Anda di halaman 1dari 55

KEJANG

STEP 1
Rangsang meningeal :meningen terangsang menimbulkan tanda2 kaku kuduk,kernick sign,brudzinski neck sign,brudzinski II (Kontralateraltungkai) Kejang : suatu kondisi dimana otot tubuh berkontraksi dan berelaksasi secara cepat dan berulang dikarenakan karena aktivitas elektrik di otak STEP 2 1. Bagaimana hubungan tekanan darah pasien dengan keluhan yg ada di skenario? 2. Mengapa kejang berlangsung <5 menit? 3. Mekanisme kejang dan penyebabnya? 4. Macam2 kejang? 5. Mengapa kesadaran menurun? 6. Apa hubungan penyakit sekarang dgn penyakit dahulu infeksi telinga kronis? 7. DD? 8. Mengapa pasien demam disertai nyeri kepala seminggu yg lalu? 9. Hal apa saja yg meningkatkan aktivitas eleltrik di otak shg menimbulkan kejang? 10. Carapemeriksaan rangsang meningeal beserta interpretasinya? STEP 3 1. Mengapa kesadaran menurun? Ada hub dgn demam,berarti ada infeksi yaitu infeksi telinga kronis sspcontiguous(nyeri scr langsung)ke meningenke lcsakan melakukan proliferasi bakterinya itumikroglia beserta lainnya akan di aktivasipelepasan sitokin dan medoator inflamasi(il 1,il 8,tnf alfa,dan NO)akan menimbulkan 3 kjadian : peningkatan protein dan proteolitik dari lcs,cedera endotel dan trombosismenyebabkan edem sitotoksik dan vasogenikedem menyebabkan intrakranial meningkatbisa menurunkan kesadaran(pusat kesadaran di formatio retikularis) Trombosis menyebabkan penurunan aliran darah cerebral 2. hubungan tekanan darah pasien dengan keluhan yg ada di skenario? Keadaan normal sel neuron mudah dilalu kalium dan susah dilalui natrium.penyeimbang ditubuh kita adl glukosa dan pengolahan butuh oksigen.jika ada kekurangan elektrolit akan mempengaruhi termoregulasi(demam).yg membawa nutrisi adl sel darah merah,jika orgnya skt pengeluaran energi untuk metabolisme basal meningkat dan kebutuhannya darah naik (tanda vital selain tekanan darah dicarii!!) 3. Mengapa kejang berlangsung <5 menit?

4.

5.

6.

7.

Ada 3 interpretasi kejang berdasar wktu: 1 .fase awal : waktu <15menit tekanan darah naik,peningkatan kadar glukosa,nadi,suhu tubuh,sel darah putih 2. fase lanjut 15-30menit,penurunan tekanan darah,disritmia,edem paru,penurunan gula darah 3. berkepanjangan : lebih dari 1 jam,hipotensi,aliran darah ke cerebellum menurun Hubungan demam sama kejang? Demam suhu tubuh meningkat dan metabolisme tubuh meningkat 10-15 %->perubahan keseimbangan membran sel neurondifusi natrium dan kalsiumdepolarisasi membran dan muatan listrik berlebihankejang Peningkatan 1 derajat menyebabkan : metabolise meningkat,perubahan keseimbangan sel neuraon,kebutuhan oksigen meningkat Yg mempengaruhi perubahan keseimbangan : perubahan konsentrasi ion,perubahan patologis dari membran sel,akibat rangsangan yg dtg mendadak Hal apa saja yg meningkatkan aktivitas eleltrik di otak shg menimbulkan kejang? Efek produk toksik,respon analgetik.keadaan umum yg abnormal,perubahan keseimbangan,adanya radang otak Macam2 kejang? Dari penyeban bisa - intrakranial : karena gangguan metabolik misal hipokalsemi,hiperglikemi Ada toksik : krn anastesi - Ekstrakranial : trauma,infeksi bakteri dan virus - Idiopatik ( DICARIIIII !!!) (MENINGITIS,ENCHEPALITIS,MENINGOENCHEPALITIS) Berdasarkan luas yg terkena : -kejang umum : aktivasi kedua hemisfer bersama2 manfes hilang kesadaran 1. Abrens : hilang kesadaran dalam waktu singkat gejala tidak jelas tatapan kosong 2. Mioklonik : seperti keditan di ototnya biasanya pada leher,bahu,lengan 3. Tonik : pergerakan tonik ,ekstremitas umumnya ekstensi lengan -Kejang parsial : kesadaran masih utuh dan gejala penyerta misal keringat,pucat,muntah misal di korteks cerebrum karena gangguan fisiologi,kimiawi dan anatomi potensial membran 30-100mV tjd karena perbedaan ion natrium,kalium dan kalsium Apa hubungan penyakit sekarang dgn penyakit dahulu infeksi telinga kronis? Otitis Media merupakan faktor resiko enchepalitislewat saluran eustachiuspenetrasi kuman ke aliran darah (toksemia) masa prodromalinfeksi abortiv (tubuh kita yg kuat)kalo kumannya yg kuat

(bakteriemia)bakteri menetap di pembuluh darah sisitemik (septikemia)menyebar ke organ2 cth meningen (meningitis) Kuman Menyebar ada 3 : hematogen: lewat a. Intracerebral,perkontinyuitatum : (biasanya di otitis media dan sinusitis,scr langsung : trauma,pungsi lumbal,pembedahan 8. Mengapa pasien demam disertai nyeri kepala seminggu yg lalu? Inflamasipeningkatan suhu tubuh 1 derajat peningkatan suhu tubuh menyebabkan peningkatan metabolisme tubuh Nyeri kepala disebabkan karena peningkatan2 sinus venosus dan a.meningeal media serta nervus cranialis 9. Carapemeriksaan rangsang meningeal beserta interpretasinya? 1. kaku kuduk : fleksi kepala ke strenum,fleksi ke lateral 2. Kernig sign : fleksi panggul 90 derajat,tungkai bawah lurus (positif jika ada tahanan dan nyeri ) 3. Brudzinski sign : - neck sign : kepala di fleksi ke strnum,tungkainya fleksi (+) -chick sign : penekanan os.zigomaticus,tjd gerakan reflek fleksi pada siku -symphisis sign : dilakukan penekanan symphisis tjd fleksi kedua panggul - leg sign : tungkai bawah di fleksikan maksimal tjd fleksi kontralateral panggul 10. DD? -Meningitis Berdasar penyebab : 1. meningitis bakterial : dewasa menyerang adl pneumococcus,hemovilus influenza.meningococcus 2. Meningitis tuberkulosa 3. Meningitis viral : manfes sgt ringan,yg berat merupakan komponen meningoencephalitis,gejala skt kepala,kaku kuduk Trias klasik meningitis : demam,penurunan kesadran,kaku kuduk -Enchepalitis -Meningoencephalitis

1. Bagaimana hubungan tekanan darah pasien dengan keluhan yg ada di skenario? 2. Mengapa kejang berlangsung <5 menit?

FISIOLOGIS Ukuran inti sel saraf pada umumnya lebih besar daripada sel lainnya di tubuh. Sel-sel saraf atau neuron akan bergabung membentuk suatu simpul saraf yang disebut ganglion. Rangsang bergerak dari sel saraf ke sel saraf lainnya, bermula dari dendrit menuju akson. Oleh karena itu, dalam pergerakan tersebut kita akan menemukan hubungan antarneuron melalui kontak juluran dendrit dan akson. Bagian yang berhubungan dengan sel saraf lain tersebut dikenal dengan nama sinapsis (Gambar 9.3).

Gambar 9.3 Sinyal informasi melewati sinapsis dari presinapsis sel ke possinaptis sel. Neurotransmiter dikeluarkan dari ujung akson. Arah perambatan transmiter melalui sinapsis adalah satu arah.

Arah perambatan dari sinapsis sangat khas, yaitu hanya terjadi dalam satu arah. Perhatikan Gambar 9.4. Jadi, pergerakan impuls saraf hampir sama dengan pergerakan arus listrik searah. Sel saraf menghubungkan antara sel penerima rangsang dan pusat informasi serta menghantarkan perintah pada organ target dalam satu arah. Secara umum, neuron memiliki beberapa fungsi sebagai berikut.

Menghubungkan impuls ke pusat saraf atau neuron sensorik (neuron aferen). Pada neuron sensorik, bagian dendritnya akan berhubungan dengan organ reseptor, sedangkan aksonnya berhubungan dengan neuron lain. Menyampaikan impuls dari pusat saraf ke organ target atau neuron motorik (neuron eferen). Dendrit akan berhubungan dengan sistem saraf pusat, sedangkan aksonnya berhubungan dengan organ efektor. Menghubungkan antara neuron sensorik dan motorik atau disebut interneuron. Bagian interneuron yang menghubungkan antarneuron di otak dinamakan neuron konektor. Sementara itu, interneuron di sumsum tulang belakang disebut neuron ajustor.

Gambar 9.4 Skema hubungan kerja sel saraf sensorik-interneuron-motorik.

2. Komunikasi Neuron Neuron-neuron yang berhubungan dalam sebuah sinapsis mempunyai mekanisme khas dalam menyampaikan perambatan impuls. Antara neuron dan neuron tidak terjadi hubungan langsung karena terdapat sebuah celah sempit yang berfungsi untuk menghantarkan impuls di sinapsis. Celah ini disebut dengan celah sinaptik yang akan meneruskan impuls dari neuron

ke neuron lainnya melalui sebuah perantara yang disebut neurotransmitter. Neurotransmitter merupakan sebuah cairan kimia dalam tubuh, seperti asetilkolin, serotonin, atau noradrenalin yang berfungsi menghantarkan impuls. Sinapsis terdapat di antara akson neuron yang satu dengan dendrit atau badan sel atau akson dari neuron lain.

Agar dapat menghantarkan impuls, akson harus mencapai potensial tertentu yang lebih negatif hingga mencapai suatu ambang batas. Pada saat ambang batas ini, keadaan potensial di dalam akson dinamakan potensial aksi. Jadi, neuron dapat merambatkan impuls jika mencapai potensial aksi. Potensial ini sebenarnya terbentuk dari perbedaan muatan yang dimiliki oleh ion-ion yang berada di dalam sel, yaitu Cl , A, Na+, dan K+ yang berada di luar dan di dalam sel. Ion A (anorganik) hanya terdapat di cairan intraseluler. Pada saat istirahat, ion Cl dan Na+ lebih banyak terdapat di luar sel (ekstraseluler) dibandingkan ion A dan K+ yang berada di dalam sel (intraseluler).

Membran selubung mielin adalah sebuah membran yang semipermeabel yang dapat ditembus oleh ion-ion dengan mekanisme transpor aktif atau pompa ion. Adanya rangsang akan mengubah susunan potensial listrik yang ada sehingga terjadi pergerakan keluar-masuknya ion. Neuron yang berada dalam keadaan istirahat dengan potensial di dalam selnya lebih negatif dibandingkan potensial di bagian luar disebut dalam keadaan polarisasi atau potensial istirahat. Perubahan potensial atau depolarisasi akan terjadi jika ada perubahan muatan dalam membran. Ion Na+ dan Cl akan bergerak masuk ke dalam sel pada saat adanya impuls.

Daerah yang mengalami depolarisasi akan membentuk suatu aliran listrik sehingga menjadi depolarisasi. Bagian yang terdepolarisasi ini akan kembali membentuk aliran listrik dengan daerah lainnya yang masih dalam keadaan polarisasi sehingga menjadi terdepolarisasi. Begitu seterusnya sehingga terjadi penjalaran listrik atau yang dikenal dengan impuls saraf (Gambar 9.5).

Gambar 9.5 Perjalanan impuls pada saraf. Selama penjalaran impuls saraf, polaritas membran sel menjadi terbalik. Impuls saraf bergerak sepanjang akson.

Ketika impuls mencapai ujung akson. Impuls tersebut harus melewati sinapsis menuju otot, kelenjar, atau saraf lainnya. Misalkan sebuah neuron memiliki hubungan sinapsis dengan neuron lain, akson dari neuron pertama akan melepaskan neuronsmitter yang akan menyebabkan penjalaran impuls pada neuron kedua. Misalkan, sebuah neuron memiliki hubungan sinapsis dengan sebuah sel otot. Untuk membuat otot tersebut berkontraksi, sinyal impuls harus mencapai sel otot. Bagaimanakah caranya?

Ketika impuls mencapai ujung akson, akson akan mengekresikan neurotransmitter, yaitu asetilkolin. Molekul asetilkolin berfungsi melewati sinapsis sel otot. Ketika mereka berikatan dengan reseptor molekul pada membran sel, sel otot akan berkontraksi. Asetilkolin tidak akan aktif selamanya. Sel otot mengeluarkan enzim yang disebut asetilkolinterase. Enzim ini membuat asetilkolin tidak aktif dan sel otot relaksasi. Sel otot akan berinteraksi kembali jika asetilkolin dilepaskan kembali oleh akson (Gambar 9.6).

Gambar 9.6 (a) Ujung akson melepaskan asetilkolin. (b) Asetilkolin diterima reseptor menyebabkan terjadinya potensial aksi. (c) Terjadi potensial aksi yang akan membuat sel otot berkontraksi.

Arah impuls saraf hanya terjadi dalam satu arah, baik dari dendrit menuju akson ataupun antarneuron. Jika bekerja terus-menerus, sel saraf akan mengalami kelelahan. Contohnya, ketika kita membaui sesuatu yang tidak enak, lama-kelamaan bau tersebut tidak akan sekeras pada awalnya. Kecepatan rambat impuls dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya sebagai berikut.

a. Diameter serabut saraf. Sel saraf dengan diameter besar akan lebih cepat merambatkan impuls dibandingkan dengan sel saraf dengan diameter yang lebih kecil. b. Selubung mielin. Daerah akson yang tertutup mielin akan menghantarkan impuls lebih cepat dibandingkan dengan akson yag tidak tertutup mielin. c. Suhu. Hingga ambang batas tertentu kenaikan suhu akan mempercepat penghantaran impuls dibandingkan ketika suhu rendah. Hal tersebut dibuktikan dengan lebih cepatnya perambatan impuls pada hewan homoioterm, seperti Mammalia dibandingkan hewan berdarah dingin poikiloterm, seperti Reptilia atau Amphibia.

Impuls saraf yang telah mencapai sinapsis, diteruskan oleh cairan kimia yang disebut neurotransmitter. Saat ini, telah diketahui 50 jenis neurotransmitter dan neuropeptida (suatu molekul protein kecil yang berfungsi seperti neurotransmitter). Beberapa neurotransmitter yang dikenal luas adalah sebagai berikut.

a. Asetilkolin. Asetilkolin banyak ditemukan di otak dan merupakan satu-satunya neurotransmitter yang ditemukan di sinapsis dan otot. b. Dopamin. Neurotransmitter ini dikeluarkan oleh bagian neuron yang mengalami kerusakan. Dopamin akan banyak ditemukan pada sinapsis penderita penyakit Parkinson. Penyakit Parkinson, seperti yang diderita oleh petinju legendaris Mohammad Ali, adalah jenis penyakit dengan ciri-ciri susah mengendalikan pergerakan dan goncangan pada tangan (tremor). c. Serotonin. Serotonin merupakan jenis neurotransmitter yang ada di otak dan sumsum tulang belakang. Serotonin bertugas dalam penghambatan impuls rasa sakit. Selain itu, serotonin juga diduga memengaruhi tidur dan perasaan kita (mood). d. Norepinefrin. Norepinefrin banyak dikeluarkan pada sinapsis yang berhubungan dengan alat kerja organ dalam, seperti jantung, hati, paru-paru, serta alat pencernaan. Struktur kimianya mirip dengan hormon adrenalin yang bekerja pada saat kondisi tubuh tertekan (stress). e. Neuropeptida. Contoh neuropeptida adalah opioid yang banyak berpengaruh dalam pengaturan kondisi tubuh, seperti rasa lapar, temperatur tubuh, rasa marah, dan perasaanperasaan lain yang ditimbulkan secara emosional. 1. Apa hubungannya demam yang seminggu dengan kejang selama 5 menit yang sekarang? Infeksi bakteri yang bersifat sitotoksik toksik menimbulkan gangguan pompa natrium kalium natrium intrasel meningkat gangguan depolarisasi (asetilkolin/ eksitatorik dengan GABA/inhibisi)kejang Demam meningkatkan metabolisme dalam tubuh->kebutuhan o2 meningkatgangguan metabolismekejang

Berdasarkan sumber dr ilmi tidak ada hubungannya demam dan kejang Kejang: jalurnya lewat impuls, lewat muatan listrik di neuron. Sedangkan demam bakteri ada di dalam pembuluh darah. Syarat listrik dapat mengalir ada potensial + ke -. Pada fisiologis : asetikolin merendahkan impuls + ke post sinaps. Sifat kejang dikarenakan ketidakseimbangan dr asetilkolin (asetilkolin menumpuk di otak)

Kejang adalah suatu kondisi dimana otot tubuh berkontraksi dan relaksasi secara cepat dan berulang, oleh karena abnormalitas sementara dari aktivitas elektrik di otak, dapat karena kelainan intrakranial, ekstrakranial, atau metabolik (Nelson, 1994; Wikipedia, 2008).

http://eprints.undip.ac.id/29064/2/Bab_2.pdf

PATOFISIOLOGI KEJANG
stimulasi mekanis/ kimiawi

Sel glia
K Na K POMPA ION Ggn metabolik Na-K ATPase -Oksigen - glukose

eksitasi
Zat trans miter

Jejas/ kel.gen

Lepas muatan berlebihan - Asetil kolin


- As.glutamat - GABA - Glisin

inhibisi

Tdk menjalar (kejang -)

Menjalar jarak ttt (kejang fokal)

Menjalar ke sel. otak (umum)

1. Kejang tanpa demam Kejang adalah suatu keadaan di mana tubuh seseorang bergetar cepat tak terkendali. Selama kejang, otot seseorang berkontraksi dan berelaksasi berulang kali. Di sini terjadi perubahan mendadak pada aktivitas elektrik korteks serebri yang secara klinis bermanifestasi dalam bentuk perubahan kesadaran atau gejala motorik, sensorik atau perilaku. (MedlinePlus, 2010) Pada kejang terjadi bangkitan motorik generalisata yang menyebabkan hilangnya kesadaran dan kombinasi kontraksi otot tonik-klonik. Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari suatu populasi neuron yang sangat mudah terpicu (focus kejang) atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan patologik sehingga mengganggu fungsi normal otak. Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi lepas muatan yang berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah, thalamus, dan korteks serebri kemungkinan besar bersifat epileptogenik, sedangkan lesi di serebelum dan batang otak umumnya tidak memicu kejang.

Di tingkat membran sel, focus kejang memperlihatkan beberapa fenomena biokimiawi: Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan menurun dan apabila terpicu akan melepaskan muatan secara berlebihan Kelainan polarisasi yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi asam gama-aminobutirat (GABA) Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit, yang mengganggu homeostasis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan pada depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmitter eksitatorik atau deplesi neurotransmitter inhibitorik. (Price & Wilson, 2005) 2. Kejang Demam Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (di luar rongga kepala). Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak dperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dpat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion didalam dan diluar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya: 1. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler 2. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya 3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1 C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10% 15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas mutan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut dengan neurotransmiter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 C sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 C atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang. Sehingga beberapa hipotesa dikemukakan mengenai patofisiologi sebenarnya dari kejang demam, yaitu: 1. Menurunnya nilai ambang kejang pada suhu tertentu. 2. Cepatnya kenaikan suhu. 3. Gangguan keseimbangan cairan dan terjadi retensi cairan. 4. Metabolisme meninggi, kebutuhan otak akan O2 meningkat sehingga sirkulasi darah bertambah dan terjadi ketidakseimbangan. 5. Dasar patofisiologi terjadinya kejang demam adalah belum berfungsinya dengan baik susunan saraf pusat (korteks serebri). (Nia Karnia, 2007) http://www.scribd.com/document_downloads/direct/39857338?extension=doc&ft=13 39672884&lt=1339676494&uahk=VKOynkid58RCtaUwXo39QhAoaG 3. Mekanisme kejang dan penyebabnya? 4. Macam2 kejang?

Klasifikasi Pada tahun 1981, The International League Against Epilepsy (ILAE) membuat suatu sistem klasifikasi internasional kejang epileptik yang membagi kejang menjadi dua kelompok besar yaitu Kejang Parsial (fokal atau lokal) dan Kejang Generalisata. Kejang parsial kemudian dibagi lagi menjadi Parsial Sederhana, Parsial Kompleks, dan Parsial yang menjadi Generalisata sekunder. Adapun yang termasuk kejang generalisata yaitu Lena (Tipikal atau Atipikal), mioklonik, klonik, tonik, tonik-klonik, dan kejang atonik. 1. Kejang Parsial (Partial-onset Seizure) Kejang Parsial bermula dari area fokus tertentu korteks serebri, 2. Kejang Generalisata (Generalized-onset Seizure)

Kejang Generalisata berawal dari kedua hemisfer serebri. Bisa bermula dari talamus dan struktur subkortikal lainnya. Pada EEG ditemukan kelainan secara serentak pada kedua hemisfer. Kejang generalisata memberikan manifetasi bilateral pada tubuh dan ada gejala penurunan kesadaran. Kejang generalisata diklasifikasikan menjadi atonik, tonik, klonik, tonik klonik atau absence seizure. Beberapa penyakit yang memberikan gambaran kejang generalisata antara lain : Benign Neonatal Convulsion, Benign Myoclonic Epilepsy, Childhood Absence Epilepsy, Juvenille Absence Epilepsy, Juvenille Myoclonic Epilepsy. Kejang tonik adalah kekakuan kontraktur pada otot-otot, termasuk otot pernafasan. Kejang klonik berupa gemetar yang bersifat lebih lama. Jika keduanya muncul secara bersamaan maka disebut kejang tonik klonik (kejang Grand Mal). Sebagian kejang yang lain sulit dikelompokkan pada salah satunya dimasukkan sebagai kejang tidak terklasifikasi (Unclassified Seizure). Cara pengelompokan ini masih diterima secara luas.

Jenis-Jenis Kejang A. Kejang Parsial Kejang Parsial Sederhana 1. Kesadaran tidak terganggu; dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini: Tanda-tanda motoriskedutaan pada wajah. Tangan, atau salah satu sisi tubuh : umumnya gerakan kejang yang sama. Tanda atau gejala otonomikmuntah berkeringan, muka merah, dilatasi pupil. Gejala somatosensoris atau sensoris khusus-mendengar musik, merasa seakan jatuh dari udara, parestesia. Gejala psikikdejavu, rasa takut, sisi panoramic.

Kejang parsial komplesk 1. Terdapat gangguan kesadaran. Walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial simpleks. 2. Dapat mencakup otomatisme atau gerakan aromaticmengecapkan bibir, mengunyah, gerakan mencongkel yang berulang-ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya. 3. Dapat tanpa otomatismetatapan terpaku.

B. Kejang Umum (Konvulsif atau Non-Konvulsif) Kejang Absens 1. Gangguan kewaspadaan dan responsivitas. 2. Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik. 3. Awitan dan khiran cepat, setelah itu kembali waspada dan berkonsentrasi penuh. 4. Umumnya dimulai pada usia antara 4 dan 14 tahun dan sering sembuh dengan sendirinya pada usia 18 tahun.

Kejang Mioklonik Kedutaan-kedutaan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi mendadak Kejang MioklonikLanjutan 1. Sering terlihat pada orang sehat selama tidur, tetapi bila patologik, berupa kedutaankedutaan sinkron dari leher, bahu, lengan atas dan kaki. 2. Umumnya berlangusung kurang dari 15 detik dan terjadi didalam kelompok. 3. Kehilangan kesadaran hanya sesaat

Kejang Tonik-Klonik 1. Diawali dengan hilangnya kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot ektremitas, batang tubuh, dan wajah, yang langsung kurang dari 1 menit. 2. Dapat disertai dengan hilangnya kontrol kandung kebih dan usus. 3. Tidak adan respirasi dan sianosis 4. Saat tonik diikuti dengan gerakan klonik pada ekstremitas atas dan bawah. 5. letargi, konfusi, dan tidur dalam fase postical

Kejang Atonik 1. Hilangnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata turun, kepala menunduk atau jatuh ketanah. 2. Singkat, dan terjadi tampa peringatan.

Status Epileptikus 1. Biasanya. Kejang tonik-klonik umum yang terjadi berulang. 2. Anak tidak sadar kembali diantara kejang. 3. Potensial untuk depresi pernapasan, hipotensi, dan hipoksia

4. memerlukan pengobatan medis darurat dengan segera

Fisiologi dan Patofisiologi Tiap neuron yang aktif melepaskan muatan listriknya. Fenomena elektrik ini adalah wajar. Manifestasi biologiknya ialah merupakan gerak otot atau suatu modalitas sensorik, tergantung dari neuron kortikal mana yang melepaskan muatan listriknya. Bilamana neuron somatosensorik yang melepaskan muatannya, timbullah perasaan protopatik atau

propioseptif. Demikian pula akan timbul perasaan panca indera apabila neuron daerah korteks pancaindera melepaskan muatan listriknya. Secara fisiologis, suatu kejang merupakan akibat dari serangan muatan listrik terhadap neuron yang rentan di daerah fokus epileptogenik. Diketahui bahwa neuron-neuron ini sangat peka dan untuk alasan yang belum jelas tetap berada dalam keadaan terdepolarisasi. Neuronneuron di sekitar fokus epileptogenik bersifat GABA-nergik dan hiperpolarisasi, yang menghambat neuron epileptogenik. Pada suatu saat ketika neuron-neuron epileptogenik melebihi pengaruh penghambat di sekitarnya, menyebar ke struktur korteks sekitarnya dan kemudian ke subkortikal dan struktur batang otak. Dalam keadaan fisiologik neuron melepaskan muatan listriknya oleh karena potensial membrannya direndahkan oleh potensial postsinaptik yang tiba pada dendrit. Pada keadaan patologik, gaya yang bersifat mekanik atau toksik dapat menurunkan potensial membran neuron, sehingga neuron melepaskan muatan listriknya dan terjadi kejang.

Penyakit-penyakit yang Menyebabkan Kejang Penyakit-penyakit yang menyebabkan kejang dapat dikelompokkan secara sederhana menjadi penyebab kejang epileptik dan penyebab kejang non-epileptik. Penyakit epilepsi akan dibahas tersendiri sementara kelompok non-epileptik terbagi lagi menjadi penyakit sistemik, tumor, trauma, infeksi, dan serebrovaskuler.

5. Mengapa kesadaran menurun?

Anatomi dan fisiologi kesadaran

Lintasan asendens dalam susunan saraf pusat yang menyalurkan impuls sensorik protopatik, propioseptik dan perasa pancaindra dari perifer ke daerah korteks perseptif primer disebut lintasan asendens spesifik atau lintasan asendens lemniskal. Ada pula lintasan asendens aspesifik yakni formasioretikularis di sepanjang batang otak yang menerima dan menyalurkan impuls dari lintasan spesifik melalui koleteral ke pusat kesadaran pada batang otak bagian atas serta meneruskannya ke nukleus intralaminaris talami yang selanjutnya disebarkan difus ke seluruh permukaan otak. Pada manusia pusat kesadaran terdapat di daerah pons, formasio retikularis daerah mesensefalon dan diensefalon. Lintasan aspesifik ini oleh Merruzi dan Magoum disebut diffuse ascending reticular activating system (ARAS). Melalui lintasan aspesifik ini, suatu impuls dari perifer akan menimbulkan rangsangan pada seluruh permukaan korteks serebri. Dengan adanya dua sistem lintasan tersebut terdapatlah penghantaran asendens yang pada pokoknya berbeda. Lintasan spesifik menghantarkan impuls dari satu titik pada alat reseptor ke satu titik pada korteks perseptif primer. Sebaliknya lintasan asendens aspesifik

menghantarkan setiap impuls dari titik manapun pada tubuh ke seluruh korteks serebri. Neuron-neuron di korteks serebri yang digalakkan oleh impuls asendens aspesifik itu dinamakan neuron pengemban kewaspadaan, sedangkan yang berasal dari formasio retikularis dan nuklei intralaminaris talami disebut neuron penggalak kewaspadaan. Gangguan pada kedua jenis neuron tersebut oleh sebab apapun akan menimbulkan gangguan kesadaran. (Manthurio & Nara, 1984)

Mekanisme kesadaran menurun pada kejang Pada kejang terjadi pelepasan muatan listrik yang tiba-tiba. Yang secara primer melepaskan muatan listriknya adalah nuclei intralaminares thalami yang dikenal juga sebagai inti centre cephalic. Inti tersebut merupakan terminal dari lintasan ascendens aspesifik/lintasan ascenden ekstralemiskal. Input korteks serebri melalui lintasan afferent aspesifik itu menentukan derajat kesadaran. Bila sama sekali tidak ada input, maka timbul koma. Terjadi lepas muatan listrik dari intralaminar thalami secara berlebihan. Perangsangan talamokortikol yang berlebihan ini menghasilkan kejang otot seluruh tubuh dan sekaligus menghalangi neuron-neuron pembina kesadaran menerima impuls afferent dari dunia luar sehingga kesadaran hilang. (Mardjono & Sidharta, 2009)

GCS atau Glassglow Coma Scala==> adalah skala yang digunakan untuk mengukur penurunan kesadaran seseorang

6. Apa hubungan penyakit sekarang dgn penyakit dahulu infeksi telinga kronis? TELINGA TENGAH ( AURIS MEDIA )

Merupakan ruangan yang berisi udara dan terletak didalam tulang temporal. Auris media terdiri dari : 1. Kavum timpani 2. Membran timpani 3. Tuba Eustachius 4. Mastoid yang terdiri dari antrum dan selula mastoid Kavum Timpani Kavum timpani merupakan bagian terpenting dari auris media, yang didalamnya terdiri dari: tulang, otot, ligamen, saraf, dan pembuluh darah. Kavum timpani dibagi menjadi 3 bagian yaitu epitimpanum, mesotimpanum, dan hipotimpanum. Pada kavum timpani terdapat : a. Osikula yang terdiri atas : Maleus, dengan bagian-bagiannya yaitu :kaput, kolum, prosesus brevis, prosesus longus,dan manubrium malei. Inkus, terdiri atas kaput, prosesus brevis, prosesus longus.

Stapes, terdiri atas kaput, kolum, krus anterior, krus posterior dan basis. b. Muskuli,terdiri atas M. tensor timpani yang mempunyai fungsi meregangkan membran timpani dan M. stapedius yang mempunyai fungsi mengatur gerakan stapes. c. Ligamen, mempunyai fungsi mempertahankan posisi osikula didalam kavum timpani. d. Saraf yang berada didalam kavum timpani adalah N. korda timpani. Saraf ini merupakan cabang dari pars vertikalis N. VII ( N. Fasialis ). Batas-Batas Kavum Timpani a. Dinding superior, merupakan tulang yang sangat tipis dan merupakan batas antara kavum timpani dengan fosa kranii media ( lobus temporalis ). Hal ini menyebabkan radang dalam kavum timpani dapat meluas kedalam endokranium. b. Dinding inferior, berbentuk tulang tipis yang merupakan pembatas antara hipotimpanum dengan bulbus V. Jugularis. Keadaan ini menyebabkan radang dalam kavum timpani dan dapat menimbulkan tromboplebitis. c. Dinding posterior, terdapat aditus ad antrum yang menghubungkan kavum timpani dengan antrum mastoid dan bagian vertical dari kanal N. VII. d. Dinding anterior, terdapat A. Karotis interna, muara tuba eustachius dan M.tensor timpani. e. Dinding medial, merupakan batas kavum timpani dengan labirin. Di bagian ini terdapat struktur penting yaitu kanalis semisirkularis pars horizontal yang merupakan bagian dari labirin, kanalis N. VII pars horizontal, dan foramen ovale yang ditutup oleh basis stapes. f. Dinding lateral, terdiri atas 2 bagian yaitu pars osseus yang merupakan dinding lateral dari epitimpanum, membentuk sebagian kecil dari dinding lateral kavum timpani dan pars membranaseus, yang disebut juga membran timpani. Membran Timpani Membran timpani memisahkan kavum timpani dengan meatus akustikus eksterna. Bentuknya seperti kerucut dengan basis oval dan puncak kerucut cekung kearah medial. Tepi membran timpani disebut margo timpani. Membran timpani terpasang miring dengan melekat pada suatu lekukan tulang yang disebut sulkus timpanikus dengan perantara jaringan ikat ( annulus timpanikus ).

Bagian atas membran timpani yang berbentuk bulan sabit disebut pars flaksida atau membrana Shrapnelli. Pars flaksida ini lebih lentur dan lebih tipis. Dibagian bawah berbentuk oval dengan warna putih mutiara yang disebut pars tensa. Pars tensa ini merupakan bagian terbesar dari membran timpani dan merupakan selaput lebih tebal. Tuba Eustachius Tuba eustachius merupakan saluran yang menghubungkan kavum timpani dengan nasofaring, berbentuk terompet, panjang 37 mm. Tuba eustachius dari kavum timpani menuju nasofaring terletak dengan posisi infero-antero-medial sehingga ada perbedaan ketinggian antara muara pada kavum timpani dengan muara pada nasofaring sekitar 15 mm. Muara pada kavum timpani selalu terbuka, sedang muara pada nasofaring selalu tertutup dan baru terbuka bila ada kontraksi M. Levator dan M. tensor veli palatini yaitu pada waktu menguap atau menelan. Fungsi tuba eustachius adalah untuk menjaga agar tekanan didalam kavum timpani sama dengan tekanan udara luar dan untuk menjamin ventilasi udara di dalam kavum timpani. Mastoid Dinding anterior mastoid merupakan dinding posterior kavum timpani dan meatus akustikus eksterna. Antrum mastoid dan kavum timpani dihubungkan lewat aditus ad antrum. Dinding atas ad antrum mastoid disebut tegmen antri, merupakan dinding tipis seperti juga pada tegmen timpani dan merupakan batas antara mastoid dengan fosa kranii media. Dinding posterior dan medial merupakan dinding tulang tipis yang membatasi mastoid dengan sinus sigmoid. Keadaan ini menyebabkan suatu peradangan dalam mastoid dapat meluas ke endokranium dan ke sinus sigmoid sehingga dapat menimbulkan peradangan di otak maupun tromboplebitis.

Meningitis Bakterial 1 Infeksi dapat mencapai selaput otak melalui : 1. Alian darah (hematogen) oleh karena infeksi di tempat lain seperti faringitis, tonsillitis, endokarditis, pneumonia, infeksi gigi. Pada keadaan ini sering didapatkan biakan kuman yang positif pada darah, yang sesuai dengan kuman yang ada dalam cairan otak. 2. Perluasan langsung dari infeksi (perkontinuitatum) yang disebabkan oleh infeksi dari sinus paranasalis, mastoid, abses otak, sinus cavernosus. 3. Implantasi langsung : trauma kepala terbuka, tindakan bedah otak, pungsi lumbal dan mielokel. 4. Meningitis pada neonates dapat terjadi oleh karena:

Aspirasi cairan amnion yang terjadi pada saat bayi melalui jalan lahir atau oleh kuman-kuman yang normal ada pada jalan lahir Infeksi bakteri secara transplacental terutama Listeria.

Gambar 3. Patogenesis Meningitis Bakterial

Sebagian besar infeksi susunan saraf pusat terjadi akibat penyebaran hematogen. Saluran napas merupakan port of entry utama bagi banyak penyebab meningitis purulenta. Proses terjadinya meningitis bakterial melalui jalur hematogen mempunyai tahap-tahap sebagai berikut : 1. Bakteri melekat pada sel epitel mukosa nasofaring (kolonisasi) 2. Bakteri menembus rintangan mukosa 3. Bakteri memperbanyak diri dalam aliran darah (menghindar dari sel fagosit dan aktivitas bakteriolitik) dan menimbulkan bakteriemia. 4. Bakteri masuk ke dalam cairan serebrospinal 5. Bakteri memperbanyak diri dalam cairan serebrospinal 6. Bakteri menimbulkan peradangan pada selaput otak (meningen) dan otak.

Gambar 4. Patogenesis Meningitis Bakterial

Bakteri yang menimbulkan meningitis adalah bakteri yang mampu melampaui semua tahap dan masing-masing bakteri mempunyai mekanisme virulensi yang berbeda-beda, dan masing-masing mekanisme mempunyai peranan yang khusus pada satu atau lebih dari tahaptahap tersebut. Terjadinya meningitis bacterial dipengaruhi oleh interaksi beberapa faktor, yaitu host yang rentan, bakteri penyebab dan lingkungan yang menunjang.

Faktor Host Beberapa faktor host yang mempermudah terjadinya meningitis:

1. Telah dibuktikan bahwa laki-laki lebih sering menderita meningitis dibandingkan dengan wanita. Pada neonates sepsis menyebabkan meningitis, laki-laki dan wanita berbanding 1,7 : 1 2. Bayi dengan berat badan lahir rendah dan premature lebih mudah menderita meningitis disbanding bayi cukup bulan 3. Ketuban pecah dini, partus lama, manipulasi yang berlebihan selama kehamilan, adanya infeksi ibu pada akhir kehamilan mempermudah terjadinya sepsis dan meningitis 4. Pada bayi adanya kekurangan maupun aktivitas bakterisidal dari leukosit, defisiensi beberapa komplemen serum, seperti C1, C3. C5, rendahnya properdin serum, rendahnya konsentrasi IgM dan IgA ( IgG dapat di transfer melalui plasenta pada bayi, tetapi IgA dan IgM sedikit atau sama sekali tidak di transfer melalui plasenta), akan mempermudah terjadinya infeksi atau meningitis pada neonates. Rendahnya IgM dan IgA berakibat kurangnya kemampuan bakterisidal terhadap bakteri gram negatif. 5. Defisiensi kongenital dari ketiga immunoglobulin ( gamma globulinemia atau dysgammaglobulinemia), kekurangan jaringan timus kongenital, kekurangan sel B dan T, asplenia kongenital mempermudah terjadinya meningitis 6. Keganasan seperti system RES, leukemia, multiple mieloma, penyakit Hodgkin menyebabkan penurunan produksi immunoglobulin sehingga mempermudah

terjadinya infeksi. 7. Pemberian antibiotik, radiasi dan imunosupresan juga mempermudah terjadinya infeksi 8. Malnutrisi

Faktor Mikroorganisme Penyebab meningitis bakterial terdiri dari bermacam-macam bakteri. Mikroorganisme penyebab berhubungan erat dengan umur pasien. Pada periode neonatal bakteri penyebab utama adalah golongan enterobacter terutama Escherichia Coli disusul oleh bakteri lainnya seperti Streptococcus grup B, Streptococcus pneumonia, Staphylococuc sp dan Salmonella sp. Sedangkan pada bayi umur 2 bulan sampai 4 tahun yang terbanyak adalah Haemophillus influenza type B disusul oleh Streptococcus pneumonia dan Neisseria meningitides. Pada anak lebih besar dari 4 tahun yang terbanyak adalah Streptococcus pneumonia, Neisseria meningitides. Bakteri lain yang dapat menyebabkan meningitis bakterial adalah kuman

batang gram negative seperti Proteus, Aerobacter, Enterobacter, Klebsiella Sp dan Seprata Sp.

Faktor Lingkungan Kepadatan penduduk, kebersihan yang kurang, pendidikan rendah dan sosial ekonomi rendah memgang peranan penting untuk mempermudah terjadinya infeksi. Pada tempat penitipan bayi apabila terjadi infeksi lebih mudah terjadi penularan. Adanya vektor binatang seperti anjing, tikus, memungkinkan suatu predisposisi, untuk terjadinya leptospirosis. http://www.scribd.com/doc/71312278/5/PATOGENESIS

7. DD?

MENINGITIS a. Definisi Infeksi cairan otak disertai peradangan pd meninges (piamater, arachnoideamater)dan dapat meluas pd permukaan jaringan otak dan medulla spinalis yang menimbulkan eksudasi berupa pus atau serous. b. Etiologi Bakteri, virus, fungi, TB c. Klasifikasi Berdasarkan hasil inflamasi yg terjadi Meningitis serous: peningkatan cairan otak yg warnanya jernih, karena TB Meningitis purulen: caitran otak yang berisi pus, streptococcus hemoliticus,diplococcus pneumonie, dll Berdasarkan etiologi Meningitis bakterial

Meningitis viral Meningitis fungi Meningitis TB

d. Patogenesis Adanya infeksi bisa masuk melalui jalur hematogen masuk ke ruang subaracnoidmenginfeksi di daerah tsbmeningitis

e. Manifestasi klinis Demam, kejang, nyeri kepala,kaku kuduk, mual muntah,nyeri leher dan punggung, tanda meningeal+ f. Penegakan Diagnosis Anamnesis Apakah ada penyakit yg mendasari ex:otitis media Ditanyakan apakah mengalami gejala meningitis

Px penunjang Px darah lengkap: leukosit meningkat, LED meningkat LP:untuk membedakan penyebabnya Foto mastoid CT scan kepala EEG : untuk mengetahui jenis kejang

g. Penatalaksanaan Diberi antibiotik IV (diberikan sesuai umur, dan jenis disesuaikan dengan etiologi) Diberi dexametason IV : untuk mengurangi TIK h. Prognosis

Meningitis merupakan peradangan dari meningen yang menyebabkan terjadinya gejala perangsangan meningen seperti sakit kepala, kaku kuduk, fotofobia disertai peningkatan jumlah leukosit pada liquor cerebrospinal (LCS). Berdasarkan durasi dari gejalanya, meningitis dapat dibagi menjadi akut dan kronik. Meningitis akut memberikan manifestasi

klinis dalam rentang jam hingga beberapa hari, sedangkan meningitis kronik memiliki onset dan durasi berminggu-minggu hingga berbulan-bulan. Pada banyak kasus, gejala klinik meningitis saling tumpang tindih karena etiologinya sangat bervariasi. Meningitis juga dapat dibagi berdasarkan etiologinya. Meningitis bakterial akut merujuk kepada bakteri sebagai penyebabnya. Meningitis jenis ini memiliki onset gejala meningeal dan pleositosis yang bersifat akut. Penyebabnya antara lain Streptococcus pneumoniae, Neisseria meningitidis, Haemophilus influenzae. Jamur dan parasit juga dapat menyebabkan meningitis seperti Cryptococcus, Histoplasma, dan amoeba. Meningitis aseptik merupakan sebutan umum yang menunjukkan respon selular nonpiogenik yang disebabkan oleh agen etiologi yang berbeda-beda. Penderita biasanya menunjukkan gejala meningeal akut, demam, pleositosis LCS yang didominasi oleh limfosit. Setelah beberapa pemeriksaan laboratorium, didapatkan peyebab dari meningitis aseptik ini kebanyakan berasal dari virus, di antaranya Enterovirus, Herpes Simplex Virus (HSV). Pada referat ini akan dibahas mengenai meningitis bakterialis. Meningitis bakterialis merupakan penyakit yang mengancam jiwa disebabkan oleh infeksi lapisan meningen oleh bakteri. Insidensi meningitis bakterialis di Amerika Serikat sudah menurun sejak diterapkannya penggunaan rutin vaksin Haemophilus influenzae tipe B (HIB). Umumnya penderita berusia di bawah 5 tahun dan pada 70% kasus terjadi pada anak-anak usia 2 tahun.

A. Anamnesis Pada kasus ini menggunakan allo-anamnesis, beberapa pertanyaan yang di tanyakan:

Apakah ada demam? Kalau ada semenjak kapan? Apakah mengalami kejang? Apakah ada alergi dengan obat? Sebelum ini sudah mengkonsumsi obat apa saja? Apakah sang anak susah makannya?

Apakah anaknya mual atau suka muntah?

B. Pemeriksaan a. Pemeriksaan Fisik kaku kuduk (+) Tangan pemeriksa ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring, kemudian kepala ditekukan ( fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai dada. Selama penekukan diperhatikan adanya tahanan. Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada. Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat Tes laseque (+) Untuk pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang berbaringlalu kedua tungkai diluruskan ( diekstensikan ) , kemudian satutungkai diangkat lurus, dibengkokkan( fleksi ) persendian panggulnya. Tungkai yang satu lagi harus selalu berada dalam keadaan ekstensi ( lurus ) . Pada keadaan normal dapat dicapai sudut 70 derajat sebelum timbul rasa sakit dan tahanan. Bila sudah timbul rasa sakit dan tahanan sebelum mencapai 70 derajat maka disebut tanda Lasegue positif. Namun pada pasien yang sudah lanjut usianya diambil patokan 60 derajat. Tes Brudzzinski (+) Tanda leher menurut Brudzinski, Tanda tungkai kontralateral menurut Brudzinski, Tanda pipi menurut Brudzinski, Tanda simfisis pubis menurut Brudzinski Kernig sign (+) Pada pemeriksaan ini , pasien yang sedang berbaring difleksikan pahanya pada persendian panggul sampai membuat sudut 90 derajat. Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut sampai membentuk sudut lebih dari 135 derajat terhadap paha. Bila teradapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari sudut 135 derajat , maka dikatakan kernig sign positif.

b. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan cairan serebrospinal:

Diagnosis pasti meningitis dibuat berdasarkan gejala klinis dan hasil analisa cairan serebrospinal dari pungsi lumbal. Tabel 1. Interpretasi Analisa Cairan Serebrospinal Tes Tekanan LP Warna Jumlah sel Jenis sel Protein Glukosa Meningitis Bakterial Meningkat Keruh > 1000/ml Predominan PMN Sedikit meningkat Normal/menurun Meningitis Virus Biasanya normal Jernih < 100/ml Predominan MN Normal/meningkat Biasanya normal Meningitis TBC Bervariasi Xanthochromia Bervariasi Predominan MN Meningkat Rendah

Kontraindikasi pungsi lumbal:

Infeksi kulit di sekitar daerah tempat pungsi. Oleh karena kontaminasi dari infeksi ini dapat menyebabkan meningitis.

Dicurigai adanya tumor atau tekanan intrakranial meningkat. Oleh karena pungsi lumbal dapat menyebabkan herniasi serebral atau sereberal.

Kelainan pembekuan darah. Penyakit degeneratif pada join vertebra, karena akan menyulitkan memasukan jarum pada ruang interspinal.

Pemeriksaan radiologi:

X-foto dada: untuk mencari kausa meningitis CT Scan kepala: dilakukan bila didapatkan tanda-tanda kenaikan tekanan intrakranial dan lateralisasi

Pemeriksan lain:

Darah: LED, lekosit, hitung jenis, biakan Air kemih: biakan Uji tuberkulin Biakan cairan lambung

C. Diagnose a. Diagnose Kerja Meningitis merupakan peradangan dari meningen gejala klinis meningitis bakterialis pada neonatus tidak spesifik meliputi gejala sebagai berikut: sulit makan, lethargi, irritable, apnea, apatis, febris, hipotermia, konvulsi, ikterik, ubun-ubun menonjol, pucat, shock, hipotoni, high pitch cry, asidosis metabolik.

Sedangkan gejala klinis pada bayi dan anak-anak yang diketahui berhubungan dengan meningitis adalah kaku kuduk,

opisthotonus, ubun-ubun menonjol (bulging fontanelle), konvulsi, fotofobia, cephalgia, penurunan kesadaran, irritable, lethargi, anoreksia, nausea, vomitus, koma, febris umumnya selalu muncul tetapi pada anak dengan sakit yang berat dapat hipotermia.

b. Diagnosa Banding

DEMAM KEJANG Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karenakenaikan suhu tubuh (suhu rectal diatas 38 C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Pada kejang demam kaku kuduk (-)

MENINGITIS ETCAUSA VIRUS Pada pemeriksaan LCS makroskopik cairanya berwarna jernih, tidak penurunan glukosa.

D. Etiologi * Etiologi meningitis neonatal Bakteri sering didapatkan dari flora vaginal ibu di mana flora usus gram negatif (Escherichia coli) dan Streptococcus grup B adalah patogen predominan. Pada neonatus preterm yang menerima berbagai terapi antimikroba, berbagai prosedur pembedahan sering didapatkan Staphilococcus epidermidis dan Candida sp sebagai penyebab meningitis. Listeria monocytogenes merupakan patogen yang jarang dijumpai tetapi sering menyebabkan mortalitas.

Meningitis Streptococcus grup B dengan onset dini yang terjadi dalam 7 hari pertama kehidupan sering dihubungkan dengan komplikasi obstetri sebelum atau saat persalinan. Penyakit ini sering menyerang bayi preterm atau pun bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Meningitis onset lanjut terjadi setelah 7 hari pertama kehidupan yang disebabkan oleh patogen nosokomial atau patogen selama masa perinatal. Streptococcus grup B serotipe 3 adalah 90% penyebab meningitis onset lanjut. Penggunaan alat bantu respirasi meningkatkan resiko meningitis oleh Serratia marcescens, Pseudomonas aeruginosa dan Proteus mirabilis. Infeksi oleh Citrobacter diversus dan Salmonella sp jarang terjadi tetapi memberikan mortalitas tinggi pada penderita yang juga menderita abses otak. * Etiologi meningitis pada bayi dan anak-anak Pada anak-anak di atas 4 tahun, penyebab tersering adalah Streptococcus pneumoniae, Neisseria meningitidis, Haemophilus influenzae tipe B (HIB). HIB pernah menjadi etiologi tersering tetapi sudah tereradikasi pada negara-negara yang telah menggunakan vaksin konjugasi secara rutin. Streptococcus pneumoniae meningitis

Gambar 1. Streptococcus pneumoniae Patogen ini berbentuk seperti lancet, merupakan diplokokus gram positif dan penyebab utama meningitis. Dari 84 serotipe, serotipe 1, 3, 6, 7, 14, 19, dan 23 adalah jenis yang sering dihubungkan dengan dengan bakteremia dan meningitis. Anak pada berbagai usia dapat terpapar tetapi insidensi dan tingkat keparahan penyakit paling tinggi pada bayi dan

lansia. Kurang lebih 50% penderita memiliki riwayat fokus infeksi di parameningen atau pneumonia. Pada penderita meningitis rekuren perlu dipikirkan ada tidaknya riwayat trauma kepala atau kelainan dural. S. pneumoniae sering menimbulkan meningitis pada penderita sickle cell anemia, hemoglobinopathy, penderita asplenia anatomis atau fungsional. Patogen ini membentuk kolonisasi pada saluran pernapasan individu sehat. Transmisi terjadi antar manusia dengan kontak langsung. Masa inkubasi sekitar 1-7 hari dan prevalensi terbanyak pada musim dingin. Gejala yang ditimbulkan di antaranya kehilangan pendengaran sensorineural, hidrocephalus, dan sekuelae SSP lainnya. Pengobatan antimikroba efektif mengeradikasi bakteri dari sekresi nasofaring dalam 24 jam. Pneumococcus membentuk resistensi yang bervariasi terhadap antimikroba. Resistensi terhadap penicillin berkisar antara 10-60%. Hal ini disebabkan oleh perubahan dalam enzim yang berperan dalam pertumbuhan dan perbaikan protein pengikat penicillin pada bakteri sehingga beta-laktamase inhibitor menjadi tidak berguna. Pneumococcus yang resisten terhadap penicillin juga menampakkan resistensi terhadap cotrimoxazole, tetrasiklin, chloramphenicol, dan makrolide. Cephalosporin generasi 3 (cefotaxime, ceftriaxone) saat ini merupakan pilihan karena mampu menghambat sejumlah bakteri yang telah resisten. Beberapa golongan fluoroquinolon (levofloksasin, trovafloksasin) walaupun merupakan kontraindikasi untuk anak-anak tetapi memiliki daya kerja tinggi melawan kebanyakan pneumococcus dan memiliki penetrasi adekuat ke SSP. Neisseria meningitidis meningitis

Gambar 2. Neisseria meningitidis Patogen ini merupakan bakteri gram negatif berbentuk seperti ginjal dan sering ditemukan intraselular. Organisme ini dikelompokkan secara serologis berdasarkan

kapsul polisakarida. Serotipe B, C, Y, dan W-135 merupakan serotipe yang menyebabkan 15-25% kasus meningitis pada anak. Saluran pernapasan atas sering dikolonisasi oleh patogen ini dan ditularkan antar manusia melalui kontak langsung, droplet infeksius dari sekresi saluran pernapasan, dan sering pula dari karier asimptomatik. Masa inkubasi umumnya kurang dari 4 hari, dengan kisaran waktu 1-7 hari. Faktor resiko meliputi defisiensi komponen komplemen terminal (C5-C9), infeksi virus, riwayat tinggal di daerah overcrowded, penyakit kronis, penggunaan kortikosteroid, perokok aktif dan pasif. Kasus umumnya terjadi pada bayi usia 6-12 bulan dan puncak insidensi tertinggi kedua adalah saat adolesen. Manifestasi purpura atau petekiae sering dijumpai. LCS pada meningococcal meningitis biasanya memberi gambaran normoseluler. Kematian umumnya terjadi 24 jam setelah hospitalisasi pada penderita dengan prognosis buruk yang ditandai dengan gejala hipotensi, shock, netropenia, petekiae dan purpura yang muncul kurang dari 12 jam, DIC, asidosis, adanya bakteri dalam leukosit pada sediaan apus darah tepi. Haemophilus influenzae tipe B (HIB) meningitis

Gambar 3. HIB HIB merupakan batang gram negatif pleomorfik yang bentuknya bervariasi dari kokobasiler sampai bentuk panjang melengkung. HIB meningitis umumnya terjadi pada anak-anak yang belum diimunisasi dengan vaksin HIB. 80-90% kasus terjadi pada anakanak usia 1 bulan-3 tahun. Menjelang usia 3 tahun, banyak anak-anak yang belum pernah diimunisasi HIB telah memperoleh antibodi secara alamiah terhadap kapsul poliribofosfat HIB yang cukup memberi efek protektif. Penularan dari manusia ke manusia melalui

kontak langsung, droplet infeksius dari sekresi saluran pernapasan. Masa inkubasi kurang dari 10 hari. Mortalitas kurang dari 5% umumnya kematian terjadi pada beberapa hari awal penyakit. Beberapa data menunjukkan 30-35% patogen ini sudah resisten terhadap ampicillin karena produksi beta-laktamase oleh bakteri. Sebanyak 30% kasus menyebabkan sekuelae jangka panjang. Pemberian dini dexamethasone dapat menurunkan morbiditas dan sekuelae. Listeria monocytogenes meningitis

Gambar 4. Listeria monocytogenes Bakteri ini menyebabkan meningitis pada neonatus dan anak-anak immunocompromised. Patogen ini sering dihubungkan dengan konsumsi makanan yang terkontaminasi (susu dan keju). Kebanyakan kasus disebabkan oleh serotipe Ia, Ib, IVb. Gejala pada penderita dengan Listerial meningitis cenderung tersamar dan diagnosis sering terlambat ditegakkan. Pada pemeriksaan laboratorium, patogen ini sering disalahartikan sebagai Streptococcus hemolyticus atau diphteroid. Etiologi lain-lain Staphylococcus epidermidis sering menimbulkan meningitis dan infeksi saluran LCS pada penderita dengan hidrocephalus dan post prosedur bedah. Anak-anak yang immunocompromised sering mendapatkan meningitis oleh spesies Pseudomonas, Serratia, Proteus dan diphteroid.

E. Epidemiologi Kejadian meningitis bakteri diperkirakan sekitar 5 sampai 10 kasus per 100.000 orang per tahun. Meningitis bakteri jauh lebih umum di negara-negara berkembang dan di kawasankawasan geografis tertentu, seperti di Afrika, dimana kejadian yang diduga adalah 70 kasus per 100.000 orang per tahun. Kejadian ditemukan paling tinggi pada bayi-bayi yang berusia di bawah 1 tahun, dimana 7,1 kasus per 100.000 penduduk dilaporkan pada tahun 2001, dibandingkan dengan hanya 1,8, 0,7 dan 0,7 per 100.000 orang yang berusia 1-4 tahun, 5-17 tahun dan 18-34 tahun, masing-masing.

F. Patofisiologi Pertama-tama bakteri berkolonisasi dan menyebabkan infeksi lokal pada inang. Kolonisasi dapat terbentuk pada kulit, nasofaring, saluran pernapasan, saluran pencernaan, atau saluran kemih dan genital. Dari tempat ini, bakteri akan menginvasi submukosa dengan menghindari pertahanan inang (seperti barier fisik, imunitas lokal, fagosit/makrofag) dan mempermudah akses menuju sistem syaraf pusat (SSP) dengan beberapa mekanisme: Invasi ke dalam aliran darah (bakteremia) dan menyebabkan penyebaran secara hematogen ke SSP, yang merupakan pola umum dari penyebaran bakteri. Penyebaran melalui kontak langsung, misalnya melalui sinusitis, otitis media, malformasi kongenital, trauma, inokulasi langsung selama manipulasi intrakranial. Sesampainya di aliran darah, bakteri akan berusaha menghindar dari pertahanan imun ( misalnya: antibodi, fagositosis neutrofil, sistem komplemen). Kemudian terjadi penyebaran hematogen ke perifer dan organ yang letaknya jauh termasuk SSP. Mekanisme patofisiologi spesifik mengenai penetrasi bakteri ke dalam SSP sampai sekarang belum begitu jelas. Setelah tiba di SSP, bakteri dapat bertahan dari sistem imun inang karena terbatasnya jumlah sistem imun pada SSP. Bakteri akan bereplikasi secara tidak terkendali dan merangsang kaskade inflamasi meningen. Proses inflamasi ini melibatkan peran dari sitokin yaitu tumor necrosis factor-alpha (TNF-), interleukin(IL)1, chemokin (IL-8), dan molekul proinflamasi lainnya sehingga terjadi pleositosis dan kerusakan neuronal. Peningkatan konsentrasi TNF-, IL-1, IL-6, dan IL-8 merupakan ciri khas meningitis bakterial. Paparan sel (endotel, leukosit, mikroglia, astrosit, makrophag) terhadap produk yang dihasilkan bakteri selama replikasi dan kematian bakteri merangsang sintesis sitokin dan

mediator proinflamasi. Data-data terbaru memberi petunjuk bahwa proses ini dimulai oleh ligasi komponen bakteri (seperti peptidoglikan, lipopolisakarida) untuk mengenali reseptor (Toll-like receptor) TNF- merupakan glikoprotein yang diderivasi dari monosit-makrophag, limfosit, astrosit, dan sel mikroglia. IL-1 yang dikenal sebagai pirogen endogen juga berperan dalam induksi demam saat infeksi bakteri. Kedua mediator ini dapat terdeteksi setelah 3045 menit inkulasi endotosin intrasisternal. Mediator sekunder seperti IL-6, IL-8, Nitric Oxide (NO), prostaglandin (PGE2) dan platelet activation factor (PAF) diduga memperberat proses inflamasi. IL-6 menginduksi reaktan fase akut sebagai respon dari infeksi bakteri. IL-8 membantu reaksi chemotaktik neutrofil. NO merupakan molekul radikal bebas yang menyebabkan sitotoksisitas saat diproduksi dalam jumlah banyak. PGE-2 akan meningkatkan permeabelitas blood-brain barrier (BBB). PAF dianggap memicu pembentukan trombi dan aktivasi faktor pembekuan di intravaskular. Pada akhirnya akan terjadi jejas pada endotel vaskular dan terjadi peningkatan permeabelitas BBB sehingga terjadi perpindahan berbagai komponen darah ke dalam ruang subarachnoid. Hal ini menyebabkan terjadinya edema vasogenik dan peningkatan protein LCS. Sebagai respon terhadap molekul sitokin dan kemotaktik, neutrofil akan bermigrasi dari aliran darah menuju ke BBB yang rusak sehingga terjadi gambaran pleositosis neutrofil yang khas untuk meningitis bakterial. Peningkatan viskositas LCS disebabkan karena influk komponen plasma ke dalam ruang subarachnoid dan melambatnya aliran vena sehingga terjadi edema interstitial, produkproduk degradasi bakteri, neutrofil, dan aktivitas selular lain yang menyebabkan edema sitotoksik. Edema serebral tesebut sangat bermakna dalam menyebabkan tekanan tinggi intra kranial dan pengurangan aliran darah otak/cerebral blood flow (CBF). Metabolisme anaerob terjadi dan mengakibatkan peningkatan konsentrasi laktat dan hypoglycorrhachia. Hypoglycorrhachia merupakan hasil dari menurunnya transpor glukosa ke LCS. Jika proses yang tidak terkendali ini tidak ditangani dengan baik, dapat terjadi disfungsi neuronal sementara atau pun permanen. Tekanan tinggi intra kranial (TTIK) merupakan salah satu komplikasi penting dari meningitis di mana keadaan ini merupakan gabungan dari edema interstitial (sekunder terhadap obstruksi aliran LCS), edema sitotoksik (akibat pelepasan produk toksik bakteri dan neutrofil) serta edema vasogenik (peningkatan permeabelitas BBB).

Edema serebral dapat menyebabkan terjadinya midline shift dengan adanya penekanan pada tentorial dan foramen magnum. Pergeseran ini akan menimbulkan herniasi gyri parahippocampus dan cerebellum. Secara klinis keadaan ini ditunjukkan oleh adanya penurunan kesadaran dan reflek postural, palsy nervus kranial III dan VI. Jika tidak diobati maka terjadi dekortikasi dan deserebrasi yang secara pesat berkembang menjadi henti napas atau henti jantung.

Gambar 5. Pathology meningitis

G. Manifestasi klinik Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya infeksi geeneral pada umumnya seperti demam, mungkin juga didapati adanya sakit kepala yang hebat, photophobia, kaku kuduk, didapatinya tanda kernig dan tanda brudzinski.

H. Komplikasi Sekuelae jangka panjang didapat pada 30% penderita dan bervariasi tergantung etiologi, usia penderita, gejala klinis dan terapi. Pemantauan ketat berskala jangka panjang sangat penting untuk mendeteksi sekuelae. Sekuelae pada SSP meliputi tuli, buta kortikal, hemiparesis, quadriparesis, hipertonia otot, ataxia, kejang kompleks, retardasi motorik, kesulitan belajar, hidrocephalus nonkomunikan, atropi serebral. Gangguan pendengaran terjadi pada 20-30% anak. Pemberian dini dexamethasone dapat mengurangi komplikasi audiologis pada HIB meningitis. Gangguan pendengaran berat dapat menganggu perkembangan bicara sehingga evaluasi audiologis rutin dan pemantauan perkembangan dilakukan tiap kali kunjungan ke petugas kesehatan. Jika ditemukan sekuelae motorik maka perlu dilakukan terapi fisik, okupasional, rehabilitasi untuk menghindari kerusakan di kemudian hari dan mengoptimalkan fungsi motorik.

I. Penatalaksanaan Penanganan penderita meningitis meliputi: 1. medikamentosa: a.

Obat anti infeksi: Meningitis bakterial, umur <2 bulan : o o Cephalosporin Generasi ke 3, atau Kombinasi Ampicilin 150-200 mg (400 mg)/KgBB/hari IV dibagi dalam 4-6 kali dosis sehari dan Chloramphenicol 50 mg/KgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis

Meningitis bakterial, umur >2 bulan:

Kombinasi Ampicilin 150-200 mg (400 mg)/KgBB/hari IV dibagi dalam 4-6 kali dosis sehari dan Chloramphenicol 50 mg/KgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis, atau

o o

Sefalosporin Generasi ke 3 Dexamethasone dosis awal 0,5 mg/KgBB IV dilanjutkan dengan dosis rumatan 0,5 mg/KgBB IV dibagi dalam 3 dosis, selama 3 hari. Diberikan 30 menit sebelum pemberian antibiotika

b.

Pengobatan simptomatis Menghentikan kejang: o Diazepam 0,2-0,5 mg/KgBB/dosis IV atau 0,4-0,6 mg/KgBB/dosis REKTAL SUPPOSITORIA, kemudian dilanjutkan dengan: o o Phenytoin 5 mg/KgBB/hari IV/PO dibagi dalam 3 dosis atau Phenobarbital 5-7 mg/Kg/hari IM/PO dibagi dalam 3 dosis

Menurunkan panas: o Antipiretika: Paracetamol 10 mg/KgBB/dosis PO atau Ibuprofen 510 mg/KgBB/dosis PO diberikan 3-4 kali sehari o c.
o o

Kompres air hangat/biasa

Pengobatan suportif Cairan intravena Oksigen. Usahakan agar konsentrasi O2 berkisar antara 30-50%.

2. Non-medikamentosa Pada waktu kejang: o o o o Longgarkan pakaian, bila perlu dibuka Hisap lendir Kosongkan lambung untuk menghindari muntah dan aspirasi Hindarkan penderita dari rudapaksa (misalnya jatuh) Bila penderita tidak sadar lama: o Beri makanan melalui sonde

Cegah dekubitus dan pnemonia ortostatik dengan merubah posisi

penderita sesering mungkin, minimal ke kiri dan ke kanan setiap 6 jam o Cegah kekeringan kornea dengan boorwater/salep antibiotika Bila mengalami inkontinensia urin lakukan pemasangan kateter Bila mengalami inkontinensia alvi lakukan lavement Pemantauan ketat: o o o o o Tekanan darah Pernafasan Nadi Produksi air kemih Faal hemostasis untuk mengetahui secara dini ada DIC Fisioterapi dan rehabilitasi.

J. Preventif Pencegahan dibagi 2 cara yaitu dengan kemoprofilaksis dan imunisasi. *Kemoprofilaksis untuk N.meningitidis meningitis Semua individu yang tinggal serumah dan petugas kesehatan yang kontak dengan penderita perlu diberi kemoprofilaksis. Karena peningkatan resistensi terhadap sulfonamid maka obat pilihannya adalah rifampin, ceftriaxone, ciprofloxacin. Sulfonamid digunakan sebagai profilaksis pada keadaan tertentu di mana patogen tersebut masih sensitif. Bahkan setelah kemoprofilaksis adekuat, kasus sekunder dapat terjadi sehingga orang yang kontak dengan penderita harus segera mencari pertolongan medik saat timbul gejala pertama kali. Dosis rifampin 600 mg peroral tiap 12 jam selama 2 hari.

* Kemoprofilaksis untuk HIB meningitis Rifampin dengan dosis 20 mg/kg/hari untuk 4 hari dianjurkan kepada individu yang kontak dengan penderita HIB meningitis. Jika anak usia 4 tahun atau lebih muda kontak dengan penderita maka anak tersebut harus diberi profilaksis tanpa memedulikan status imunisasinya. Yang dimaksud dengan kontak adalah seseorang yang tinggal pada rumah yang sama dengan penderita atau seseorang yang telah menghabiskan 4 jam atau lebih waktunya per hari dengan penderita tersebut selama 5-7 hari sebelum diagnosis ditegakkan. Jika 2 atau lebih kasus HIB meningitis terjadi pada anak yang mendatangi tempat pelayanan kesehatan maka petugas kesehatan dan anak-anak lain perlu diberi profilaksis. * Imunisasi Imunisasi massal di seluruh dunia terhadap infeksi HIB telah memberikan penurunan dramatis terhadap insidensi meningitis. FDA (Food and Drug Administration) telah meluncurkan vaksin konjugasi pneumococcal yang pertama (Prevnar) pada April 2000. Semua bayi dianjurkan untuk menerima imunisasi yang mengandung antigen dari 7 subtipe pneumococcal.

Gambar 9. Contoh vaksin HIB (Act-HIB) Vaksin quadrivalent meningococcal dapat diberikan bersama kemoprofilaksis saat adanya wabah. Vaksin quadrivalent yang mengandung antigen subgrup A, C, Y, W-135 dianjurkan untuk kelompok resiko tinggi termasuk penderita dengan imunodefisiensi, penderita dengan asplenia anatomik atau fungsional, defisiensi komponen terminal komplemen. Vaksin ini terdiri dari 50 mcg polisakarida bakteri yang telah dimurnikan.

The Advisory Committee on Imunization Practices (ACIP) menganjurkan penggunaan vaksin ini untuk siswa sekolah yang tinggal di asrama-asrama.

K. Prognosis Penderita dengan penurunan kesadaran memiliki resiko tinggi mendapatkan sekuelae atau resiko kematian. Adanya kejang dalan suatu episode meningitis merupakan faktor resiko adanya sekuelae neurologis atau mortalitas. Meningitis yang disebabkan oleh S. pneumoniae, L. monocytogenes dan basil gram negatif memiliki case fatality rate lebih tinggi daripada meningitis oleh bakteri lain. Prognosis meningitis yang disebabkan oleh patogen oportunistik juga bergantung pada daya tahan tubuh inang.

Daftar Pustaka 1. Kumar, A. 2005. Bacterial meningitis. Department of Pediatrics and Human Development Michigan State University. College of Medicine and En Sparrow Hospital. www.emedicine.com/PED/topic198.htm. 2. Razonables R.R. 2005. Meningitis. Division of Infectious Diseases Department of Medicine. Mayo Clinic College of Medicine. www.emedicine.com/med/topic2613.htm 3. Catzel, Pincus & Ian robets. (1990). Kapita Seleta Pediatri Edisi II. alih bahasa oleh Dr. yohanes gunawan. Jakarta: EGC.

8. Mengapa pasien demam disertai nyeri kepala seminggu yg lalu?

Sistem informasi sensoris Sistem informasi sensoris meliputi visual, vestibular, dan somatosensoris.

a. Visual

Visual memegang peran penting dalam sistem sensoris. Cratty & Martin (1969) menyatakan bahwa keseimbangan akan terus berkembang sesuai umur, mata akan membantu agar tetap fokus pada titik utama untuk mempertahankan keseimbangan, dan sebagai monitor tubuh selama melakukan gerak statik atau dinamik. Penglihatan juga merupakan sumber utama informasi tentang lingkungan dan tempat kita berada, penglihatan memegang peran penting untuk mengidentifikasi dan mengatur jarak gerak sesuai lingkungan tempat kita berada. Penglihatan muncul ketika mata menerima sinar yang berasal dari obyek sesuai jarak pandang. Dengan informasi visual, maka tubuh dapat menyesuaikan atau bereaksi terhadap perubahan bidang pada lingkungan aktivitas sehingga memberikan kerja otot yang sinergis untuk mempertahankan keseimbangan tubuh.

b. Sistem vestibular Komponen vestibular merupakan sistem sensoris yang berfungsi penting dalam keseimbangan, kontrol kepala, dan gerak bola mata. Reseptor sensoris vestibular berada di dalam telinga. Reseptor pada sistem vestibular meliputi kanalis semisirkularis, utrikulus, serta sakulus. Reseptor dari sistem sensoris ini disebut dengan sistem labyrinthine. Sistem labyrinthine mendeteksi perubahan posisi kepala dan percepatan perubahan sudut. Melalui refleks vestibulo-occular, mereka mengontrol gerak mata, terutama ketika melihat obyek yang bergerak. Mereka meneruskan pesan melalui saraf kranialis VIII ke nukleus vestibular yang berlokasi di batang otak. Beberapa stimulus tidak menuju nukleus vestibular tetapi ke serebelum, formatio retikularis, thalamus dan korteks serebri. Nukleus vestibular menerima masukan (input) dari reseptor labyrinth, retikular formasi, dan serebelum. Keluaran (output) dari nukleus vestibular menuju ke motor neuron melalui medula spinalis, terutama ke motor neuron yang menginervasi otot-otot proksimal, kumparan otot pada leher dan otot-otot punggung (otot-otot postural). Sistem vestibular bereaksi sangat cepat sehingga membantu mempertahankan keseimbangan tubuh dengan mengontrol otototot postural. c. Somatosensoris Sistem somatosensoris terdiri dari taktil atau proprioseptif serta persepsi-kognitif. Informasi propriosepsi disalurkan ke otak melalui kolumna dorsalis medula spinalis. Sebagian besar masukan (input) proprioseptif menuju serebelum, tetapi ada pula yang menuju ke korteks serebri melalui lemniskus medialis dan talamus.

Kesadaran akan posisi berbagai bagian tubuh dalam ruang sebagian bergantung pada impuls yang datang dari alat indra dalam dan sekitar sendi. Alat indra tersebut adalah ujung-ujung saraf yang beradaptasi lambat di sinovia dan ligamentum. Impuls dari alat indra ini dari reseptor raba di kulit dan jaringan lain , serta otot di proses di korteks menjadi kesadaran akan posisi tubuh dalam ruang. http://physio.esaunggul.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=115: keseimbangan&catid=93:fisioterapi-neuromuskular&Itemid=80

Gambar jaras vestibular

Nyeri kepala: Struktur-Struktur Kranium Yang Peka Nyeri

Struktur-struktur kranium yang peka nyeri dan terlibat dalam nyeri kepala adalah semua jaringan ekstrakranium, termasuk kulit kepala, otot, arteri, dan periosteum tengkorak; sinus kranialis; sinus vena intrakranium dan vena-vena cabangnya; bagian dari dura di dasar otak dan arteri di dalam dura; dan nervus cranialis trigeminus, fasialis, vagus, dan glosofaringeus serta nervus servikalis (C2 dan C3). Beberapa mekanisme umum yang tampaknya bertanggung jawab memicu nyeri kepala adalah sebagai berikut (Lance, 2000): Peregangan ekstrakranium Traksi pembuluh darah atau pergeseran pembuluh darah: intrakranium atau

Kontraksi otot kepala dan leher (kerja berlebihan otot) Peregangan periosteum (nyeri lokal) Degenerasi spina servikalis atas disertai kompresi pada akar nervus servikalis (misalnya, artritis vertebra servikalis)

Defisiensi enkefalin (peptida otak mirip-opiat, bahan aktif pada endorfin)

http://www.scribd.com/doc/78297213/Nuwest-fix-Case-Cepalgia-Icha-zikri-a4

Pertama-tama bakteri berkolonisasi dan menyebabkan infeksi lokal pada inang. Kolonisasi dapat terbentuk pada kulit, nasofaring, saluran pernapasan, saluran pencernaan, atau saluran kemih dan genital. Dari tempat ini, bakteri akan menginvasi submukosa dengan menghindari pertahanan inang (seperti barier fisik, imunitas lokal, fagosit/makrofag) dan mempermudah akses menuju sistem syaraf pusat (SSP) dengan beberapa mekanisme: Invasi ke dalam aliran darah (bakteremia) dan menyebabkan penyebaran secara hematogen ke SSP, yang merupakan pola umum dari penyebaran bakteri. Penyebaran melalui kontak langsung, misalnya melalui sinusitis, otitis media, malformasi kongenital, trauma, inokulasi langsung selama manipulasi intrakranial. Sesampainya di aliran darah, bakteri akan berusaha menghindar dari pertahanan imun ( misalnya: antibodi, fagositosis neutrofil, sistem komplemen). Kemudian terjadi penyebaran hematogen ke perifer dan organ yang letaknya jauh termasuk SSP. Mekanisme patofisiologi spesifik mengenai penetrasi bakteri ke dalam SSP sampai sekarang belum begitu jelas. Setelah tiba di SSP, bakteri dapat bertahan dari sistem imun inang karena terbatasnya jumlah sistem imun pada SSP. Bakteri akan bereplikasi secara tidak terkendali dan merangsang kaskade inflamasi meningen. Proses inflamasi ini melibatkan peran dari sitokin yaitu tumor necrosis factor-alpha (TNF-), interleukin(IL)1, chemokin (IL-8), dan molekul proinflamasi lainnya sehingga terjadi pleositosis dan kerusakan neuronal. Peningkatan konsentrasi TNF-, IL-1, IL-6, dan IL-8 merupakan ciri khas meningitis bakterial. Paparan sel (endotel, leukosit, mikroglia, astrosit, makrophag) terhadap produk yang dihasilkan bakteri selama replikasi dan kematian bakteri merangsang sintesis sitokin dan mediator proinflamasi. Data-data terbaru memberi petunjuk bahwa proses ini dimulai oleh ligasi komponen bakteri (seperti peptidoglikan, lipopolisakarida) untuk mengenali reseptor (Toll-like receptor)

TNF- merupakan glikoprotein yang diderivasi dari monosit-makrophag, limfosit, astrosit, dan sel mikroglia. IL-1 yang dikenal sebagai pirogen endogen juga berperan dalam induksi demam saat infeksi bakteri. Kedua mediator ini dapat terdeteksi setelah 3045 menit inkulasi endotosin intrasisternal. Mediator sekunder seperti IL-6, IL-8, Nitric Oxide (NO), prostaglandin (PGE2) dan platelet activation factor (PAF) diduga memperberat proses inflamasi. IL-6 menginduksi reaktan fase akut sebagai respon dari infeksi bakteri. IL-8 membantu reaksi chemotaktik neutrofil. NO merupakan molekul radikal bebas yang menyebabkan sitotoksisitas saat diproduksi dalam jumlah banyak. PGE-2 akan meningkatkan permeabelitas blood-brain barrier (BBB). PAF dianggap memicu pembentukan trombi dan aktivasi faktor pembekuan di intravaskular. Pada akhirnya akan terjadi jejas pada endotel vaskular dan terjadi peningkatan permeabelitas BBB sehingga terjadi perpindahan berbagai komponen darah ke dalam ruang subarachnoid. Hal ini menyebabkan terjadinya edema vasogenik dan peningkatan protein LCS. Sebagai respon terhadap molekul sitokin dan kemotaktik, neutrofil akan bermigrasi dari aliran darah menuju ke BBB yang rusak sehingga terjadi gambaran pleositosis neutrofil yang khas untuk meningitis bakterial. Peningkatan viskositas LCS disebabkan karena influk komponen plasma ke dalam ruang subarachnoid dan melambatnya aliran vena sehingga terjadi edema interstitial, produkproduk degradasi bakteri, neutrofil, dan aktivitas selular lain yang menyebabkan edema sitotoksik. Edema serebral tesebut sangat bermakna dalam menyebabkan tekanan tinggi intra kranial dan pengurangan aliran darah otak/cerebral blood flow (CBF). Metabolisme anaerob terjadi dan mengakibatkan peningkatan konsentrasi laktat dan hypoglycorrhachia. Hypoglycorrhachia merupakan hasil dari menurunnya transpor glukosa ke LCS. Jika proses yang tidak terkendali ini tidak ditangani dengan baik, dapat terjadi disfungsi neuronal sementara atau pun permanen. Tekanan tinggi intra kranial (TTIK) merupakan salah satu komplikasi penting dari meningitis di mana keadaan ini merupakan gabungan dari edema interstitial (sekunder terhadap obstruksi aliran LCS), edema sitotoksik (akibat pelepasan produk toksik bakteri dan neutrofil) serta edema vasogenik (peningkatan permeabelitas BBB). Edema serebral dapat menyebabkan terjadinya midline shift dengan adanya penekanan pada tentorial dan foramen magnum. Pergeseran ini akan menimbulkan herniasi gyri parahippocampus dan cerebellum. Secara klinis keadaan ini ditunjukkan oleh adanya

penurunan kesadaran dan reflek postural, palsy nervus kranial III dan VI. Jika tidak diobati maka terjadi dekortikasi dan deserebrasi yang secara pesat berkembang menjadi henti napas atau henti jantung.

Gambar 5. Pathology meningitis

9. Hal apa saja yg meningkatkan aktivitas eleltrik di otak shg menimbulkan kejang? 10. Carapemeriksaan rangsang meningeal beserta interpretasinya?

Pemeriksaan Rangsangan Meningeal 26 2.6.1. Pemeriksaan Kaku Kuduk Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi dan rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak dapat disentuhkan ke dada dan juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan rotasi kepala. 2.6.2. Pemeriksaan Tanda Kernig Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada sendi panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mengkin tanpa rasa

nyeri. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135 (kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha biasanya diikuti rasa nyeri. 2.6.3. Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher) Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya dibawah kepala dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepala dengan cepat kearah dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada leher. 2.6.4. Pemeriksaan Tanda Brudzinski II ( Brudzinski Kontra Lateral Tungkai) Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi panggul (seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut kontralateral.

2.7. Pemeriksaan Penunjang Meningitis 3 2.7.1. Pemeriksaan Pungsi Lumbal Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan protein cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan tekanan intrakranial. a. Pada Meningitis Serosa terdapat tekanan yang bervariasi, cairan jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dan protein normal, kultur (-). b. Pada Meningitis Purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan keruh, jumlah sel darah putih dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur (+) beberapa jenis bakteri. 2.7.2. Pemeriksaan darah Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju Endap Darah (LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur. a. Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Disamping itu, pada Meningitis Tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED. b. Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan leukosit. 2.7.3. Pemeriksaan Radiologis a. Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila mungkin dilakukan CT Scan. b. Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid, sinus paranasal, gigi geligi) dan foto dada.

Anda mungkin juga menyukai