Anda di halaman 1dari 3

Patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit dan membedakan DBD dari DD ialah peningkatan permeabilitas dinding pembuluh

darah, menurunnya volume plasma, trombostipenia, dan diathesis hemoragik. Mekanisme sebenarnya tentang patofisiologi, hemodinamikan dan biokimiawi DBD belum diketahui secara pasti karena kesukaran mendapatkan model binatang percobaan yang dapat dipergunakan untuk menimbulkan gejala klinis DBD. Hingga kini sebagian besar masih menganut the secondary heterologous infection hypothesis atau the sequential infection hypothesis yang menyatakan bahwa DBD dapat terjadi apabila seseorang telah terinfeksi virus dengue pertama kali mendapatkan infeksi kedua dengan virus dengue serotype (den-1, den-2, den-3 atau den-4) lain dalam jarak waktu 6 bulan sampai 5 tahun. Antibodi non-neutralisasi yang dibentuk pada infeksi primer akan menyebabkan terbentuknya kompleks imun pada infeksi sekunder dengan akibat memacu replikasi virus. Teori ini pula yang mendasari bahwa infeksi sekunder virus dengue oleh serotype yang berbeda cenderung menyebabkan manifestasi berat. Dasar utama hipoteisi ialah meningkatnya rekasi imunologis (the immunological enchancement hypothesis) yang berlangsung sebagai berikut: Sel fagosit mononuklear yaitu monosit, makrofag, histiosit dan sel kupffer merupakan tempat utama terjadinya infeksi virus dengue primer. Non neutralizing antibody baik yang bebas dalam sirkulasi maupun yang melekat pada sel, bertindak sebagai reseptor spesifik untuk melekatnya virus dengue pada permukaan sel fagosti mononuklear. Mekanisme pertama ini disebut mekanisme aferen. Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononuklear yang telah terinfeksi Selanjutnya monosit yang mengandung kompleks imun akan menyebar ke usus, hati, limpa dan sumsum tulang. Mekanisme ini disebut mekanisme eferen. Parameter perbedaan terjadinya DBD dengan dan tanpa renjatan ialah jumlah sel yang terkena infeksi. Sel monosit yang telah teraktivasi akan mengadakan interaksi dengan sistem humoral dan sistem komplemen dengan akibat dilepaskannya mediator yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan mengaktivasi sistem koagulasi. Mekanisme ini disebut mekanisme efektor. Patogenesis kebocoran plasma juga dapat disebabkan oleh limfosit T CD4+ berproliferasi dan menghasilkan interferon (IFN- dan ). IFN- selanjutnya merangsang sel yang terinfeksi virus dengue dan mengakibatkan monosit memproduksi mediator. Oleh limfosit T CD4+ dan CD8+ spesifik virus dengue, monosit akan mengalami lisis dan mengeluarkan mediator yang

menyebabkan kebocoran plasma dan perdarahan. Perbedaan gejala DBD dengan DD tertera pada tabel.

Masa tunas berkisar antara 3-5 hari (pada umumnya 5-8 hari). Awal penyakit biasanya mendadak, disertai gejala prodromal sepertinyeri kepala, nyeri berbagai bagian tubuh, anoreksia, rasa menggigil, dan malaise. Dijumpai trias sindrom, yaitu demam tinggi, nyeri anggota badan, dan timbulnya ruam (rash). Kelenjar limfa servikal dilaporkan membesar pada 67-77% kasus. Kelainan darah tepi demam dengue adalah leucopenia selama periode pra-demam dan demam, neutrofilia relative dan limfopenia. Eosinofil menurun atau menghilang pada permulaan dan puncak penyakit.

Anda mungkin juga menyukai