Anda di halaman 1dari 20

PRESENTASI KASUS KEHAMILAN DENGAN MIOMA UTERI

Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dalam Mengikuti Program Pendidikan Profesi Stase Obstetri dan Gynekologi Di RSUD Kebumen

Diajukan Kepada: dr. Suroso, Sp. OG

Disusun oleh: Galan Sepdiar Prajakomara (08711053)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2012

BAB I PENDAHULUAN

Leimioma (fibroid atau mioma) merupakan proliferasi secara lokal pada sel otot polos yang dikelilingi oleh kompresi otot fiber dari pseudokapsul. Prevalensi tertinggi adalah pada decade yang kelima dari usia wanita, kemungkinan muncul 1 pada 4 wanita kulit putih dan 1 pada 2 wanita kulit hitam. Cunningham F.G. et al (2005), leimioma merupakan tumor jinak otot polos yang sering ditemukan sewaktu kehamilan. Rice et al (1989) melaporkan sebanyak 1,4% dari lebih 6700 kehamilan merupakan komplikasi dari mioma uteri. Dilaporkan juga 1 dari 500 wanita hamil mempunyai komplikasi yang berhunungan dengan leimioma. Mioma sering ditemui sekitar 1-2% pada kehamilan yang didiagnosis menggunkana USG. Risiko mioma mulai berkurang dengan peningkatan jumlah paritas dan peningkatan usia kehamilan. Wanita dengan sekurang-kurangnya dua kehamilan cukup bulan mempunyai separuh risiko untuk mendapat mioma. Merokok mengurangi risiko terjadinya mioma uteri karena adanya pengurangan tingkat estrogen. Walaupun pengurangan risiko terjadinya mioma ada hubungannya dengan faktor pengurangan tingkat estrogen, termasuk wanita yang kurus, merokok, dam olahraga, namun penggunaan kontrasepsi secara oral tidak ada hubungan dengan peningkatan risiko mioma uteri.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Mioma Uteri Definisi Secara umum, uterus mempunyai 3 lapisan jaringan yaitu lapisan terluar perimetrium, lapisan tengah miometrium dan yang paling dalam adalah endometrium (Tortora dan Derrickson, 2006). Miometrium adalah yang paling tebal dan merupakan otot polos berlapis tiga; yang sebelah luar longitudinal, yang sebelah dalam sirkuler, yang antara kedua lapisan ini beranyaman.Miometrium dalam keseluruhannya dapat berkontraksi dan berelaksasi

(Prawirohardjo, 2007). Tumor jinak yang berasal dari sel otot polos dari myometrium dipanggil leiomioma. Tetapi kerana tumor ini berbatas tegas maka ianya sering dipanggil sebagai fibroid ( Kumar,Abbas,Fausto dan Mitchell, 2007). Mioma uteri juga adalah berasingan, bulat, berbatas tegas, warna putih hingga merah jambu pucat, bersifat jinak dan terdiri dari otot polos dengan kuantiti jaringan penghubung fibrosa yang berbeda-beda. Sebanyak 95% mioma uteri berasal dari corpus uteri dan lagi 5% berasal dari serviks. Mioma uteri juga adalah tumor pelvis yang sering terjadi dan diperkirakan sebanyak 10% kasus ginekologi umumnya (Martin L, 2001). Neoplasma jinak ini mempunyai banyak nama sehingga dalam kepustakaan dikenal juga istilah fibromioma, leiomioma, fibroid atau pun mioma uteri (Prawirohardjo, 2007). Klasifikasi Sarang mioma di uterus dapat berasal dari serviks uterus dan hanya 1-3%, sisanya adalah dari korpus uterus. Maka pembagian menurut letaknya dapat kita dapati sebagai: 1. Mioma submukosum: berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus. Mioma submukosum dapat tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian dilahirkan melalui saluran serviks dan dipanggil myomgeburt 2. Mioma intramural: mioma terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium 3. Mioma subserosum: apabila tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan uterus, diliputi oleh serosa. Mioma subserosum dapat pula tumbuh menempel pada jaringan lain misalnya ke ligamentum atau omentum dan kemudian membebaskan diri dari uterus, sehingga disebut wandering/parasitic fibroid (Prawirohardjo, 2007).

Etiologi dan Patogenesis Penyebab utama mioma uteri belum diketahui secara pasti sampai saat ini, tetapi penyelidikan telah dijalankan untuk memahami keterlibatan faktor hormonal, faktor genetik, growth factor, dan biologi molekular untuk tumor jinak ini (Parker, 2007). Faktor yang diduga berperan untuk inisiasi pada perubahan genetik pada mioma uteri adalah abnormalitas intrinsik pada miometrium, peningkatan reseptor estrogen secara kongenital pada miometrium, perubahan hormonal, atau respon kepada kecederaan iskemik ketika haid. Setelah terjadinya mioma uteri, perubahan-perubahan genetik ini akan dipengaruhi oleh promoter (hormon) dan efektor (growth factors) (Parker, 2007) Bagi Meyer dan De Snoo, mereka mengajukan teori Cell nest atau teori genitoblast. Percobaan Lipschutz yang memberikan estrogen pada kelinci percobaan ternyata menimbulkan tumor fibromatosa baik pada permukaan maupun pada tempat lain dalam abdomen. Efek fibromatosa ini dapat dicegah dengan pemberian preparat progesteron atau testosteron. Puukka dan kawan-kawan pula menyatakan bahwa reseptor estrogen pada mioma

lebih banyak didapati daripada miometrium normal. Menurut Meyer asal mioma adalah sel imatur, bukan dari selaput otot yang matur (Prawirohardjo, 2007).

Mioma uteri yang berasal dari sel otot polos miometrium, menurut teori onkogenik maka patogenesa mioma uteri dibagi menjadi 2 faktor yaitu inisiator dan promotor. Faktorfaktor yang menginisiasi pertumbuhan mioma masih belum diketahui pasti. Dari penelitian menggunakan glucose-6-phosphatase dihydrogenase diketahui bahwa mioma berasal dari jaringan uniseluler. Transformasi neoplastik dari miometrium menjadi mioma melibatkan mutasi somatik dari miometrium normal dan interaksi kompleks dari hormon steroid seks dan growth factor lokal. Mutasi somatik ini merupakan peristiwa awal dalam proses pertumbuhan tumor. Tidak dapat dibuktikan bahwa hormon estrogen berperan sebagai penyebab mioma, namun diketahui estrogen berpengaruh dalam pertumbuhan mioma. Mioma terdiri dari reseptor estrogen dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibanding dari miometrium sekitarnya namun konsentrasinya lebih rendah dibanding endometrium. Hormon progesteron

meningkatkan aktifitas mitotik dari mioma pada wanita muda namun mekanisme dan faktor pertumbuhan yang terlibat tidak diketahui secara pasti. Progesteron memungkinkan pembesaran tumor dengan cara down-regulation apoptosis dari tumor. Estrogen berperan dalam pembesaran tumor dengan meningkatkan produksi matriks ekstraseluler. Faktor Risiko 1. Usia penderita Wanita kebanyakannya didiagnosa dengan mioma uteri dalam usia 40-an; tetapi, ianya masih tidak diketahui pasti apakah mioma uteri yang terjadi adalah disebabkan peningkatan formasi atau peningkatan pembesaran secara sekunder terhadap perubahan hormon pada waktu usia begini. Faktor lain yang bisa mengganggu insidensi sebenar kasus mioma uteri adalah kerana dokter merekomendasi dan pasien menerima rekomendasi tersebut untuk menjalani histerektomi hanya setelah mereka sudah melepasi usia melahirkan anak (Parker, 2007). Berdasarkan otopsi, Novak menemukan 27% wanita berumur 25 tahun mempunyai sarang mioma.Mioma belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarke dan setelah menopause hanya 10% mioma yang masih bertumbuh (Prawirohardjo, 2007) 2. Hormon endogen (Endogenous Hormonal) Mioma uteri sangat sedikit ditemukan pada spesimen yang diambil dari hasil histerektomi wanita yang telah menopause, diterangkan bahwa hormon esterogen endogen pada wanitawanita menopause pada kadar yang rendah atau sedikit (Parker, 2007). Awal menarke (usia di

bawah 10 tahun) dijumpai peningkatan resiko ( RR 1,24) dan menarke lewat (usia setelah 16 tahun) menurunkan resiko (RR 0,68) untuk menderita mioma uteri.

3.Riwayat Keluarga Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma uteri mempunyai peningkatan 2,5 kali kemungkinan risiko untuk menderita mioma uteri dibanding dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri. Penderita mioma yang mempunyai riwayat keluarga penderita mioma uteri mempunyai 2 kali lipat kekuatan ekspresi dari VEGF (a myoma-related growth factor) dibandingkan dengan penderita mioma yang tidak mempunyai riwayat keluarga penderita mioma uteri (Parker, 2007). 4.Etnik Dari studi yang dijalankan melibatkan laporan sendiri oleh pasien mengenai mioma uteri, rekam medis, dan pemeriksaan sonografi menunjukkan golongan etnik Afrika-Amerika mempunyai kemungkinan risiko menderita mioma uteri setinggi 2,9 kali berbanding wanita etnik caucasia, dan risiko ini tidak mempunyai kaitan dengan faktor risiko yang lain. Didapati juga wanita golongan Afrika-Amerika menderita mioma uteri dalam usia yang lebih muda dan mempunyai mioma yang banyak dan lebih besar serta menunjukkan gejala klinis. Namun ianya masih belum diketahui jelas apakah perbedaan ini adalah kerana masalah genetik atau perbedaan pada kadar sirkulasi estrogen, metabolisme estrogen, diet, atau peran faktor lingkungan. Walaubagaimanapun, pada penelitian terbaru menunjukkan yang Val/Val genotype untuk enzim essensial kepada metabolisme estrogen,catechol-O-methyltransferase (COMT) ditemui sebanyak 47% pada wanita Afrika-Amerika berbanding hanya 19% pada wanita kulit putih. Wanita dengan genotype ini lebih rentan untuk menderita mioma uteri. Ini menjelaskan mengapa prevalensi yang tinggi untuk menderita mioma uteri dikalangan wanita Afrika-Amerika lebih tinggi (Parker, 2007). 5.Berat Badan Satu studi prospektif dijalankan dan dijumpai kemungkinan risiko menderita mioma uteri adalah setinggi 21% untuk setiap kenaikan 10kg berat badan dan dengan peningkatan indeks massa tubuh. Temuan yang sama juga turut dilaporkan

untuk wanita dengan 30% kelebihan lemak tubuh. Ini terjadi kerana obesitas menyebabkan pemingkatan konversi androgen adrenal kepada estrone dan menurunkan hormon sex-binding globulin. Hasilnya menyebabkan peningkatan estrogen secara biologikal yang bisa menerangkan mengapa terjadi peningkatan prevalensi mioma uteri dan pertumbuhannya (Parker, 2007). Beberapa penelitian menemukan hubungan antara obesitas dan peningkatan insiden mioma uteri. Suatu studi di Harvard yang dilakukan oleh Dr. Lynn Marshall menemukan bahwa wanita yang mempunyai Indeks Massa Tubuh (IMT) di atas normal, berkemungkinan 30,23% lebih sering menderita mioma uteri. Ros dkk, (1986) mendapatkan resiko mioma uteri meningkat hingga 21% untuk setiap 10 Kg kenaikan berat badan dan hal ini sejalan dengan kenaikan IMT. 6.Diet Ada studi yang mengaitkan dengan peningkatan terjadinya mioma uteri dengan pemakanan seperti daging sapi atau daging merah atau ham bisa meningkatkan insidensi mioma uteri dan sayuran hijau bisa menurunkannya. Studi ini sangat sukar untuk diintepretasikan kerana studi ini tidak menghitung nilai kalori dan pengambilan lemak tetapi sekadar informasi sahaja dan juga tidak diketahui dengan pasti apakah vitamin, serat atau phytoestrogen berhubung dengan mioma uteri (Parker, 2007). 7. Kehamilan dan paritas Peningkatan paritas menurunkan insidensi terjadinya mioma uteri. Mioma uteri menunjukkan karakteristik yang sama dengan miometrium yang normal ketika kehamilan termasuk peningkatan produksi extracellular matrix dan peningkatan ekspresi reseptor untuk peptida dan hormon steroid. Miometrium postpartum kembali kepada berat asal, aliran darah dan saiz asal melalui proses apoptosis dan diferensiasi. Proses remodeling ini berkemungkinan bertanggungjawab dalam penurunan saiz mioma uteri. Teori yang lain pula mengatakan

pembuluh darah di uterus kembali kepada keadaan atau saiz asal pada postpartum dan ini menyebabkan mioma uteri kekurangan suplai darah dan kurangnya nutrisi untuk terus membesar. Didapati juga kehamilan ketika usia midreproductive (25-29 tahun) memberikan perlindungan terhadap pembesaran mioma (Parker, 2007). 8.Kebiasaan merokok Merokok dapat mengurangi insidensi mioma uteri. Banyak faktor yang bisa menurunkan bioavalibiltas hormon estrogen pada jaringan seperti: penurunan konversi androgen kepada estrone dengan penghambatan enzim aromatase oleh nikotin (Parker, 2007). Gambaran Klinis dan Keluhan Kebanyakan kasus ditemui secara kebetulan kerana tumor ini tidak mengganggu. Gejala yang dikeluhkan sangat tergantung pada tempat sarang mioma ini berada, ukuran tumor, perubahan dan komplikasi yang terjadi.Gejala yang terjadi dapat digolongkan seperti berikut: 1. Perdarahan abnormal Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya adalah hipermenore, menoragia dan dapat juga terjadi metroragia. Antara penyebab perdarahan ini adalah: -pengaruh ovarium sehingga terjadilah hiperplasia endometrium sampai adenokarsinoma endometrium -permukaan endometrium yang lebih luas dari biasa -atrofi endometrium di atas mioma submukosum.

-miometrium tidak dapat berkontraksi optimal kerana adanya sarang mioma di antara serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah yang melaluinya dengan baik (Prawirohardjo, 2007). Disebabkan permukaan endometrium yang menjadi lebih luas akibat pertumbuhan mioma, maka lebih banyak dinding endometrium yang terkikis ketika menstruasi dan ini menyebabkan perdarahan abnormal. Walaupun menstruasi berat sering terjadi tetapi siklusnya masih tetap. Perdarahan abnormal ini terjadi pada 30% pasien mioma uteri dan perdarahan abnormal ini dapat menyebabkan anemia defisiensi besi. Pada suatu penelitian yang mengevaluasi wanita dengan mioma uteri dengan atau tanpa perdarahan abnormal, didapat data bahwa wanita dengan perdarahan abnormal secara bermakna menderita mioma intramural (58% banding 13%) dan mioma submukosum (21% banding 1%) dibanding dengan wanita penderita mioma uteri yang asimtomatik. 2. Nyeri Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tetapi dapat timbul kerana gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat dan peradangan (Prawirohardjo, 2007). Nyeri panggul yang disebabkan mioma uteri bisa juga disebabkan degenerasi akibat oklusi vaskuler,infeksi,torsi dari mioma yang bertangkai maupun akibat kontraksi miometrium yang disebabkan mioma subserosum.Tumor yang besar dapat mengisi rongga pelvik dan menekan bagian tulang pelvik yang dapat menekan saraf sehingga menyebabkan rasa nyeri yang menyebar ke bagian punggung dan ekstremitas posterior. 3. Gejala tanda penekanan Gangguan ini tergantung pada tempat dan ukuran mioma uteri. Penekanan pada kandung kemih akan menyebabkan poliuri, pada uretra dapat menyebabkan retensio urin, pada ureter dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada rektum dapat menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada pembuluh darah dan pembuluh limfe di panggul dapat menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul (Prawirohardjo, 2007).

Infertilitas dan Abortus Infertilitas dapat terjadi apabila sarang mioma menutup atau menekan pars interstisialis tuba, sedangakn mioma submukosum juga memudahkan terjadinya abortus oleh kerana distorsi rongga uterus (Prawirohardjo, 2007). Mioma Uteri dan Kehamilan Selain dari potensi mioma untuk menyebabkan infertilitas dan abortus, kehamilan itu sendiri dapat menimbulkan perubahan pada mioma uteri seperti: 1. Tumor membesar terutama pada bulan-bulan pertama kerana pengaruh estrogen yang kadarnya meningkat. 2. Dapat terjadi degenerasi merah pada waktu hamil maupun masa nifas. 3. Meskipun jarang mioma uteri bertangkai tetapi dapat juga mengalami torsi dengan gejala dan tanda sindrom abdomen akut (Prawirohardjo, 2007).

Hubungan Kehamilan Dengan Mioma Uteri Reseptor estrogen menurun pada myometrium yang normal semasa fase sekresi dari siklus menstruasi dan semasa kehamilan. Pada mioma, reseptor estrogen terdapat sepanjang siklus menstruasi tetapi mengalami supresi semasa kehamilan. Reseptor progresteron terdapat pada myometrium dan mioma sepanjang siklus menstruasi dan kehamilan. Tambahan pula mioma berkembang pada awal kehamilan akibat dari stimulasi hormonal dan growth factors yang sama yang memicu perkembangan uterus. Paradoks, mioma uteri memberi respon yang berbeda pada setiap individu wanita dan tidak dapat diprediksi secara akurat perkembangan setiap mioma (Cunningham et al, 2005). Pada trimester pertama, ukuran mioma tidak berubah atau makin membesar sehubungan dengan peningkatan estrogen. Pada trimester kedua, mioma yang berukuran 2-6 cm hampir selalu tidak berubah atau membesar, namun bagi mioma yang berukuran besar akan mengecil kemungkinan dari inisiasi penurunan regulasi reseptor estrogen. Pada trimester ketiga, tanpa mengirakan ukuran mioma hampir selalu mioma tidak berubah atau mengecil akibat dari penurunan regulasi reseptor estrogen (Cunningham et al, 2005). Volume leimioma yang meningkat semasa kehamilan jarang membesar lebih dari 25%. Lebih 10% wanita dengan mioma mengalami kompikasi tipe antepartum, intrapartum dan postpartum hemoragik, gangguan plasenta, peningkatan risiko kehamilan preterm dan

persalinan, peningkatan kadar seksio sesaria dan perubahan akut iskemia dan degenerasi kedua fibroid dapat mengurangkan perfusi atau torsi. Fibroid dapat meningkatkan risiko keguguran secara sppontan semasa trimester pertama (Bieber et al, 2006). Terdapat dua faktor yang penting dalam menentukan morbiditas yaitu ukuran mioma dan lokasi. Jarak mioma dengan daerah implantasi sangat penting. Terjadinya abortus, abrupsio plasenta, kelahiran preterm dan post partus hemoragik dapat meningkat jika plasenta berhimpitan atau diimplementasi dengan mioma. Tumor pada serviks atau bagian bawah segmen uterus dapat mengganggu persalinan. Mioma ukuran besar dapat menyebabkan distorsi pada anatomi dan menolak ureter ke lateral (Cunningham et al, 2005). Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara kehamilan dengan mioma uteri. Kehamilan secara fisiologisnya dapat memberi efek pada mioma uteri dalam mempertahankan kandungan. Namun, mioma uteri dapat juga memberikan efek terhadap kehamilan yang akan mengganggu kandungan. Oleh karena itu, jumlah paritas seseorang dengan kejadian mioma uteri berbeda-beda pada tiap individu.

BAB III STATUS PASIEN

A. Identitas Pasien Nama Jenis Kelamin Umur Status Agama Suku/Bangsa Pendidikan Pekerjaan Alamat Nama Umur : Ny. SM : Perempuan : 38 tahun : Menikah : Islam : Jawa/ Indonesia : Tamat SMP : Ibu rumah tangga : Tambak Karjo RT.04/ RW.01 Adimulyo : Tn. N : 30 tahun

Pekerjaan suami : Petani Tanggal Masuk Tanggal Keluar Nomor RM : 17 September 2012 : 21 September 2012 : 218029

B. Anamnesis Seorang G1P0A0 berumur 38 tahun datang sendiri untuk melakukan kunjungan ulang karena hamil 37+2 minggu dengan mioma uteri. Ibu mengaku sebelum kehamilan haidnya teratur dan hanya mengganti dengan tiga pembalut tiap harinya. Pada awal kehamilan ibu mengaku biasa-biasa saja hanya mengalami mual dan muntah seperti layaknya wanita hamil pada umumnya hanya sering merasa cepat lelah dan sakit kepala.

Selama kehamilan ibu melakukan ANC dengan teratur di bidan dan keadaan janin baik. Lalu kurang lebih pada umur kehamilan 24 minggu ibu dirujuk oleh bidan ke rumah sakit dengan keterangan tinggi fundus uteri yang terlalu besar untuk seusia kehamilannya. Setelah dilakukan pemeriksan USG di rumah sakit barulah dapat didiagnosis pasti bahwa ibu mengalami kehamilan dengan mioma uteri. Riwayat Menstruasi Menarche Lama haid Siklus haid Banyaknya HPMT HPL UK : 12 tahun : 7-8 hari : Teratur 28 hari : Dalam batas normal, ganti pembalut 3 kali sehari : 1 Januari 2012 : 8 Oktober 2012 : 37+2 minggu

Riwayat Perkawinan Menikah satu kali, dengan suami sekarang satu tahun. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi/ penyakit jantung/ diabetes mellitus/ asma/ alergi obat atau makanan. Riwayat Kontrasepsi Belum pernah menggunakan kontrasepsi karena baru pertama menikah dan umur pernikahannya masih muda. C. Pemeriksaan Fisik 1. Keadaan umum 2. Kesadaran 3. Berat/ tinggi 4. Gizi : baik : compos mentis : 62 kg/ 157 cm : Kesan cukup

5. Vital sign

: Tekanan darah: 130/100 Frekuensi nafas: 24x

nadi: 80x suhu: 36, 8o C

6. Mata 7. Leher

: Conjunctiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-) : Limfonodi membesar (-), JVP meningkat (-), massa abnormal (-)

8. Thorax 9. Abdomen

: cor dan pulmo dalam batas normal : Teraba janin tunggal intrauterine, memanjang, puka, preskep, DJJ (+) regular 145x, HIS (-), teraba massa abnormal di kanan sebesar telur bebek, teraba licin.

10. Genital

: Darah (-)

D. Pemeriksaan Penunjang ( 17 September 2012) 1. Darah Rutin WBC RBC HGB HCT MCV MCH MCHC PLT Gol Darah 2. Kimia Darah SGOT SGPT UREA CREA GLOB HbsAg : 22,8 U/L : 12 U/L :10,6 mg/dl : 0,31 mg/dl L : 3,25 g/dl H : (-) : 8,9 x 103/l : 3,57 x 106/l L : 10,4 g/dl L : 30,8% L : 86,5 fl : 29,1 pg : 33,7 g/dl : 202 x 103/l :O

3. USG V/u tampak terisi cukup, tampak janin tunggal intrauterine, memanjang, puka, presentasi kepala, DJJ (+) dengan BPD: 86 mm, AC: 334 mm, FL:74 mm, EFBW: 3112 g. Plasenta insersi di korpus depan, air ketuban kesan cukup. Tampak gambaran hiperechoid pada corpus kanan ukuran 10 cm x 12 cm, adneksa kiri dan kanan dalam batas normal. Kesan saat ini janin dalam keadaan baik dengan mioma uteri.

E. Diagnosis Kerja Primigravida tua hamil aterm dengan mioma uteri belum dalam persalinan

F.

Rencana Terapi Pro seksio sesarea

G.

Prosedur Terapi 1. Mondok Bangsal 2. Cek kesiapan pasien pre-operatif (Tanda vital, darah rutin, kimia darah, EKG). 3. Konsultasi ahli pre-operatatif (TS Interna, TS Anestesi). 4. Jika baik semua, lakukan SC. 5. Post SC hari I inj. Ceftriaxon 1gr/12jam, inj. Metronidazole 500mg/12jam, inj. Ketorolac 1amp/8jam, inj.Sohobion 1 amp/24jam, inj.Vitamin C 1 amp/12jam. *target pasien harus sudah bisa tidur posisi miring kanan & kiri. 6. Post SC hari II inj. Ceftriaxon 1gr/12jam, inj. Metronidazole 500mg/12jam, inj. Ketorolac 1 amp/8jam, inj. Sohobion 1 amp/24jam, inj. Vitamin C 1 amp/12 jam. *target pasien harus sudah bisa duduk. 7. Post SC hari III tab. Amoxycillin 500mg x 3 , tab. Sulfat Ferosus 1x1, tab.Vitamin C 1x1. *target pasien harus sudah bisa jalan-jalan. 8. KU pasien baik, pulangkan dengan catatatan kontrol mioma 3 bulan kemudian.

BAB IV PEMBAHASAN Seorang G1P0A0 berumur 38 tahun datang dengan hamil 37+2 minggu dengan mioma uteri. Saat ini ibu tidak mengeluh apapun, ketuban belum dirasa pecah maupun rembes, belum kenceng-kenceng, nyeri perut disangkal. Pada kasus kehamilan dengan mioma, mioma berkembang seiring dengan meningkatnya estrogen pada awal kehamilan. Namun pada pertengahan kehamilan ukuran dari mioma akan tetap atau malah akan turun seiring dengan menurunnya reseptor estrogen pada miomanya tersebut. Pada pasien ini ditemukan keanehan sewaktu usia kehamilan kurang lebih 24 minggu yaitu TFU lebih dari ukuran semestinya. Lalu pasien dirujuk untuk melakukan ANC rutin di poli kandungan rumah sakit. Selanjutnya dilakukan permeriksaan tanda vital dan di dapatkan hasil dalam batas normal. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan kesan janin dalam keadaan baik saat itu, akan tetapi selain kehamilannya ditemukan juga massa abnormal di perut kanannya sebesar telur bebek pada saat kedatangannya pertama ke poli kandungan. Lalu dari poli kandungan setelah dilakukan pemeriksaan fisik, pasien melakukan pemeriksaan USG dengan hasil terdapat gambaran hiperechoid di korpus kanan yang berukuran 10 x 12 cm, kesan mioma uteri. Dari sinilah terdiagnosis pasti bahwa pasien menderita kehamilan dengan mioma uteri. Direncanakan untuk melakukan tindakan seksio sesaria tanpa miomektomi/histerektomi atas indikasi pasien adalah seorang primigravida tua dengan mioma uteri, dimana letak mioma disini adalah menutupi jalan lahir sehingga dikhawatirkan akan mengganggu persalinan jika tetap dilaksanakan persalinan pervaginam. Tidak dilakukan miomektomi dikarenakan fasilitas yang ada tidak memungkinkan untuk dikerjakan langsung serta pada pasien ini tidak terjadi komplikasi yang akut sehingga tidak perlu terburu-buru melakukannya. Sedang tidak

dilakukan histerektomi selain sama seperti alasan diatas juga mengingat pasien masih seorang primigravida.

Dan setelah tindakan seksio sesaria dilakukan dilakukan observasi selama tiga hari dengan pemberian terapi injeksi di hari pertama dan kedua post operasi, di hari ketiga terapi injeksi diganti dengan peroral. Jika KU pasien baik dan sudah bisa flatus, pasien dipulangkan dengan catatan 3 bulan kemudian harap kembali untuk dilakukan observasi terhadap mioma uterinya. Namun apabila terjadi pembesaran atau timbul komplikasi perlu dipertimbangkan tindakan operatif.

DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, F Gary. Leveno, Kenneth J. Gilstrap, Larry C. Gant, Norman F. Hauth, John C. Wenstrom, Katherine D. 2005. Obstetri Williams. EGC : Jakarta Parker, F. 2007. Obstetric Normal and Problempregnancies, ed. 4. Churchil Livingstone: New York Wiknjosastro, G.H., saifuddin, A.B., Rachimhadi, T. 2008. Ilmu Kebidanan, ed.7. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Dasar Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi, ed. 2. EGC: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai