Anda di halaman 1dari 12

BAB I PENDAHULUAN

Berbagai penyakit dapat menyerang susunan saraf pusat. Salah satunya adalah peradangan pada selaput otak, yang sering disebut sebagai meningitis. Meningitis merupakan penyakit susunan saraf pusat yang dapat menyerang semua orang. Bayi, anak-anak, dan dewasa muda merupakan golongan usia yang mempunyai resiko tinggi untuk terkena meningitis. Di Inggris, dilaporkan bahwa 3000 orang terkena meningitis setiap tahunnya, baik dewasa maupun anak-anak. Dilaporkan juga bahwa satu dari sepuluh orang yang menderita meningitis akan meninggal, dan sisanya akan sembuh dengan meninggalkan kecacatan. Berbagai faktor dapat menyebabkan terjadinya meningitis, diantaranya infeksi virus, bakteri, dan jamur. Sebab lain adalah akibat trauma, kanker, dan obat-obatan tertentu. Pada kesempatan kali ini akan dibahas mengenai salah satu meningitis yang disebabkan oleh bakteri, yakni meningitis tuberkulosis. Pengetahuan yang benar mengenai meningitis tuberkulosis dapat membantu untuk mengurangi angka kematian penderita akibat meningitis, mengingat bahwa insidensi kematian akibat meningitis masih cukup tinggi.

BAB II MENINGITIS TUBERKULOSIS

DEFINISI Meningitis tuberkulosis merupakan peradangan pada selaput otak (meningen) yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis. Penyakit ini merupakan salah satu bentuk komplikasi yang sering muncul pada penyakit tuberkulosis paru. Infeksi primer muncul di paruparu dan dapat menyebar secara limfogen dan hematogen ke berbagai daerah tubuh di luar paru, seperti perikardium, usus, kulit, tulang, sendi, dan selaput otak.

ETIOLOGI Penyebab Meningitis Tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 0,6 mm dan panjang 1 4 m. Dinding M. tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lipid cukup tinggi (60%). Unsur lain yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai akan tetap tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam (alkohol) dan tahan terhadap trauma kimia dan fisik. Mycobacterium tuberculosis ini dapat hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberculosis aktif lagi. Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraseluler yakni dalam sitoplasma makrofag. Magrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya karena banyak mengandung lipid. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih

menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi daripada bagian lain, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit Tuberculosis.

PATOFISIOLOGI Meningitis tuberkulosis pada umumnya muncul sebagai penyebaran tuberkulosis primer. Biasanya fokus infeksi primer ada di paru-paru, namun dapat juga ditemukan di abdomen (22,8%), kelenjar limfe leher (2,1%) dan tidak ditemukan adanya fokus primer (1,2%). Dari fokus primer, kuman masuk ke sirkulasi darah melalui duktus torasikus dan kelenjar limfe regional, dan dapat menimbulkan infeksi berat berupa tuberkulosis milier atau hanya menimbulkan beberapa fokus metastase yang biasanya tenang. Pendapat yang sekarang dapat diterima dikemukakan oleh Rich tahun 1951. Terjadinya meningitis tuberkulosis diawali olen pembentukan tuberkel di otak, selaput otak atau medula spinalis, akibat penyebaran kuman secara hematogen selama masa inkubasi infeksi primer atau selama perjalanan tuberkulosis kronik. Bila penyebaran hematogen terjadi dalam jumlah besar, maka akan langsung menyebabkan penyakit tuberkulosis primer seperti TB milier dan meningitis tuberkulosis. Meningitis tuberkulosis juga dapat merupakan reaktivasi dari fokus tuberkulosis (TB pasca primer). Salah satu pencetus proses reaktivasi tersebut adalah trauma kepala. Meningitis TB biasanya terjadi 36 bulan setelah infeksi primer.

Meningitis tuberkulosis pada anak seringkali dihubungkan dengan penjalaran suatu kompleks primer. Terjadinya meningitis bukanlah karena terinfeksinya selaput otak langsung oleh penyebaran hematogen, melainkan biasanya sekunder melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsum tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah ke dalam rongga arachnoid (ruang subarachnoid). Kadang-kadang terjadi perkontinuitatum dari mastoiditis atau spondilitis. Hal inilah yang menjelaskan bahwa meningitis tuberkulosis secara histologis dapat disebut sebagai meningoensefalitis. Dengan kata lain terinfeksinya meningen didahului dengan terbentuknya tuberkel di otak atau paru, kemudian tuberkel akan pecah dan bakteri masuk ke rongga sub
3

arachnoidea. Hal ini terjadi karena basil tuberkel tidak mudah masuk meningen melalui bakterimia dan perubahan vaskuler pada meningitis tuberkulosis tidak dapat ditimbulkan oleh bakterimia, tetapi baru terjadi setelah terjadi suatu infeksi pada ruang subarachnoid. Setelah melepaskan bacilus dan materi granulomatosa kedalam rongga subarachnoid kemudian terbentuk sejumlah eksudat gelatin kental berwarna putih. Eksudat tersebut sebagian besar akan menempati dasar otak terutama pada batang otak dan sebagian kecil terdapat pada permukaan otak. Eksudat ini menyelubungi arteri dan nervus kranialis, membentuk seperti sumbatan pada aliran cairan serebrospinal pada tingkat pembukaan tentorium, yang akan dapat menyebabkan hidrosefalus serta kelainan pada saraf otak. Saraf otak yang biasanya terkena pada meningitis tuberkulosis akibat gejala penekanan oleh eksudat yang kental adalah saraf otak II, III, IV dan VII. Terdapatnya kelainan pada pembuluh darah seperti arteritis dan flebitis yang menimbulkan sumbatan dapat menyebabkan infark otak yang kemudian akan menyebabkan perlunakan otak.

Skema patofisiologi meningitis tuberkulosa BTA masuk tubuh Tersering melalui inhalasi Jarang pada kulit, saluran cerna Multiplikasi Infeksi paru / focus infeksi lain Penyebaran hematogen Meningens

Membentuk tuberkel BTA tidak aktif / dormain

Bila daya tahan tubuh menurun Rupture tuberkel meningen Pelepasan BTA ke ruang subarachnoid MENINGITIS

MANIFESTASI KLINIS Gejala klinis meningitis TB berbeda untuk masing-masing penderita. Faktor-faktor yang bertanggung jawab terhadap gejala klinis erat kaitannya dengan perubahan patologi yang ditemukan. Tanda dan gejala klinis meningitis TB muncul perlahan-lahan dalam waktu beberapa minggu. Keluhan pertama biasanya nyeri kepala. Rasa ini dapat menjalar ke tengkuk dan punggung. Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya otot-otot ekstensor tengkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus, yaitu tengkuk kaku dalam sikap kepala tertengadah dan punggung dalam sikap hiperekstensi. Kesadaran menurun, tanda Kernigs dan Brudzinsky positif.

Gambar 1. Kernigs sign positif pada penderita meningitis Gejala meningitis tidak selalu sama, tergantung dari usia si penderita serta virus apa yang menyebabkannya. Gejala yang paling umum adalah demam yang tinggi, sakit kepala, pilek, mual, muntah, kejang. Setelah itu biasanya penderita merasa sangat lelah, leher terasa pegal dan kaku, gangguan kesadaran serta penglihatan menjadi kurang jelas.8 Gejala pada bayi yang terkena meningitis, biasanya menjadi sangat rewel, demam ringan, badan terasa kaku, dan terjadi gangguan kesadaran seperti tangannya membuat gerakan tidak beraturan. Gejala meningitis meliputi : Gejala infeksi akut Panas Nafsu makan tidak ada Anak lesu Gejala kenaikan tekanan intracranial Kesadaran menurun Kejang-kejang Ubun-ubun besar menonjol Gejala rangsangan meningeal kaku kuduk Kernig
6

Brudzinky I dan II positif

Menurut Lincoln, manifestasi klinis dari meningitis tuberculosa dikelompokkan dalam tiga stadium: Stadium I : Stadium awal (stadium inisial / stadium non spesifik / fase prodromal) Berlangsung 1 - 3 minggu Gejalanya tidak khas, timbul perlahan- lahan, tanpa kelainan neurologis Gejala prodromal non spesifik : apatis, iritabilitas, nyeri kepala, malaise, demam, anoreksia Pada bayi, irritable dan ubun- ubun menonjol merupakan manifestasi yang sering ditemukan; sedangkan pada anak yang lebih tua memperlihatkan perubahan suasana hati yang mendadak, prestasi sekolah menurun, letargi, apatis, mungkin saja tanpa disertai demam dan timbul kejang intermiten. Kejang bersifat umum dan didapatkan sekitar 1015%. Jika sebuah tuberkel pecah ke dalam ruang sub arachnoid maka stadium I akan berlangsung singkat sehingga sering terabaikan dan akan langsung masuk ke stadium III. Stadium II : Intermediate (stadium transisional / fase meningitik) Pada fase ini terjadi rangsangan pada selaput otak / meningen. Ditandai oleh adanya kelainan neurologik, akibat eksudat yang terbentuk diatas lengkung serebri. Pemeriksaan kaku kuduk (+), refleks Kernig dan Brudzinski (+) kecuali pada bayi. Dengan berjalannya waktu, terbentuk infiltrat (massa jelly berwarna abu) di dasar otak, menyebabkan gangguan otak / batang otak. Pada fase ini, eksudat yang mengalami organisasi akan mengakibatkan kelumpuhan saraf kranial dan hidrosefalus, gangguan kesadaran, papiledema ringan serta adanya tuberkel di koroid. Vaskulitis menyebabkan gangguan fokal, saraf kranial dan kadang medulla spinalis. Hemiparesis yang timbul disebabkan karena infark/ iskemia, quadriparesis dapat terjadi akibat infark bilateral atau edema otak yang berat.

Pada anak berusia di bawah 3 tahun, iritabel dan muntah adalah gejala utamanya, sedangkan sakit kepala jarang dikeluhkan. Sedangkan pada anak yang lebih besar, sakit kepala adalah keluhan utamanya, dan kesadarannya makin menurun.

Sakit kepala berat, muntah Penurunan kesadaran, kejang, disorientasi Defisit neurologik fokal : hemiparesis, paresis saraf kranial(terutama N.III dan N.VII, gerakan involunter Hidrosefalus, papil edema

Stadium III : Advanced (koma / fase paralitik) Terjadi percepatan penyakit, berlandsung selama 2-3 minggu Gangguan fungsi otak semakin jelas. Terjadi akibat infark batang otak akibat lesi pembuluh darah atau strangulasi oleh eksudat yang mengalami organisasi. pernapasan irregular, demam tinggi, edema papil kesadaran makin menurun, irritable dan apatik, mengantuk, stupor, koma, otot ekstensor menjadi kaku dan spasme, opistotonus, pupil melebar dan tidak bereaksi sama sekali. nadi dan pernafasan menjadi tidak teratur, hiperpireksia pasien dapat meninggal.

Tiga stadium tersebut di atas biasanya tidak jelas batasnya antara satu dengan yang lain, tetapi bila tidak diobati biasanya berlangsung 3 minggu sebelum pasien meninggal. Dikatakan akut bila 3 stadium tersebit berlangsung selama 1 minggu.

KRITERIA DIAGNOSIS Anamnesis: o adanya riwayat kejang atau penurunan kesadaran (tergantung stadium penyakit)
8

o adanya riwayat kontak dengan pasien tuberkulosis (baik yang menunjukkan gejala, maupun yang asimptomatik), o adanya gambaran klinis yang ditemukan pada penderita (sesuai dengan stadium meningitis tuberkulosis). o Pada neonatus, gejalanya mungkin minimalis dan dapat menyerupai sepsis, berupa bayi malas minum, letargi, distress pernafasan, ikterus, muntah, diare, hipotermia, kejang (pada 40% kasus), dan ubun-ubun besar menonjol (pada 33,3% kasus) Pemeriksaan fisik: o tergantung stadium penyakit. Tanda rangsang meningen seperti kaku kuduk biasanya tidak ditemukan pada anak berusia kurang dari 2 tahun. Uji tuberkulin positif. Pada 40% kasus, uji tuberkulin dapat negatif. Pemeriksaan laboratorium o anemia ringan o peningkatan laju endap darah pada 80% kasus o PCR ( Polymerase Chain Reaction ) Lumbal pungsi, gambaran LCS : o Warna jernih / xantokrom o Jumlah Sel meningkat MN > PMN o Protein meningkat o Glukosa menurun <50 % kadar glukosa darah o Pada pewarnaan Gram dan kultur liquor cerebrospinalis dapat ditemukan kuman TB Dari pemeriksaan radiologi: o Foto toraks : dapat menunjukkan adanya gambaran tuberkulosis o CT-scan kepala : o MRI
9

Melihat komplikasi intracranial menentukan adanya dan luasnya kelainan di daerah basal, serta adanya dan luasnya hidrosefalus. membantu menentukan perlunya tindakan neurosurgikal

Baku emas diagnosis meningitis TB adalah menemukan M. tb dalam kultur CSS. Namun pemeriksaan kultur CSS ini membutuhkan waktu yang lama dan memberikan hasil positif hanya pada kira-kira setengah dari penderita.

PENATALAKSANAAN Terapi diberikan sesuai dengan konsep baku tuberkulosis yakni: Fase intensif selama 2 bulan minmal dengan 4 macam obat anti tuberkulosis, yakni isoniazid, rifampisin, pirazinamid, streptomisin, atau etambutol. Fase lanjutan dengan 2 obat anti tuberkulosis, yakni isoniazid dan rifampisin selama 10 bulan.

Tabel 1. Dosis OAT pada anak Obat INH Rifampisin Pyrazinamide Etambutol Streptomycin Dosis (mg/kg/hari)dan cara pemberian 5-10 oral 10-20 oral 20-40 oral 15-25 oral 20-30 intramuskular

Di samping tuberkulostatik dapat diberikan rangkaian pengobatan dengan kortikosteroid untuk menghambat edema serebri dan timbulnya perlekatan-perlekatan antara araknoid dan otak. Dosis steroid : Prednison 1-2 mg/kgBB/hari selama 2-4 minggu dengan dosis penuh, dilanjutkan tappering off selama 1-2 minggu, atau Deksametason 8 mg/hari bolus intravena selama 2 minggu selanjutnya turunkan perlahan selama 1 bulan

10

KOMPLIKASI Komplikasi yang paling menonjol dari meningitis tuberkulosis adalah gejala sisa neurologis (sekuele). Sekuele terbanyak adalah paresis spastik, kejang, paraplegia, dan gangguan sensori ekstremitas. Sekuele minor dapat berupa kelainan saraf otak, nistagmus, ataksia, gangguan ringan pada koordinasi, dan spastisitas. Komplikasi pada mata dapat berupa atrofi optik dan kebutaan. Gangguan pendengaran dan keseimbangan disebabkan oleh obat streptomisin atau oleh penyakitnya sendiri. Gangguan intelektual terjadi pada kira-kira 2/3 pasien yang hidup. Pada pasien ini biasanya mempunyai kelainan EEG yang berhubungan dengan kelainan neurologis menetap seperti kejang dan mental subnormal. Kalsifikasi intrakranial terjadi pada kira-kira 1/3 pasien yang sembuh. Seperlima pasien yang sembuh mempunyai kelainan kelenjar pituitari dan hipotalamus, dan akan terjadi prekoks seksual, hiperprolaktinemia, dan defisiensi ADH, hormon pertumbuhan, kortikotropin dan gonadotropin.

11

DAFTAR PUSTAKA

1. Rahajoe N, Basir D, Makmuri, Kartasasmita CB, 2005, Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak, Unit Kerja Pulmonologi PP IDAI, Jakarta. 2. Gerdunas TBC. 2005. Penemuan Penderita TBC Pada Anak.. http://update.tbcindonesia.or.id/module/article.php?articleid=11&print=1&pathid. Diakses tanggal 15 Nopember 2013. 3. Backgroud to desease. Last updated 2006. Available from http://www.ocbmedia.com/meningitis/background.php. Diakses tanggal 15 Nopember 2013. 4. Israr YA. Meningitis. Last Updated 2008. Available from http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/01/meningitis.pdf. Diakses tanggal 15 Nopember 2013. 5. Ramachandran TS. Tuberculous Meningitis. Last Updated 4 December 2008. Available from http://emedicine.medscape.com/article/1166190. Diakses tanggal 15 Nopember 2013. 6. Meningitis. Available from http://forbetterhealth.files.wordpress.com/2009/01/meningitis.pdf. Diakses tanggal 16 Nopember 2013. 7. Pradhana D. Meningitis. Last Updated 2009. Available from http://www.docstoc.com/docs/19409600/new-meningitis-edit. Diakses tanggal 16 Nopember 2013.

12

Anda mungkin juga menyukai