Anda di halaman 1dari 10

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Setiap hari tubuh kita terus menerus menerima asupan karbohidrat dari makanan yang kita makan, khususnya nasi. Nasi yang merupakan polisakarida merupakan makanan sumber karbohidrat, dalam hal ini adalah kelompok amilum. Amilum atau bahasa sehari-harinya adalah pati terdapat pada umbi, daun, batang dan biji-bijian. Amilum terdiri atas dua macam polisakarida yang kedua-duanya adalah polimer dari glukosa, yaitu amilosa (kira-kira 20-28%) dan amilopektin. Pada saat kita mengunyah nasi (amilum), maka dalam mulut terjadi suatu reaksi kimia, yaitu pemecahan ikatan-ikatan pada amilum dengan bantuan enzim, dalam hal ini adalah enzim amilase yang terdapat dalam saliva (air liur). Enzim merupakan suatu senyawa yang termasuk dalam golongan protein. Enzim ini memiliki fungsi yang sangat penting dalam kelangsungan hidup manusia karena sebagian besar dari proses metabolisme tubuh kita mengikut sertakan kinerja dari enzim tersebut. Tetapi perlu kita ketahui bahwa kerja suatu enzim tentu saja tidak lepas dari syarat-syarat yang harus dipenuhi misalnya harus dalam suhu tertentu, pH tertentu dan masih banyak lagi faktor-faktor yang mempengaruhi kerja dari enzim tersebut. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dilakukanlah percobaan ini untuk mengetahui pengaruh dari temperatur terhadap keaktifan suatu enzim.

1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan 1.2.1 Maksud Percobaan Maksud dilakukannya percobaan ini adalah untuk mengetahui dan mempelajari bagaiman pengaruh suhu terhadap keaktifan suatu enzim. 1.2.2 Tujuan Percobaan tujuan dilakukannya percobaan ini yaitu untuk menentukan suhu optimun dari enzim amilase. 1.3 Prinsip Percobaan Menentukan aktivitas enzim amilase berdasarkan waktu penguraian pati menjadi glukosa pada berbagai temperatur kemudian diuji dengan iodida pada interval waktu tertentu hingga warna biru yang terbentuk berubah menjadi warna bening.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Enzim adalah sekelompok protein yang berfungsi sebagai katalisator untuk berbagai reaksi kimia dalam sistem biologis. Hampir tiap reaksi kimia dalam sistem biologis dikatalisis oleh enzim. Sintesis enzim terjadi di dalam sel dan sebagian besar enzim dapat diekstraksi dari sel tanpa merusak fungsinya. Seluruh reaksi kimia yang berlangsung di dalam sel memerlukan jasa enzim, enzim disintesis di dalam sel, namun aktivitasnya tidak selalu di dalam sel. Berbagai reaksi kimia yang dikendalikan oleh enzim antara lain respiasi, pertumbuhan, perkembangan, kontraksi otot, fotosintesis, pencernaan, fiksasi nitrogen, pembentukan urin, dan lain-lain. Enzim, seperti protein lain, mempunyai berat molekul yang berkisar dari kira-kira 12.000 sampai lebih dari 1 juta. Oleh karena itu, enzim berukuran amat besar dibandingkan dengan substrat atau gugus fungsional targetnya. Beberapa enzim hanya terdiri dari polipeptida dan tidak mengandung gugus kimiawi selain residu asam amino. Akan tetapi enzim lain memerlukan tambahan komponen kimia bagi aktivitasnya komponen ini disebut kofaktor. Kofaktor mungkin suatu molekul anorganik seperti ion Fe2+, Mn2+ atau Zn2+ atau mungkin juga suatu molekul anorganik kompleks yang disebut koenzim. Beberapa enzim

membutuhkan baik koenzim maupun satu atau lebih ion logam bagi aktivitasnya. Pada beberapa enzim, koenzim atau ion logam hanya terikat secara lemah atau dalam waktu sementara pada protein, tetapi pada enzim lain senyawa ini terikat kuat, atau terikat secara permanen yang dalam hal ini disebut gugus prostetik.

Enzim yang strukturnya sempurna dan aktif mengkatalisis, bersama-sama dengan koenzim atau gugus logamnya disebut holoenzim. Koenzim dan ion logam bersifat stabil sewaktu pemanasan, sedangkan bagian protein enzim akan terdenaturasi oleh pemanasan (Lehninger, 1997). Untuk aktifitas biologis, beberapa enzim memerlukan gugusgugus prostetik atau kofaktor. Kofaktor ini merupakan bagian nonprotein dari enzim itu. Suatu kofaktor dapat berupa ion logam sederhana, ion tembaga misalnya merupakan kofaktor bagi enzim asam askorbat oksidase. Enzim lain mengandung molekul organik nonprotein sebagai kofaktor. Gugus prostetik organik seringkali dirujuk sebagai suatu koenzim (Fessenden & Fessenden, 1994). Suatu enzim bekerja secara khas terhadap suatu substrat tertentu. Kekhasan inilah ciri suatu enzim. Ini sangat berbeda dengan katalis lain (bukan enzim) yang dapat bekerja terhadap berbagai macam reaksi. Enzim urase hanya bekerja terhadap urea sebagai substratnya namun enziim tersebut mempunyai kekhasan tertentu. Misalnya enzim esterase dapat menghidrolisis beberapa ester asam lemak, tetapi tidak dapat menghidrolisis substral lain yang bukan ester. Kekhasan enzim terhadap suatu reaksi disebut kekhasan reaksi (Poedjiadi, 1994). Untuk dapat bekerja terhadap suatu zat atau substrat harus ada hubungannya atau kontak antara enzim dengan substratnya suatu enzim mempunyai ukuran lebih besar daripada substratnya. Oleh karena itu tidak seluruh bagian enzim dapat berhubungan dengan substrat. Hubungan antara substrat dengan enzim hanya terjadi pada bagian tertentu saja. Tempat atau bagian enzim yang mengadakan hubungan atau kontak dengan substrat dinamai bagian aktif (active site). Hubungan hanya mungkin terjadi apabila bagian aktif mempunyai

ruang yang tepat dapat menampung substrat. Hubungan atau kontak antara enzim dengan substrat menyebabkan terjadinya kompleks enzimsubstrat, kompleks ini merupakan kompleks yang aktif, yang bersifat sementara dan akan terurai lagi apabila reaksi yang diinginkan telah terjadi (Poedjiadi, 1994). Faktor faktor yang mempengaruhi kerja enzim (Poedjiaji, 1994): 1. Konsentrasi Enzim Seperti pada katalis lain, kecepatan suatu reaksi yang menggunakan enzim tergantung pada konsentrasi enzim tersebut. Pada suatu konsentrasi substrat tertentu, kecepatan reaksi bertambah dengan bertambahnya konsentrasi enzim. 2. Konsentrasi Substrat Hasil eksperimen menunjukkan bahwa dengan konsentrasi enzim yang tetap, maka pertambahan konsentrasi substrat akan menaikkan kecepatan reaksi. Akan tetapi pada batas konsentrasi tertentu, tidak terjadi kenaikan kecepatan reaksi walaupun konsentrasi substrat diperbesar. Keadaan ini telah diterangkan oleh MichaelisMenten dengan hipotesis mereka tentang terjadinya kompleks enzim substrat. 3. Suhu Pada suhu rendah reaksi kimia berlangsung lambat, sedangkan pada suhu yang lebih tinggi reaksi berlangsung lebih cepat. Disamping itu, karena enzim adalah suatu protein, maka kenaikan suhu dapat menyebabkan terjadinya proses denaturasi. Apabila terjadi proses denaturasi, maka bagian aktif enzim akan terganggu dan dengan demikian konsentrasi efektif enzim menjadi berkurang dan kecepatan reaksinya pun akan menurun. Kenaikan suhu sebelum terjadinya proses denaturasi dapat menaikkan kecepatan reaksi.

4. Pengaruh pH Enzim dapat berbentuk ion positif, ion negatif atau ion bermuatan ganda (zwitter ion). Dengan demikian perubahan pH lingkungan akan berpengaruh terhadap efektivitas bagian aktif enzim dalam membentuk kompleks enzim substrat. Disamping pengaruh terhadap struktur ion pada enzim, pH rendah atau pH tinggi dapat pula menyebabkan terjadinya proses denaturasi dan ini akan mengakibatkan menurunnya aktivitas enzim. 5. Pengaruh Inhibitor Hambatan yang dilakukan oleh inhibitor dapat berupa hambatan tidak reversibel. Hambatan tidak reversibel pada umumnya disebabkan oleh terjadinya proses destruksi atau modifikasi sebuah gugus fungsi atau lebih yang terdapat pada molekul enzim. Hambatan reversibel dapat berupa hambatan bersaing atau hambatan tidak bersaing. Pati tersusun dari unit-unit glukosa yang bergabung terutama lewat ikatan 1,4 -glikosidik, meskipun rantainya dapat mempunyai sejumlah cabang yang melewati ikatan 1,6 -glikosidik. Hidrolisis parsial dari pati menghasilkan maltosa, dan hidrolisis sempurna hanya menghasilkan D-glukosa. Pati dapat dipisahkan dengan berbagai teknik menjadi dua fraksi, yaitu amilosa dan amilopeptida. Amilosa adalah polimer linear dari Dglukosa, sekitar 50 sampai 300 unit-unit glukosa yang dihubungkan antara satu dengan yang lainnya melalui ikatan 1,4glikosida. Dalam larutan rantai amilosa berbentuk heliks menyerupai kumparan, karena adanya ikatan dengan konfigurasi s pada setiap unit glukosa. Kumparan berbentuk tabung ini memungkinkan terbentuknya senyawa kompleks dengan molekul lain, terutama molekul-molekul kecil yang dapat masuk ke dalam

kumparannya. Warna biru tua yang ditimbulkan pada penambahan yodium pada pati adalah contoh pembentukan kompleks tersebut (Tim Dosen Kimia, 2007) Cara kerja enzim pada dasarnya ada dua yaitu: 1. Metode kunci gembok ( Lock and Key) Dalam metode ini substrat akan masuk berikatan sengan situs aktif dari enzim. 2. Metode Pas (Inducid fit) Pada model ini, bagian situs aktif dari enzim akan dapat merubah dirinya untuk disesuaikan dengan substrat yang akan dikatalisnya. Enzim air liur = Amilase (ptialin): Air liur terdiri dari 99,5 % air dan kra-kira 0,55 zat padat dua pertiga dari benda padat tadi yang terdiri dari bahan-bahan organik terutama ptialin dan musim. Benda padat lainnya adalah ion-ion organik seperti sulfat, fosfat, bikarbonat, klorida, kalsium, magnesium, natrium, dan kalium. Musim dalam air berperan sebagai pelumas dalam rongga mulut dan membasahi makanan sewaktu dikunyah dan memudahkan ditelan. pH air liur biasanya sedikit asam, kira-kira 6,8. Ptialin adalah enzim amilase yang memecah pati menjadi tidak aktif pada pH 4 atau lebih rendah.

BAB III METODE PERCOBAAN

3. 1 Bahan Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah larutan pati (amilum)

1%, saliva (enzim amilase), iodine 0,01 M, aquadest, tissue roll dan es batu.

3. 2 Alat Adapun alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini diantaranya ialah tabung reaksi, rak tabung reaksi, gelas ukur 1000 mL, oven, pipet tetes, stopwatch, plat tetes,

3. 3 Metode Kerja Sebanyak 4 buah tabung reaksi disiapkan dan masing-masing diisi dengan 2,5 mL larutan pati (amilum) 1%. Kemudian disiapkan pula 4 tabung reaksi lain dan masing-masing diisi dengan 1 mL saliva encer. Tabung pertama yang berisi larutan pati dan tabung yang berisi saliva encer dimasukkan dalam air es (0 oC). Tabung kedua yang berisi larutan pati dan tabung yang berisi saliva encer ditempatkan pada suhu kamar (25 oC). Tabung ketiga yang berisi larutan pati dan tabung yang berisi saliva encer dimasukkan dalam oven (38 oC). Tabung keempat yang berisi larutan pati dan tabung yang berisi saliva encer dimasukkan dalam penangas air (100 oC). Semua tabung dibiarkan selama 5 menit dan kemudian pada masing-masing tabung yang berisi larutan pati ditambahkan 5 tetes saliva encer. Pada interval 5 menit, diambil contoh masing-masing larutan dan

diteteskan pada plat tetes yang telah berisi iodin 0,01 M sampai larutan menjadi bening.

Ciornea, E., Vasile, G., Cojocaru, D., 2008, On The Influence Of The Temperature And pH Of The Incubation Medium On The Activity Of Total Amylase In Some Spontaneous And Cultivated

poaceae,http://www.bio.uaic.ro/publicatii/anale_biochimie/2008_ IX_F1/2008_Anale_GBM_IX_F1_l14.pdf, diakses 8 Mei 2009. Fessenden, R. J. dan Fessenden, J. S., 1994, Kimia Organik, Erlangga, Jakarta. Lehninger, A.L., 1997, Dasar-dasar Biokimia Jilid 1, Erlangga, Jakarta. Patong, A. R., 2009, Penuntun Praktikum Biokimia, Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia FMIPA Universitas Hasanuddin, Makassar. Pine, S.H., Hendrickson, J.B., Cram, D.J., dan Hammond, G.S., 1988, Kimia Organik II, Penerbit ITB, Bandung. Poedjiadi, A., 1994, Dasar-dasar Biokimia, UI-Press, Jakarta. Tim Dosen Kimia, 2007, Kimia Dasar II, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Anda mungkin juga menyukai