Anda di halaman 1dari 16

Page 1 of 16

I.

Judul percobaan

Pemeriksaan warna, rasa, bau, bau, pH dan kekeruhan


II. Hari/Tanggal Percobaan : 30 Oktober 2013 : 30 Oktober 2013 : Air Sungai Jagir Wonokromo. ( 100 m III. Selesai Percobaan IV. Jenis Sampel dan asalnya

dari pintu air, depan P.T. Pertamina) V. Tujuan Percobaan :

Melalui percobaan yang dilakukan, mahasiswa dapat mengetahui kualitas air secara fisika yaitu warna, rasa, bau, pH dan kekeruhan dengan benar. VI. Tinjauan Pustaka Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup orang banyak sehingga perlu dilindungi agar dapat tetap bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya. Untuk menjaga atau mencapai kualitas air sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan sesuai dengan tingkat mutu air yang diinginkan, maka perlu upaya pelestarian dan atau pengendalian. Pelestarian kualitas air merupakan upaya untuk memelihara fungsi air agar kualitasnya tetap pada kondisi alamiahnya. Air sebagai komponen lingkungan hidup akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh komponen lainnya. Air yang kualitasnya buruk akan mengakibatkan kondisi lingkungan hidup menjadi buruk sehingga akan mempengaruhi kondisi kesehatan dan keselamatan manusia serta kehidupan makhluk hidup lainnya. Penurunan kualitas air akan menurunkan dayaguna, hasil guna, produktivitas, daya dukung dan daya tampung dari sumber daya air yang pada akhirnya akan menurunkan kekayaan sumber daya alam (natural resources depletion). Air sebagai komponen sumber daya alam yang sangat penting maka harus dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Hal ini berarti bahwa penggunaan air untuk berbagai manfaat dan kepentingan harus dilakukan secara bijaksana dengan memperhitungkan kepentingan generasi masa kini dan masa depan. Untuk itu air perlu dikelola agar tersedia dalam jumlah yang aman, baik kuantitas maupun kualitasnya, dan bermanfaat bagi kehidupan dan perikehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya agar tetap berfungsi secara ekologis, guna menunjang pembangunan yang berkelanjutan. Di satu pihak, usaha dan atau kegiatan manusia memerlukan air yang berdaya guna, tetapi di lain pihak berpotensi menimbulkan

Laporan Kelompok 14 PKA 2010 (Novia, Henni, Fathoni) Praktikum Kimia Lingkungan 2013

Page 2 of 16

dampak negatif, antara lain berupa pencemaran yang dapat mengancam ketersediaan air, daya guna, daya dukung, daya tampung, dan produktivitasnya. Agar air dapat bermanfaat secara lestari dan pembangunan dapat berkelanjutan, maka dalam pelaksanaan pembangunan perlu dilakukan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Dampak negatif pencemaran air mempunyai nilai (biaya) ekonomik, di samping nilai ekologik, dan sosial budaya. Upaya pemulihan kondisi air yang cemar, bagaimanapun akan memerlukan biaya yang mungkin lebih besar bila dibandingkan dengan nilai kemanfaatan finansial dari kegiatan yang menyebabkan pencemarannya. Demikian pula bila kondisi air yang cemar dibiarkan (tanpa upaya pemulihan) juga mengandung ongkos, mengingat air yang cemar akan menimbulkan biaya untuk menanggulangi akibat dan atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh air yang cemar. Berdasarkan definisinya, Pencemaran air yang diindikasikan dengan turunnya kualitas air sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Yang dimaksud dengan tingkat tertentu tersebut di atas adalah baku mutu air yang ditetapkan dan berfungsi sebagai tolok ukur untuk menentukan telah terjadinya pencemaran air, juga merupakan arahan tentang tingkat kualitas air yang akan dicapai atau dipertahankan oleh setiap program kerja pengendalian pencemaran air. Penetapan baku mutu air selain didasarkan pada peruntukan (designated beneficial water uses), juga didasarkan pada kondisi nyata kualitas air yang mungkin berada antara satu daerah dengan daerah lainnya. Oleh karena itu, penetapan baku mutu air dengan pendekatan golongan peruntukkan perlu disesuaikan dengan menerapkan pendekatan klasifikasi kualitas air (kelas air). Penetapan baku mutu air yang didasarkan pada peruntukan semata akan menghadapi kesulitan serta tidak realistis dan sulit dicapai pada air yang kondisi nyata kualitasnya tidak layak untuk semua golongan peruntukan. Dengan ditetapkannya baku mutu air pada sumber air dan memperhatikan kondisi airnya, akan dapat dihitung berapa beban zat pencemar yang dapat ditenggang adanya oleh air penerima sehingga air dapat tetap berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Beban pencemaran ini merupakan daya tampung beban pencemaran bagi air penerima yang telah ditetapkan peruntukannya.

Laporan Kelompok 14 PKA 2010 (Novia, Henni, Fathoni) Praktikum Kimia Lingkungan 2013

Page 3 of 16

Parameter yang digunakan untuk menentukan kualitas air dibedakan menjadi tiga, parameter fisika, kimia dan biologi. Pada percobaan kali ini dilakukan pemeriksaan parameter fisika air. 1. Parameter Fisik Beberapa parameter fisik yang digunakan untuk menentukan kualitas air meliputi warna, rasa, bau, kekeruhan, daya hantar listrik, jumlah zat padat terlarut, dan suhu. Pada percobaan kali ini parameter fisik air yang diperiksa adalah warna, rasa, bau dan kekeruhan. a. Warna Air minum sebaiknya tidak berwarna untuk alasan estetika dan untuk mencegah keracunan dari berbagai zat kimia maupun mikroorganisme yang berwarna. Warna dapat menghambat penetrasi cahaya ke dalam air. Warna pada air disebabkan oleh adanya partikel hasil pembusukan bahan organik, ion-ion metal alam (besi dan mangan), plankton, humus, buangan industri, dan tanaman air. Adanya oksida besi menyebabkan air berwarna kekuningan, sedangkan oksida mangan menyebabkan air berwarna kecoklatan atau kehitaman. Kadar besi sebanyak 0,3 mg/l dan kadar mangan sebanyak 0,05 mg/l sudah cukup dapat menimbulkan warna pada perairan (peavy et al., 1985 dalam Effendi, 2003). Kalsium karbonat yang berasal dari daerah berkapur menimbulkan warna kehijauan pada perairan. Bahan-bahan organik, misalnya tanin, lignin, dan asam humus yang berasal dari dekomposisi tumbuhan yang telah mati menimbulkan warna kecoklatan. Dalam penyediaan air minum, warna sangat dikaitkan dengan segi estetika. Warna air dapat dijadikan sebagai petunjuk jenis pengolahan yang sesuai. Berdasarkan zat penyebabnya, warna air dapat dibedakan menjadi : 1) Warna Sejati (true color) Warna sejati disebabkan adanya zat-zat organik dalam bentuk koloid. Warna ini tidak akan berubah walaupun mengalami penyaringan dan sentrifugasi. Pada penentuan warna sejati, bahan-bahan tersuspensi yang dapat menyebabkan kekeruhan dipisahkan terlebih dahulu. Filtrasi (penyaringan) bertujuan menghilangkan materi tersuspensi dalam air tanpa mengurangi keaslian warna air. Sentrifugasi mencegah interaksi warna dengan material penyaring. Warna sejati tidak dipengaruhi oleh kekeruhan. Contoh dari warna sejati antara lain : warna air teh, warna air buangan Laporan Kelompok 14 PKA 2010 (Novia, Henni, Fathoni) Praktikum Kimia Lingkungan 2013

Page 4 of 16

industri tekstil, serta warna akibat adanya asam humus, plankton, atau akibat tanaman air yang mati. 2) Warna Semu (apparent color) Warna semu disebabkan oleh adanya partikel-partikel tersuspensi dalam air. Warna ini akan mengalami perubahan setelah disaring atau disentrifugasi serta dapat mengalami pengendapan. Warna semu akan semakin pekat bila kekeruhan air meningkat. Warna dapat diamati secara visual (langsung) ataupun diukur berdasarkan skala platinum kobalt (dinyatakan dengan satuan PtCo) dengan cara membandingkan warna contoh air dengan warna standar. Air yang memiliki nilai kekeruhan rendah biasanya memiliki warna yang sama dengan warna standar (APHA, 1976; Davis dan Cornwell, 1991 dalam Effendi, 2003). Intensitas warna cenderung meningkat dengan

meningkatnya nilai pH (Sawyer dan McCarty, 1978). Visual Comparison Method dapat diaplikasikan hampir pada seluruh contoh air yang dapat diminum. Prinsip dari metode ini adalah membandingkan warna contoh air dengan warna larutan standar yang sudah diketahui konsentrasinya. Larutan standar diletakkan dalam tabung Nessler dan harus terlindung dari debu serta penguapan. Tabung Nessler yang digunakan harus memiliki warna, ketebalan, ketinggian cairan, dan diameter tabung yang sama. Untuk segi estetika, warna air sebaiknya tidak melebihi 15 PtCo. Sumber air untuk kepentingan air minum sebaiknya memiliki nilai warna antara 5 50 PtCo. Contoh air dengan warna kurang dari 70 unit diteliti dengan cara perbandingan langsung menggunakan larutan standard. Bila kandungan warna contoh air lebih tinggi daripada warna standar yang tersedia, dilakukan pengenceran terhadap contoh air menggunakan aquadest. Batas waktu maksimum pengukuran adalah 48 jam dengan cara didinginkan pada suhu 4 oC untuk pengawetan. b. Rasa Air minum biasanya tidak memberikan rasa (tawar). Air yang berasa menunjukkan kehadiran berbagai zat yang dapat membahayakan kesehatan. Efek yang dapat ditimbulkan terhadap kesehatan manusia tergantung pada penyebab timbulnya rasa. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor Laporan Kelompok 14 PKA 2010 (Novia, Henni, Fathoni) Praktikum Kimia Lingkungan 2013

Page 5 of 16

907/MENKES/SK/VII/2002, diketahui bahwa syarat air minum yang dapat dikonsumsi manusia adalah tidak berasa. c. Bau Air minum yang berbau, selain tidak estetis juga tidak disukai oleh masyarakat. Bau air dapat memberi petunjuk terhadap kualitas air, misalnya bau amis dapat disebabkan oleh adanya algae dalam air tersebut. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002,

diketahui bahwa syarat air minum yang dapat dikonsumsi manusia adalah tidak berbau. d. Kekeruhan Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam air. Kekeruhan disebabkan adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut (misalnya lumpur dan pasir halus), maupun bahan anorganik dan organik yang berupa plankton dan mikroorganisne lain (APHA, 1976; Davis dan Cornwell, 1991dalam Effendi 2003). Zat anorganik yang menyebabkan kekeruhan dapat berasal dari pelapukan batuan dan logam, sedangkan zat organik berasal dari lapukan hewan dan tumbuhan. Bakteri dapat dikategorikan sebagai materi organik tersuspensi yang menambah kekeruhan air. Padatan tersuspensi berkolerasi positif dengan kekeruhan. Semakin tinggi nilai padatan tersuspensi, semakin tinggi nilai kekeruhan. Akan tetapi, tingginya padatan terlarut tidak selalu diikuti dengan tingginya kekeruhan. Tingginya nilai kekeruhan dapat mempersulit usaha penyaringan dan mengurangi efektivitas desinfeksi pada proses penjernihan air. Secara optis, kekeruhan merupakan suatu kondisi yang mengakibatkan cahaya dalam air didispersikan atau diserap dalam suatu contoh air. Beberapa metode pengukuran kekeruhan antara lain (Santika, 1987) : 1) Metode Jackson Candler Turbidimetry Metode ini dilakukan berdasarkan transmisi cahaya yang terjadi. Pengukuran kekeruhan menggunakan metode ini bersifat visual dan dilakukan dengan cara membandingkan contoh air dengan air standar. Pada awalnya metode standar yang digunakan untuk menentukan kekeruhan adalah metode Turbidimeter Jackson Candler yang dikalibrasi

Laporan Kelompok 14 PKA 2010 (Novia, Henni, Fathoni) Praktikum Kimia Lingkungan 2013

Page 6 of 16

menggunakan silika. Namun, tingkat kekeruhan terendah yang dapat diukur dengan alat ini adalah 25 unit. Satu unit turbiditas Jackson Candler Turbidimeter dinyatakan dengan satuan 1 JTU. 2) Metode Nephelometric Nephelometer tidak dipengaruhi oleh perubahan kecil pada desain parameter. Satuan kekeruhan dalam pengukuran nephelometer dinyatakan dalam NTU (Nephelometric Turbidity Unit). Nephelometric Method disarankan untuk metode visual karena ketepatan, sensitifitas, dan dapat digunakan dalam rentang turbiditas yang besar. Prinsip kerja dari metode ini adalah membandingkan cahaya yang didispersikan oleh contoh air pada kondisi yang sama dengan intensitas cahaya yang didispersikan oleh larutan suspensi standar (polymer formazin). Semakin tinggi intensitas yang didispersikan, semakin tinggi pula turbiditasnya. Penentuan turbiditas sebaiknya dilakukan pada saat pengambilan contoh air. Bila tidak, disimpan pada tempat yang gelap, paling lama 24 jam. Penyimpanan yang terlalu lama dapat menyebabkan kekeruhan. 3) Metode Visual Metode ini merupakan cara kuno yang lebih sesuai digunakan untuk contoh air dengan tingkat kekeruhan yang tinggi.

Dalam sistem penyediaan air minum, kekeruhan merupakan salah satu faktor penting karena beberapa alasan sebagai berikut (Sawyer, 4th edition) : Faktor estetika Konsumen menghendaki air yang bebas dari kekeruhan. Kekeruhan pada air minum dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya polusi limbah cair dan bahaya kesehatan yang mengancam. Filterability Filtrasi air akan lebih sulit dilakukan dan akan membutuhkan biaya yang besar apabila kekeruhannya tinggi.

Desinfeksi Pada air yang keruh, banyak terkandung organisme berbahaya yang tersembunyi pada proses desinfeksi. Laporan Kelompok 14 PKA 2010 (Novia, Henni, Fathoni) Praktikum Kimia Lingkungan 2013

Page 7 of 16

Satuan kekeruhan yang biasa digunakan sebagai berikut :


mg/l SiO2 (satuan standar) = 1 unit turbiditas. NTU (Nephelometric Turbidity Unit). Batas maksimal yang diperbolehkan oleh US Environmental Protection Agency adalah 0,5 1 unit kekeruhan (NTU). Dalam batas ini, air boleh digunakan sebagai air minum.

JTU (Jackson Candle Turbidity Unit). 40 NTU = 40 JTU (Sawyer dan Mc Carthy : 1978).

FTU (Formazin Turbidity Unit)

VII. Alat dan Bahan 1. Pipet 5 buah

2. Tabung reaksi 3 buah 3. Aquades 4. Erlenmeyer 5. Kasa 6. Kaki tiga 7. Gelas kimia 2 buah 1 buah

8. Air limbah sampel 9. pH meter 10. indikator universal

Laporan Kelompok 14 PKA 2010 (Novia, Henni, Fathoni) Praktikum Kimia Lingkungan 2013

Page 8 of 16

VIII. Alur Percobaan

Pemeriksaan Warna

20mL sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dibandingkan dengan larutan standart Hasil

Pemeriksaan Rasa
Sampel diperiksa secara organoleptik Hasil

Pemeriksaan Kekeruhan
100mL sampel dimasukkan ke tabung turbidimeter diperiksa kekeruhannya Tingkat kekeruhan dibandingkan dengan larutan standart Hasil

Pemeriksaan Bau
Sampel dimasukkan ke dalam botol bermulut sempit ditutup dengan gabus dipanaskaan sampai suhu 40oC dibuka tutupnya Hasil pH sampel 10mL sampel dimasukkan ke gelas kimia diukur dengan pH meter

Pemeriksaan pH

Laporan Kelompok 14 PKA 2010 (Novia, Henni, Fathoni) Praktikum Kimia Lingkungan 2013

Page 9 of 16

IX. Data Hasil Pengamatan Prosedur Percobaan Pemeriksaan Warna


20mL sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dibandingkan dengan larutan standart Hasil

Hasil Pengamatan Sampel: keruh kekuning-kuningan, ada endapan kecil berwarna kekuningan Larutan standart (aquades): jernih, tak berwarna

Dugaan/Reaksi Sampel memiliki warna, rasa, bau, kekeruhan, dan pH yang tidak sesuai dengan larutan standart (aquades)

Kesimpulan Warna, rasa, bau, kekeruhan, dan pH dari sampel tidak layak pakai karena memiliki kualitas air yang buruk setelah dibandingkan dengan larutan standart

Pemeriksaan Rasa
Sampel diperiksa secara organoleptik Hasil

Larutan standart (aquades): tak berasa Sampel: agak pahit

Laporan Kelompok 14 PKA 2010 (Novia, Henni, Fathoni) Praktikum Kimia Lingkungan 2013

Page 10 of 16

Pemeriksaan Bau
Sampel dimasukkan ke dalam botol bermulut sempit ditutup dengan gabus dipanaskaan sampai suhu 40oC dibuka tutupnya Hasil

Larutan standart (aquades): tak berbau Sampel: berbau agak amis

Pemeriksaan Kekeruhan Larutan standart (aquades): Jernih, tak berwarna Sampel: keruh kekuning-kuningan, ada endapan kecil berwarna kekuningan

100mL sampel dimasukkan ke tabung turbidimeter diperiksa kekeruhannya Tingkat kekeruhan dibandingkan dengan larutan standart Hasil

Laporan Kelompok 14 PKA 2010 (Novia, Henni, Fathoni) Praktikum Kimia Lingkungan 2013

Page 11 of 16

Pemeriksaan pH

larutan standart dimasukkan ke gelas kimia diukur dengan kertas indikator universal diukur dengan pH meter pH standart 10mL sampel dimasukkan ke gelas kimia diukur dengan kertas indikator universal diukur dengan pH meter pH sampel

dengan kertas indikator universal: pH larutan standart: 7 pH sampel: 8 dengan pH meter: pH larutan standart: 6,99 pH sampel: 8,33

Laporan Kelompok 14 PKA 2010 (Novia, Henni, Fathoni) Praktikum Kimia Lingkungan 2013

Page 12 of 16

X.

Hasil Pengamatan Air limbah yang digunakan sebagai sampel adalah air sungai Jagir

Wonokromo ( 100 m dari pintu air, depan P.T. Pertamina). Uji pertama yaitu uji warna, awalnya air sampel diambil dalam gelas kimia sebanyak 60 mL, dan dibandingkan dengan aquades sebagai standart. Hasilnya air sampel berupa air keruh kekuning-kuningan, ada endapan kecil berwarna kuning kecoklatan sedangkan larutan standart (aquades) berwarna jernih, tak berwarna. Air sampel sudah berbeda dengan larutan standart aquades menandakan kualitas air menurun dan tidak layak pakai. Adanya besi dengan kadar tinggi akan menyebabkan air berwarna kuning. Menurut dasar teori yang ada, oksida besi menyebabkan air berwarna kekuningan, sedangkan oksida mangan menyebabkan air berwarna kecoklatan atau kehitaman. Kadar besi sebanyak 0,3 mg/l dan kadar mangan sebanyak 0,05 mg/l sudah cukup dapat menimbulkan warna pada perairan (peavy et al., 1985 dalam Effendi, 2003). Bahan-bahan organik, misalnya tanin, lignin, dan asam humus yang berasal dari dekomposisi tumbuhan yang telah mati menimbulkan warna kecoklatan. Hal inilah yang menyebabkan warna air sampel jagir berbeda dengan aquades sebagai larutan standart, sehingga air sampel tidak layak pakai ditinjau dari warna air dan perlu pengolahan khusus untuk menghilangkan pengotor dalam air sampel. Uji kedua yaitu pengujian rasa, air sungai jagir diambil 50 mL dalam gelas kimia, dan dengan lidah sebagai alat organoleptik, air sampel diujikan untuk mengetahui rasa dari air sampel dan dibandingkan dengan rasa dari larutan standart aquades. Larutan standart (aquades) memiliki rasa tak berasa sedangkan sampel yaitu air sungai jagir memiliki rasa agak pahit. Rasa ini tentu dapat dijelaskan karena air sungai jagir ini banyak digunakan warga sekitar sugai jagir untuk mandi dan mencuci, sehingga kualitas dari air menurun dan memiliki pH yang berubah sehingga menyebabkan rasanya agak pahit. Menurut dasar teori, Air minum biasanya tidak memberikan rasa (tawar). Air yang berasa menunjukkan kehadiran berbagai zat yang dapat membahayakan kesehatan. Efek yang dapat ditimbulkan terhadap kesehatan manusia tergantung pada penyebab timbulnya rasa. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor

907/MENKES/SK/VII/2002, diketahui bahwa syarat air minum yang dapat

Laporan Kelompok 14 PKA 2010 (Novia, Henni, Fathoni) Praktikum Kimia Lingkungan 2013

Page 13 of 16

dikonsumsi manusia adalah tidak berasa. Air sampel air sungai jagir sudah mengalami penurunan kualitas air ditinjau dari tingkat rasa yang menyebabkan air tidak layak pakai. Uji ketiga yaitu pemerikasaan bau, larutan standart dimasukkan dalam gelas kimia dan dipanaskan 2 menit, dan diperiksa bau dengan alat organoleptik setelah itu dibandingkan dengan larutan standart. Larutan standart (aquades) tak berbau, sedangkan sampel memiliki bau yang agak amis. Bau air dapat memberi petunjuk terhadap kualitas air, misalnya bau amis dapat disebabkan oleh adanya algae dalam air tersebut. Dari dasar teori, berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002, diketahui bahwa syarat air minum yang dapat dikonsumsi manusia adalah tidak berbau. Sehingga air sampel air jagir menurut tingkat bau dari air menandakan tidak layak konsumsi dan tidak layak pakai untuk masyarakat. Uji keempat yaitu pemeriksaan kekeruhan, , awalnya air sampel diambil dalam gelas kimia sebanyak 60 mL, dan dibandingkan dengan aquades sebagai standart. Hasilnya air sampel berupa air keruh kekuning-kuningan, ada endapan kecil berwarna kuning kecoklatan sedangkan larutan standart (aquades) berwarna jernih, tak berwarna. Air sampel sudah berbeda dengan larutan standart aquades menandakan kualitas air menurun dan tidak layak pakai. Menurut dasar teori, Zat anorganik yang menyebabkan kekeruhan dapat berasal dari pelapukan batuan dan logam, sedangkan zat organik berasal dari lapukan hewan dan tumbuhan. Bakteri dapat dikategorikan sebagai materi organik tersuspensi yang menambah kekeruhan air. Air keruh menandakan kualitas air menurun sehingga air sungai jagir ditinjau dari kekeruhannya adalah air yang tidak layak pakai. Uji kelima yaitu pemeriksaan pH, awalnya air diambil dalam gelas kimia dan dicek pHnya menggunakan dengan pH meter, indikator universal dan dibandingkan dengan larutan standart. Dari hasil pengamatan pH menggunakan indikator universal, pH larutan standart: 7 pH sampel: 8

Laporan Kelompok 14 PKA 2010 (Novia, Henni, Fathoni) Praktikum Kimia Lingkungan 2013

Page 14 of 16

Sedangkan pengamatan menggunakan pH meter : pH larutan standart: 6,99 pH sampel: 8,33 dari hasil tersebut menunjukkan pH air pada sampel mengalami peningkatan sehingga air tidak layak pakai karena pH yang tidak sesuai dengan alrutan standart. Menurut dasar teori pH mempengaruhi warna air, Intensitas warna cenderung meningkat dengan meningkatnya nilai pH (Sawyer dan McCarty, 1978). Selain itu pH juga mempengaruhi rasa sehingga rasa air sungai jagir agak pahit.

XI.

Diskusi Air sampel ketika diamati kekeruhannya tidak terlalu terlihat sehingga

ketika diamati tidak terlalu berbeda. Hal ini dikarenakan air yang memiliki nilai kekeruhan rendah biasanya memiliki warna yang sama dengan warna standar. Selain itu seharusnya air sungai jagir tidak layak pakai dan tidak layak digunakan untuk masyarakat, hal ini karena menurut uji sampel air sungai jagir terhadap rasa, bau, warna, pH dan kekeruhan adalah mengalami penurunan kualitas air dibandingkan dengan larutan standart. Namun masyarakat sekitar sugai jagir, wonokromo tetap menggunakan air sungai tersebut untuk mandi dan mencuci, hal ini sangat menimbulkan keprihatinan dari peneliti.

XII. Kesimpulan Dari hasil percobaan dari praktikum yang dilakukan, dapat disimpulkan air sungai jagir sebagai sampel mengalami penurunan kualitas air dibandingkan dengan larutan standart (aquades) ditinjau dari rasa (mulai kekuningan), rasa (agak pahit), bau (agak amis), kekeruhan (keruh kekekuningan), dan pH (pH 8) sehingga air sungai jagir tidak layak pakai dan konsumsi sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002.

Laporan Kelompok 14 PKA 2010 (Novia, Henni, Fathoni) Praktikum Kimia Lingkungan 2013

Page 15 of 16

XIII. Daftar Pustaka Alaert, G. dan S. S. Santika. 1987. Metode Penelitian Air. Surabaya: Usaha Nasional. Amaria dkk. 2013. Penuntun Praktikum Kimia Lingkungan. Surabaya: Jurusan Kimia-FMIPA-Unesa Clair N. Sawyer, Perry L. McCarty. 1978. Chemistry for Environmental Engineering (4th ed.). New York: McGraw-Hill. Jujubandung. 2012. Parameter Fisika-Kimia-Biologi Penentu Kualitas Air (online) http://jujubandung.wordpress.com/2012/06/08/parameterdiakses tanggal 5

fisika-kimia-biologi-penentu-kualitas-air-2/ November 2013

Republik Indonesia. 2001. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Jakarta: Sekretariat Negara. Republik Indonesia. 2002. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002. Jakarta: Sekretariat Negara.

Laporan Kelompok 14 PKA 2010 (Novia, Henni, Fathoni) Praktikum Kimia Lingkungan 2013

Page 16 of 16

Lampiran Foto

Uji warna

uji rasa

Uji bau

uji kekeruhan

Uji pH dengan indikator universal

uji sampel dengan pH meter

Laporan Kelompok 14 PKA 2010 (Novia, Henni, Fathoni) Praktikum Kimia Lingkungan 2013

Anda mungkin juga menyukai