Anda di halaman 1dari 4

PENYULUHAN KARIES GIGI

http://www.pdgi-online.com/v2/index.php?option=com_content&task=view&id=792&Itemid=1

Mengatasi Sakit Gigi dan Gigi Berlubang Menderita sakit gigi bukanlah pengalaman yang menyenangkan. Rasa sakitnya bahkan bisa membuat orang dewasa menangis. Gigi berlubang umumnya menjadi penyebab awal kita menderita sakit gigi. Sakit gigi menjadi problem kesehatan yang juga serius bagi banyak orang. Apa sebenarnya yang terjadi pada gigi kita saat menderita sakit gigi? Apa akibat lain dari gigi berlubang? Bagaimana cara mencegah sakit gigi? Sakit Gigi Gigi yang berlubang bukanlah disebabkan ulat seperti anggapan orang pada zaman dahulu. Teori ini bertahan hingga tahun 1700-an hingga Willoughby Miller seorang dokter gigi Amerika yang bekerja di Universitas Berlin menemukan penyebab pembusukan gigi. Ia menemukan bahwa lubang gigi disebabkan oleh pertemuan antara bakteri dan gula. Bakteri akan mengubah gula dari sisa makanan menjadi asam yang menyebabkan lingkungan gigi menjadi asam (lingkungan alami gigi seharusnya adalah basa) dan asam inilah yang akhirnya membuat lubang kecil pada email gigi. Saat lubang terjadi pada email gigi, kita belum merasakan sakit gigi. Tetapi, lubang kecil pada email selanjutnya dapat menjadi celah sisa makanan dan adanya bakteri akan membuat lubang semakin besar yang melubangi dentin. Pada saat ini kita akan merasakan linu pada gigi saat makan. Bila dibiarkan, lubang akan sampai pada lubang saraf sehingga kita akan mulai merasakan sakit gigi. Proses ini tidak akan berhenti sampai akhirnya gigi menjadi habis dan hanya tersisa akar gigi. Sakit gigi tidak dapat dipandang sebelah mata seperti anggapan beberapa orang, karena bila didiamkan, dapat membuat gigi menjadi bengkak dan meradang. Selain itu gigi berlubang dapat menjadi sarana saluran masuknya kuman penyakit menuju saluran darah yang dapat menyebabkan penyakit ginjal, paru-paru, jantung maupun penyakit lainnya. Agar tidak semakin bertambah parah, maka bila Anda memiliki gigi berlubang sebaiknya Anda segera mengunjungi dokter gigi untuk mengobatinya. Walaupun banyak orang tidak suka pergi ke dokter gigi dengan alasan tidak peduli dengan keadaan gigi, khawatir biayanya mahal, takut atau malu diejek karena gigi yang rusak, namun pergi ke dokter gigi adalah solusi terbaik untuk mengatasi sakit gigi. Gigi berlubang tidak dapat sembuh dengan sendirinya. Walaupun, mungkin setelah menderita sakit gigi, rasa sakitnya dapat hilang tetapi tidak memperbaiki keadaan gigi. Gigi akan tetap berlubang, bahkan lubangnya akan terus semakin membesar. Langkah yang umumnya akan diambil dokter gigi adalah menambal gigi yang rusak, bila lubangnya belum terlalu besar. Tetapi, bila kita merasakan sakit gigi, proses penambalan tidak dapat langsung dilakukan karena dengan demikian gas dalam gigi tidak dapat keluar. Dokter akan memberikan obat penghilang rasa sakit atau akan mematikan saraf gigi agar kita tidak tersiksa dengan rasa sakitnya. Pada kunjungan selanjutnya barulah gigi akan dibersihkan dan ditambal sementara, penambalan secara permanen dilakukan pada kunjungan berikutnya lagi. Bila lubang terlalu besar dan tidak memungkinkan untuk ditambal, berarti gigi harus dicabut.

Sama seperti proses penambalan gigi, maka gigi juga tidak dapat langsung dicabut saat gigi masih terasa sakit. Hal ini disebabkan saat kita merasakan sakit gigi, maka obat anestesi (obat kebal agar tidak terasa sakit saat gigi dicabut) tidak dapat menembus akar gigi, sehingga saat dicabut akan menyebabkan sakit yang luar biasa. Proses pencabutan gigi baru bisa dilakukan saat gigi sudah tidak terasa sakit dan untuk menghilangkan rasa sakit dokter akan mematikan saraf gigi. Mencegah Gigi Berlubang Untuk mencegah terjadinya lubang pada gigi, Anda dapat melakukan langkah-langkah berikut: Memeriksa gigi secara rutin Kunjungi dokter gigi setiap 6 bulan sekali walaupun Anda tidak merasakan sakit gigi. Hal ini diperlukan agar dokter dapat mendeteksi lubang kecil yang terjadi pada gigi dan dapat ditangani segera agar lubang tidak semakin besar. Dapat juga dideteksi bagian gigi yang tidak rata atau berlekuk yang dapat menyebabkan gigi sulit dibersihkan. Menyikat gigi secara teratur dan pada waktu yang tepat

Hari Jumat, 8 Januari 2010, saya bersama teman-teman satu kelompok akan melakukan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut untuk kader kesehatan di salah satu RW kampung Pengarengan, Jatinegara Kaum, sebagai tugas akhir kuliah klinik Public Health. Sebelum pelaksanaan, maka seorang dosen memberi pembekalan mengenai teori komunikasi karena ini penting dalam penyuluhan nanti. Materi ini sebenarnya telah diberikan saat kuliah pre-klinik dulu. Oleh karena itu, kuliah 1,5 jam tadi hanya review hal-hal yang perlu. Dan, karena berupa kuliah cuap-cuap dosen, di siang hari setelah makan siang, ruangan ber-AC, jadilah kami bersembilan mendengarkan sambil terkantuk-kantuk (mungkin hanya saya, hehehe). Sebelum membahas komunikasi, ada sedikit penjelasan tentang apa itu penyuluhan. Berasal dari kata suluh yang sama dengan obor, berarti alat untuk penerangan. Jadi, apabila setelah memberikan penyuluhan, audiens malah jadi bingung, maka penyuluhan itu telah gagal memenuhi tujuannya. Sederhananya begitu, namanya juga penyuluhan, sama dengan penerangan, audiens harusnya menjadi tahu, menambah juga pengetahuannya, dan tercerahkan setelah mendapat penyuluhan tersebut. Penyuluhan kesehatan ini terdiri dari 5 proses, yaitu; penyebaran informasi, penerangan, perubahan prilaku, pendidikan, dan transformasi sosial, yang mana kelima proses ini pada hakikatnya merupakan kegiatan komunikasi. Komunikasi, asal kata communis/common, artinya membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. Bisa juga berasal dari kata communico yang berarti membagi. Menurut Brooks & Heath (1985), komunikasi merupakan proses membagi informasi, makna, dan perasaan melalui pertukaran pesan verbal dan nonverbal. Dosen saya menekankan pada perasaan. Tanpa perasaan, komunikasi tidak akan berjalan baik sehingga tidak akan terbangun kebersamaan dan apa yang dibagi akan menjadi sia-sia. Apa yang hendak disampaikan bila tidak niat dari hati, maka audiens pun tidak akan mendapat manfaat. Harus dari hati ke hati! Penyuluhan, kalau dilakukan cuma atas dasar mau nilai, tidak dari hati, yang didapat hanya letih. Penyuluh tidak ikhlas, bicaranya sudah benar, tapi auranya jelek, audiens pun merasa tidak dihargai, hanya merasa digurui. Akhirnya, audiens tidak mendapat penerangan yang berbekas diingatannya. Jadi, percuma saja! Kemudian, mengenai berbagi perasaan ini, ada hal yang penting yang kadang kita lupakan, yaitu prinsip dasar dari komunikasi itu sendiri. Yang terpenting, bukan apa yang diucapkan, tapi apa yang didengar, bukan apa yang dimaksud, tapi apa yang diartikan. Komunikasi itu tidak egois, kawan!!! Misalnya, saya tahu bahwa mutans streptococcus menyebabkan karies gigi. Kalau saya sampaikan hal ini pada saat penyuluhan nanti, audiens malah tidak mendapat apa-apa. Tidak ada yang dibagi untuk mereka. Karena, kata-kata yang saya gunakan asing bagi mereka, akan lebih baik saya cukup bilang kuman di mulut akan menyebabkan gigi berlubang atau setidaknya menambahkan penjelasan mengenai istilah asing tersebut. Apabila saya tetap ngotot mengumbar istilah-istilah asing (misalkan maushow-off), cuma saya yang tetap tahu, tapi tidak sama-sama tahu. Begitulah, komunikasi, dengan komunikasi kita berharap menjadi sama-sama tahu. Kan, katanya membangun kebersamaan. Kalau, hanya menunjukkan kehebatan pribadi, tapi tidak membaginya ke orang lain, berarti tidak terjadi komunikasi yang baik. Yang terjadi adalah keegoisan. Ngotot dengan kata-kata sendiri, tapi tidak merasakan kalau orang lain sebenarnya tidak mengerti dengan ucapan kita, hasilnya misscommunication, deh! Dalam berkomunikasi itu, sudut pandang yang dipentingkan adalah lawan bicara (komunikan). Bagaimana kita (komunikator) berbicara supaya lawan bicara itu mengerti, itu yang penting! Apalagi kalau sudah berkomunikasi secara tatap muka. Saling mendengarkan, perlu kejujuran juga, berbagi, percaya, ada umpan baliknya kalau kita

sebagai lawan bicara, seperti senyuman, tatapan muka, ngasih respons gitu deh, inilah teknik berkomunikasi secara tatap muka yang baik. Dengan demikian, komunikasi akan menjadi lebih dari sekedar kata-kata. Terkait dengan penyuluhan nanti, maka hal yang perlu kami perhatikan adalah gunakan bahasa sehari-sehari, berikan contoh yang nyata dan bisa dimengerti, waktunya juga jangan terlalu lama, dan alokasikan waktu untuk diskusi yang memberi kesempatan komunikan untuk berbicara karena mungkin akan ada yang tidak mengerti sehingga harus bertanya. (Ingat, komunikasi itu tidak egois!) -asyik juga nulis blog sambil liat catatan kuliah, hehehe-

http://edukasi.kompasiana.com/2010/01/06/komunikasi-ala-fkg/

Anda mungkin juga menyukai