Anda di halaman 1dari 33

PATOFISIOLOGI ENDOKRIN MELASMA PADA KLIMAKTERIUM

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul

Diajukan Kepada : dr.H.M. Ani Ashari, Sp.OG(K)

Disusun oleh : Ranggit Oktanita 20080310106

SMF OBSTETRI GINEKOLOGI RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2013

LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT

PATOFISIOLOGI ENDOKRIN MELASMA PADA KLIMAKTERIUM

Disusun oleh : Anggit Oktanita 20080310106

Telah disetujui dan dipresentasikan Pada tanggal 4 Juli 2013

Pembimbing

DR. dr.H.M Ani Ashari, Sp.OG(K)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Warna kulit manusia ditentukan oleh berbagai pigmen, oxyhaemoglobin (dalam darah) dan karoten1 , namun yang paling berperan adalah pigmen melanin.1,2 Kelainan pigmentasi sendiri dapat dibagi menjadi dua berdasarkan morfologinya yaitu hipomelanosis dan hipermelanosis. Melasma merupakan gangguan manifestasi berupa hipermelanosis.3 Melasma merupakan salah satu masalah kulit yang banyak dijumpai, timbulnya melasma menimbulkan gangguan pada kulit wajah sekaligus menyebabkan penurunan kepercayaan diri pada penderitanya.4 Melasma banyak dipengaruhi oleh faktor risiko dari penderitanya sendiri. Melasma adalah hipermelanosis didapat yang umumnya simetris berupa makula yang tidak merata berwarna coklat muda sampai coklat tua, mengenai area yang terpajan sinar ultra violet pada sinar matahari dengan tempat predileksi pada pipi, dahi, daerah atas bibir, hidung, dan dagu. 2 Etiologi melasma sampai saat ini belum diketahui pasti. Tetapi ada beberapa faktor risiko yang dianggap berperan pada patogenesis melasma antara lain : Sinar ultra violet, hormon, obat, genetik, ras, kosmetika dan sisanya idiopatik.2 Karakteristik dari penderita melasma juga diyakini mempengaruhi patogenesis melasma, yang dalam hal ini akan menjadi data dasar antara lain : mencakup usia, pendidikan, pekerjaan, pola pengobatan serta keluhan terhadap pengobatan yang telah diterima.9

B. TujuanPenulisan 1. Mengetahui dan memahami atofisiologi endokrin melasma pada klimakterium.

2. Memenuhi sebagian syarat untuk ujian stase obstetric dan ginekologi di RSD Panembahan Senopati Kabupaten Bantul

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Melasma 1.Definisi Melasma, yang dalam bahasa Yunani berarti warna hitam hipermelanosis kutaneus kronik didapat
11

, merupakan

yang ditandai dengan makula

hiperpigmentasi pada area wajah yang terpajan sinar matahari.2,6 Namun kadangkadang dapat dijumpai pada leher dan lengan atas.3,6,12 Melasma yang juga dikenal dengan nama kloasma atau mask of pregnancy 3, memiliki lesi berupa makula yang tidak merata berwarna coklat muda sampai coklat tua.2,12 Pada melasma umumnya didapatkan lesi yang simetris.2,6 Hal tersebut dapat digunakan untuk membedakan dengan penyakit hiperpigmentasi kutaneus yang lain.6 Chloasma berasal dari bahasa Yunani, chloazein, yang berarti menjadi hijau. Melas, juga berasal dari bahasa Yunani, yang berarti hitam . Oleh karena pigmentasi tidak pernah tampak berwarna hijau, melasma mempunyai arti yang lebih sesuai.11 Pasien yang mempunyai melasma dapat mengalami perubahan kehitaman kulit selama paparan UV (Ultra violet) dari satu waktu ke waktu lain . Di luar negeri, melasma biasanya lebih terlihat saat musim panas dan menurun saat bulan-bulan musim dingin dengan paparan sinar UV yang lebih sedikit. Hal ini disebabkan oleh UVA dan UVB yang memacu aktivitas melanosit dan melanogenesis. Penelitian Kang dan kawan-kawan melaporkan bahwa terjadi perubahan tipe dermal terhadap peningkatan paparan sinar matahari dengan studi kohort dari hasil biopsi kulit 56 pasien di Korea yang didiagnosis melasma. 13 2. Etiopatogenesis Sebelum membahas lebih lanjut tentang melasma, pertama-tama kita harus mengetahui tentang melanin dan proses melanogenesis yang fisiologis. Pembentukan melanin terjadi didalam melanosit, suatu sel berdendrit yang

terletak pada lapisan basal epidermis dan memproyeksikan dendrit-dendritnya ke epidermis. Dendrit adalah semacam tangan yang dapat mencapai keratinosit dalam jarak yang cukup jauh untuk mentransfer melanosomes, yaitu organela yang berisi melanin. Diperkirakan satu melanosit dapat mencapai 36 keratinosit dan mengadakan kontak didalam satu kesatuan yang disebut epidermal melanin unit.16 Proses pembentukan melanin dan transfernya melalui pengaturan yang sangat kompleks pada tingkat sel, sub sel, molekul dan genetik. Produk melanin yang dihasilkan akan menentukan warna kulit, rambut dan mata, karena selain epidermis melanin juga terdapat di folikel rambut, retina, leptomeningal, telinga bagian dalam dan lain-lain jaringan. Densitas melanosit pada bagian bagian tubuh bervariasi tergantung lokasi, seperti di kulit kepala dan lengan bawah terdapat kurang lebih 2000 melanosit setiap millimeter kubik, sedangkan selain kedua tempat itu hanya kurang lebih 1000 melanosit. Jumlah melanosit tidak dipengaruhi oleh perbedaan ras, tetapi warna kulit manusia lebih ditentukan oleh aktivitas melanogenik didalam melanosit seperti sintesis melanin, produksi melanosom, besar, bentuk, warna dan tipe melanosom serta model transfer dan distribusinya ke keratinosit. Sebagai contoh pada kulit Kaukasia didapatkan 3-8 melanosom menjadi satu didalam keratinosit sedangkan pada kulit hitam jumlahnya lebih banyak dan didistribusikan merata ke seluruh sitoplasma keratinosit.16 Dengan semakin bertambah usia jumlah melanosit epidermis akan menurun terutama di tempat yang tidak terpapar sinar matahari, 8-10% densitasnya berkurang setiap dekade usia, kecuali pada daerah genetalia. Diduga pengaruh hormon seks yang mempertahankan warna kulit dan rambut genital sehingga relatif konstan. Biosintesis melanin terjadi didalam melanosom, dibawah pengaruh genetik dan dapat dipengaruhi pula oleh stimulus dari luar seperti sinar matahari.16

Ada dua bentuk melanin yaitu eumelanin yang memberikan warna gelap (hitam- coklat) dan pheomelanin memberi warna cerah (kuning- kemerahan). Keduanya di sintesis dari oksidasi tirosin oleh ensim tirosinase, melalui jalur yang dikenal sebagai Raper Mason Pathway. Tirosin dirubah menjadi DOPA ( Dihidroksi phenil alanin ) dan DOPA quinon lebih dahulu sebelum menjadi eumelanin (via indol quinon) atau pheomelanin (via cysteinyl DOPA). Apabila sintesis berkurang atau terjadi penurunan rate transfer melanosom dari melanosit ke keratinosit serta peningkatan deskuamasi stratum korneum menyebabkan keadaan hipopigmentasi kulit atau sebaliknya.16 Peran reseptor membran sel penting dalam pengenalan dan interaksi pada proses transfer melanosom, demikian pula kecepatan gerakan sel sel basal ke permukaan untuk menjadi sel sel stratum korneum serta kohesivitas antar korneosit akan menentukan konsentrasi melanin di epidermis. Pengaruh hormon Melanocyte Stimulating Hormon (MSH), estrogen dan progresteron juga ikut berperan pada proses melanogenesis walaupun mekanisme kerja nya belum jelas.16 Skema di bawah ini akan menjelaskan secara singkat mengenai fisiologi terjadinya melanin (eumelanin dan feomelanin) di dalam melanosit.17

Pada melasma terjadi produksi pigmentasi akibat peningkatan produksi melanin atau peningkatan proliferasi melanosit yang aktif. Peningkatan produksi melanin ini terjadi tanpa perubahan jumlah melanosit. Mekanisme timbulnya melasma yang terjadi dalam berupa proses pembentukan melanin, dapat berupa peningkatan produksi melanosom, peningkatan melanisasi melanosom,

pembentukan melanosom yang lebih besar, peningkatan pemindahan melanosom dari melanosit ke keratinosit, serta peningkatan ketahanan melanosom dalam keratinosit.18 Belum ada teori yang dapat menjelaskan secara pasti bagaimana patogenesis dari penyakit melasma. Beberapa hal yang sering dikaitkan dengan penyakit melasma antara lain adalah pengaruh sinar matahari, kehamilan, penggunaan hormon kontrasepsi dan kosmetik. Peningkatan produksi melanosom karena hormon maupun karena sinar ultra violet. Kenaikan melanosom ini juga dapat disebabkan karena bahan farmakologik seperti perak dan psoralen. Penghambatan

dalam Malphigian cell turnover, keadaan ini dapat terjadi karena obat sitostatik.2,19,20 3. Faktor faktor yang menyebabkan melasma a. Paparan sinar ultraviolet Melanin pada epidermis berperan sebagai kromofor endogen yang menyerap gelombang elektro magnetik sinar matahari sehingga dianggap sebagai pelindung terhadap efek buruk sinar matahari. Paparan sinar matahari pada kulit manusia akan diserap oleh kromofor endogen, dan terjadilah reaksi fotokimiawi yang merubah molekul molekul yang stabil menjadi molekul sangat reaktif. Hasil reaksi fotokimiawi dikenal sebagai photo product, antara lain molekul CPD (Cyclobutan Pyrimidine Dimmer) sebagai hasil reaksi fotoadisi, cis-urocanic acid yang berasal dari molekul trans pada reaksi fotoisomerisasi dan ROS (Reactive Oxygen Species) seperti oksigen singlet, anion superaktif, radikal hidroksil sebagai sebagai hasil reaksi foto oksidasi.16 Sintesis melanin dapat terjadi karena paparan sinar matahari secara langsung maupun tak langsung. Secara langsung bila pajanan sinar matahari memicu melanosit pada membran sel yang akan mengahasilkan ROS sebagai photoproduct, selanjutnya ROS mengaktifkan phopholipase-C (PLC) dan membebaskan diacetyl glycerol (DAG) dan inositoltriphosphat. Kedua senyawa ini bergungsi sebagai second messenger yang akan mengaktifkan faktor nuklear sehingga transkripsi DNA yang ada di inti sel terpicu. Transkripsi DNA akan menghasilkan tyrosinase dan berakhir dengan sintesis melanin. Secara tidak langsung pajanan sinar matahari akan memicu keratinosit, dan juga melalui pelepasan DAG kedalam sitoplasma akan mempengaruhi transkripsi DNA yang berujung pada sintesis dan sekresi berbagai sitokin yang berperan sebagai mitogen bagi melanosit untuk berproliferasi, migrasi dan melakukan sintesis melanin.16 Dituliskan pada Fitzpatrick, bahwa terdapat perbedaan jumlah melanosit diantara berbagai lokasi di badan setiap individu. Pada lokasi yang seringkali

terpapar matahari seperti pada wajah, terdapat sekitar 2.000 atau lebih melanosit tiap millimeter persegi, sedangkan pada lokasi yang lain sekitar 1.000 tiap millimeter persegi. Hal ini menjelaskan mengapa melasma terlokalisir pada wajah, terutama dahi, pipi dan bibir bagian atas. Kulit wajah juga menerima pajanan sinar matahari terbanyak dibandingkan kulit di lokasi lainnya. Reaksi DOPA (Dihidroksi Phenil Alanin ) pada melanosit akan meningkat bila kulit menerima paparan sinar ultraviolet (290-400 nm) akan merusak gugus sulfhidril yang merupakan penghambat enzim tirosinase, sehingga menyebabkan enzim tirosinase bekerja maksimal, aktivitas melanosit meningkat, proses melanogenesis terpacu dan menyebabkan hiperpigmentasi.24 b. Obat obatan Peran obat-obatan dalam menimbulkan melasma dapat melalui beragam cara. Obat-obatan yang menimbulkan hiperpigmentasi lewat proses deposisi antara lain logam berat, fenotiasid, anti malaria, arsen inorganik, dan merkuri.4 Difenil hidantoin, mesantoin, klorpromasin, sitostatik dan minosiklin merupakan obat -obat yang ditimbun di lapisan dermis bagian atas dan secara kumulatif dapat merangsang melanogenesis yang menyebabkan timbulnya melasma.28 Klorpromasin dapat merangsang sintesis melanin melalui peningkatan jumlah melanosom dalam sel epidermis dan lisosom dalam makrofag dermis. Didapatkan adanya penambahan kromofor pada endotel yang merupakan bentuk polimer dari diklorpromasin.2,4 Tetrasiklin dan amiodaron menyebabkan hiperpigmentasi melalui

mekanisme reaksi fotohipersensitivitas. Sedangkan hidantoin dan derivatnya bekerja langsung pada melanosit. Obat-obatan sitostatika, antara lain

siklofosfamit, trietilentiofosfo- amida menimulkan hiperpigmentasi melalui penurunan turn over sel-sel malphigi. Akibatnya terjadi penurunan produksi sel, sehingga keratinosit lebih banyak kontak dengan melanosit dan penuh dengan melanosom, akhirnya timbul hiperpigmentasi.2,4

Zidovudine

yang

telah

dipakai

pada

pasien

AIDS

(Acquired

Immunodeficiency Syndrome) adalah salah satu obat yang masuk dalam daftar obat- obatan yang menyebabkan hiperpigmentasi belakangan ini.22 c. Genetik Terjadinya melasma memiliki kaitan dengan riwayat keluarga yang pernah menderita juga sebelumnya. Hal ini dihubungkan bahwa peningkatan pigmentasi yang sejalan dengan paparan radiasi UV merupakan kosekuensi dari perbaikan DNA.6 Dengan gen yang mempengaruhi faktor keturunan ini adalah gen SLC24A5 ( Solute Carrier Family 24 member 5 ), sebuah gen yang terdapat pada kromosom ke- 15 dalam tubuh manusia. Gen ini tersusun dari 396 molekul asam amino. Menurut penelitian, aktivitas gen SLC24A5 inilah yang menentukan jumlah dan aktivitas melanosit. Semakin tinggi aktivitas gen SLC24A5, semakin tinggi jumlah melanosit yang akan memproduksi banyak melanin. Artinya, kulit akan semakin gelap. Demikian pula sebaliknya, jika aktivitas gen SLC24A5 ini semakin sedikit, kulit cenderung semakin terang.15 d. Ras Insiden terbanyak dimiliki oleh wanita dengan tipe warna kulit yang lebih gelap ( Fitzpatrick III, IV, V dan VI ) dan beberapa ras seperti Latin ( 8,8 % ), Afrika- Amerika, Afrika-Karibia dan Asia.14 e. Kosmetik Faktor lain yang berperan pada timbulnya melasma adalah faktor lokal yaitu pemakaian kosmetika. Beberapa bahan yang ada dalam kosmetika wajah seperti pewangi, mulai dari benzyl alcohol sampai lavender oil, juga hydroquinone, antiseptic, PABA ( Para Amino Benzoic Acid ) dan berbagai pengawet bersifat sebagai photo sensitizer yang dapat meningkatkan terbentuknya ROS ( Reactive Oxygen Species ) dan memicu aktifitas melanosit. Khusus hydroquinone yang banyak digunakan sebagai pemutih kulit di pasaran dengan dosis yang tidak

akurat, selain dapat menyebabkan hipermelanosis, justru berperan sebagai sumber ROS yang dapat merusak sel dan DNA (Deoksiribonucleatic Acid). Maka tidak heran apabila penderita yang diberi obat pemutih kadang dapat terjadi reaksi sebaliknya, kulit menjadi lebih hitam. Namun yang lebih berbahaya adalah dengan penggunaan pemutih untuk mencegah sintesis melanin, fungsi melanin sebagai proteksi hilang dan pada tingkat seluler terjadi kerusakan DNA yang apabila mekanisme repair tak berhasil maka sangat beresiko menghasilkan gen mutan yang pada akhirnya timbul keganasan kanker kulit.16 Mekanisme faktor kosmetik dapat menjadi pencetus terjadinya melasma diduga merupakan suatu reaksi fotosensitisisasi setelah terkena paparan sinar matahari (hipersensitivitas tipe lambat). Bahan fotosensitiser yang terkandung dalam kosmetika tadi menyerap sinar, kemudian terbentuk hapten yang akan bergabung dengan protein karier dan memacu respon imun. Mediator yang mempunyai kemampuan merangsang melanosit adalah leukotrien C4 dan D4. Selain itu juga terdapat peningkatan jumlah makrofag dermis bagian atas dan multiplikasi lamina basalis. Terjadi juga respon edemakutis akibat degenerasi dan regenerasi sel-sel basal, yang berakibat berpindahnya melanosom dalam keratinosit yang degenerasi ke dermis, sehingga timbul hipermelanosis dermal.4,23,29

4. Gambaran Klinis dan Klasifikasi Gambaran klinis kasus melasma pada dasarnya cukup mudah dikenali. Di antaranya lesi kulit berupa makula hiperpigmentasi berwarna coklat terkadang dapat sampai berwarna hitam dengan batas jelas, irregular dan biasanya simetris. Bagian wajah yang terkena biasanya daerah pipi, hidung, dan mulut bagian bawah.6,20

melasma sentrofasial

melasma malar

melasma mandibular Terdapat beberapa jenis melasma ditinjau dari gambaran klinis, pemeriksaan sinar Wood, dan pemeriksaan histopatologik.2,23 Berdasarkan gambaran klinisnya, melasma dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu: 2 1.Bentuk Sentro-Fasial meliputi daerah dahi, hidup, pipi bagian medial, bawah hidung, serta dagu. (63%) 2.Bentuk Malar meliputi hidung dan pipi bagian lateral. (21%) 3.Bentuk Mandibular meliputi daerah mandibula. (16%) Berdasarkan pemeriksaan dengan sinar Wood, melasma dapat diklasifikasikan menjadi 4 tipe, yaitu : 2 1.Tipe Epidermal : umumnya lebih kontras antara melasma dengan kulit sekitarnya

2.Tipe Dermal : kontras kurang nyata antara melasma dengan kulit sekitarnya. \ 3.Tipe Campuran : terdapat bagian yang kontras dan bagian yang tidak kontras. 4.Tipe Tidak Jelas : dengan sinar Wood lesi menjadi tidak jelas, sedangkan dengan sinar biasa jelas terlihat ( pada kulit tipe IV) Pemeriksaan dengan sinar Wood lebih bermakna pada kulit warna terang dan sedang. Pada kulit warna gelap (tipe IV), pemeriksaan dengan sinar Wood tidak bermanfaat.20,23 Berdasarkan pemeriksaan histopatologik, sesuai dengan letak pigmennya, melasma dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu: 2,4,22,23 1.Tipe Epidermal : pada umumnya berwarna coklat; melanin terutama terdapat di lapisan basal dan suprabasal, sel-sel yang padat mengandung melanin adalah melanosit, sel-sel lapisan basal, dan suprabasal, juga terdapat pada keratinosit dan sel-sel stratum korneum. 2.Tipe Dermal : biasanya berwarna coklat kebiruan; terdapat makrofag bermelanin di sekitar pembuluh darah dalam dermis bagian atas dan bawah, pada dermis bagian atas terdapat fokus-fokus infiltrat. 3.Tipe Campuran : dapat dijumpai dua keadaan tersebut. B. Klimakterium 1. Definisi Klimakterium adalah masa peralihan dalam kehidupan normal seorang wanita sebelum mencapai senium, yang mulai dari akhir masa reproduktif dari kehidupan sampai masa non-reproduktif. Masa klimakterium meliputi pramenopause, menopause, dan

pascamenopause. Pada wanita terjadi antara umur 40-65 tahun. Klimakterium prekoks adalah klimakterium yang terjadi pada wanita umur kurang dari 40 tahun. klimakterium, merupakan masa peralihan antara masa reproduksi dan masa senium, yang bukan merupakan suatu keadaan patologik, melainkan suatu masa

peralihan yang normal. Masa ini berlangsung sebelum dan beberapa tahun sesudah menopause. Masa premenopause, menopause dan pasca menopause dikenal sebagai masa klimakterium. Klimakterium dapat dikatakan mulai sekitar 6 tahun sebelum menopause dan berakhir kira-kira 6-7 tahun sesudah menopause. Pada wanita dalam masa ini, terjadi juga keluhan-keluhan yang disebut sindroma klimakterik. 1. Tanda Awal Klimakterium Masa ini ditandai dengan berbagai macam keluhan endokrinologis dan vegetatif. Yaitu: a. Terjadi perubahan pada ovarium seperti sclerosis pembuluh darah, berkurangnya jumlah folikel dan menurunnya sintesis steroid seks kemudian henti haid. b. Ditandai dengan turunnya kadar estrogen dan meningkatnya

pengeluaran gonadotropin. 2. Etiologi Sebelum haid berhenti, sebenarnya pada seorang wanita terjadi berbagai perubahan dan penurunan fungsi pada ovarium seperti, berkurangnya jumlah folikel dan menurunnya sintesis steroid seks, penurunan sekresi estrogen. Perkembangan dan fungsi seksual wanita secara normal dipengaruhi oleh sistem poros hipotalamus-hipofisis-gonad yang merangsang dan mengatur produksi hormon-hormon seks yang dibutuhkan. Hipotalamus menghasilkan hormon gonadotropin releasing hormone (GnRH) yang akan merangsang kelenjar hipofisis untuk menghasilkan follicle stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH). Kedua hormon FSH dan LH ini yang akan mempersiapkan sel telur pada wanita. FSH dan LH akan meningkat secara bertahap setelah masa haid dan merangsang ovarium untuk menghasilkan beberapa follicle (kantong telur). Dari beberapa kantong telur tersebut hanya satu yang matang dan menghasilkan sel telur yang siap dibuahi. Sel telur dikeluarkan dari ovarium (disebut ovulasi) dan ditangkap oleh fimbria (organ berbentuk seperti jari-jari tangan di ujung saluran telur) yang memasukkan sel telur ke tuba fallopii (saluran telur). Apabila sel telur dibuahi oleh spermatozoa maka akan terjadi kehamilan tetapi bila tidak, akan terjadi haid lagi. Begitu seterusnya sampai mendekati masa klimakterium, dimana fungsi ovarium semakin menurun.

Masa pramenopause atau sebelum haid berhenti, biasanya ditandai dengan siklus haid yang tidak teratur. Pramenopause bisa terjadi selama beberapa bulan sampai beberapa tahun sebelum menopause. Pada masa ini sebenarnya telah terjadi aneka perubahan pada ovarium seperti sklerosis pembuluh darah, berkurangnya jumlah sel telur dan menurunnya pengeluaran hormon seks. Menurunnya fungsi ovarium menyebabkan berkurangnya kemampuan ovarium untuk menjawab rangsangan gonadotropin. Hal ini akan mengakibatkan interaksi antara hipotalamus-hipofisis terganggu. Pertama-pertama yang mengalami kegagalan adalah fungsi korpus luteum. Turunnya produksi steroid ovarium menyebabkan berkurangnya reaksi umpan balik negatif terhadap hipotalamus. Keadaan ini akan mengakibatkan peningkatan produksi dan sekresi FSH dan LH. Peningkatan kadar FSH merupakan petunjuk hormonal yang paling baik untuk mendiagnosis sindrom klimakterik. Secara endokrinologis, klimakterik ditandai oleh turunnya kadar estrogen dan meningkatnya pengeluaran gonadotropin. Pada wanita masa reproduksi, estrogen yang dihasilkan 300-800 ng, pada masa pramenopause menurun menjadi 150-200 ng, dan pada pascamenopause menjadi 20-150 ng. Menurunnya kadar estrogen mengakibatkan gangguan keseimbangan hormonal yang dapat berupa gangguan neurovegetatif, gangguan psikis, gangguan somatik, metabolik dan gangguan siklus haid. Beratnya gangguan tersebut pada setiap wanita berbeda-beda bergantung pada: 1. Penurunan aktivitas ovarium yang mengurangi jumlah hormon steroid seks ovarium. Keadaan ini menimbulkan gejala-gejala klimakterik dini (gejolak panas, keringat banyak, dan vaginitis atrofikans) dan gejala-gejala lanjut akibat perubahan metabolik yang berpengaruh pada organ sasaran (osteoporosis). 2. Sosio-budaya menentukan dan memberikan penampilan yang berbeda dari keluhan klimakterik. 3. Psikologik yang mendasari kepribadian wanita klimakterik itu, juga akan membe-rikan penampilan yang berbeda dalam keluhan klimakterik.

3. Tanda Awal Menopause a. Perubahan kejiwaan Perubahanyang dialami oleh wanita dengan menjelang menopause adalah; merasa tua, mudahtersinggunga, mudah kaget sehingga jantung berdebar, takut tidak bias memenuhikebutuhan seksual suami, rasa takut bahwa suami akan menyeleweng. Keinginanseksual menurun dan sulit mencapai kepuasan (otgasme), dan juga merasa tidak berguna

dan tidakmenghasilkan sesuatu, merasa memberatkan keluarga dan orang lain. b. Perubahan fisik Pada perubahan fisik seorang wanita mengalami perubahankulit. Lemak bawah kulit menghilang sehingga kulit mengendor, sehingga jatuhdan lembek. Kulit mudah terbakar sinar matahari dan

menimbulkan pigmentasi danmenjadi hitam.pada kulit tumbuh bintik hitam, kelenjar kulit kurang berfungsisehingga kulit menjadi kering dan keriput. 4. Masalah yang timbul pada Klimakterium dan Menopause 1. Fisik Ketika seseorang memasuki masa menopause, fisik mengalami

ketidaknyamanan seperti rasa kaku dan linu yang dapat terjadi secara tibatiba di sekujur tubuh, misalnya pada kepala, leher dan dada bagian atas. Kadang-kadang rasa kaku ini dapat diikuti dengan rasa panas atau dingin, pening, kelelahan, jengkel, resah, cepat marah, dan berdebar-debar (Hurlock, 1992). Beberapa keluhan fisik yang merupakan tanda dan gejala dari menopause yaitu: a. Ketidakteraturan Siklus Haid Tanda paling umum adalah fluktuasi dalam siklus haid, kadang kala haid muncul tepat waktu, tetapi tidak pada siklus berikutnya. Ketidakteraturan ini sering disertai dengan jumlah darah yang sangat banyak, tidak seperti volume pendarahan haid yang normal. Keadaan ini sering mengesalkan wanita karena ia harus beberapa kali mengganti pembalut yang dipakainya. Normalnya haid akan berakhir setelah tiga sampai empat hari, namun pada keadaan ini haid baru dapat berakhir setelah satu minggu atau lebih. b. Gejolak Rasa Panas Arus panas biasanya timbul pada saat darah haid mulai berkurang dan berlangsung sampai haid benar-benar berhenti. Sheldon H.C (dalam Rosetta Reitz, 1979) mengatakan kira-kira 60% wanita mengalami

arus panas. Arus panas ini disertai oleh rasa menggelitik disekitar jarijari, kaki maupun tangan serta pada kepala, atau bahkan timbul secara menyeluruh. Munculnya hot flashes ini sering diawali pada daerah dada, leher atau wajah dan menjalar ke beberapa daerah tubuh yang lain. Hal ini berlangsung selama dua sampai tiga menit yang disertai pula oleh keringat yang banyak. Ketika terjadi pada malam hari, keringat ini dapat menggangu tidur dan bila hal ini sering terjadi akan menimbulkan rasa letih yang serius bahkan menjadi depresi. c. Kekeringan Vagina Kekeringan vagina terjadi karena leher rahim sedikit sekali mensekresikan lendir. Penyebabnya adalah kekurangan estrogen yang menyebabkan liang vagina menjadi lebih tipis, lebih kering dan kurang elastis. Alat kelamin mulai mengerut, Liang senggama kering sehingga menimbulkan nyeri pada saat senggama, keputihan, rasa sakit pada saat kencing. Keadaan ini membuat hubungan seksual akan terasa sakit. Keadaan ini sering kali menimbulkan keluhan pada wanita bahwa frekuensi buang air kecilnya meningkat dan tidak dapat menahan kencing terutama pada saat batuk, bersin, tertawa atau orgasme. d. Perubahan Kulit Estrogen berperan dalam menjaga elastisitas kulit, ketika menstruasi berhenti maka kulit akan terasa lebih tipis, kurang elastis terutama pada daerah sekitar wajah, leher dan lengan. Kulit di bagian bawah mata menjadi mengembung seperti kantong, dan lingkaran hitam dibagian ini menjadi lebih permanen dan jelas (Hurlock, 1992). e. Keringat di Malam Hari Berkeringat malam hari, bangun bersimbah peluh. Sehingga perlu mengganti pakaian dimalam hari. Berkeringat malam hari tidak saja menggangu tidur melainkan juga teman atau pasangan tidur. Akibatnya diantara keduanya merasa lelah dan lebih mudah tersinggung, karena tidak dapat tidur nyenyak. f. Sulit Tidur

Insomnia (sulit tidur) lazim terjadi pada waktu menopause, tetapi hal ini mungkin ada kaitannya dengan rasa tegang akibat berkeringat malam hari, wajah memerah dan perubahan yang lain. g. Perubahan Pada Mulut Pada saat ini kemampuan mengecap pada wanita berubah menjadi kurang peka, sementara yang lain mengalami gangguan gusi dan gigi menjadi lebih mudah tanggal. h. Kerapuhan Tulang Rendahnya kadar estrogen merupakan penyebab proses

osteoporosis (kerapuhan tulang). Osteoporosis merupakan penyakit kerangka yang paling umum dan merupakan persoalan bagi yang telah berumur, paling banyak menyerang wanita yang telah menopause. Biasanya kita kehilangan 1% tulang dalam setahun akibat proses penuaan (mungkin ini yang menyebabkan nyeri persendian), tetapi kadang setelah menopause kita kehilangan 2% setahunnya. John Hutton (1984:35) memperkirakan sekitar 25% wanita kehilangan tulang lebih cepat daripada proses menua. Menurunnya kadar estrogen akan diikuti dengan penurunan penyerapan kalsium yang terdapat dalam makanan. Kekurangan kalsium ini oleh tubuh diatasi dengan menyerap kembali kalsium yang terdapat dalam tulang, dan akibatnya tulang menjadi keropos dan rapuh.

i. Badan Menjadi Gemuk Banyak wanita yang menjadi gemuk selama menopause. Rasa letih yang biasanya dialami pada masa menopause, diperburuk dengan perilaku makan yang sembarangan. Banyak wanita yang bertambah berat badannya pada masa menopause, hal ini disebabkan oleh faktor makanan ditambah lagi karena kurang berolahraga. j. Penyakit Ada beberapa penyakit yang seringkali dialami oleh wanita menopause. Dari sudut pandang medik ada 2 (dua) perubahan paling

penting yang terjadi pada waktu menopause yaitu meningkatnya kemungkinan terjadi penyakit jantung, pembuluh darah serta hilangnya mineral dan protein di dalam tulang (osteoporosis). Penyakit jantung dan pembuluh darah dapat menimbulkan gangguan seperti stroke atau serangan jantung. Selain itu penyakit kanker juga lebih sering terjadi pada orang yang berusia lanjut. Semakin lama kehidupan maka semakin besar kemungkinan penyakit itu menyerang. Misalnya kanker payudara, kanker rahim dan kanker ovarium. Kanker payudara lebih umum terjadi pada wanita yang telah melampaui masa menopause. Kanker rahim adalah istilah luas untuk kanker yang terjadi di rahim, ada dua bagian rahim yang dapat menjadi tempat bermulanya kanker. Yang pertama adalah serviks, kanker ini terutama berjangkit pada wanita berusia diatas 30 tahun. Gejala yang harus diperhatikan adalah pendarahan vagina setelah persetubuhan, pergetahan vagina yang tidak biasa dan noda diantara haid. Sementara kanker endometrium (kanker tubuh rahim) terutama menjangkiti wanita diatas usia 45 tahun, yang paling menanggung resiko adalah yang pernah mendapat haid agak lambat, dan yang mempunyai kombinasi antara tekanan darah tinggi, diabetes, dan berat tubuh berlebih. Gejalanya adalah pendarahan tak normal, pendarahan antara haid, keluaran darah yang lebih lama atau lebih kental dibandingkan biasanya, dan pendarahan haid terakhir dalam menopause. 2. Psikologis Aspek psikologis yang terjadi pada lansia atau wanita menopause amat penting peranan dalam kehidupan sosial lansia terutama dalam menghadapi masalah-masalah yang berkaitan dengan pensiun; hilangnya jabatan atau pekerjaan yang sebelumnya sangat menjadi kebanggaan sang lansia tersebut. Berbicara tentang aspek psikologis lansia dalam pendekatan eklektik holistik, sebenarnya tidak dapat dipisahkan antara aspek organ-biologis, psikologis, sosial, budaya dan spiritual dalam kehidupan lansia.

Beberapa gejala psikologis yang menonjol ketika menopause adalah mudah tersinggung, sukar tidur, tertekan, gugup, kesepian, tidak sabar, tegang (tension), cemas dan depresi. Ada juga lansia yang kehilangan harga diri karena menurunnya daya tarik fisik dan seksual, mereka merasa tidak dibutuhkan oleh suami dan anak-anak mereka, serta merasa kehilangan femininitas karena fungsi reproduksi yang hilang. Beberapa keluhan psikologis yang merupakan tanda dan gejala dari menopause yaitu: a. Ingatan Menurun Gelaja ini terlihat bahwa sebelum menopause wanita dapat mengingat dengan mudah, namun sesudah mengalami menopause terjadi kemunduran dalam mengingat, bahkan sering lupa pada hal-hal yang sederhana, padahal sebelumnya secara otomatis langsung ingat. b. Kecemasan Banyak ibu-ibu yang mengeluh bahwa setelah menopause dan lansia merasa menjadi pencemas. Kecemasan yang timbul sering dihubungkan dengan adanya kekhawatiran dalam menghadapi situasi yang sebelumnya tidak pernah dikhawatirkan. Misalnya kalau dulu biasa pergi sendirian ke luar kota sendiri, namun sekarang merasa cemas dan khawatir, hal itu sering juga diperkuat oleh larangan dari ana-anaknya. Kecemasan pada Ibu-ibu lansia yang telah menopause umumnya bersifat relatif, artinya ada orang yang cemas dan dapat tenang kembali, setelah mendapatkan semangat/dukungan dari ornag di sekitarnya; namun ada juga yang terus-menerus cemas, meskipun orang-orang disekitarnya telah memberi dukungan. Akan tetapi banyak juga ibu-ibu yang mengalami menopause namun tidak mengalami perubahan yang berarti dalam kehidupannya. Menopause rupanya mirip atau sama juga dengan masa pubertas yang dialami seorang remaja sebagai awal berfungsinya alat-alat reproduksi, dimana ada remaja yang cemas, ada yang khawatir namun ada juga yang biasa-

biasa sehingga tidak menimbulkan gejolak.

Adapun simtom-simtom psikologis adanya kecemasan bila ditinjau dari beberapa aspek, menurut Blackburn and Davidson (1990:9) adalah sebagai berikut: 1) Suasana hati yaitu keadaan yang menunjukkan ketidaktenangan psikis, seperti: mudah marah, perasaan sangat tegang. 2) Pikiran yaitu keadaan pikiran yang tidak menentu, seperti: khawatir, sukar konsentrasi, pikiran kosong, membesar-besarkan ancaman, memandang diri sebagai sangat sensitif, merasa tidak berdaya. 3) Motivasi yaitu dorongan untuk mencapai sesuatu, seperti : menghindari situasi, ketergantungan yang tinggi, ingin melarikan diri, lari dari kenyataan. 4) Perilaku gelisah yaitu keadaan diri yang tidak terkendali seperti : gugup, kewaspadaan yang berlebihan, sangat sensitive dan agitasi. 5) Reaksi-reaksi biologis yang tidak terkendali, seperti : berkeringat, gemetar, pusing, berdebar-debar, mual, mulut kering. Gangguan kecemasan dianggap berasal dari suatu mekanisme pertahanann diri yang dipilih secara alamiah oleh makhluk hidup bila menghadapi sesuatu yang mengancam dan berbahaya. Kecemasan yang dialami dalam situasi semacam itu memberi isyarat kepada makhluk hidup agar melakukan tindakan mempertahankan diri untuk

menghindari atau mengurangi bahaya atau ancaman. Menjadi cemas pada tingkat tertentu dapat dianggap sebagai bagian dari respon normal untuk mengatasi masalah sehari-hari. Bagaimana juga, bila kecemasan ini berlebihan dan tidak sebanding dengan suatu situasi, hal itu dianggap sebagai hambatan dan dikenal sebagai masalah klinis. c. Mudah Tersinggung Gejala ini lebih mudah terlihat dibandingkan kecemasan. Wanita lebih mudah tersinggung dan marah terhadap sesuatu yang sebelumnya dianggap tidak menggangu. Ini mungkin disebabkan dengan datangnya

menopause maka wanita menjadi sangat menyadari proses mana yang sedang berlangsung dalam dirinya. Perasaannya menjadi sangat sensitif terhadap sikap dan perilaku orang-orang di sekitarnya, terutama jika sikap dan perilaku tersebut dipersepsikan sebagai menyinggung proses penerimaan yang sedang terjadi dalam dirinya. d. Stress Tidak ada orang yang bisa lepas sama sekali dari rasa was-was dan cemas, termasuk para lansia menopause. Ketegangan perasaan atau stress selalu beredar dalam lingkungan pekerjaan, pergaulan sosial, kehidupan rumah tangga dan bahkan menyelusup ke dalam tidur. Kalau tidak ditanggulangi stress dapat menyita energi, mengurangi

produktivitas kerja dan menurunkan kekebalan terhadap penyakit, artinya kalau dibiarkan dapat menggerogoti tubuh secara diam-diam. Namun demikian stress tidak hanya memberikan dampak negatif, tapi bisa juga memberikan dampak positif. Apakah kemudian dampak itu positif atau negatif, tergantung pada bagaimana individu memandang dan mengendalikannya. Stress adalah suatu keadaan atau tantangan yang kapasitasnya diluar kemampuan seseorang oleh karena itu, stress sangat individual sifatnya. Respon orang terhadap sumber stress sangat beragam, suatu rentang waktu bisa tiba-tiba jadi pencetus stress yang temporer. Stress dapat juga bersifat kronis misalnya konflik keluarga. Reaksi kita terhadap pencetus stress dapat digolongkan dalam dua kategori psikologis dan fisiologis. Di tingkat psikologis, respon orang terhadap sumber stress tidak bisa diramalkan, sebagaimana perbedaan suasana hati dan emosi kita dapat menimbulkan beragam reaksi, mulai dari hanya ekspresi marah sampai akhirnya ke hal-hal lain yang lebih sulit untuk dikendalikan. Di tingkat psikologis, respon orang terhadap sumber stress ini tergantung pada beberapa faktor, termasuk keadaan emosi pada saat itu dan sikap orang itu dalam menanggapi stress tersebut.

e. Depresi Dari penelitian-penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat dan Eropa diperkirakan 9% s/d 26% wanita dan 5% s/d 12% pria pernah menderita penyakit depresi yang gawat di dalam kehidupan mereka. Setiap saat, diperkirakan bahwa 4,5% s/d 9,3% wanita dan 2,3% s/d 3,2% pria akan menderita karena gangguan ini. Dengan demikian secara kasar dapat dikatakan bahwa wanita dua kali lebih besar kemungkinan akan menderita depresi daripada pria. Wanita yang mengalami depresi sering merasa sedih, karena kehilangan kemampuan untuk bereproduksi, sedih karena kehilangan kesempatan untuk memiliki anak, sedih karena kehilangan daya tarik. Wanita merasa tertekan karena kehilangan seluruh perannya sebagai wanita dan harus menghadapi masa tuanya. Depresi dapat menyerang wanita untuk satu kali, kadang-kadang depresi merupakan respon terhadap perubahan sosial dan fisik yang sering kali dialami dalam fase kehidupan tertentu, akan tetapi beberapa wanita mungkin mengembangkan rasa depresi yang dalam yang tidak sesuai atau proporsional dengan lingkungan pribadi mereka dan mungkin sulit dihindarkan. Simton-simton psikologis adanya depresi bila ditinjau dari beberapa aspek, menurut Marie Blakburn dan Kate Davidson (1990:5) adalah sebagai berikut 1) Suasana hati, ditandai dengan kesedihan, kecemasan, mudah marah. 2) Berpikir, ditandai dengan mudah hilang konsentrasi, lambat dan kacau dalam berpikir, menyalahkan diri sendiri, ragu-ragu, harga diri rendah. 3) Motivasi, ditandai dengan kurang minat bekerja dan menekuni hobi, menghindari kegiatan kerja dan sosial, ingin melarikan diri, ketergantungan tinggi pada orang lain.

4) Perilaku gelisah terlihat dari gerakan yang lamban, sering mondarmandir, menangis, mengeluh. 5) Sintom biologis, ditandai dengan hilang nafsu makan atau nafsu makan bertambah, hilang hasrat sesksual, tidur terganggu, gelisah. Mungkin masih ada gejala-gejala fisik maupun psikologis lain yang menyertai menopause. Gejala-gejala tersebut diatas sangat perlu dipahami supaya tidak terjadi kesalahpahaman dalam

memperlakukan para lansia. Dengan memahami gejala tersebut diharapkan lansia dapat mengerti apa yang sedang terjadi dalam diri mereka. Selain itu pihak keluarga pun diharapkan dapat merespon secara tepat sehingga tidak membuat lansia merasa dikucilkan atau disia-siakan. Mari kita bantu para lansia kita dengan memahami berbagai gejala fisik maupun psikologis sehingga tahu bagaimana cara terbaik untuk membantu mereka. Dampak negative akibat Menopause Sekitar 40-85% dari semua wanita dalam usia klimakterik mempunyai keluhan. Gejala yang tetap dan tersering adalah gejolak panas dan keringat banyak. Gejolak panas merupakan sensasi seperti gelombang panas yang meliputi bagian atas dada, leher, dan muka. Keluhan ini biasanya diikuti oleh gejala-gejala psikologik berupa rasa takut, tegang, depresi, lekas marah, mudah tersinggung, gugup dan jiwa yang kurang mantap. Keluhan lain dapat berupa sakit kepala, sukar tidur, berdebar-debar, rasa kesemutan di tangan dan kaki, serta nyeri tulang dan otot. Keringat malam hari merupakan keluhan yang sangat mengganggu, sehingga menimbulkan lelah dan kesukaran bangun pagi. Semua keluhan ini kurang menggembirakan bagi seorang wanita, dan mendorong penderita mencari pengobatan. Atrofi epitel genital dapat mengakibatkan vaginitis senilis. Gejalagejalanya mencakup iritasi, rasa terbakar, pruritus, leukorea,

dispareunia, perdarahan vaginal, penurunan sekresi vaginal, penipisan

epitel dan mudah kena trauma, pemendekan dan pengurangan kelenturan vagina. Kebanyakan masalah seksual dialami oleh wanita pascamenopause adalah karena status fisis dari mukosa vagina, yang harus memelihara kelembaban protektif yang cukup dan memberikan pelumas selama sanggama. Setelah menopause, perubahan atrofik dapat menyebabkan dispareunia, vaginitis, vaginismus, tak-nyaman fisis, dan hilang minat seksual. Kulit wanita banyak dipengaruhi oleh estrogen sehingga menimbulkan kulit kehilangan elastisitasnya, berkerut, kering dan menjadi lebih tipis. Hal tersebut mengurangi kecantikan seorang wanita, sehingga wanita merasa kurang percaya diri lagi (dan dapat menambah ketidakseimbangan emosi wanita tersebut). Gangguan psikogenik, ini mencakup : peningkatan rasa gelisah, depresi, mudah cemas, insomnia, dan sakit kepala. Keadaan lain yang dapat diperberat oleh gejala menopause mencakup : masalah psikosomatik yang telah ada yang diperkuat oleh gejolak panas, pola tidur yang diganggu oleh keringat malam, penurunan libido karena vaginitis atrofikans yang mengakibatkan dispareunia. Osteoporosis adalah gangguan tulang yang terutama menyerang tulang trabekular, menyebabkan pengurangan kuantitas tulang sehingga mengakibatkan tulang keropos. Meskipun kedua jenis kelamin mengalami kehilangan massa tulang dengan proses menua, jarang bagi pria mengalami gejala osteoporosis sebelum usia 70 masa-masa kehidupan wanita. 1. Perubahan-perubahan Organik pada Masa Klimakterium Penyebab dan gangguan hormonal klimakterium. Perkembangan dan fungsi seksual wanita secara normal dipengaruhi oleh sistem poros hipotalamus-hipofisis-gonad yang merangsang dan mengatur produksi hormon-hormon seks yang dibutuhkan. Hipotalamus menghasilkan hormon gonadotropin releasing hormone (GnRH) yang akan merangsang kelenjar hipofisis untuk menghasilkan follicle stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH). Kedua hormon FSH dan LH ini yang akan mempersiapkan sel telur pada wanita. FSH dan LH akan meningkat secara

bertahap setelah masa haid dan merangsang ovarium untuk menghasilkan beberapa follicle (kantong telur). Dari beberapa kantong telur tersebut hanya satu yang matang dan menghasilkan sel telur yang siap dibuahi. Sel telur dikeluarkan dari ovarium (disebut ovulasi) dan ditangkap oleh fimbria (organ berbentuk seperti jari-jari tangan di ujung saluran telur) yang memasukkan sel telur ke tuba fallopii (saluran telur). Apabila sel telur dibuahi oleh spermatozoa maka akan terjadi kehamilan tetapi bila tidak, akan terjadi haid lagi. Begitu seterusnya sampai mendekati masa klimakterium, dimana fungsi ovarium semakin menurun. Masa pramenopause atau sebelum haid berhenti, biasanya ditandai dengan siklus haid yang tidak teratur. Pramenopause bisa terjadi selama beberapa bulan sampai beberapa tahun sebelum menopause. Pada masa ini sebenarnya telah terjadi aneka perubahan pada ovarium seperti sklerosis pembuluh darah, berkurangnya jumlah sel telur dan menurunnya pengeluaran hormon seks. Menurunnya fungsi ovarium menyebabkan berkurangnya kemampuan ovarium untuk menjawab rangsangan

gonadotropin. Hal ini akan mengakibatkan interaksi antara hipotalamushipofisis terganggu. Pertama-pertama yang mengalami kegagalan adalah fungsi korpus luteum. Turunnya produksi steroid ovarium menyebabkan berkurangnya reaksi umpan balik negatif terhadap hipotalamus. Keadaan ini akan mengakibatkan peningkatan produksi dan sekresi FSH dan LH. Peningkatan kadar FSH merupakan petunjuk hormonal yang paling baik untuk mendiagnosis sindrom klimakterik. Secara endokrinologis, klimakterik ditandai oleh turunnya kadar estrogen dan meningkatnya pengeluaran gonadotropin. Pada wanita masa reproduksi, estrogen yang dihasilkan 300-800 ng, pada masa pramenopause menurun menjadi 150-200 ng, dan pada pascamenopause menjadi 20-150 ng. Menurunnya kadar estrogen mengakibatkan gangguan keseimbangan

hormonal yang dapat berupa gangguan neurovegetatif, gangguan psikis, gangguan somatik, metabolik dan gangguan siklus haid. Beratnya gangguan tersebut pada setiap wanita berbeda-beda bergantung pada:

1. Penurunan aktivitas ovarium yang mengurangi jumlah hormon steroid seks ovarium. Keadaan ini menimbulkan gejala-gejala klimakterik dini (gejolak panas, keringat banyak, dan vaginitis atrofikans) dan gejala-gejala lanjut akibat perubahan metabolik yang berpengaruh pada organ sasaran (osteoporosis). 2. Sosio-budaya menentukan dan memberikan penampilan yang berbeda dari keluhan klimakterik 3. Psikologik yang mendasari kepribadian wanita klimakterik itu, juga akan membe-rikan penampilan yang berbeda dalam keluhan klimakterik.

C. Patofisiologi endokrin melasma pada klimakterium Dari segi hormonal, estrogen, progesteron, MSH (Melanocyte

Stimulating Hormon), dan ACTH ( Adrenocorticotropic hormon ) merupakan faktor penting timbulnya melasma, meskipun kadarnya tak selalu

meninggi pada penderita melasma. Estrogen berperan langsung pada melanosit sebagai salah satu reseptornya di kulit. hiperpigmentasi melalui pemberian Hal ini terbukti pada dari timbulnya susu.

estrogen topikal

puting

Estrogen akan meningkatkan jumlah melanin dalam sel. Sedangkan terhadap melanin, progesteron meningkatkan penyebarannya dalam sel. Mekanisme seluler estrogen dan progesteron terjadi dengan perantara hormon tropik (peptide dan glikoprotein) pada membrane sel dan melibatkan aktivitas c-AMP (cyclic adenosin monophosphat), yang kemudian meningkatkan pembentukan

tirosinase, melanin, dan penyebaran melanin, di samping efek peniadaan aktivitas inhibitor enzim, yang akhirnya meningkatkan jumlah dan penyebaran melanin. Saat terjadi kehamilan, keseimbangan hormon di dalam tubuh juga ikut berubah. Selama kehamilan, terjadi peningkatan pigmentasi pada 90% wanita dan kebanyakan lebih ditonjolkan pada tipe kulit yang lebih gelap. Bercak pigmentasi yang menetap seperti nevi dan ephelides menjadi berwarna lebih gelap. Juga jaringan puting susu, areola mammae dan genital, pigmentasi

menjadi lebih kuat. Linea alba, garis tengah dinding perut anterior selalu menjadi lebih gelap selama kehamilan dan kemudian dinamai linea nigra. Dalam kelompok kecil wanita hamil, hiperpigmentasi terjadi di ketiak atau paha atas bagian dalam. Melasma atau sering disebut topeng kehamilan terjadi pada 50% wanita hamil. Hormon lain yang berperan dan kadarnya meninggi pada kehamilan adalah MSH (Beta Melanocyte Stimulating Hormone). MSH mengandung rangkaian 7 asam amino yang identik dengan gugusan asam amino 4-10 dalam MSH dan ACTH. Sehingga ACTH juga mempunyai banyak aktivitas yang sama dengan MSH, termasuk menyebabkan hipermelanosis. Dari the Journal of the American Academy of Dermatology, Kaitan antara hormon dengan melasma sebenarnya belum dapat dijelaskan dengan pasti. Ebuah penelitian menjelaskan bahwa peningatan level estradiol berkontribusi terhadap terjadinya melasma. Selain itu pada melasma juga terjadi peningkkatan ekspresi reseptor estrogen. Penelitian tentang pengaruh hormon pituitari dan ovarium terhadap kejadian melasma telah banyak dilakukan, sebuah penelitian menunjukkan bahwa hormon pituitari dapat meningkatkan aktivitas tirosinase dan tyrosinase related protein -1. Sedangkan hormon ovarium meningkatkan TRP-1 tetapi tidak meningkatkan aktivitas tirosinase.

BAB IV Kesimpulan

1. Kaitan antara hormon dengan melasma masih belum dapat dijelaskan dengan jelas 2. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pituitary dan ovarian hormon memiliki pengaruh terhadap kejadian melasma melalui peningkatan aktivitas tirosinase dan tirosinase related protein-1 3. Melanosit akan meningkatkan ukuran dan memproduksi lebih banyak tirosin ketika diinkubasi dengan MSH, ACTH, LH, dan FSH.

DAFTAR PUSTAKA 1. Kang Sewon, Sober J, Arthur. Disturbance of melanin pigmentation. Dalam: Hurley Moschellass TB, Moschella LS, Hurley J, Harry.

Dermatology. Edisi ke 3. Philadelphia: WB Saunders Company; 1992. hal.1442. 2. Soepardiman L. Kelainan pigmen. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi ke 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007. hal.289-95. 3. Bleehen SS, Anstey AV. Disorder of skin colour : pathogenesis of disorders of melanin pigmentation, melasma. Dalam: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editor. Rooks textbook of dermatology. Edisi ke 7. Massachusetts: Blackwell; 2004. bag.39. hal.13-14,40. 4. Suhartono D. Prevalensi dan beberapa karakteristik penderita melasma pada pemakai kontrasepsi hormonal [thesis]. Semarang : Universitas

Diponegoro; 2001. 5. Febrianti T, Sudharmono A, Rata IGAK, Bernadette I. Epidemiologi melasma di poliklinik departemen ilmu kesehatan kulit dan kelamin RS. Dr. Cipto mangunkusumo Jakarta tahun 6. Roberts WE. Melasma. Dalam: Kelly AP, Taylor SC, editor.

Dermatology for skin of colour. New York: McGraw-Hill; 2009. hal.332-6. 7. Novara T. Hubungan antara pajanan sinar matahari dengan timbulnya melasma di RSUP Dr.Kariadi [skripsi]. Semarang: Universitas Diponegoro; 2001. 8. Montemarano AD, Elston DM, editor. Melasma. [dikutip 27 Des 2011]. Tersedia di: emedicine.medscape.com/article/106840-overview. 9. . Young AR, Walker SL. Acute and chronic effects of ultra violet radiaton on the skin. Dalam : Fitzpatrick TB, Wolff K, editor. Fitzpatricks Dermatology in general medicine. Edisi ke 7. New York: McGraw-Hill; 2008. hal.810.

10. Park HY, Pongpudpunth M, Lee J, Yaar M. Biology of melanocyte. Dalam: Fitzpatricks TB, Wolff Klaus, editor. Dermatology in general medicine. Edisi ke 7. New York: McGraw-Hill; 2008. hal. 591-608. 11. Kang Sewon, Sober J, Arthur. Disturbance of melanin pigmentation. Dalam: Hurley Moschellass TB, Moschella LS, Hurley J, Harry.

Dermatology. Edisi ke 3. Philadelphia: WB Saunders Company; 1992. hal.1442.

Anda mungkin juga menyukai