. (1986). Risk factors for pneumonia and fatality for patients receiving continuous mechanical ventilation. American Review of Respiratory Disease 133;792-6 Emmerson AM, Enstone JE, Griffin M et al. (1996). The second National Prevalence Survey of Infection in Hospitals-overview of the results. Journal of Hospital Infection 32;175-90 Fiorentini A (1992). Potential hazards of tracheobronchial suctioning. Intensive Critical Care Nursing 8;217-26 Gorman LJ, Sanai L, Notman W et al. (1993). Cross-infection in an intensive care unit by Klebssiella pneumonia from ventilator condensate. Journal of Hospital Infection 23;17-26 Govaert TME, Dinant GJ (1993). Adverse reaction to influenza vaccine in elderly people; randomized double blind placebo trial. British Medical Journal 307;98899 Grist N (1989). Influenza update. Practitioner 233;56-9 Grist N, Walker E (1991). Pneumococcal immunization. Practice nurse January 454-6 Gwaltney JM, Moskalski PB, Hendley Jo (1978). Hand to hand transmission of rhinovirus colds. Annals of internal medicine 88;463-7 Hendley JO, Wenzel RP, Gwaltney JM (1973). Transmission of rhinovirus colds by self-inoculation.New England Journal of medicine 291;1361-4 Hoge CW, Reichler ME. Dominguez EA (1994). An epidemic of pneumococcal discase in an overcrowded, inadequately ventilated jail. New England Journal of Medicine 281;1361-4 Inglis TJJ, Sproat LJ, Hawkey PM et al. (1993). Staphylococcal pneumonia in ventilated patients; a twelve month review of cases in an intensive care unit. Journal of Hospital Infection 25;207-10 Isaacs D, Dickson H, OCallaghan C et al. (1991). Hand washing and cohorthing in prevention of hospital acquired respiratory syncytial virus. Archives of Disease in Childhood 66;227-31 Johanson WG, Pierce AK, Sandford JP (1972). ). Nosocomial respiratory tract infections with Gram-negative bacilli. Annals of Internal Medicine 77;701-14 Kelleghan SI, Salemi C, Padilla S et al. (1993). An effective continuous quality improvement approach to the prevention of ventilator-associated pneumonia. American Journal of Infection Control 21;322-30

Lindeman CA, Van Aernan B (1971). Effects of structured and unstructured preoperative teaching. Nursing Research 20;319-32 Moran AGD,Wilson JA (1986). Glue ear and speech development. British Medical Journal 293;713-14 Nicholson KG (1990). Influenza vaccine and the elderly; British Medical Journal 301;617-18 Nicholson KG, Kent J, Hammersley V et al. (1996). Risk factors for lower respiratory complications of rhinovirus infections in elderly people living in the community. British Medical Journal 313;119-23 Ogden J (1993). A hard sell (Flu immunization). Nursing Times 89 (47);54-5 Philips I (1967).Pseudomonas aeruginosa respiratory tract infections in patients receiving mechanical ventilation. Journal of Hygiene 65;229-35 Sanderson PJ (1973). Colonization of the trachea in ventilated patients; what is the bacterial pathway ? Journal of Hospital Infection 4; 15-8 Stucke VA, Thompson REM (1980). Infection transfer by respiratory condensate during positive pressure respiration. Nursing Times (Infection Control Supplement) 76 (7);s3-s7 Tarlow M (1986). Reyes syndrome and aspirin. British Medical Journal 292;1543-4 Taylor B (1988). Coughs and colds in children. Health Visitor 612;313-5 Weiss AA, Hewlett EL (1986). Virulence factors of Bordetella pertusis. Annual Review of Microbiology 40;661-86

Anda mungkin juga menyukai